MOSHI MOSHI, MINNA! ^^
Ketemu lagi kita. :3
Yap, ini dia sequel Fate Serenade yang ditunggu-tunggu kalian semua. *dua tangan di atas, lompat-lompat* *ditendang*
Auw... ittai~!
Seperti biasa, saya gak bisa menjanjikan dengan pasti seberapa sering saya akan bisa meng-apdet fict ini, but I will try to write this fict as fast as I can.
So, minna, read and review, ya!
Disclaimer :
Pokoknya semua-muanya punya Hiromu Arakawa-sensei, deh!
Warning :
Female!Ed, OOC, and maybe will be OC someday. :3
Kilatan cahaya khas transmutasi sesaat menerangi senja yang kemerahan di kawasan timur desa Liesenburgh, tepatnya di bekas gudang hancur milik keluarga Hudson yang malam sebelumnya diporakporandakan hujan badai. Dan kini sudah berdiri kembali dengan utuh dalam sekejap, dengan tambahan lingkaran transmutasi kontruktif dari goresan kapur di sekitarnya.
"Terima kasih banyak. Kalian benar-benar penolongku!"
Gwyn Hudson, sang putri pemilik peternakan Hudson, berteriak kegirangan sambil memeluk salah satu penolongnya, seorang gadis bermata emas dan berambut pirang keemasan sepunggung yang dikepang erat dengan tinggi-piiiip-cm (keterangan ini disensor demi menghindari kecelakaan fatal yang tidak diinginkan). Gadis itu cantik, tetap terlihat manis meski berbusana tomboi sekali: blus dan celana jins hitam, kaki kirinya automail dan kini ia sesak nafas karena pelukan histeris Gwyn yang terlampau erat.
"Gwyn… sesak! Aku… tak bisa… bernafas…"
Refleks, Gwyn melepas pelukannya terhadap teman sepermainannya waktu kecil itu. Si teman langsung menarik nafas dalam-dalam. Penolong Gwyn yang lain, seorang pemuda tegap bermata emas yang lebih condong ke hazel dan berambut pirang jerami dengan tinggi 178 cm tertawa melihatnya. Pemuda itu tampak tampan dengan setelan pullover putih gading dan celana khaki hitam.
Semalam, badai musim semi bergerak melewati desa. Badainya tidak terlampau besar, namun kerusakan yang ditimbulkannya cukup parah juga. Beberapa pohon kecil tercerabut dari akarnya, ada juga pohon yang tumbang dan mengenai tiang listrik, belum lagi bangunan-bangunan yang rusak. Untung saja tanggul di tepian sungai tidak jebol. Kalau tanggul juga ikut jebol, bisa-bisa kerusakan yang ada akan lebih parah. Begini saja sudah sangat merepotkan. Petugas listrik dan tenaga medis sudah kelimpungan.
Dan di saat-saat seperti ini, penduduk Liesenburgh sangat bersyukur karena Elric bersaudara kebetulan sedang berada di desa itu. Mereka bagaikan petugas kesehatan, pemadam kebakaran plus mekanik dan kuli bangunan dijadikan satu. Bagaimana tidak? Mereka sedikit banyak mengerti tentang masalah medis (akibat bergaul dengan Winry yang notabene anak pasangan dokter ), mereka juga mampu memimpin sebuah upaya penyelamatan (karena mereka sering saling menyelamatkan diri satu sama lain), mereka memahami mekanika dan bisa mengapilkasikannya dengan sangat baik (terima kasih kembali kepada Winry), dan dengan alchemy mereka, entah sudah berapa belas bangunan di desa yang dipulihkan kembali dalam sekejap.
"Sori, Ethel," Gwyn nyengir, "Dan terima kasih juga, Al."
Ed, setelah bisa bernafas dengan normal, dan Al refleks tersenyum.
"Tidak masalah. Ini tidak sulit, kok," Al tersenyum cemerlang.
