Title : Happy Birthday, Nesia

Rating : K+

Genre : Romance/Friendship

Couple : NetherlandsxFemNesia, slight GerIta, MalayNesia.

Summary : Orang yang diharapkan Indonesia justru tidak datang dan belum mengucapkan 'Selamat ulang tahun' kepada dirinya. Dia seharusnya sudah merdeka, tapi kenapa dia masih belum bisa 'memerdekakan' dirinya dari lelaki itu?

Warning : OOC, OC, AU. Rada geze dikit. Don't like don't read ;)

-x-

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l.,diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta.

-x-

"Apa yang kau inginkan untuk ulang tahunmu kali ini, Nesia?" tanya seorang gadis dengan rambut cokelat panjang. Saat itu mereka sedang menghadiri rapat Asia yang sedang membahas ekonomi mereka yang saat ini masih belum stabil. Dan seperti biasa, rapat itu tidak memberikan apa-apa, hanya menjadi tempat berkumpul bagi para negara Asia lainnya.

"Iya, aru. Apa yang Nesia inginkan, aru? Yao akan memberikannya kalau Yao bisa." Seorang dengan perawakan Cina yang duduk tepat di sebelah gadis berambut cokelat panjang tadi mengangkat suaranya. Dialah Cina, negara paling tua di Asia yang ekonominya sudah maju dan bisa menyaingi negara-negara di Eropa.

Indonesia adalah seorang gadis berambut hitam panjang yang hari itu diikat poni yang memakai kebaya berwarna cokelat yang membungkus tubuhnya dengan indah, membentuk semua lekuk tubuhnya yang proporsional itu. Indonesia hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak, kurasa apa yang kuinginkan akan sangat susah untuk dikabulkan." Ini memberikan tanda tanya besar pada dua orang yang baru saja bertanya tadi. Mereka menatap Indonesia dengan keheranan. "Karena yang aku inginkan adalah dia."

Gadis yang ternyata diketahui adalah Singapore itu saling bertatapan dengan Cina untuk mencoba mencari jawaban dari negara yang lebih tua itu, tapi Cina juga tidak tahu apa yang dimaksud oleh Indonesia. "Ve~! Nesia!" Sebuah suara yang ceria memanggil dari pintu rapat. Pemilik suara tersebut adalah lelaki memiliki wajah chubby dengan mata berwarna cokelat. Rambut lelaki itu berwarna cokelat juga dengan di di samping kirinya terdapat rambut yang keriting (yang unik jika melihat rambut lainnya yang terlihat lurus).

Mendengar suara itu, otomatis semua negara Asia itu segera melihat ke arah luar di mana ternyata para negara dari Eropa dan Amerika sedang berdiri di depan pintu rapat menatap ke arah mereka. Tanpa disadari yang lain, Indonesia mencoba mencari satu sosok yang dia pikirkan sedari tadi, tapi betapa sedihnya dirinya ketika dia tidak menemukannya. 'Apa yang kau pikirkan Indonesia. Kau sudah merdeka, tapi kau tidak bisa memerdekakan dirimu darinya. Pasti ada yang salah dengan dirimu!'

"Ve~ Kami tahu hari ini Indonesia ulang tahun maka kami memutuskan untuk memberikan hadiah untukmu, Ve~!" Indonesia hanya tersenyum lembut menyambut pelukan hangat yang diberikan lelaki tersebut kepada dirinya. Memang rasa-rasanya lelaki itu suka memeluk siapapun, ya?

"Feliciano Vargas, bersikaplah yang sopan!" Kali ini suaranya lebih berat dan berasal dari lelaki berambut pirang yang tadi berdiri di sebelah Feliciano – Italia Utara – yang terus menatap Feliciano dengan tatapan ingin melindungi.

"Ve~ Ludwig marah. Ve~!" Feliciano melepaskan pelukannya dari Indonesia dan segera berlari menuju ke arah lelaki berambut pirang yang bernama Ludwig itu dan memberikan pelukan hangat yang diberikannya pada Indonesia tadi.

