Hai, i know its my bad habbits..., posting cerita baru, sementara cerita yang lain belum pada kelar, but i can't help it. Pengen banget posting ini cerita, meski sudah agak telat dari spoiler nih episode (episode 6:12 tayang bulan Februari kemarin). Mudah-mudahan masih bisa dinikmati. Amin...
Spoiler to SPN 6:12 - pure fiction, based on TV serial Supernatural - my version of SPN 6:12 "Like A Virgin"
Sinopsis SPN season 6 :
"Sam mempertaruhkan dirinya untuk ditukar dengan Lucifer yang harus dikurung di kandangnya. Namun setelah Sam lepas dari kandang Lucifer, Sam hidup tanpa 'soul' yang membuatnya hidup tanpa emosi, tanpa hati, dan tanpa empati. Dean yang mengetahui ini berusaha mendapatkan kembali 'soul' adiknya. Dean merasa harus mengembalikan 'soul' Sammy dan mengembalikan Sam yang selama ini ia kenal, meski Sam menolaknya mentah-mentah. Dibantu 'Death' yang membawa kembali 'soul' milik Sam, Dean terpaksa mengikat Sammy di tempat tidur untuk bisa mengembalikan 'soul' kembali ke tubuh Sammy', meski Dean harus membayarnya mahal. Dean hanya ingin adiknya kembali.
Then what will happen? read it, and enjoy it! Hope you like it
I Just want My Brother Back
Chapter 1
Dean duduk dengan tidak tenang di kursi tepat di mulut 'Panic Room' di rumah Bobby. Matanya tak lepas dari sosok panjang dan besar adiknya yang masih belum sadarkan diri, terborgol di ranjang besi. Selang infus pun dipasangkan untuk memasukkan nutrisi dan cairan ke dalam tubuh Sammy untuk menghindari hal yang lebih buruk lagi. Setelah 'Death' memasukkan kembali 'soul' milik Sam ke dalam tubuh Sam, adiknya itu belum juga sadarkan diri, membuat Dean cemas. Tapi 'Death' meyakinkan bahwa adiknya akan baik-baik saja. Memang belum dapat dipastikan efek dari pengembalian 'soul', tapi 'Death menjamin tidak akan terjadi hal buruk pada Sam. Dan Dean berharap 'Death' benar, karena kalau tidak, Dean bersumpah akan mengejar mahkluk itu dan menghancurkannya, dan menjadikan double death! Tapi dengan Sammy belum juga sadarkan diri sejak 'pengembalian itu' bikin semakin membuat Dean semakin cemas bukan kepalang.
Dean sudah meminta tolong sahabatnya si malaikat aneh Castiel untuk menolong Sammy, atau bahkan menghidupkan Sammy kembali. Tapi apa yang Dean dapat, hanyalah makian dari Castiel yang menyalahkannya karena sudah memaksa mengembalikan soul Sammy, yang ternyata setelah Castiel rasakan, 'soul' Sam sudah hancur tercabik-cabik tidak karuan. Dengan keras Castiel mengatakan, Dean bukannya menolong Sam, tapi justru merusaknya. Perasaan Dean semakin tidak karuan, memikirkan apakah ini adalah keputusan yang tepat untuk Sammy, di saat Sammy pun tidak menginginkannya. Jerit kesakitan Sam saat 'soul' dimasukkan kembali ke dalam tubuhnya masih terus terngiang di telinga Dean, juga wajah Sammy yang memohonnya itu menghentikan semua rencana ini. Sammy tidak mau 'soul'nya kembali.
