"Pasti udah pada tahu kalau Magic Kaito itu punyanya Aoyama Gosho."
"Jadi saya gak perlu bilang kalau Magic Kaito bukan punya saya."
"Tapi, ternyata saya udah bilang."
Warning! OOC; bahasa tidak begitu baku; alur kecepatan; Action and Romance genre.
.
"Hah.. Hah.."
Di tengah sinar bulan pada malam yang bising akan sirine mobil patroli. Ia mendongakkan kepalanya, seakan meminta bantuan kepada lentera malam hari. Membayangkan suatu wajah dibenaknya. Ah, bukan dia meminta pertolongan pada wajah itukah?
"Apa!? KID berada di atap!? Kirim pasukan A ke atap! Helikopter! Tangkap KID! Jangan biarkan dia lolos!"
Teriakan akan perintah itu menggema keluar dari walkie talkie pemuda berseragam. Mereka semua menuju ke tempatnya. Siap memborgolnya. Tapi, bukan yang itu yang ia gelisahkan. Bukan itu juga yang ia takutkan.
"Nah, KID? Kau sudah tidak bisa lari lagi. Bagaimana cara kau lolos dari kematianmu, Kaito KID?"
Hitam. Jas dan sepatu hitam. Benda bertimah panas yang sudah mengarah ke tempat persembunyiannya yang awalnya hanya tempat untuk mengatur napasnya yang sudah tidak beraturan lagi.
'Tolong aku, ayah!'
The Light in This Night
Owner Aoyama Gosho
Author this story : Tiramisu –chan30
"Do you believe in me? I want to see your smile."
"Kaito, apa kau ada urusan malam ini?"
"Ada."
"Oh, ayolah! Aku ingin mengajakmu ke pesta perayaan ulang tahun di hotel! Ayolah, nee Kaito!"
"Sudah kubilang, aku ada urusan!"
"Huh!"
Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Pertanda ia sedang kesal. Lelaki di depannya–yang sedang menatapkan matanya pada surat kabar yang baru saja di ambilnya dari ruang guru tadi pagi, sepertinya tetap menolak ajakan gadis di depannya itu.
"Kau ini! Harusnya kau bersyukur! Masih ada gadis yang ingin mengajakmu keluar, Kaito. Aku tidak mungkin sendiri. Karena pesta itu sangat besar! Dan, sepertinya nanti ada pertunjukan sulap, deh!" Sang gadis, lagi-lagi mengajaknya penuh harap. "Hah, Aku benar-benar sibuk nanti malam , Ahouko." Sang pemuda lagi-lagi menolak. Si gadis terdiam. Mungkin karena dipanggil Ahouko atau karena sang pemuda lagi-lagi menolak ajakannya.
"Baiklah! Kalau itu mau mu! Dan namaku bukan A-HOU-KO, BAKAITO!" Teriak gadis itu, sambil mengayunkan mop–atau yang biasa kita kenal dengan sebutan pel-pelan–yang entah darimana di dapatnya. Dengan gerakan refleks, sang pemuda dapat menghindar. Tentu saja, ia hampir TIAP HARI mendapat olahraga gratis dari teman perempuan sekelasnya yang menurutnya bawel ini.
Sang gadis yang bernama Nakamori Aoko pun kembali ke tempatnya. Sedikit merutuk. Dari kejauhan pemuda yang menolak ajakan gadis ini menatapnya lalu terkekeh pelan. Tak lama, pemuda berambut blonde, mendatanginya. Aoko mendongakkan kepalanya. Iris aquamarinenya bertemu dengan iris pemuda blonde tersebut.
"Maafkan aku, tapi tadi kudengar, kau tadi butuh teman ke pesta mu, nona? Jika kau tidak keberatan, aku ingin menemanimu menghadiri pesta itu." Ucapnya. "Eh? Be-benarkah Hakuba – kun? Wah baiklah! Tapi, aku harus mengajak Ka–.." Ucapannya terhenti. Dipalingkannya wajahnya melihat pemuda yang duduk tak jauh darinya. Sedang membaca surat kabar itu. Masih.