"Bukan marah, Feli, tapi cemburu." Kali ini Prancis, lelaki berambut pirang sebahu dengan mata biru, yang dari tadi memegang buket bunga mawar itu berbisik pelan ke arah 'pasangan' itu. Tidak perlu melihat untuk mengetahui muka Ludwig langsung bersemu merah karena malu. Prancis hanya mengabaikan kedua sejoli itu dan berjalan menuju ke arah Indonesia yang sekarang sudah berdiri dari tempat duduknya dan sedang menatap semua negara Eropa yang datang pada hari itu. Dia melihat ada Russia yang masih saja ketakutan dengan adiknya, Belarus, juga ada Denmark, Sweden – yang masih sangat overprotective terhadap Finland yang berdiri tepat di sebelahnya. Ada juga Kanada yang tetap seperti biasa – karena tidak pernah terlihat. Spanyol juga ada dan masih asyik menganggu kekasihnya, Romano – atau Lovino, yang mukanya sekarang sudah mulai memerah karena malu. Tidak lupa Amerika yang masih memakan burgernya dengan nikmat dan Inggris yang hanya menggerutu saja terhadap sikap Amerika sedari tadi.

Melihat hal itu, Indonesia tersenyum senang. Dia tidak menyangka bahwa mereka begitu memperhatikannya dan sampai-sampai jauh datang ke Indonesia (ya, rapat Asia kali itu ada di Indonesia, mengingat hari itu adalah hari ulang tahunnya). Tiba-tiba saja, Indonesia melihat sebuket bunga mawar sedang berada di depan matanya. Dia tersenyum menerima buket mawar tersebut dari Prancis yang memberikannya dengan gaya ala gentleman. "Terima kasih, Francis." ujar Indonesia lembut.

"Vous êtes les bienvenus (1)" Belum sempat dia memberikan kecupan singkat di pipi Indonesia, dia ada sebuah tangan yang langsung menghalangi mulut Prancis.

Saat Prancis melihatnya, dia melihat seorang lelaki dengan kulit sawo matang. Rambutnya yang pendek cepak itu terlihat berkilauan karena cahaya lampu di ruangan itu. "Aku tahu adat daerah Barat, tapi karena kalian berada di Timur, berlakulah dengan adat Timur."

"Adrian?" tanya Indonesia kaget. Bukankah tadi adiknya Adrian, Malaysia, berkata dia tidak akan menghadiri rapat karena sedang mempersiapkan 'sesuatu'?

"Cih, baru ditinggal sebentar saja, hidung belang ini sudah seenaknya." Adrian mendengus kesal. Dia segera menatap negara Eropa yang lain yang beberapa masih asyik dengan aktivitasnya. Dengan nada dingin dan terkesan mengancam, dia berkata, "Oke. Yang ingin memberikan hadiah silahkan berbaris dan segera berikan hadiahnya. Kalau tidak, silahkan kalian kembali ke negara kalian. Boleh-boleh saja kalau kalian ingin berkeliling, Jawa bisa mengantar kalian untuk melihat apa yang dilakukan oleh rakyat kakak dalam memperingati ulang tahunnya." Tatapan yang diberikan Adrian sanggup menyaingi aura hitam dan 'Kolkolkol'nya Russia.

Semuanya langsung membentuk barisan sementara Indonesia duduk di salah satu kursi. Indonesia tidak melihat, tapi Adrian seperti memberi isyarat kepada negara Asia yang seolah berkata 'Aku-urus-hal-ini-kalian-tolong-urus-persiapan-yang-lain.' Semua negara Asia yang ada segera mengangguk pelan dan satu persatu keluar dari ruang rapat kecuali Cina dan Jepang yang memutuskan untuk 'mendampingi' Adrian atau mungkin lebih tepatnya untuk bisa menghabiskan waktu dengan kekasih mereka.

Amerika langsung menyerobot antrian dan segera berdiri paling depan. "Sebagai seorang hero, aku tentunya akan memberikan sesuatu yang paling keren untuk Indonesia." Dia mengeluarkan sebuah kupon yang bertuliskan:

Makan gratis hamburger selama 1 tahun di Amerika.