Pipi Gwyn merona. Ed menyeringai. Adiknya ini baru 2 bulan kembali ke tubuh aslinya, namun sudah bisa memikat gadis sebegini mudah. Ckckck… adiknya ini memang sangat mirip ibunya. Mampu memukau lawan bicara hanya dengan sebentuk senyuman.
"Oke, kami pergi dulu, ya," Ed menyambar 2 buket bunga forget-me-not yang tadi diletakkannya di tanah saat dia dan Al bekerjasama membangun kembali gudang milik keluarga Hudson itu dengan alchemy.
Well, sebenarnya bisa saja Al menggunakan langsung kemampuan alchemy tanpa circlenya. Namun Al bersikeras mau menggambar saja dengan Ed. Hitung-hitung nostalgia, katanya. Padahal Ed tahu jelas, Al hanya mencoba menoleransinya yang kini kemampuan alchemy tanpa circlenya sudah diambil kembali oleh Kebenaran. Al memang terlalu baik.
"Tidak mau mampir dulu? Kami punya susu segar, lho!"
"Ogah!" Ed langsung menolak mentah-mentah dengan ekspresi ngeri.
Al tertawa, kakaknya itu masih membenci zat hasil sekresi binatang memamah biak yang satu itu, "Maksud kakak, terima kasih, Gwyn, tapi tidak usah."
"Mentega? Keju? Ayolah, aku tidak enak jika kalian sudah menolong tapi aku tidak memberikan apa-apa sebagai balas jasa!" Gwyn bersikeras.
"Baiklah, kami ambil mentega dan kejunya nanti, ya, setelah ini," Al mau tak mau mengiyakan.
Gwyn mengangguk mengerti. Dua bersaudara itu seharian ini sudah berkeliling desa membantu para penduduk yang bangunannya hancur karena badai. Entah sudah berapa belas rumah dan gudang yang mereka perbaiki, belum termasuk beberapa tiang listrik dan telepon seharian ini. Ini saja sebenarnya mereka sedang menuju pemakaman di timur desa, saat tanpa sengaja mereka tahu gudang keluarga Hudson hancur total dan menawarkan diri membantu.
"Ayo, Al!" seru Ed yang sudah jalan duluan sampai ke gerbang peternakan.
"Iya, Kak. Tunggu aku!" Al melemparkan senyumnya sekali lagi pada Gwyn, bermaksud pamit, membuat pipi gadis itu merona sekali lagi, sebelum bergegas berlari menyusul Ed, "Kami permisi dulu, Gwyn!"
NEVER ENDING JOURNEY
A Sequel of Fate Serenade Series
First Chapter
Two Months After the War
Why should my fun have to end?
For me it's only the beginning
I see my friends begin to age
A short countdown to what end
( "No One Knows" – Green Day )
"Sepertinya Gwyn tertarik padamu, Al," Ed menyeringai.
Dua buket bunga forget-me-not digenggamnya erat-erat seraya dilambai-lambaikannya sepanjang jalan. Al mengernyitkan dahi, tidak mengerti maksud kakaknya.
"Oh, ayolah, Al. Tidak cuma Gwyn. Renata, Lexna, apa perlu kusebutkan satu-satu gadis yang tertarik padamu?" seringai Ed makin lebar, "Winry harus ekstra hati-hati menjagamu."
Wajah Al memerah, Ed tertawa lepas.
Al dan Winry memang sudah jadian sebulan lalu, tepatnya sehari sebelum Al keluar dari rumah sakit.
Al harus masuk rumah sakit karena kondisi tubuhnya waktu itu sangat memprihatinkan. Saat Kebenaran mengembalikan tubuh Al, tubuh Al begitu kurus dan tak terawat. Wajar saja, tubuhnya tak bisa mengakses nutrisi yang cukup dari balik Gerbang sana. Masih untung tubuhnya bisa bertahan hanya dengan hubungan darahnya dengan Ed. Itupun sudah membuat porsi makan dan tidur Ed dua kali lipat dari manusia normal. Setelah sebulan penuh berada di bawah pengawasan intensif dokter, tubuh Al mulai sehat kembali. Bentuk tubuhnya mulai proporsional. Kekuatan tubuhnya juga mulai kembali.
