Naruto & One Piece Crossover by Xrenity
Wanted: Devil
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, sementara One Piece milik Eichiro Oda.
-ChapterStart-
'Hah.. Hah...'
Hujan deras membanjiri. Diantara dua buah bangunan, dan hanya diterangi oleh cahaya bulan sendiri, terlihat sebuah tubuh yang terbengkalai di tanah. Tubuh itu sangat kecil, terlihat seperti seorang anak. Besetan terlihat di sekujur tubuhnya, darah bersekujur menyelimuti sebagian besar tubuhnya.
Suara petir yang ditemani oleh kilat membuat mata sesosok itu terbuka dengan berat, hanya untuk menutupnya lagi karena hujan yang menempa matanya.
'A...pa... Apa.. Yang... Terjadi...?'
"Argh!" Teriaknya kesakitan, salah satu tangannya memegang kepalanya yang berdengung sakit, sementara yang satunya terlalu lemah untuk melakukan sesuatu.
Sebuah memori kemudian muncul di kepalanya.
"Monster..."
"Iblis..."
"Jauhi dia.."
"Aaakkk!" Ia berteriak lagi, memegang kepalanya. Sebuah perasaan kesepian muncul di hatinya. Kesakitan. Kemarahan. Kesedihan.
"A-aku tidak melakukan apa-apa! Maafkan aku!"
"Hah! Omong kosong! Bohong!"
Sebuah pisau kemudian menusuknya. Dan seolah seperti ini barusan saja terjadi, ia berteriak lagi, tetapi tidak ada suara yang keluar. Seolah tubuhnya sudah berteriak terlalu lama sebelumnya, dan kini terlalu lelah untuk melakukannya lagi.
"Keberadaanmu adalah sebuah dosa. Kau seharusnya tidak lahir! Kau tidak mempunyai tempat di dunia ini, iblis!"
Sebuah besi menghantam kepalanya. Ia memegang kepalanya dengan keras lagi. Kukunya yang tak terawat berhasil membuat kulit kepalanya berdarah, saking kerasnya ia memegang kepalanya, memohon agar semua kesakitan ini pergi.
"Hehe... Otou-san dan Kaa-san suka melakukan ini, bukan? Kalau kita melakukan ini, Otou-san dan Kaa-san akan semakin mencintai kita! Mati saja kau, monster!"
Sebuah hajaran yang tidak berhenti selama berjam-jam, ia tidak tahu kenapa anak-anak itu tidak berhenti karena bosan atau lelah. Kepala, tangan, kaki.. Semuanya kena. Untuk seorang anak kecil, mereka sangat kuat.
Sebuah air mata keluar dari matanya, tetapi yang ia lihat terjatuh di tanah adalah darah. Tangisan darah... Apakah ia sudah menghabiskan semua air matanya?
"Maaf Naruto-kun, tapi para penduduk benar. Aku mencoba menyayangimu... Mencoba mengabaikan apa yang kau lakukan kepada istriku... Tetapi, ini terlalu besar.. Aku sudah tidak... Aku sudah tidak bisa lagi..."
Hatinya merasa tertusuk. Pengkhianatan memanglah menghancurkan hati, benar apa yang dikatakan orang. Ia kemudian mengingat sebuah hajaran. Hajaran penuh dengan teriakan amarah yang terpendam. Hajaran yang dipenuhi amarah selalu yang tersakit, ia mengingat dari pengalaman.
Air mata— tidak, darah mengucur dari matanya. Memegang kepalanya makin keras, ia berharap semua ini berakhir. Semua kesakitan ini... Semua rasa ini... Lebih baik semuanya berakhir. Kematian sepertinya lebih baik daripada semua ini.
"Ah, ada seseorang disana! Teriakan itu berasal dari sana!"
"Seorang anak!"
Ia mendengar deru kaki menuju kearahnya. Matanya melebar, jantungnya berdetak keras. Ia mencoba untuk berdiri, mencoba untuk kabur. Tapi badan ini sudah berada dibatasnya.
'Ampuni aku! Tolong! Jangan lagi!'