Raut wajahnya agak berubah sedikit sedih. "Mengajak siapa?" Pemuda itu masih setia menunggu jawaban gadis di depannya. ".. Ah tidak! Iya, terima kasih, Hakuba–kun!" Ucap Aoko tersenyum. "Kalau begitu, nona saya jemput nanti malam, yah." Ucapnya lagi. Pemuda bernama Hakuba Saguru itu, dari penggunaan kalimatnya, ia terlihat elegan dan tampak formal. Meraih tangan gadis ini lalu menciumnya pelan. Seperti mereka, putra kerajaan yang mencium punggung tangan putri luar negeri.
Sebagai seorang gadis, wajahnya sedikit menampilkan rona merah di kedua pipinya. "A-ah, ti-tidak usah di-dijemput, deh! A-aku akan diantar a-ayahku." Gadis itu menolak dengan lembut, agak tergagap memang. Rona itu masih belum hilang. Pemuda di depannya yang masih memegang telapak tangannya, sedikit bingung. "Benarkah?" "Y-ya, terima kasih sebelumnya, Hakuba – kun." Ucap Aoko lagi. Hakuba pun tersenyum lalu pergi keluar kelas.
Aoko menghembuskan napas lega. Lalu, salah satu teman perempuannya, Keiko – chan, begitulah ia memanggil gadis cute berkacamata ini. "Hei, Aoko. Enak sekali itu, kau diajak kencan, kah?" Godanya. Pipi Aoko memerah. Tenang saja, itu tipis. "Ti-tidak, kok! Dia hanya menemaniku! Tidak mungkin ia ingin berkencan dengan ku!" Elak Aoko.
Aoko memalingkan wajahnya, lagi-lagi melihat pemuda lainnya, teman masa kecilnya, Kuroba Kaito. 'Rasanya tadi dia melihatku, deh.' Batinnya bertanya. Tapi, yang kini dilihatnya hanyalah Kaito yang masih saja membaca surat kabar itu. Aoko pun membuang napas panjang lalu mengeluarkan bukunya.
[Ekoda High School, 14.54 PM]
Kaito's Pov
'Sreg–!'
Itulah yang pertama kali ku dengar saat, pintu kelas ku geser. Tanpa menutup pintunya, aku segera berlari menginjakkan kakiku dan menyusuri lorong sekolah. Temponya makin lama makin cepat, di selingi dengan teriakan teman-teman se-piketku yang sedari tadi memanggilku.
Hari ini, seharusnya aku pulang pukul 3 sore. 'Masa bodoh.' aku hanya lebih cepat 6 menit dari biasanya! Itu tidak terlalu berpengaruh! Aku masih saja berlari, kini hawa panas sore sudah menerpa kulitku. Aku berbelok dan terus berlari.
Rumah kuning–rumah coklat–rumah merah–itu terus yang daritadi kulewati. Aku hanya ingin cepat melihat rumah yang menjadi tempat tinggalku.
'Akhirnya!' Batinku sedikit menjerit senang. Aku langsung berlari–makin cepat menaiki tangga, "Tadaima, tu–.." ..dan mengabaikan Jii – chan yang menyambutku. Oh, ayolah! Dinding kamar bercat putih menyambutku. Aku langsung melempar tas sekolahku. Lalu merebahkan tubuhku. Aku cukup lelah berlari dari sekolah sampai rumah ini. Hanya untuk mengatur napasku yang sedikit terengah. Tidak lama. Aku pun bangkit. Lalu berjalan ke arah sebuah foto yang tergantung di dinding kamar putihku itu. Wajahnya. 'Ayah.' Batinku. Aku menatap cukup lama wajah itu. Lalu mendorong pelan lukisan itu dengan tangan kananku.
"Tuan, jadi apa rencanamu?" Tanya seorang lelaki. Ia melirikku dari kaca spion. Aku masih saja sibuk dengan laptopku. "Hehehe, aku masih saja bertahan pada rencana kita sebelumnya, jii – chan. Belum ada perubahan." Jawabku sedikit tertawa kecil. "Kalau begitu, aku akan membantu bagian yang biasanya, tuan?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk. "Yah. Tolong, yah!"