Al mengungkapkan perasaannya pada Winry hampir secara aksidental, mengingat Ed sedang adu mulut seperti biasa dengan Winry, ketika tanpa sadar dia keceplosan menyebut Al menyukai Winry dan suasana mendadak canggung. Al, di luar dugaan, mengiyakan perkataan Ed, sementara Ed kabur dari ruang rawat Al, mencoba memberi privasi pada adik dan sahabatnya sekaligus menyelamatkan diri dari lemparan tang dan transmutasi salah alamat. Wajah Winry merah padam. Al yang merasa jantungnya berdebar sepuluh kali lebih cepat sudah hampir putus asa ketika sepuluh detik kemudian Winry belum bereaksi. Namun, mendadak Winry berujar lirih. Bahwa ia juga menyukai Al, sejak dulu.
Ed tentu turut senang dengan peristiwa itu, well, tepatnya dia baru bisa ikut turut senang setelah berhasil menghindari lemparan tang dan obeng Winry serta berhasil menyelamatkan diri dari amukan Al yang membuat ruang rawat Al hancur lebur dan mereka dimarahi habis-habisan oleh pihak rumah sakit.
Al menyahut, "Kakak sendiri sudah punya berapa fans sekarang? Padahal baru dua bulan ini kakak lepas penyamaran."
Ed manyun dibalas Al begitu. Al nyengir.
"Winry benar-benar membawa pengaruh buruk padamu," gerutu Ed, teringat pada sahabatnya yang satu itu, yang sering menggodanya tentang sisi femininnya yang makin sering terlihat sekarang.
Mereka memasuki pelataran pemakaman, yang lumayan bersih dari sisa-sisa badai karena hampir tak ada pohon kecuali sesemakan peony dan bunga-bunga lain di sana, saat cengiran Al makin lebar dan Ed terus menggerutu.
Meski penampilannya masih boyish sekali begitu, Ed memang benar-benar sudah mengungkapkan kebenaran yang selama ini menjadi rahasia di antara segelintir orang dan penduduk desa Liesenburgh. Ed sudah mengungkapkan kenyataannya kepada pihak militer, tepatnya kepada Fuhrer baru, Grumman, dan dewan militer. Kenyataan bahwa dia adalah seorang wanita.
Militer langsung heboh. Betapa tidak? Sang alchemist yang mereka elu-elukan, sang pahlawan yang sudah menumpas homunculus, yang baru akan dipromosikan menjadi Letnan Kolonel itu ternyata seorang wanita. Yang benar saja?
Militer langsung terpecah menjadi dua kubu. Mereka yang pro, kaum feminis, dan menerima alasan Ed. Serta mereka yang menganggap tindakan gadis bernama asli Ethel Angelina Elric itu adalah tindakan indisipliner tingkat tinggi (untuk tanggapan yang satu ini Ed memutar bola matanya, mereka terlalu berlebihan). Oleh karena itu pula nasib sang Fullmetal Alchemist mengalami ketidakjelasan sampai diadakannya rapat dewan militer selanjutnya, yang baru akan dilaksanakan 10 hari ke depan. Ed sendiri tidak ambil pusing dan memilih kembali sejenak ke Liesenburgh bersama Al begitu adiknya itu keluar dari rumah sakit. Dia sudah mengembalikan sang adik ke tubuhnya semula. Dia juga sudah memperoleh tangannya kembali, meski tidak dengan kakinya dan harus kehilangan kemampuan alchemy tanpa circle yang sekian lama ini telah menjadi trademarknya. Itu semua sudah lebih dari cukup. Dan lagi…
"Aku jadi merasa kasihan pada Brigjen Mustang yang harus kerja ekstra untuk menjagamu dan mengembalikan kedudukanmu, Kak," tambah Al lagi, lengkap dengan seringai ekstra lebar, membuat kakaknya melemparkan deathglare terbaiknya padanya.
