One Punch Man © ONE and Yusuke Murata

An One Punch Man Fan fiction

By Nnatsuki

Mobil vs. Kopi

Warning: Indonesian!AU, Typo(s), OOC, Penggunaan bahasa nonbaku.

.

Malam sudah nyaris menuju puncak kejayaannya―sebenarnya baru jam sembilan, tetapi jam segitu memang membuat mata makhluk hidup merem dan makhluk halus melek. Namun, seorang wanita muda bertubuh mungil yang masih terjaga di tengah pancaran lampu dan layar laptop masih tergolong makhluk hidup sejati meskipun ukuran tubuhnya sebelas dua belas dengan tubuh kurcaci.

Wanita itu bernama lengkap Tatsumaki Srie Putri. Tubuh boleh kecil, tetapi usianya telah berangka dua di depan dan delapan di belakang. Berambut hijau maya yang melengkung ke atas tanpa pernah bisa disuruh patuh terhadap hukum gravitasi. Matanya yang hijau bulat memandang serius ke layar laptop. Tangannya lincah menari di atas keyboard―atau lebih tepatnya berlari seperti dikejar setan karena memang Tatsumaki sedang dikejar garis mati untuk istirahat. Jam sepuluh adalah waktu untuknya bermesraan dengan bantal, apapun yang terjadi.

"Ih! Nggak banget, ah! Hahaha!"

Suara tawa tinggi yang datang tiba-tiba mengejutkan Tatsumaki sampai wanita ini cepat-cepat istighfar. Dikiranya ada kunti numpang lewat … rupanya itu suara adiknya, Fubuki Srie Wardani.

Tatsumaki menggeleng. Belum kerja itu memang enak, begitu batinnya. Walau mahasiswa pada umumnya selalu di-gencet dengan makalah dan laporan praktikum, Fubuki masih sempat untuk ber-hedon ria.

"Ih, kamu! Apaan dah, hahaha!"

Tatsumaki menepuk jidatnya. Fubuki pasti sedang telponan dengan pacarnya, Genos Wijaya. Kalau tidak salah anak fakultas teknik mesin dan kata Fubuki cucok banget jadi artis Korea (yah, sebut merek).

Tatsumaki menelengkan kepalanya, tidak mengacuhkan suara keras Fubuki dan melanjutkan perang gerilya melawan dokumen kerjanya.

"Hahaha!"

Tatsumaki berdiri. Ini lebih dari cukup untuk membuat dirinya tabah. Segera dirinya mendatangi kamar adiknya. Saat pintu kayu bercat putih yang berhiaskan nama sang Adik dengan bentuk-bentuk imoet dibuka, Tatsumaki menemukan Fubuki tengah terlentang di kasur sambil tertawa-tawa. Fubuki berjengit kaget dan mendudukkan tubuhnya. Wajah galak sang Kakak yang melipat kedua tangan di dada adalah kode keras yang cukup untuk dipahaminya.

"Genos, sudah dulu ya! Hehe, udah malem. Entar kamu nggak bisa tidur lagi. Eh, besok aja kita lanjutin!" Tatsumaki bersandar di pintu dengan sabar, masih mempertahankan wajah mode satan-nya.

"Eh, bentar dong! Aku mau ngomong sesuatu." Oalah, itu suara si Genos. Memang dari suaranya saja terasa ada aura ganteng. Pantas Fubuki demen, Tatsumaki membatin nista.

"Mobil mobil apa yang nyenengin?" Genos bertanya.

"Nggak tahu. Emang apa?" Fubuki membalas bertanya dengan lugu.

"Mobilang sayang ke kamu, hahaha!"

"Ihhh! Kamu ya! Udah ah!" Fubuki menahan tawanya sambil blushing parah. Tatsumaki yang menjadi saksi gombal a la Genos memasang wajah 'Apaan sih!' sambil bergidik.

"Fubuki," Setelah sambungan terputus, Tatsumaki memanggil adiknya yang masih disantap euforia, "mau-maunya digombalin begitu."

"Ih, Kak! Orang jujur kok dikritik!" Tatsumaki melempar pandangan horor mendengar pembelaaannya.

"Huh, dengerin Kakak ya! Ujung-ujungnya kamu nanti putus lagi!"

"Genos itu beda, Kak! Dia lebih ngerti sama aku!"

Dahi Tatsumaki ditepuk untuk kedua kalinya. Serasa déjà vu … kayaknya kalimat tadi Fubuki copas dari sinet entah yang mana. "Fubuki." Tatsumaki memanggil adiknya dengan lebih serius. Fubuki diam mendengarkan dengan ekspresi takut-takut.

"Tinggalkan … atau halalkan?"

Fubuki cengo. Lima detik kemudian wanita berusia 23 tahun tersebut berhasil menguasai dirinya, "Genos masih kuliah kayak aku, di luar kota lagi! Gimana mau dihalalin!"

"Makanya tinggalin! Dari pada pacaran, urusin IPK-mu biar cepat lulus!" Tatsumaki berwasiat sebelum kembali menutup pintu kamar Fubuki.

"… Kakak aja belum ada yang mau ngehalalin."