Mobil yang dikendarai Jii berhenti tiba-tiba. Itu membuatku kaget dan kepalaku sempat terbentur ke jok di depanku. 'Untunglah'"Jii! Tolong bawa mobilnya..!" Omelku terpotong. "Maaf, tapi tadi ada yang menyabet mobil." Dan lelaki tua ini langsung menginjak gas. "AHHHH–!"
"Hati-hati, tuan muda." Pesannya padaku. Aku hanya tersenyum–antara jail dan menenangkan kepadanya. "Tenang saja! Aku akan baik-baik saja!" Ucapku sambil memakai kacamata hitamku. Lalu membawa tas hitamku keluar dari parkiran. Jii pun pergi membawa mobil ke parkiran bawah.
Aku berlari masuk ke gedung hotel berbintang 5 ini. Penuh polisi dimana-mana. 'Tentu saja, sebab Kaito KID akan muncul!'Batinku terkekeh. Aku masuk tidak lewat depan. Yang benar saja! Aku tidak akan sudi tertangkap duluan karena dicurigai. Lewat pintu belakang yang sudah kulacak. Masuk tanpa pemeriksaan tamu hotel. Aku menghindarinya.
Cukup mudah. Sekarang saja, aku sudah berada di dalam hotel. Berjalan ke toilet pria di samping. Aku mengambil bentuk wajah karet dari dalam tas hitam yang dari tadi kubawa. Jas hitam polisi. Lalu kuletak tas penyamaran ku di atas wastafel. Dan keluar dengan wajah yang berbeda.
"Cepat! KID pasti sudah ada di sekitar sini! Waktu kemunculannya kurang lebih 47 menit 41 detik lagi," Aku setengah berlari ke kumpulan polisi yang sedang menghadap perintah Inspektur Nakamori. Entah yang kali ini ia persiapkan untuk menangkap diriku. Bubar. Aku ikut bubar dan mencari posisi ku yang tepat.
Polisi dimana-mana. Ada juga pasukan khusus teroris. 'Sepertinya, kali ini persiapannya lebih hebat, yah.' Ujarku dalam hati memperhatikan semuanya. Lalu lalang.
Seakan tidak ada yang akan ku lakukan dan sepertinya tidak ada yang curiga, aku pergi ke hall utama hotel ini, tempat pemajangan Black Indigo. Ruangannya cukup luas, ciri khas keluarga Suzuki dalam merayakan suatu peringatan. Tanpa KID malam ini, acara utamanya tidak akan seru, kan?
Author Pov
'Sepertinya, permata itu memancarkan sinar hijau dari jauh, deh.' batin Kaito sambil memperhatikan permata itu dari jauh. Juga bintik-bintik hitamnya. Tidak sama sekali memancarkan sinar indigo. 'Aneh, apakah pembuatnya salah memberi nama atau penemunya memberikan nama..'
"Ahh, tidak kusangka pesta ini sangat besar!"
Teriakan itu terdengar. Membuyarkan lamunannya. Dari sejuta suara yang ada di ruangan itu, baru kali ini lamunannya buyar. Karena itu suara ..
'Glek! Ahouko!'
Teriak Kaito dalam hati. 'Apa yang dia lakukan disini?'
"Hahaha, tentu saja, ini kan peringatan ulang tahun hotel punya keluarga Suzuki ini, Aoko – chan."
Suara itu menyambut ucapan gadis tadi. Kaito memalingkan wajahnya melihat pemuda berjas hitam di samping gadis bergaun biru lembut itu. 'Hakuba!? Apa yang dilakukannya di sini? Eh, jangan-jangan...'
"Maafkan aku, tapi tadi kudengar, kau butuh teman ke pesta mu, nona? Jika kau tidak keberatan, aku ingin menemanimu menghadiri pesta itu."
"Eh? Be-benarkah Hakuba – kun? Wah baiklah!"
"Kalau begitu, nona saya jemput nanti malam, yah."
"Y-ya, terima kasih sebelumnya, Hakuba – kun."
Kalimat itulah yang sekarang berputar-putar di kepalanya. Sayangnya, beberapa kalimat yang penting tak tercantum di dalamnya. Kaito salah maksud? Sudah pasti. Dan setelah kata-kata antara Aoko dan Hakuba berputar di pikirannya. Saraf-saraf pikirannya mengirim pesan yang sangat sakral dan sangat tidak ingin Kaito ketahui. 5 huruf berarti gila bagi Kaito.