Ya, meski Ed sudah mengungkapkan rahasia bahwa dia adalah seorang wanita, namun dia tak turut mengumbar fakta bahwa dia dan sang Brigadir Jenderal, Roy mendapatkan promosi jabatan sekaligus posisi strategis di Dewan Militer atas aksinya dalam pertempuran melawan homunculus, adalah sepasang kekasih. FYI, Roy adalah salah satu anggota Dewan Militer yang paling keras menerima hujatan atas pengakuan sang Fullmetal Alchemist tentang gendernya (Fullmetal Alchemist berada tepat di bawah naungannya, ingat?) sekaligus yang paling aktif bergerak secara diam-diam untuk menambah jumlah pihak pro akan keberadaan Ed di jajaran alchemist negara di Dewan. Dan dia memang berusaha cukup keras untuk itu, sampai-sampai dia tak bisa lagi menelepon Ed tiga kali sehari seperti biasanya.
Sampai detik ini yang mengetahui tentang affair antara Roy dan Ed hanyalah tim Mustang (Kapten Riza Hawkeye, ex-Letnan Dua Jean Havoc yang kini menjadi pengusaha kelontong karena keterbatasan fisiknya pasca bertempur dengan Lust dulu, Letnan Satu Vato Falman, Letnan Dua Heyman Breda dan Letnan Dua Kain Fuery. Ya, semuanya memperoleh kenaikan pangkat sebagai reward atas perjuangan luar biasa mereka tempo hari.), Winry dan Pinako Rockbell, rombongan royal family dari Xing (Ling Yao dan sang pengawal Ran Fan, serta May Chang dan panda mungil kesayangannya, Mei-Mei) serta Gracia dan putri baptis sang Brigjen, Elysia Hughes. Jangan lupakan almarhum sahabat sang Flame Alchemist, Brigadir Jenderal Maes Hughes dan ibu sang sahabat, almarhumah Mary Hughes.
Setengah tahun setelah gugurnya sang ace Biro Intel dan Investigasi, sang ibu turut menyusul ke alam sana karena sebuah tabrak lari di jalan raya Central. Sang pelaku tertangkap, hanya dalam waktu lima jam setelah kecelakaan terjadi. Tentu berkat koordinasi tim Mustang yang harus buru-buru menyerahkan si pelaku tabrak lari ke pihak yang berwajib sebelum Roy keburu menemukan si pelaku dan membuatnya jadi well-done-steak. Gracia hancur saat itu, berturut-turut kehilangan suami dan mertua tercinta membuat hatinya remuk. Namun genggaman mungil tangan Elysia di jemarinya serta dukungan sahabat-sahabatnya, termasuk Elric bersaudara dan tim Mustang (terutama Roy yang telah menganggap Maes sebagai kakak dan Mary sebagai ibunya sendiri) membuatnya kembali bertahan. Itu setelah Riza dan Ed menculik Elysia dari ibunya dan membiarkan sang ibu berkutat dengan kesedihannya dan beberapa botol wiski selama seminggu. Tak butuh waktu lama untuk Gracia kembali bangkit dan mengepakkan sayapnya lebar-lebar, mengembangkan industri garmen dan desain busana yang telah lama ditekuninya. Dan kini ia mengukuhkan diri menjadi desainer terkemuka Amestris dengan label Grace. Butik-butik miliknya tersebar di seantero kota besar di Amestris, dari Central, Dublith hingga Rush Valley. Ketangguhan dan ketegaran wanita itu kini menjadi inspirasi bagi Amestris.