"Astaga! Seorang anak!"
"Luka-luka ini... Siapa yang tega memberikan luka kepada anak ini?!"
Ia menutup matanya, menantikan sebuah hajaran. Tusukan. Hantaman. Lagi-lagi pura-pura berperilaku baik untuk memberinya harapan, hanya untuk menghancurkannya berkeping-keping nanti.
"Apakah kau ingin bermain dengan kami?"
Sebuah senyuman, yang memberikan harapan di hatinya. Ia mengangguk dengan antusias.
Selama berhari-hari, ia bermain dengan mereka, dengan senyuman di wajahnya. Untuk pertama kalinya, ia bisa senyum dan tertawa sebebasnya.
"Kazumi-chan! Tunggu aku!"
"Kau lambat, Naruto-kun! Soji dan Mako sudah menunggu kita!" Perempuan itu tersenyum padanya. Senyuman itu. Tawa itu. Itulah satu-satunya cahaya di dunia gelapnya.
Ia akan melakukan segalanya untuk menjaga semua itu.
Tetapi, beberapa hari kemudian...
"Ah, si monster.. Ini dia."
Sebuah kerumunan berada di depannya. Ia melihatnya dengan wajah takut. Anehnya, Soji, Mako dan Kazumi berada di kerumunan itu. Apa mereka tidak takut?! Orang-orang itu...
"Kita sudah memberikanmu kesempatan. Kebaikan. Walaupun begini, aku orang baik, kau tahu. Aku ingin seorang anak merasakan kebahagiaan sebelum..."
Keringat dingin mengucur dari tubuhnya ketika melihat pandangan itu.
"...aku membuhmu!"
Ia melebarkan matanya, rasa takut mulai kembali di hatinya. Ia melihat kearah tiga sahabatnya. "Mako! Soji! Kazumi! Lari dari orang-orang itu!"
Jantungnya berdetak kencang, dan perasaannya mulai tidak enak ketika melihat Soji dan Mako menyeringai, sementara Kazumi hanya menatap kebawah, tidak ingin melihat apa-apa.
"Kau tahu monster, aku sudah capek dengan semua ini.. Berpura-pura menjadi temanmu sangat memuakan!"
"Kau bahkan tidak bisa melakukan apa-apa, demi Kami-sama! 'Soji, ayo main ini' 'Mako, ini itu apa?' 'Kazumi, kau sedang apa?' semuanya memuakan! Kau sangat tidak berguna!"
Ia merasakan seolah sebuah pedang menusuk hatinya. Badannya menjadi kaku, tidak bisa bergerak.
"A...apa... Apa... Maksud semua i-ini? Ka-kau bercanda ka-kan.. Soji? Mako? Ka-kazumi?"
"Oh, ayolah. Tanganku sudah ingin darah! Apa kau tidak lihat, kau sampah, kalau semua ini hanyalah tipuan?! Aku menyuruh mereka bertiga untuk berpura-pura berteman denganmu, agar kau kembali kepada dirimu yang dulu daripada selalu takut dan paranoid! Kita jadi tidak bisa menyerangmu jika kau selalu lari kepada Hokage! Semua ini agar kau kembali menjadi idiot yang dulu! Semuanya, ayo bunuh dia!"
Tubuhnya kaku. Ia tidak bisa bergerak. Matanya mengeluarkan tangisan, melihat kearah Mako dan Soji yang memegang sebuah pisau, berlari kearahnya.
"STOOOP!"
"Kazumi..." Ia menatap ke perempuan itu, yang mempunyai tangisan di wajahnya. Ia sudah berjanji untuk menjaga senyuman itu.. Tawa itu.. Apakah Kazumi juga...?
"A-apa maksud semua ini?! Ka-kalian tidak bilang kalau kalian ingin menyakiti Naruto-kun!"
"Kazumi! Apakah kau tidak tahu?! Dia ini monster! Dia ini iblis! Sampah masyarakat! Dia ini tidak pantas untuk melangkah, berdiri, duduk, bahkan menghirup udara yang sama dengat kita! Bahkan ia tidak pantas untuk hidup di dunia ini!"