'Kencan.'
"Ken..c.."
Melanjutkannya saja ia sudah tidak ingin. TERLALU sakral untuknya. Dan terlalu GILA isinya untuk Kaito ketahui. 'Poker face, Kaito. Pertahankan.' Pemuda yang berwajah lain ini mencoba untuk memalingkan wajahnya. Pemandangan –yang paling tidak ingin dilihatnya– itu sedapat mungkin di hindarinya.
'Drtt.. Drtt..'
Getaran di saku jas polisinya. Kaito mengambilnya. Bukan dari walkie talkie polisinya tentunya. "Ahh, Jii. Ada apa?" "Tuan muda, hanya sekedar informasi. Saya sudah mengaktifkan yang tuan muda bilang itu." "Benarkah? Wahh, terima kasih! Aku akan menemuimu nanti!" "Baiklah! Dan, hati-hatilah." "Aku tahu. Sampai nanti."
Ia menutup telepon. Dan sadar beberapa orang daritadi memperhatikannya. "A-ah maaf, istriku menelepon tadi." Sedikit salah tingkah. Mereka pun kembali ke urusannya sendiri. Kaito segera keluar ruangan. Sebelumnya, "Dimana mereka?"
Aoko dan Hakuba duduk di meja berdua. Kaito sedikit menatapnya tidak suka. Cemburu, mungkin? Tanpa memperdulikan lebih jauh lagi, Kaito berjalan keluar, walaupun masih ingin menghajar detective Inggris itu.
"Pencuri itu akan muncul beberapa menit lagi, kak. Apa kita akan menunggu?" Kaito yang mendengarnya pun mencari asal suara. Bulu kuduknya langsung berdiri. Bukan, bukan karena ada penampakan di belakang dua orang yang barusan membicarakan tentang kemunculan dirinya.
'Setelan jas itu.. Sosok itu..'
Bulu kuduk Kaito langsung berdiri semua. Tubuhnya bergetar. Memandangi dua lelaki yang berpakaian serba hitam. Dari puncak kepala sampai ujung kakinya. Ia memandangi pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ada apa?"
Pertanyaan itu membuat tubuh Kaito makin bergetar. Ia menatap kedua orang itu lalu tersenyum. "A-ah, maaf. Tidak ada." Ucapnya. Kedua orang itu pun berlalu meninggalkannya. "Tch, mengganggu saja." Gumam pria yang berpostur gemuk dan memakai kacamata sambil terus berjalan. Pria di sampingnya hanya terdiam. Diam-diam ekor matanya melirik Kaito tajam. Lalu bibirnya membentuk seringaian. Tapi, Kaito tidak menyadarinya.
"..jangan-jangan, jangan-jangan.. Mereka.."
"..pembunuh ayah..?"
Kaito memalingkan wajahnya, mencari kedua pria berpakaian serba hitam itu. Tapi, kedua pria itu sudah menghilang di antara keramaian ruangan. Ia melirik arlojinya. Lalu berlari keluar.
[Suzuki Hotel Hall, 20.55 PM]
"CEPAT! SEMUANYA BERJAGA PADA POSISINYA! KID AKAN DATANG 5 MENIT LAGI! CEPAT!"
Inspektur Nakamori berteriak dari luar hall. Beberapa polisi sudah berjaga di sekeliling tempat pemameran Black Indigo. Dan juga beberapa di 3 pintu masuk. Persiapan yang sangat jelas dari Inspektur Nakamori. Seakan-akan, KID tidak akan berhasil keluar atau menyentuh permata itu.
"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya. Selamat malam, dan selamat datang di perayaan ulang tahun perusahaan keluarga Suzuki. Malam ini, keluarga Suzuki dengan hormat menampilkan salah satu permata kekayaannya. Black Indigo!"