Ah, dan tentu saja masih ada seorang lagi yang mengetahui hubungan mereka…
Ed dan Al berhenti berjalan di hadapan dua nisan pualam putih yang berjajar berdampingan. Di sana terukir nama Trisha Elric, ibu mereka dan di nisan di sampingnya… Van Hoenheim. Ed menyerahkan satu buket bunga pada Al. Tanpa suara maupun bertukar pandangan, keduanya meletakkan dua buket bunga itu secara bersamaan di atas makam orangtua mereka. Ed meletakkan buket di makam Trisha sementara Al meletakkannya di makam Hoenheim. Keduanya tersenyum lembut pada sepasang nisan di hadapan mereka.
Ya, Hoenheim tiada setelah pertempuran dengan para homunculus berakhir. Dia lenyap begitu saja dari medan pertempuran setelah peperangan usai dan ditemukan dalam keadaan telah menghembuskan nafas terakhir di depan makam wanita yang dicintainya. Tentu saja Ed dan Al sedih kehilangan satu-satunya orang tua mereka yang tersisa, namun mereka mampu merelakannya. Ayah mereka sudah hidup terlalu lama. 300 tahun bukan waktu hidup yang sebentar. Ia pasti sudah muak dengan kehidupan walaupun pada hakikatnya kehidupannya dengan kedua anaknya baru akan dimulai. Akan tetapi, melihat senyum di bibirnya yang sudah kaku, Ed dan Al tahu, bahwa keinginan terbesar ayahnya, untuk menghembuskan nafas terakhir di hadapan Trisha, untuk tak membuat Trisha menunggu terlampau lama telah terkabul. Ed dan Al hanya bisa berharap ibu mereka akan menyambut sang manusia-philopher-stone itu dengan pelukan hangat, kecupan manis, dan beberapa patah omelan di seberang sana karena sudah membuatnya menunggu terlalu lama dan membuat Ed dan Al sempat membencinya.
"Sore, Ibu, Pak Tua," gumam Ed memulai percakapan satu arah seperti biasa sementara Al mengamini dalam diam.
Dan seperti biasa pula Ed menolak memanggil sang ayah dengan sebutan yang seharusnya.
"Kalian tahu, semalam badai menghempas desa, dan Al tampaknya memanfaatkan itu dengan baik bersama Winry," Ed menyeringai, mengingat apa yang terjadi semalam, membuat Al protes seketika dengan wajah memerah.
Well, semalam dalam keremangan lilin, listrik mati karena badai, Ed memergoki Al dan Winry dalam posisi tanpa jarak, dengan bibir saling mengunci. Sebagai kakak yang baik, Ed membiarkan mereka saling mengeksplorasi diri masing-masing sejenak sebelum berdehem, dan menghentikan mereka sebelum mereka bertindak terlalu jauh. Bukannya balas dendam, ya, (Al sering menginterupsi kegiatannya bersama Roy) namun Ed tak mau Al bertindak terlampau jauh tanpa memastikan mereka terikat secara sah. Demi kebaikan bersama, dia belum mau punya keponakan.
"Kakak!"
"No offense, Al," Ed terkekeh.
Al cemberut, lalu memutuskan untuk menyerang Ed juga, "Well, karena badai itu juga, Bu, Yah, kakak dan Brigjen tak bisa berkomunikasi sampai detik ini. Aku berani bertaruh Brigjen akan menjemput kakak ke sini dalam 48 jam."
Ed kontan memutar bola matanya. Well, sang pahlawan Ishval memang kelewat posesif dan protektif terhadap Ed. Dan Al tahu pasti, betapa sang Brigjen akan ketar-ketir karena tak bisa mengontak Ed sama sekali. Tapi ledekan Al itu terlalu berlebihan.
"Kakak mau bertaruh?" Al menyeringai tipis.
Ed memicingkan mata.
"Mereka benar-benar memberimu pengaruh buruk, ya, Al?" kata Ed sambil geleng-geleng kepala, merujuk pada tim Mustang, terutama Havoc dan Breda yang selalu bisa membuat semua hal menjadi ajang taruhan.
Al memutar matanya, "Kakak juga suka kan?"