Giliran Tatsumaki yang di-skakmat oleh kalimat adiknya.

Tatsumaki berjalan kembali ke ruang tamu. Lima menit kemudian wanita muda itu kembali berkutat dengan pekerjaannya. Tiga menit berikutnya, laptop dimatikan.

Tatsumaki terlanjur baper.

Wanita mungil itu berpindah ke sofa di ruang tamu, memeluk kaki mungilnya. Kalimat Fubuki memantrai pikirannya. Padahal topik semacam ini sudah dienyahkan dari sanubarinya. Jodoh nggak akan kemana-mana, Tatsumaki percaya benar quote tersebut. Namun, melihat dirinya yang sebentar lagi menginjak kepala tiga dan belum pernah dilamar ….

Tatsumaki menepuk kedua pipinya, "Nggak boleh suudzon, Tatsumaki!" Tatsumaki bergegas memberesi laptop. Karena tidak ada semangat untuk menyelesaikan pekerjaan, Tatsumaki putuskan untuk tidur sekarang dan bangun agak pagi untuk lanjut. Melihat jam menunjukkan waktu sembilan lebih lima belas menit membuat Tatsumaki sadar dirinya belum melaksanakan salat Isya.

Udah pendek, belum dapet jodoh, telat salat lagi (ouch)….

"... bangun nanti aku tahajud deh. Minta ampun sama Allah …." gumam Tatsumaki sebelum memasuki kamar mandi.

Setelah menunaikan kewajibannya, Tatsumaki keluar kamar untuk mengambil ponsel yang tertinggal di ruang TV. Kebetulan sekali ponselnya berdering ketika Tatsumaki kelabakan tidak berhasil menemukannya. Panggilan masuk dari rekan kerjanya, Saitama Akbar.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Kenapa, Sai? Iya, tahu. Mau nitip sarapan nasi kuning buat besok, 'kan?"

"Sok tahu kamu," bantah pria muda itu, "lusa nanti kamu nggak ada acara, 'kan?"

Tatsumaki menatap ke langit-langit seraya berpikir. Lusa itu hari sabtu.

"Nggak ada sih. Bos mau ngajak makan-makan?"

"Bukan itu, aku"

"Oh, aku mau ikut pengajian di masjid kompleks rumahku."

"Huh? Tumben, Tats. Dapet hidayah dari mana?"

Mulut mungil Tatsumaki sempat terbuka untuk menjawab, tetapi kembali dirapatkannya. Walau baru pertama kalinya berkerja sama di proyek yang sama enam bulan lalu, pria plontos itu sudah cukup dekat dengan Tatsumaki. Siapa tahu dengan memberitahu gundahan hatinya ini Saitama bisa membantunya.

"… biar cepet ketemu jodoh. Adek-ku yang masih kuliah udah pacaran. Aku yang lebih dewasa masa nggak nikah-nikah."

Sebuah tawa keras pecah di seberang sana. Walau sudah menduga reaksi Saitama, Tatsumaki tetap saja jengkel mendengarnya.

"Heh, jangan ketawa! Ini juga buat jadi nasihat ke adek-ku kalo yang lebih penting itu serius kuliah dan kerja, bukan mikirin cowok melulu! Mau aja digombalin sama 'Mobil mobil apa yang nyenegin? Mobilang sayang ke kamu'! Iuh banget deh!"

"Iya deh …" Saitama berhasil mengkondisikan tawanya, "Orang pacaran mah emang cuma sebatas mobil doang! Kalo yang serius mah pakenya kopi!"

"Kopi?" Tatsumaki mengernyitkan alis, "emang kopi kenapa?"

Saitama berdeham keras, "Kopi kopi apa yang nyenengin?"

"Apa? Mana kutahu!"

Tanpa Tatsumaki ketahui, Saitama tengah tersenyum, "Lusa nggak usah ke pengajian buat minta jodoh. Aku mau ke rumahmu. Kopinang kau dengn bismillah."

~The END~


HAHAHA APAAN DAH YANG SAYA TULIS! AMPUNI KERECEHAN INI MUAHAHA

Mohon maaf jika ada yang terpanggil dengan nama-nama Indonesia yang saya gunakan. Semuanya murni ngasal! XD

Ide cerita didapat dari grup chat kelas, yang mobil saya ubah sedikit. Aslinya mobil mobil apa yang bikin galau? Mobilang sayang ke kamu tapi bukan pacar. Muahaha! Saya ganti karena saya kepikirannya cuma fluffy doang. Dan pas yang kopi dikasih jawabannya, saya refleks bayagin SaiTatsu yang ngalamin dan seketika inner saya teriak "YIIIIHHHAAAA!"

Terima kasih kuadrat kepada panitia event :")) Saya yang kepengen nulis tapi nggak dapet feel dan lagi miskin diksi akhirnya bisa nyalurin keindahan OTP~ ngeretjeh itu nikmat juga (?) leh ugha buat bikn fic retjeh lagi hahaha! Saya juga sangat enjoy dengan bahasa gaul walau ini yang pertama.

Salam Maso,

Nnatsuki