Tepuk tangan menggelegar. Semua mata melihat ke arah permata yang berlindung di balik kaca anti peluru bening tersebut. "Wah, cantik sekali permatanya!" Teriak Aoko. Lain halnya, Hakuba hanya memperhatikan sekeliling. Sama sekali tidak memperhatikan permata yang menjadi sorotan utama malam itu. "Hakuba – kun? Ada apa? Apa yang kau cari?" Aoko, yang memperhatikan pemuda di sampingnya seperti mencari sesuatu. Hakuba lalu tersenyum ke arah Aoko. "Tidak ada, Aoko – chan. Yap, kudengar permata itu sudah di miliki oleh keluarga konglomerat Suzuki sejak 3 generasi yang lalu. Pantas saja, untuk pemameran tahun perayaan ini, permata inilah yang di pamerkan." Jelas Hakuba. Aoko pun kembali memperhatikan permata di balik pelindung kaca itu. Hakuba kembali memperhatikan sekelilingnya. 'Dimana dia? Pasti dia sudah ada di sekitar sini.'
"..permata ini sudah pernah di miliki oleh beberapa perusahaan besar dan kaya sebelum perusahaan Suzuki. Di antaranya adalah Perusahaan.."
'KLIK!'
"Eh? Apa itu?"
'PSSST..'
"APA!? APA ITU!?"
Ruangan menjadi gelap gulita. Tidak ada penerangan sama sekali. "E-eh? A-apa yang terjadi?" Aoko mencoba untuk melihat sesuatu yang bercahaya. Namun nihil. Tidak ada yang bercahaya sama sekali. 'Pasti sudah di mulai, ya? KID?' Batin Hakuba. Sama seperti Aoko, ia tidak menemukan penerangan sama sekali. Sampai..
'BOW!'
"KI.. KID!?"
"APA KID!? TANGKAP KID!"
"Good Evening, ladies and gentleman. Tonight, the Black Indigo, will be mine.."
'BOW!'
'PRANG!'
Inspektur Nakamori segera masuk ke hall. "HEI! SIAPA YANG MENEMBAK!? AKU BELUM BILANG HARUS MENEMBAK, KAN!?" Inspektur Nakamori melihat ke arah kaca pelindung permata yang sudah pecah. Meninggalkan Black Indigo itu sendiri tanpa pelindung. Kaito KID yang melayang di atas pelindung permata sedikit terkejut. Dia hampir saja terbunuh. Mengedarkan pandangan. 'P-pria yang tadi!?' "HEI!? KUTANYA SIAPA YANG MENEMBAK!?" Inspektur Nakamori masih mencarinya. "Otou – san? Apa yang terjadi di sana, Hakuba – kun? Eh? Hakuba – kun?" Hakuba sudah tidak di sampingnya lagi.
'Sial! Apa mereka ingin membunuhku?'
Tanpa pikir panjang, Kaito mengambil permata itu. Lalu kembali menghilang setelah melemparkan bom asap. Dan menghilang di antara kepulan asap merah jambu.
"Sial! KID melarikan diri!" Rutuk keibu. "I-inspektur! Pe-permatanya diambil!" "APA!?" Keibu mengurut-urut keningnya.
"Kak, apa tidak apa-apa kakak menembak.." Pria berpostur tubuh gemuk itu tampak gelisah. "Tidak apa-apa, mereka tidak akan mengetahuinya." Jawab pria di sampingnya itu dengan seringaian yang mengerikan. Mereka sekarang berjalan di lorong hotel. Tanpa polisi yang berkeliaran. "Lalu, bagaimana dengan pencuri itu?" Pria itu bertanya lagi. Mengisi peluru pistolnya, "Dia sekarang hanya berlari ke perangkap. Hanya kembali ke kematiannya sendiri." Seringaian itu makin mengerikan.
Pemuda bersetelan jas putih itu hanya terdiam. Ia tak lagi meneliti hasil curiannya. Hanya terdiam. Memikirkan pria-pria tadi. 'Aku yakin pria-pria yang tadi lah yang menembak.' Batinnya yakin. Ia menyandarkan punggungnya ke tiang. Ia mengambil permata yang ia curi tadi. 'Ternyata memang memancarkan sinar hijau.' Batinnya sambil memperhatikan permata itu sekilas. 'Kukembalikan saja. Hah–.' Kaito pun beranjak.