"Err..terima kasih?" Indonesia tidak tahu harus bereaksi apa terhadap hadiah tersebut selain mengucapkan terima kasih kepada Amerika yang masih asyik menceritakan kehebatannya dan hadiahnya.

Mari kita lanjutkan ke negara berikutnya, karena Amerika sudah didorong oleh Adrian hingga burger yang dipegangnya terjatuh. Berikutnya adalah Inggris yang masih saja beralis tebal. Dia memberikan satu paket peralatan minum teh beserta beberapa bungkus teh dengan kualitas ternama dari negaranya. Indonesia tersenyum lembut yang bisa membuat semua orang di situ meleleh karena senyumannya. Inggris hanya bisa tersenyum kembali sebelum didorong oleh Adrian dan lanjut ke negara berikutnya.

Dan hari itu dihabiskan Indonesia untuk mengucapkan terima kasih kepada setiap negara Eropa yang memberikan hadiah untuknya. Akan tetapi, entah mengapa di sudut hatinya ada sesuatu yang kurang. Mungkin karena dia ingin mendengar kata 'Selamat ulang tahun, Nesiaku.' dari orang itu. Orang yang diharapkan Indonesia justru tidak datang dan belum mengucapkan 'Selamat ulang tahun' kepada dirinya.

Hal ini, tentunya, tidak terlewatkan oleh Adrian yang daritadi memperhatikan ekspresi kakaknya itu.

-x-

Malam telah tiba. Matahari telah beristirahat dan bertukar tempat dengan Sang Rembulan. Para negara Eropa itu memutuskan untuk bermalam di sana saja karena mereka terlalu lelah untuk kembali lagi ke negara mereka masing-masing. Entah mengapa, Indonesia berpikir, Malaysia sepertinya telah menyadari kehadiran mereka dan telah mengatur tempat tinggal untuk mereka. Dan lagi, bagaimana Malaysia mendapatkan akses untuk semua yang berhubungan dengan negaranya? Indonesia menghela nafas. "Hah, sudahlah." ujar Indonesia pelan.

Saat itu, Indonesia sedang duduk di balkon rumahnya dan menatap langit yang sekarang sudah tidak kelihatan bintang sama sekali. Yang kuinginkan, ujar Indonesia, bukan permata, bukan harta, bukan pula kepintaran. Biarlah ini terkesan egois, tapi dia sangat ingin kembali ke masa-masa di mana dia pertama kali bertemu dengan dirinya dan melewati masa-masa bahagia itu sampai tiba-tiba saja dia berubah menjadi lebih posesif dan berlebihan.

"Indonesia, aru. Kau sedang apa di sini, aru? Nanti kau kedinginan." Cina yang baru keluar dari kamar mandi melihat Indonesia yang masih menatap langit dengan tatapan sedih memutuskan untuk menghampiri gadis muda itu.

"Ah, Cina? Maaf, aku hanya sedang berpikir saja." jawab Indonesia dengan tatapan sedih.

"Kau tahu, aru? Kau boleh cerita-cerita dengan Cina, aru." Cina mengambil tempat duduk di sebelah gadis muda itu dan membelai rambut panjangnya itu dengan lembut. Sepertinya Cina mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh Indonesia.

Indonesia tidak menjawab, lebih tepatnya dia tidak bergeming. Hanya menikmati belaian lembut dari Cina. Seseorang mengetok pintu balkon yang terbuat dari kaca itu dan membuat Cina menatap siapapun yang sedang mengetok itu. Indonesia masih di dalam pikirannya sehingga tidak menyadari ketokan tersebut. Melihat siapa yang mengetok tadi, Cina mengangguk pelan tanda mengerti. Diapun menghentikan belaian lembut itu dan berkata pelan terhadap Indonesia, "Maaf ya, Ayu. Yao mau ganti baju dulu. Takut nanti Yao masuk angin." Indonesia hanya mengangguk pelan dan mempersilakan Cina untuk masuk ke dalam dan kembali sendirian menatap langit yang tak berbintang.

Kota sudah terlanjur kotor, sudah tidak mungkin lagi untuk bisa melihat bintang-bintang bersinar dengan indahnya. Tiba-tiba saja pintu balkon tersebut terbuka dengan keras. "Ayu!" seru Jepang yang masih terengah-engah seperti kehabisan nafas.