Ed menyeringai, "Kalau aku menang kau harus merayu Winry lewat telepon di kantor si Brengsek."
Omong-omong, 'Brengsek' adalah panggilan kesayangan Ed untuk sang Flame Alchemist.
Wajah Al memerah. Merayu Winry? Di kantor Brigjen Mustang, yang pasti di line teleponnya itu dipasangi alat penyadap oleh Letnan Dua Kain Fuery, si spesialis aplikasi teknologi di tim Mustang? Itu sama saja dengan ditelanjangi bulat-bulat di muka umum!
Akan tetapi dia tidak mau kalah, "Kalau aku menang, Kakak harus pakai rok dan berdandan feminin selama seminggu!"
Berdandan adalah hal lain yang paling disebali Ed selain diekspos di depan publik, susu dan panggilan-panggilan yang ditujukan orang padanya dengan merujuk kepada tinggi badannya. Dia paling tidak suka berdandan feminin karena itu merepotkan, lebih-lebih lagi harus memakai rok. Bahkan Ed dalam hati sudah melabeli sepatu high heel, yang pernah dipaksakan Gracia untuk dipakainya saat dinner date-nya yang pertama dengan Roy dulu, dengan high hell.
Ed memicingkan mata sejenak sebelum menyeringai lebar dan mengulurkan tangan. Al menyambut uluran tangan itu dengan senyum di bibir.
"Deal!" ucap keduanya serempak.
"Aku benci paperwork," gerutu Roy seraya menjedukkan kepala ke atas meja.
Sudah dia tak bisa menghubungi Ed dua hari ini karena badai di Liesenburgh sana (bahkan dia mulai rindu sidiran-sindiran telak gadis itu), dia juga harus berhadapan dengan setumpuk paperwork laporan pemulihan kondisi Central dan masalah di Dewan tentang posisi Ed. Dan itu semua membuatnya, juga timnya, harus lembur hingga sesore ini. Jika dia tak mendapat kabar dari petugas di Liesenburgh yang menyampaikan kondisi di sana via telegram, syukurlah komunikasi radio masih bisa berjalan, Roy pasti sudah kabur dari sini dan langsung pergi ke Liesenburgh. Tentu saja jika dia bisa selamat dari todongan Tokalev kesayangan ajudannya.
Riza yang sudah maklum dengan polah sang atasan tak bergeming, tetap menyerahkan setumpuk kertas tambahan di atas meja.
"Ini bukan untuk Anda kerjakan, Sir, ini untuk Anda baca," gumam Riza, memberikan penekanan pada kata terakhir yang diucapkannya seraya melirik dokumen yang ditumpuknya di paling atas .
Roy mendongak, menyipitkan matanya, dan langsung menyambar tiga lembar dokumen yang disatukan di bagian paling atas. Tatapan mata onix itu menajam begitu membaca apa yang tercantum di sana. Raut wajahnya berubah serius.
Dia mendongak, menatap lurus mata hazel sang ajudan wanita.
"Ini…"
"Hasil penyelidikan Letnan Satu Vato Falman, Letnan Dua Kain Fuery, dan Letnan Dua Heyman Breda, Sir, dengan bantuan Sersan Schiezka dari Biro Intel dan Investigasi," jelas Riza takzim, "Dan bantuan seorang sipil, Mr. Jean Havoc."
Roy terdiam sejenak.
"Kapan kalian melakukannya? Ini…"
Roy tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ini benar-benar dokumen yang luar biasa. Dokumen ini mengungkapkan kebobrokan moral beberapa anggota Dewan yang paling kontra terhadap keberadaan alchemist wanita a.k.a Ethel 'Edward' Elric di kemiliteran. Ini bisa memicu skandal besar.
Riza tersenyum tipis, "5 hari ini, Sir. Sangat mengejutkan mengetahui betapa kooperatifnya semua orang."