"Ka-kalian hanya membayarku untuk berteman dengannya, dan kemudian membawanya kesini... Kalian tidak bilang kalau kalian akan menyakitinya!"
"Kau perempuan bodoh!"
Naruto melihat kearah Kazumi dengan mata basahnya yang melebar. Jadi Kazumi selama ini dibayar untuk berteman dengannya... Soji dan Mako juga.. Tentu saja.. Ia hanyalah seorang iblis.. Seorang monster.. Siapa yang ingin berteman dengannya?
"...tapi, tanpa uang dari kalianpun, aku juga ingin menjadi teman Naruto-kun! Dia sangat baik, sangat ramah kepadaku daripada anak-anak lain di panti asuhan! Aku tidak tahu kenapa kalian memanggilnya dengan nama-nama itu! Naruto-kun, adalah temanku! Kalian tidak boleh menyakitinya!"
Naruro melebarkan matanya. Kazumi melihat kearahnya, walaupun wajahnya penuh dengan tangisan, Kazumi masih bisa memberinya sebuah senyuman.. Senyuman cantik yang selalu ia kagumi.. Tapi semuanya berbeda dengan semua tangisan di wajahnya...
"Tch. Gadis bodoh. Ijuu! Bunuh dia! Kita tidak boleh membiarkan pecinta monster hidup!"
Ia melihat salah satu orang di kerumunan, menghantam Kazumi dengan sebuah besi.
"Kazumi!" Ia berteriak, berlari kearah Kazumi.
"Kita masih ada urusan denganmu, iblis!"
Ia ditarik, dan dibanting. Sebuah hajaran lagi. Ia menahan sakitnya. Segala hantaman, tusukan.. Berapapun tulang yang patah, darah yang mengucur.. Ia mencoba bertahan. Demi Kazumi..
Ini adalah hajaran paling sakit yang ia terima, lebih karena ia bisa melihat satu-satunya orang yang bisa ia bilang teman, juga dihajar.
"To-tolong.. Biarkan.. Kazumi pergi..." Para kerumunan itu berhenti sesaat, terkejut sang iblis berbicara saat dihajar. Biasanya ia selalu diam dan menangis. "Dia tidak salah apa-apa... Hajar aku saja.. Daripada dia.. Tolong.."
"Tentu saja..." Naruto tersenyum, merasa kekhawatirannya sekarang sudah tidak ada. "...tapi, kenapa kita harus menerima permintaan seorang monster?!" Naruto melebarkan matanya.
Walaupun ia dihajar, Naruto tetap mengarahkan perhatiannya ke Kazumi yang menangis, menggumamkan namanya, tetapi tidak menyerah, ataupun minta maaf soal perkataannya.
'Maaf Kazumi.. Aku membawamu ke semua ini...'
Ia melebarkan matanya, ketika orang yang menghajar Kazumi, mengeluarkan pisau dan menusukannya ke dada Kazumi.
"KAZUMIII!"
Tubuh Kazumi terjatuh. Orang yang menghajar Kazumi menendangnya lagi, sebelum kemudian pergi, terlihat bosan.
Mengabaikan hajaran yang ia terima, ia melihat kearah Kazumi, yang menghadap kearahnya. Senyuman masih terlihat di wajahnya, dan sebelum ia menutup matanya, Kazumi menggerakan mulutnya.
Naruto melebarkan matanya lagi.
Tidak ada suara yang keluar, tetapi Naruto tahu.
'Aishiteru.'
Tangisan mengucur dari mata Naruto, entah untuk yany keberapa kalinya.
'Kazumi... Kazumi.. Kazumi...'
"KAZUMIII!"
Hatinya terasa hancur, terasa lebih sakit dari semua luka ini.
"Hey nak, apa kau baik-baik saja?!"
Ia merasa tubuhnya diangkat.
"Jika kita telat menemukan anak ini, anak ini akan mati!"