"Ada apa, Jepang?" tanya Indonesia, kaget karena Jepang terlihat ketakutan.

"Aku rasa lebih baik kau segera ikut dengan diriku." Belum sempat Ayu bertanya lebih lanjut, dia sudah ditarik oleh Jepang dan menuju entah kenapa. Hal terakhir yang dia ingat adalah dia melewati beberapa saudaranya yang menatapnya dengan tatapan bingung. Semua terlihat begitu cepat. Dia sendiri sudah tidak tahu akan dibawa ke mana karena tiba-tiba saja Jepang sudah membawa Ayu masuk ke dalam mobil dan segera menyetir dengan kecepatan yang tidak dapat diperkirakan.

"Ada apa, Kiku?" Kali ini Indonesia mencoba mencari penjelasan dan memanggil nama Jepang. Jepang masih saja tidak berekspresi dan masih berkonsentrasi menyetir. Yah, dia tidak berani mengambil resiko untuk mencelakakan gadis yang sedang berulang tahun itu.

Tak lama, mobil mereka berhenti di sebuah gudang tua yang sepertinya sudah lama tidak dipakai. Daerah di sekitar situ juga gelap. Tiba-tiba saja Ayu diselimuti oleh ketakutan. Dia takut seandainya Jepang memperlakukan dirinya seperti waktu itu. Ketika mobilnya akhirnya berhenti, Ayu mencoba mengambil nafas perlahan, mencoba memperhatikan sekitar dan mencari jalan keluar tercepat. "Ayu." Suara Jepang kali ini terkesan lembut. Ayu memutar kepalanya menatap Jepang yang sedang tersenyum lembut kepada dirinya. "Aku minta maaf dengan apa yang pernah kuperbuat pada negaramu dulu. Aku harap dengan ini kau bisa memaafkanku."

Ayu tak mengerti maksudnya karena tiba-tiba saja Jepang telah keluar dari mobil dan membuka pintunya membantu gadis itu turun dari mobil tersebut. Mereka berjalan menuju ke dalam gudang tersebut. Jepang menggenggam tangan Ayu kuat-kuat, takut kalau gadis itu kabur dan semuanya akan berantakan. Hal ini sudah direncanakan mereka dari jauh-jauh hari dan dia tidak mau jadi orang yang merusaknya. "Kiku? Ada apa?" tanya Ayu pelan menyadari adanya perdebatan yang terjadi dalam diri mantan penjajahnya itu.

Kiku menggelengkan kepalanya dan tersenyum lembut kepada Ayu. "Tidak apa-apa." jawabnya lembut. Kiku menarik nafas terlebih dahulu, "Tadi aku melihat Netherlands datang." Mendengar nama negara itu membuat ekspresi muka Ayu tidak bisa dijelaskan. Marah, kesal, juga bahagia semua bercampur jadi satu. Perasaan-perasaan yang sudah dia pendam begitu lamapun tiba-tiba saja bermunculan begitu saja. "Dan Adrian membawanya ke sini." Ayu masih menunggu Kiku untuk melanjutkan apa yang akan dikatakan Kiku. "Dan kurasa membawamu ke sini adalah keputusan yang tepat. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Adrian terhadap Netherlands."

Tanpa mendengar kelanjutan Kiku, Ayu seperti kerasukan dan segera melepaskan genggamannya dari Kiku dan membuka pintu itu dengan segera. Di balik pintu itu terdapat ruangan yang sangat gelap. Kalaupun ada cahaya, itu hanya dari cahaya bulan yang terlihat semakin jelas dari tempat itu dengan bintang-bintang yang mulai banyak berkelap-kelip.

Buk. Buk. Buk.

Terdengar suara pukulan yang begitu keras dan Ayu tidak bisa menghentikan ketakutannya ketika dia melihat sosok adiknya yang wajahnya terlihat dingin dan seperti kerasukan. "Adrian?" panggil Ayu pelan membuat suara pukulan itu berhenti.