Roy mendengar makna tak terucap dalam kalimat Riza itu dan sebuah senyuman melengkung di bibirnya, "Apakah aku perlu mengetahui implikasi kooperativitas semua orang yang terlibat dalam hal ini?"
Kooperativitas yang dimaksudkan Riza mungkin mengandung arti beberapa ancaman mental tersirat atau bahkan todongan pistol di dahi narasumber, yang bisa jadi berpangkat setara atau lebih dari Roy, oleh subordinat-subordinat kesayangannya. Roy tahu mereka semua menyayangi Ethel, tepatnya Elric bersaudara dan takkan tinggal diam melihat mereka dijadikan korban politik kemiliteran. Tapi tidak mungkin juga Roy tidak waspada akan apa yang mungkin terjadi kan? Dia tidak mau menerima komplain atas tindakan indisipliner subordinatnya. Lagi.
Riza menggeleng, tersenyum tipis, "Tidak perlu, Sir. Kami sudah memastikan semuanya kondusif dan terkendali."
Roy mengernyitkan dahinya, menatap Riza tanpa putus. Riza tetap diam. Bungkam. Roy mendesah. Riza memang paling keras kepala dalam menjaga rahasia. Dia menyerah.
"Pastikan saja tidak ada komplain dari para narasumber," gumam Roy.
Riza mengangguk. Dia sudah memastikan bahwa pekerjaan Falman cs kali ini bersih.
Roy mengetuk-ngetukkan ujung jarinya ke dokumen yang sedang dibacanya itu. Seringaian tipis menghiasi bibirnya. Dengan ini, dia akan bisa mempertahankan kedudukan Ed di kemiliteran, mempertahankan Ed di sisinya. Well, mungkin dengan mengorbankan beberapa orang, sih. Orang-orang yang memang bersalah. Mereka yang memang harusnya tak boleh ada di kemiliteran dan pemerintahan. Katakan saja ini equivalent trade.
Riza tersenyum melihat seringai tipis Roy. Dia mengerti betapa Roy pasti akan mengusahakan apapun untuk menyelamatkan posisi alchemist pirang itu. Begitu pula para subordinat Roy. Mereka menyayangi dua bersaudara itu bagai adik mereka sendiri. Schiezka juga pernah diselamatkan oleh Ed dulu dari kemungkinan kehilangan ibu dan menjadi pengangguran. Dan Jean. Jean-nya pernah berhutang nyawa pada Ed. Mereka takkan bisa duduk manis melihat kejujuran Ed akan gendernya menghancurkan posisi gadis itu di tempat ini.
"Saya pamit dulu, Sir," pamit Riza undur diri dari kantor Roy, hendak kembali ke mejanya di kantor luar sana.
Roy mengangguk, menata Riza lurus, dan bergumam, "Terima kasih, Riz."
Riza tersenyum, mode formalnya dimatikannya sejenak, "Kami tidak memerlukan itu, Kak. Kau tahu kami takkan diam saja melihat Ethel menerima perlakuan seperti itu."
Riza menundukkan kepala sekilas sebelum menutup pintu di belakangnya. Roy tersenyum, kau punya banyak fans, Ethel.
Roy menyimpan dokumen itu di laci mejanya yang paling bawah dan menguncinya. Dia tersenyum, tunggu saatmu muncul 10 hari lagi.
Kemunculan dokumen ini melambungkan semangatnya lagi. Dia langsung menyambar dua dokumen berikutnya.
Dokumen pertama, map. Disegel dengan stiker TOP SECRET dan ditujukan padanya. Roy membuka isinya dan mengernyitkan dahi ketika melihat apa yang terdapat di dalamnya.