Dean mengerti kenapa Sammy akhirnya lebih memilih untuk menyerah dalam mengambil kembali 'jiwanya' yang terperangkap bersama Lucifer dan Rafael. Sam lebih memilih untuk hidup tanpa 'soul' daripada harus menjadi sesorang yang belum pasti seperti apa nantinya, yang ditakutkan justru akan semakin merepotkan kakaknya. Perkiraan Castiel jika akhirnya ia mendapat 'jiwa'nya kembali adalah Sam akan ingat semua yang telah dilakukannya saat ia tidak memiliki jiwa, yang tentunya sangat tidak mengenakkan. Dan jika Sam tidak bisa menanggung perasaan akan apa yang telah ia lakukan, besar kemungkinan ia hilang kewarasan atau bahkan kemungkinan lain dari ingatannya kembali, Sam akan lumpuh segala-galanya. Ini sangat membuat Sam ketakutan bila nantinya dia hanya menjadi beban kakaknya. Kakaknya yang sudah melakukan apapun untuknya. Sam tidak ingin menyusahkan kakaknya lagi, meski Dean sangat menginginkan Sam kembali menjadi manusia seutuhnya, tidak peduli dengan apapun yang akan terajadi, Dean siap dengan segala resikonya . Tapi Sam tidak menginginkannya. Cukup dia merepotkan kakaknya dengan segala tindak tanduknya yang lebih sering tidak dipikirkan akibatnya. Sam lebih memilih hidup tanpa 'jiwa' seperti ini, karena paling tidak ia bisa hidup mandiri tidak merepotkan kakaknya, meski dirinya tidak beda dengan manusia tanpa hati dan empati sama sekali. Tapi Dean sungguh tidak peduli dengan itu semua, ia sangat menyayangi adiknya, dan ia ingin adiknya kembali menjadi manusia utuh. Dan sekarang ia menyesal telah memaksakan kehendaknya. Bila sampai terjadi hal buruk pada Sammy, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
Mata Dean tetap tak lepas dari wajah tidur polos Sammy. Dean bangkit dari duduknya dan mendekati Sammy yang masih terpejam seperti tak bernyawa, dan dipandanginya wajah adiknya kesayangannya ini. Betapa manisnya dia jika sedang tidur. Begitu polos dan bersih, tanpa ada interupsi dari kemalangan-kemalangan brutal yang telah menimpanya. Tidak ada infeksi darah iblis, tidak ada gangguan Lucifer, juga tidak ada beban mengurusi masalah surga dan neraka. Dean ingin terus melihat wajah Sam seperti ini, Dean ingin Sam kembali seperti dulu lagi, Dean ingin Sam kembali polos, lucu, takut akan segala hal hingga membuatnya maju sebagai orang pertama yang melindungi Sam, dan Dean ingin Sam bersih dari segala kutukan-kutukan itu.
Tapi ia pun harus tersenyum sendiri menyadari ini adalah tidur pertama Sam sejak Sam keluar dari kandang Lucifer, karena Sammy belum pernah tidur sekalipun sejak itu. Dean menarik nafas dalam-dalam, mungkin tidak ada salahnya membiarkan Sammy istirahat lebih lama sangat membutuhkannya.
Dinaikkan selimut yang menutupi sebagian tubuh panjang Sammy) hingga dadanya (sepatunya menyembul dari balik selimutnya). Diusapnya kepala Sam penuh kasih-sayang.
"Aku akan menunggu di sini, jagoan, sampai kau bangun...," lalu kembali ke kursinya.
Dari kursinya Dean masih belum melepas padangannya dari adiknya dan tersenyum sendiri.
"!"
Dean spontan terbangun dengan suara tangisan yang tiba-tiba, hingga ia jatuh terjengkang dari kursinya. Ia pun tidak sadar telah tertidur dari tugasnya menjaga sammy.
"Sammy!" Dean langsung bangkit dan menuju Sam.
Tapi Dean tekaget dengan tidak adanya sosok panjang itu, bahkan tidak terlihat sepatu besar itu yang menyembul di bawah selimutnya, karena kedua sepatunya sudah terjatuh di lantai.
Dan yang lebih mengagetkanya, tidak ada sosok Sam yang terakhir ia lihat; tidak ada Sam yang berusia 28 tahun. Ya ada hanyalah sosok anak kecil berusia 3 tahun!
"Sammy?" Dean mendekati sosok balita itu yang menangis kencang, dengan tangan kecilnya yang tertancap jarum infus ditarik-tarik sementara tangan kecil lainnya yang sudah terlepas dari borgolnya, berusaha mencabut jarum ukuran orang dewasa yang menusuk lengannya.
"Wow, Sammy, hentikan, nak...," Dean menangkap tangan kecil Sammy untuk lebih menyakiti tangannya yang lain.