"Urgh." Terdengar pula suara seseorang yang kesakitan membuat Ayu semakin tidak bisa mengontrol dirinya.

"Kakak?" tanya Adrian pelan.

"Adrian, siapa yang ada di sana selain dirimu?" Ayu masih tidak beranjak dari tempatnya. Dengan kondisi gelap seperti itu, akan lebih baik dia tetap berada di tempatnya dan tidak sembarangan bergerak.

"Orang yang telah membuat kakak menderita selama kurang lebih tiga setengah abad."

Mengertilah Ayu kalau yang ada di situ adalah Netherlands. "Adrian, sudah cukup. Jangan pukul dia lagi." ujar Ayu mencoba menenangkan Adrian. Karena saat itu cahaya bulan sedang menghadap ke arah Adrian, Ayu dapat melihat Adrian menggelengkan kepalanya dan kembali menendang apapun yang ada di depannya membuat orang itu mengerang kesakitan.

"Adrian! Sudah cukup! Kasihan dia." Adrian terlihat bimbang dan menghentikan perbuatannya. Dia sedang berdebat untuk melanjutkannya atau tidak.

"Ayu?" Ayu mengenal suara itu. Suara itu adalah milik orang yang dulu pernah dicintai Ayu. Apakah dia masih mencintainya atau tidak, Ayu tidak tahu. Yang jelas, saat ini Ayu tidak sanggup melihat orang itu kesakitan lebih lagi.

"Sudah cukup Adrian! Kasihan dia!"

Tiba-tiba saja lampu menyala. Ayu melihat sosok Netherlands yang sedang terbaring di lantai sementara Adrian masih berdiri dengan tegap di depan sosok Netherlands yang terbaring lemah itu. Dengan segera, Ayu mempercepat langkahnya ke arah Netherlands dan melihat sosok Netherlands yang sudah terluka parah. Mungkin karena tendangan Adrian yang kuat tadi. Dia melihat mata Netherlands tertutup dan ketakutan yang amat sangat kembali menyelimutinya. Dia tahu sebagai nation tidak mungkin bagi mereka untuk meninggal, tapi tetap saja luka itu sangat mengerikan.

"Kakak." Adrian memanggil Ayu dengan lembut. Ayu menatap ke arah Adrian dan ada satu yang menjadi pertanyaan Ayu, mengapa Netherlands yang mestinya lebih kuat dari Adrian, bisa babak belur oleh Adrian semudah itu?

Karena sedang menatap Adrian yang sedang tersenyum, Ayu tidak menyadari ada tangan yang menyambar dari bawah dan segera memeluk Ayu dengan erat. Ayu kebingungan, tapi dia tidak mau menolak kehangatan yang sedang dia rasakan saat ini.

"Hei, siapa yang bilang kau boleh melakukan hal ini?" Adrian mengatakan itu dengan dingin. Netherlands tidak menanggapi Adrian dan hanya menyengir pelan. Adrian hanya bisa menghela nafas. 'Dasar mereka itu.' Pikirnya dalam hati.

"HAPPY BIRTHDAY, NESIA!" teriakan dari ruangan itu membuat Ayu segera melepaskan pelukannya dan membalikkan badannya. Semua saudaranya, teman-temannya sudah berada di dalam gudang yang ternyata luas itu. Singapore sedang memegang kue yang memiliki lilin angka 65. Ayu berdiri sambil membantu Netherlands yang terlihat menderita akibat tendangan Adrian tadi. Ayu bingung dengan pemandangan yang ada di depannya. "Kalian?"

"Maaf ya, Ayu. Kami merencanakan ini semua. Kami ingin membuat ulang tahunmu kali ini terkesan spesial." jawab Singapore dengan lembut. Ayu menggeleng kepalanya seperti tidak percaya. "Ayo tiup lilinnya." Singapore berjalan pelan ke arah Ayu. Ayu menutup matanya dan memohon, 'Aku ingin agar tahun depanpun aku bisa menikmati ulang tahunku bersama-sama dengan mereka, terutama dirinya.' Dan tepuk tangan yang meriah terjadi ketika Ayu meniup lilinnya.