"Kita harus membawanya ke dokter! Asama-san adalah satu-satunya dokter di pulau ini!"
"Baiklah, tunjukan jalannya, Olvia! Anak ini sudah kehilangan darah sangat banyak!"
"Maafkan aku Naruto, tetapi, ini salahmu sendiri... Kau hanyalah monster. Iblis. Sampah. Sebuah kesalahan. Aku akan menjualmu ke perbudakan."
Matanya melebar dengan takut.
"Muahahaha! Sangat bagus! Bisa aku bawa anak ini?"
"Tentu saja. Dia hanyalah sampah di desa ini."
"Tentu! Tentu! Baiklah, terimakasih atas hadiahnya, aku akan pergi sekarang. Sebuah kehormatan bisa melakukan bisnis ini denganmu... Yondaime-sama."
-LineBreak-
"Nee, Kazumi-chan, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tentu, Naruto-kun. Kau bisa menanyakan apa saja yang ada di pikiranmu."
"Apa itu.. Aishiteru?"
"Eh? Kenapa kau menanyakan itu?"
"Entahlah..."
"Aku juga tidak tahu.. Tetapi aku sering mendengar Kirina-nee mengucapkan itu ke seorang lelaki..."
"Eh, apa itu artinya sesuatu yang bagus?"
"Mm... Aku rasa iya, karena Kirina-nee terlihat sangat bahagia dengan orang itu! ..eh, aha! Mungkin artinya 'aku menyayangimu'!"
"Hee? Benarkah? Jika mereka sangat bahagia, apa mungkin itu artinya, 'aku akan selamanya menjadi temanmu!' mungkin?"
"Hehe.. Apapun artinya, aku yakin itu adalah sebuah kata yang diucapkan dua orang yang saling menyayangi!"
"Um.. Apa kau akan mengucapkan itu padaku?"
"Tehee.. Mungkin!"
"Aww, jangan jahat padaku, Kazumi-chan!"
-LineBreak-
Ketika ia membuka matanya, kehangatan sinar matahari membanjiri tubuhnya, sepertinya dari jendela yang berada di sampingnya.
Ia merasakan badannya sangat nyaman.. Sangat empuk... Ia melihat ke suatu benda yang dijadikan tempat ia tidur.
Apakah ini yang namanya kasur? Ia pikir. Ia tentu pernah tidur di kasur.. Tapi saking sudah lamanya, ia sudah tidak lagi mengingat rasanya.
'Apa ini yang namanya dunia akhirat...?' Pikirnya. Ini jauh lebih baik dari yang ia pikirkan. Setidaknya, ia bisa bertemu dengan Kazumi lagi.
"Ah, Ohayou. Jangan terlalu banyak bergerak, lukanya akan kembali terbuka lagi. Aku menyarankan kau untuk tetap berbaring disana..."
Mendengar sebuah suara, matanya melebar. Hatinya berdetak kencang karena takut. Ia melihat seorang perempuan dewasa menghampirinya. Ia menutup matanya, menunggu hajaran yang akan dilakukan oleh perempuan ini.
Nico Olvia menatap kearah anak kecil yang terbaring di kasurnya dengan tatapan kasihan. Dari reaksinya, Olvia tahu hidup apa yang dialami oleh anak di depannya ini. Feeling keibuan mulai muncul. Tega sekali seseorang melakukan sesuatu pada anak sekecil ini.. Ohara adalah pulau yang kecil, Olvia bisa bilang setidaknya, ia mengetahui hampir semua orang yang berada di pulau ini, tetapi ia tahu, tidak tahu ada orang dari Ohara yang tega melakukan ini.
Menghampirinya dengan sebuah senyuman, Olvia mencoba menenangkan anak itu.
"Sshh... Tenanglah, aku tidak akan melukaimu.." Melihat anak ini masih tetap ketakutan membuat Olvia cemberut. Olvia mulai berpikir Neraka apa yang anak ini lewati, untuk bisa sangat takut dan paranoid seperti itu. "Aku tidak akan melukaimu, tenang saja. Tidak akan ada yang melukaimu. Orang-orang yang melukaimu sudah tidak ada... Aku hanya ingin berbicara padamu." Melihat setidaknya ketakutan anak ini bekurang, membuat Olvia tersenyum. Sebuah progress. "Siapa namamu?"