Wajah kecil Sammy menengok dengan suara dan sosok Dean, dan ia langsung menujukkan wajah ketakutannya dan semakin menangis kencang menolak Dean.
"Shss, Sammy, Sammy tenang, ini aku, Dean... Dean..." Dean mencoba menenangkannya.
Sammy menengok kembali padanya, "De..?" dan memperhatikan wajah orang dewasa di hadapannya. Dan langsung menggeleng, "bukaan... bukan Dee...,nggak gede..." dan kembali menangis.
Dean menelan ludah, menyadari jarak umur Sammy dengan dirinya. Dean yang Sammy kenal di umurnya ini adalah Dean berusia 7 tahun, bukan Dean usia 32 tahun, yang mungkin dalam ingatan Sammy seumur dengan ayahnya.
"Sammy, namaku juga Dean, aku temannya ayahmu; John," Dean menelan ludah berharap Sammy akan percaya.
Tangis Sammy terhenti dan menengok pada Dean.
"Dean, ada apa!" Bobby tergopong-gopong muncul di pintu. "Aku mendengar suara tangisan dari sini,"
Tangan Dean langsung menandakan untuknya diam, jangan berbicara dulu. Dan bobby terkaget dengan wujud kecil di tempat tidur; Sammy?
Mata Sammy masih tertuju pada Dean, "Daddy..?" dengan terisak.
Dean langsung mengangguk "Iya, Daddy..., aku Dean, teman daddy,"
"Daddy mana, mana Dee...?" suara Sammy sangat kecil.
"Daddy sedang pergi dengan Dean, mereka menitipkanmu di sini, di tempat paman Bobby," seraya menunjuk ke arah Bobby yang masih terkaget tidak percaya. "Kau masih ingat paman Bobby, kan?"
"Paman Bobby?" Sammy melihat ke arah Bobby dan mencoba mengenali wajahnya, "Paman Bobby!" pekiknya histeris, dan menyodorkan tangannya untuk minta digendong.
"Sammy, paman di sini, nak," Bobby langsung mendekatinya dan mengendong sosok kecil yang sudah merah wajahnya karena menangis. Bobby memeluknya erat menenangkannya, meski ia tidak tau apa yang tengah terjadi.
Dean sudah bisa mengira, Sam akan mengingat Bobby karena wajahnya yang tidak berubah dari jaman dahula kala hingga sekarang.
Bobby masih memeluk Sammy saat Dean menangkap mata Bobby yng meminta penjelasan, dan Dean belum bisa menjelaskannya.
"Cakiiit...," isak Sammy dengan menunjukkan lengannya yang masih tertancap jarum infus.
Dean langsung tersadar dengan jarumnya.
"Sini, paman, lepas ya...," Dean mencoba menawarkan dengan pelan-pelan, melihat Sammy belum mau lepas dari pelukan Bobby.
Sesaat Sammy ragu dengan orang asing di hadapannya. Ia melihat ke arah paman bobby meminta persetujuan, dan Bobby mengangguk.
Sammy kembali pada Dean dan mengangguk lirih.
Dean tersenyum lega, dan setelah mengambil kapas dan alkohol yang tersedia di meja tak jauh dari tempat tidur Sammy, pelan-pelan dan hati-hati berusaha tidak menyakiti Sammy, Dean menarik jarum itu dari lengan kecil Sammy, tapi tetap membuat Sammy menangis histeris.
Bobby langsung memeluknya erat dan menenangkannya.
"Sudah, sudah selesai, Sammy, kau hebat, jagoan...," Dean mengusap-usap kepala Sammy. Hanya itu yang bisa Dean lakukan sekarang ini melihat Sammy sama sekali tidak mengenalnya. Sakit rasanya ia tidak bisa memeluk Sammy dan menenangkannya.
"Yuk, squirt, kita ke atas, kau butuh tempat tidur yang betulan daripada di sini," Bobby membawa Sammy keluar dari 'panic room'.
Dean mengikuti dari belakang dengan kepala penuh pertanyaan dan hati perih. Kepala Sammy lunglai di pundak Bobby. Dean mengusap kepala kecil itu.
Satu yang terpikir di kepalanya adalah memanggil Castiel atau sekalian, 'DEATH'!
TBC
So, any reviews... please ... for Sammy, my baby boy ...