"Keibu! Apa yang harus kita lakukan?" Salah satu polisi mendatangi pria berjas hijau gelap yang terduduk pasrah. "Aku ada firasat, kalau KID akan datang. Entahlah."Gumam Nakamori. Ia sudah terlalu lelah untuk memikirkan rencana-rencana untuk menaklukkan KID.
'BOW!'
"KID!"
"Maaf. Tapi, ini bukanlah permata yang ku cari. Jadi, kukembalikan."
"APA!? TANGKAP KID!" Nakamori beranjak dari tempat duduknya. Menunjuk KID yang sedang tersenyum misterius.
"Selamat tinggal, keibu."
'BOW!'
"Sret!'
Secarik kertas kecil mendarat di sepatu Nakamori. Tanpa pikir panjang, ia mengambilnya. "..Terima kasih karena telah menemani pertunjukanku malam ini, keibu. –Kaito KID." Nakamori membaca surat tu. Tangannya meremas geram surat kecil–memo yang ditinggalkan KID. Gambar rupa KID yang sederhana dan setangkai bunga mawar merah.
"Sialan si KID itu!" Rutuk Nakamori geram.
'Hahaha, aku sudah menunjukkan diriku malam dua kali. Tapi, mereka belum bisa juga menangkapku? Khehehe. Mudah sekali ternyata.' Batin Kaito terkekeh pelan. Terlalu pengap untuk memakai wajah karet itu. Ia hanya menggunakan kacamata dan setelan polisi yang ia kenakan tadi. Walaupun ia akan mudah di kenali.
Aoko mengedarkan pandangan. 'Kemana, sih Hakuba – kun?' ucap Aoko dalam hati. Ia memalingkan wajahnya untuk mencari sosok yang menemaninya tadi. "Eh? Itu.. Kaito?" Ia menatap baik-baik pemuda yang berpakaian polisi di sudut ruangan ini. 'Senyum itu..' "Kaito! Hei, Kaito!" Tanpa sadar, Aoko berteriak. Tetapi, pemuda yang ia maksud sudah tidak ada lagi di sana. 'Kemana dia?'
"Nah, sekarang telepon Jii dan.."
'PSYUU!'
'APA!?'
Kaito segera berlindung di balik tiang yang paling dekat dengannya. 'Sial! Apa mereka mengikutiku?' Kaito melirik ke belakang. Kosong. Tidak. Barusan, ada yang hampir saja menembaknya. 'Untung meleset.'
Setelah beberapa detik berlindung–ia yakin, makin lama ia di sana, makin mungkin ia terbunuh–, ia segera berlari menyusuri aula hotel yang sepi itu. Sebagian besar polisi-polisi berjaga di hall. Tapi,ada beberapa polisi yang berjaga di dekat pintu masuk.
Kaito memilih naik melalui tangga darurat. Menuju ke atas. Paling atas. Ia tidak bisa melirik ke bawah. Itu akan memperlambatnya–
'PSYUU! PSYUU!'
–dan juga memungkinkan wajahnya akan tegores. 'Dua sekaligus. Wah, apa mereka benar-benar ingin membunuhku?' Kaito mempercepat larinya. Detik ini, di beranikannya untuk melihat ke belakang. Tak sampai 2 detik, ia sudah kembali berlari. 'Gawat! Benar-benar pria tadi!'
'BRAK!'
Mendorong pintu dengan keras sekali. Kaito pun mencari tempat persembunyian yang cocok di atap. Tunggu dulu, DI ATAP!? 'Apa yang kulakukan di atap? Cari mati?' Kaito hanya bisa menjerit dalam hati. Tidak ada apa-apa di sana, hanyalah cerobong asap. Kaito segera berlari ke sana.
'BRAK!'
Tepat waktu sekali. Dua pria itu sudah membuka pintu itu dengan kasar. Pakaiannya yang serba hitam itu membuatnya tersembunyi di tengah kegelapan malam. Kaito menahan napasnya.
"Kemana pencuri itu!? Tch!" Tanya pria yang sedari tadi merutuk. Bertubuh gemuk dan berkacamata hitam. Pria yang tampaknya tenang di sampingnya itu mengedarkan pandangannya. 'Sial! Aku tidak yakin bakal aman di sini!' Ujar Kaito dalam hati. Ia sudah gelisah. Di pikirannya berkecamuk semua kemungkinan kematian.