Mata anak itu melebar dengan takut, seolah jika ia mengatakan namanya, sesuatu akan terjadi padanya. Tetapi Olvia hanya tersenyum, menunjukan kebaikan pada anak itu.
"Namikaze Naruto..."
Sementara Naruto sendiri, melihat kearah perempuan aneh ini dengan curiga. Tidak ada yang pernah memberikannya kebaikan. Ketika ada yang memberinya, pada akhirnya ia akan dikhianati. Sementara ini, Naruto hanya mengikutinya saja, memastikan kalau ia tidak akan terlalu menempel pada orang ini. Semakin ia mulai menyayangi seseorang, semakin sakit pengkhianatan yang akan ia rasakan. Tetapi, melihat senyuman perempuan ini, mengingatkannya kepada Kazumi.. Sebuah senyuman hangat.. Senyuman itu tidak bisa membuat Naruto berperilaku dingin kepada perempuan ini, seperti yang selalu ia lakukan kepada orang yang baik padanya, setelah kejadian yang terjadi pada Kazumi..
"Ah, nama yang bagus! Maelstrom, bukan? Sebuah badai. Kau mempunyai nama yang keren, Naruto-kun! Aku adalah Nico Olvia, senang bertemu denganmu!" Olvia tersenyum. "Jika kau tidak keberatan... Bisa kau beri tahu darimana kau berasal, dan umurmu?"
Mata Naruto melebar sedikit, mendengar perempuan ini tidak langsung marah mendengar namanya. Tetapi, melihat bahwa ia juga menanyakan Naruto darimana ia berasal dan berapa umurnya, Naruto sudah menduganya. Tidak seperti anak lainnya, Naruto sangat perseptif akan sekelilingnya. Bisa dibilang ia observan, dan mempunyai pemikiran lebih tajam daripada anak seumurannya. Ini sangat penting bagi Naruto untuk menghindari hajaran yang akan ia dapatkan.
"Aku berasal dari Konoha. Dan umurku 5 tahun." Jawab Naruto dengan tenang.
Olvia mengangguk, sementara pertanyaan mulai muncul di pikirannya.
'Konoha? Aku tidak tahu pulau yang bernama Konoha, dan pekerjaanku sebagai arkeolog, aku sudah hampir ke segala pulau di dunia ini, tapi aku belum pernah mendengar sesuatu yang bernama Konoha...'
"Ah, baiklah. Bisa kau beri tahu dimana Konoha? Aku belum pernah mendengarnya.." Olvia berkata, sambil tersenyum malu.
Naruto mengedipkan kedua matanya. Ekspresi bingung terlihat di wajahnya. Bagaimana bisa orang tidak mengetahui Konoha? Konoha adalah salah satu dari 5 desa ninja besar, dan yang paling kuat juga, jika buku di perpustakaan bisa dipercaya. Bagaimana bisa orang tidak mengetahui tentang Konoha?
"Konoha terletak di Negara Api." Ucap Naruto, mengingat dari buku Geografi yang ia baca. "Salah satu desa Shinobi terbesar dan terkuat, Konoha sudah memenangkan 2 perang dunia ninja." Tambahnya, menambahkan perkataan dari buku sejarah yang pernah ia baca.
Olvia memiringkan wajahnya bingung. Negara Api? Shinobi? Ninja? Perang dunia? Apa maksudnya? Apa anak ini dari salah satu pulau terpencil yang orang-orangnya masih tidak mengetahui teknologi? Biasanya, orang-orang itu percaya bahwa mereka hanyalah satu-satunya suku di dunia, dan juga menganggap pulau mereka satu-satunya pulau di dunia. Mungkin saja. Tetapi Olvia tidak ingin bertanya terlalu banyak. Anak ini baru saja mendapatkan salah satu pengalaman paling buruk di hidupnya, kesehatan anak ini adalah yang terpenting.