Netherlands yang meringih kesakitan membuat perhatian Ayu kembali lagi ke pemuda yang berambut aneh itu. "Kau tidak apa-apa?" tanya Ayu dengan lembut.

Ada sebuah ide yang melintas di dalam otaknya Singapore. Dia menyuruh Adrian untuk memegang kuenya dan segera mendorong lainnya untuk keluar dari ruangan itu. Ayu yang terlalu memperhatikan Netherlands tidak menyadari bahwa satu persatu dari mereka mulai keluar dari gudang tersebut meninggalkan dia berdua dengan Netherlands. Adrian yang terakhir menutup pintu. Sebelum dia keluar dari ruangan itu, dia berbisik pelan. "Happy birthday Ayu. Semoga apa yang kau minta bisa terkabul."

Ayu membantu Netherlands duduk di salah satu sofa yang entah bagaimana bisa berada di dalam gudang tersebut. Setelah membantu Netherlands duduk, Ayu bermaksud untuk mengambil sesuatu untuk mengelap lukanya Netherlands, tapi Netherlands menarik tangannya dan membuat Ayu duduk kembali. "Netherlands?" tanya Ayu dengan pelan.

"Kau di sini saja. Bersama dengan dirimu saat ini jauh lebih berharga daripada mengurus lukaku ini."

Tentu saja hal ini membuat muka Ayu memerah seperti kepiting rebus. "Kau tetap tidak berubah Ayu. Tetap cantik." Dan pernyataan itu sukes membuat Ayu semakin bersemu merah seperti kepiting rebus. Seharusnya dia sudah melupakan perasaannya terhadap lelaki itu sejak teks proklamasi itu terucapkan, tapi meski sudah 65 tahun berlalu (mungkin lebih), dia masih belum bisa melupakan lelaki itu. "Aku tidak sempat membawakan apa-apa untukmu, tapi kurasa-" Ayu menunggu Netherlands untuk melanjutkan kata-katanya, tapi hal berikutnya yang dia ketahui, lelaki itu sudah mencium lembut dirinya dan merangkul tubuh mungilnya itu ke dalam dekapan hangat. Dia merasakan rasa manis dari bibir lelaki itu. Bersamaan dengan itu, suara kembang api yang dimainkan oleh teman-temannya itu terdengar dari luar, memberikan suasana ulang tahun yang begitu indah.

'Setidaknya, satu permintaanku bisa terkabul.'

-x-

OMAKE

"Eh, Adrian. Memangnya tadi kau benar-benar menendang Netherlands?" tanya Singapore yang sedang duduk bersama dengan Adrian menatap kembang api yang sedang dimainkan Hong Kong dan lainnya.

"Menurutmu?"

"Kurasa tidak mungkin kau benar-benar melakukannya."

"Ya, tentu saja. Aku tidak sekejam itu."

"Lalu, luka yang ada di tubuhnya?"

"Oh, itu? Kau ini sering nonton film tidak sih? Saos lah."

Tak lama

"KOMPENI!"

Adrianpun tertawa dengan aura hitam Russia mengelilingi dirinya.

-x-

vous êtes les bienvenus: You're welcome/sama-sama

eL : Oh, fic aneh apalagi yang eL buat? Sebenarnya eL sedikit ragu apakah 17 Agustus bisa dibuat sebagai ulang tahun Nesia-chan, tapi eL rasa tidak apa-apa kali y? Kalau aneh, tolong dikasih tahu ya?

Alfred : Oh, masa aku yang hebat ini hanya keluar sebentar? Tidak adil. Orang yang bukan Hero seperti dia bisa mendapat peran paling banyak? *menunjuk Adrian*

eL : Yah, biar bagaimanapun dia memegang peranan penting dibanding dirimu, Alfred.

Alfred : *pundung di pojokan*

Arthur : Kau memang author yang tahu bagaimana untuk menghancurkan perasaan orang.

eL : Well, aku kan belajar langsung dari orangnya *smirking*

Arthur : *smirking* Yah, kau memang murid yang hebat.

eL : eL juga mau ngucapin selamat puasa bagi mereka yang sedang melakukannya ya ^^

Review?