'PSYUU!'
'Plas!'
"Ugh!'
Rintihan yang meluncur dari bibir Kaito. Lengannya. 'Sial!' keserempet peluru. 'Bagaimana bisa dia tahu aku di sini!?'
"Kau bisa keluar sekarang, Kaito KID."
Suara mengerikan itu di sambut baik oleh telinga Kaito. Tubuhnya kembali gemetar.
"Kau tahu, kan? Itu bukanlah sesuatu yang kau inginkan."
"Dan kau.. Bisa melepaskan peredam suara itu sekarang."
Suara Kaito yang bergetar–sedapat mungkin di sembunyikannya. Ia keluar dari tempat persembunyiannya. Dan menyulap dirinya,bukan lelaki berpakaian polisi. Hanya ada.. Kaito KID.
"Wah, wah. Aku tidak menyangka akan kembali menatap wajah busuk mu itu." Ucapnya menyeringai. Lalu melempar peredam suara senjatanya. Pria di sampingnya menyiapkan senjata dan mengarahkannya pada pemuda yang bersetelan jas putih itu. "Seperti kembali bernostalgia ke masa kematianmu." "Aku tersanjung kau sampai-sampai mengingat dengan jelas pada masa kematianku."
Mereka terdiam. Kaito memasukkan tangan kiri ke kantong celananya. Poker face. Itulah yang diulang di setiap gerakannya. Menatap pria serba hitam di depannya.
Pria itu terse– bukan, menyeringai sinis. "Kau tahu? Jika kau memberikan permata itu padaku, mungkin kau akan tetap hidup. Tapi, ternyata kau masih tetap bernapas sampai sekarang, ya?" Ujarnya dingin. 'Poker face.' "Kau terkejut?" "Tentu saja, sebab aku baru saja berbicara dengan pensulap yang baru saja bangun dari peti mati."
Kaito melangkah mundur. Mundur. Dan mundur. Sampai punggungnya kelihatan sampai bawah. Sengaja? Ya. Itu sengaja. Kedua pria itu masih memandanginya. Kaito hanya bisa menunjukkan poker face terbaiknya. Tapi, sesuatu yang hebat tidak akan lama lagi.
.
.
To Be Continue.
Author Notes!
Yokay. Hay hay, semua! Saya datang dengan fic baru lagi. Yah, saya ngaku ajah, fic saya banyak banget belum selesai. Tapi, tenang saja. Fic ini kayaknya bakal Twoshot saja. Berhubung saya sudah selesai membuat cerita intinya. Tinggal cerita tambahan dan omake. Hahaha. Saya minta maaf jika belum mempublish chap baru If He Knew. Dalam pengerjaan kok. Jadi, dalam mengisi waktu, saya memutuskan untuk mempublish cerita yang udah yakin bakal selesai ini. HAHAHAHAH.
Jadi, yang pasti si Kay and Han tentunya gak bakal mun–,
Kay: WOY AUTHOR! ELU MAU KABUR DI TENGAH-TENGAH PENGERJAAN FIC IHK? SINI ELU! SELESAIN KAGAK? AWAS LU KALAU KAGAK SELESAI, YAH. | Author: Busyet! Kok lu bisa di sini? INI BEDA FANDOM BEDA CERITA! ELU KAN MUNCULNYA DI IHK AJAH!? | Han: Gue ma Kay komplotan paling berbakti di jalan yang paling lurus. Jadi kami pasti bakal ketemu ama elu yang OUT OF JALAN LURUS. | Author: Dahel, baper kan jadinya gua! AWAS KALIAN! GUA MAU SELESAIN A/N GUE! KALIAN PANJANGIN MULU! /Tersepaked/ Okay, back to the topic..
BIAR GAK PANJANG LAGI, jadi saya langsung penutup. Terima kasih buat yang udah baca. Apalagi yang review. Gue cinta kalian deh. mwah. /JIBANG WOY/
Okay! sekali lagi saya minta review halal dan membangun yah. Yang ikhlas saja. hahay.
Lafuall!
Tiramisu–chan30