"Kalau aku boleh tanya, dimana aku?" Tanya Naruto dengan sopan dan wajah yang datar, seolah takut jika ia tidak sopan ia akan dikeluarkan dari rumah ini.
Olvia tersenyum. "Kau berada di Ohara."
Naruto memiringkan kepalanya mendengar itu, karena ia tidak pernah mendengar tempat bernama Ohara. Sebelum ia sempat bertanya lagi, sebuah suara tangisan menginterupsinya.
Mendengar suara tangisan itu, Olvia mempunyai wajah khawatir, membuat Naruto mendeduksi bahwa suara itu adalah suara tangisan anak Olvia.
Olvia tersenyum pada Naruto. "Itu adalah Robin. Dia adalah putriku. Kau sebaiknya tidur lagi, Naruto-kun. Luka-lukamu itu belum sepenuhnya sembuh, dan jangan banyak bergerak juga. Aku akan menemani Robin sebentar. Ia suka menangis jika aku tidak bersamanya."
Olvia sepertinya sangat senang berbicara tentang Robin, tetapi ketika mendengar suaranya lagi, dia langsung keluar dari ruangan untuk mengurusi Robin.
Naruto merasa sedikit kecemburuan dari hatinya. Mendengar Olvia membicarakan Robin dengan penuh sayang dan kebanggaan. Matanya yang penuh cinta. Naruto ingin suara seperti itu dan pandangan seperti itu juga, jika seseorang berbicara tentangnya.
-LineBreak-
Sudah sekitar sebulan Naruto berada di sebuah tempat yang bernama Ohara ini. Naruto masih tidak boleh dibiarkan keluar rumah oleh Olvia dulu, karena lukanya sangat parah, tetapi Naruto diperbolehkan untuk keliling rumah.
Naruto mencoba mengabaikan kebaikan Olvia, takut jika Olvia mengkhianatinya, ia akan semakin sakit. Tetapi, kebaikan Olvia, senyumannya.. Semuanya terlihat tulus, Naruto tidak bisa lagi berperilaku dingin setelah hari ketiga.
Naruto juga bertemu Nico Robin, putri dari Olvia. Robin sangatlah imut, untuk seorang anak 1 tahun. Oh, dan juga pintar. Anak itu sudah bisa berdiri dan membaca, walaupun masih berumur 1 tahun. Dan sepertinya, Robin sudah menyukai Naruto dimomen ia pertama kali bertemu Naruto, membuat Olvia senang dan Naruto kebingungan. Olvia, karena Robin jadi mempunyai teman, dan Naruto karena ia tidak pernah melihat ada anak yang bisa menyukai keberadaannya.
Walaupun begitu, untuk berterima kasih untuk segalanya, Naruto berjanji kepada Olvia untuk membantu Olvia dengan hal apapun, ia akan melakukan apapun untuk Olvia.
Flashback
"Olvia-san,"
Olvia, yang sedang menggendong dan bermain bersama Robin, sedikit terkejut akan kedatangan Naruto, yang kini sedang bersujud kepada Olvia.
"Terimakasih atas segalanya, atas kebaikanmu. Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh orang lain... Dan karena itu, aku berhutang nyawa padamu. Aku akan melakukan apapun untuk membalasnya, Olvia-san!"
Olvia sedikit terkejut melihat itu. Naruto adalah orang yang dingin, dan melihat Naruto seperti itu.. Sangat berterimakasih membuat Olvia cemberut, karena tidak pernah ada orang yang sebaik ini pada Naruto.
Berjalan kearah Naruto, Olvia menurunkan Robin sebentar. Ia membungkukan tubuhnya, lalu mengangkat Naruto, membuat Naruto terkejut, dan langsung memeluknya dengan erat.
Mata Naruto melebar. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini... Dipeluk seperti ini.. Sangat hangat. Seperti seolah.. Disayangi.. Ia mengingat seluruh penderitaannya. Seluruh hajaran yang ia terima, seoluruh pengkhinatan yang ia terima, seluruh kata-kata kasar yang ia terima.. Seolah semua menghilang dengan pelukan ini. Ia memeluk Olvia balik dengan erat, mengeluarkan seluruh penderitaan yang ia tanamkan di hatinya.