Dokumen kedua, surat. Dengan stempel Dewan Militer di atasnya. Roy langsung membukanya. Di dalamnya terdapat selembar kertas dengan kop Dewan dan tanda tangan ketua Dewan. Mata Roy melebar begitu membaca apa yang tertera di kertas ukuran letter itu. Ini…
Sepuluh detik kemudian, Roy bangkit dari kursinya dan membanting pintu ruangannya hingga terbuka, mengagetkan semua subordinatnya. Falman tanpa sengaja mencoret paperwork yang sedang dikerjakannya, Breda menjatuhkan pion catur yang sedang dipegangnya, dan Fuery tersedak kopi yang diminumnya. Riza menatap sang atasan dengan mata menyipit. Roy melemparkan surat itu ke meja Riza.
"Hawkeye, ikut aku. Falman, suruh sopir menyiapkan mobilku. Breda, pesankan tiket kereta untuk 2 orang, hari ini juga. Ekspres. Fuery, kirim telegram ke kediaman Rockbell. Sampaikan aku akan segera ke sana," perintah beruntun Roy membuat semua orang tertegun.
Roy langsung berbalik ke kantornya dengan langkah-langkah lebar begitu selesai memberi komando. Riza menyambar surat yang dilemparkan Roy ke mejanya dan mulai membaca, bersama ketiga temannya yang ikut mencuri baca tentunya. Keempat-empatnya terkejut, dan langsung mengerti mengapa sang Brigjen begitu gelisah.
Rapat Umum Dewan Militer akan dipercepat menjadi 5 hari lagi, dan Roy tidak diperbolehkan ikut memberi suara di dalamnya, dengan pertimbangan dia adalah atasan langsung tersangka tindak indisipliner.
Riza bangkit dari balik mejanya dan menyusul Roy ke kantornya. Dia paham kenapa Roy gelisah. Akan tetapi itu bukan pembenaran untuk komando yang serba buru-buru barusan.
"Kenapa kau belum bersiap, Kapten?" tanya Roy begitu melihat Riza menyusulnya.
Roy sedang meraih mantelnya dan hendak mengenakannya saat Riza berjalan masuk.
"Maaf, Sir, saya tahu Anda gelisah karena surat tadi tapi itu bukan alasan untuk pergi menjemput Ethel begitu saja. Kita bisa saja mengiriminya telegram agar dia datang ke sini sendiri," usul Riza mencoba menenangkan Roy.
"Tidak bisa, Kapten. Ada sesuatu yang harus kusampaikan padanya, langsung, dan ini tidak bisa dilakukan oleh kurir, lebih-lebih telegram," Roy mengacungkan sebuah surat dengan amplop berwarna merah, di atasnya terdapat lambang Fuhrer.
Riza tercekat, itu surat dari Fuhrer?
Roy menemukan surat itu di dalam map. Dalam map itu juga terdapat sebuah kartu yang bertuliskan perintah untuknya menyampaikan surat itu langsung kepada penerimanya. Yang tak lain tak bukan adalah Fullmetal Alchemist.
Roy diam sejenak. Dia menatap mata Riza lurus. Dan Riza tahu, itu bukan tatapan Brigjen Mustang ataupun Flame Alchemist. Itu tatapan mata Roy.
"Dan lagi... aku butuh bertemu dengannya, Riz."
Riza memejamkan matanya sejenak. Kakak angkatnya ini memang tahu cara pasti untuk membuatnya tak berkutik. Membuka matanya sedetik kemudian, Riza berjalan menuju meja Roy.
"Namun itu bukan alasan untuk mengabaikan paperwork-paperwork Anda, Sir," ujar Riza seraya mulai memberesi paperwork-paperwork Roy dan memasukkannya ke dalam koper yang ada di ruangan itu, "Saya akan membereskannya supaya Anda bisa mengerjakannya dalam perjalanan nanti."
Roy mengenyitkan dahi, sebal.
"Tidak bisakah paperwork-paperwork sialan itu dihanguskan saja?" gerutu sang Flame Alchemist.
Riza berkata dengan bijak, "Anda punya kode etik yang harus dipatuhi, Sir."
"Kode etik sialan…"
Bersambung
Ahahaha... masih gak jelas, ya? Yaah... tunggu saja kelanjutanna, ya, minna ^^
Luv,
sherry