Entah sudah berapa jam. Sudah berapa menit, ia menangis di pelukan Olvia. Ia tidak tahu kenapa monster sepertinya bisa bertemu orang seperti Olvia..
"Ssshhh... Naruto-kun, tenang saja, Kaa-san disini akan menemanimu.." Mendengar bisikan Olvia, mata Naruto melebar.
Kaa-san? Seorang Kaa-san..
Olvia sepertinya menyadarinya, karena ia langsung memeluk Naruto lebih erat.
"Kau bilang, kau akan melakukan apapun untukku, bukan? Bagaimana kalau kau membayarnya dengan.. Menjadi anakku?" Mata Naruto melebar. "Dan juga kakak untuk Robin. Bagaimana?"
Mata Naruto melebar tidak percaya. Perasaan hangat mulai menyapu hati dinginnya.
"A-aku..."
Sebelum ia bisa menjawab, ia merasakan seseorang memeluk kakinya. Ia melihat kebawah untuk mendapatkan Robin yang kini melihatnya dengan sedih.
"Onii-chan.. Jangan menangis.."
Naruto tersenyum mendengar itu. Tidak menyangka akan ada seseorang yang menyayanginya.
"A-aku... Aku akan menjadi anak dan kakak terbaik untukmu dan Robin, Olvia-san! Aku berjanji! Aku akan melindungi kalian berdua!"
Mendengar itu, Olvia tersenyum. "Harusnya aku yang mengatakan itu. Tugas seorang ibu adalah untuk menjaga anak-anaknya, kau tahu?"
Flashback End
Itu adalah hari terbahagianya. Setiap hari ia selalu menghabiskan waktunya bersama Robin, dan untuk menepati janjinya sebagai kakak terbaik, ia selalu mengajarkan Robin banyak hal. Sungguh, untuk anak satu tahun, Robin bisa sangat penasaran dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.
Karena pekerjaannya sebagai arkeolog, Olvia sangat sibuk. Pergi pagi, dan pulang malam. Kadang ia juga bisa pergi berhari-hari, tetapi ia selalu memberitahu Naruto dan memastikan bahwa ada orang yang ia percayai untuk mengawasi Robin dan Naruto. Jika mempunyai waktu luang sedikit, Olvia selalu menghabiskannya dengan Naruto dan Robin.
Naruto kini sedang berada di kamarnya. Di sampingnya ada Robin, yang membaca sebuah buku cerita yang diberikan Olvia, sementara Naruto disampingnya, ikut membaca bukunya.
"Nii-chan, wajah Norland sangat lucu." Ucap Robin, menunjuk kepada salah satu ilustrasi buku itu. Naruto terkekeh.
"Mmm, tetapi tidak selucu wajahmu, Imouto-chan." Naruto mencubit pipi Robin, membuat Robin cemberut dengn lucu.
"Mou... Nii-chan, Robin sudah besar! Tidak ada cubit-cubitan lagii!" Seru Robin, memberikan sebuah glare kepada Naruto. Dengan cemberutnya dan glarenya, Robin semakin terlihat lucu dimata Naruto.
Naruto mengusapkan rambut Robin, membuat Robin cemberut lagi. "Kau masih satu tahun, Imouto-chan." Robin semakin cemberut.
Sebelum Naruto bisa melanjutkan bermain bersama adik kesayangannya, sebuah suara yang memanggilnya terdengar.
"Naruto-kun!"
Suara Olvia, yang berada di ruang tamu mencapai telinga Naruto. Naruto langsung saja berdiri untuk pergi kearah Olvia memanggilnya.
"Tunggu sebentar, Imouto-chan. Sepertinya Kaa-san membutuhkanku." Robin mengangguk mengerti dan kembali membaca bukunya.
Hari ini, Olvia berada di rumah. Walaupun begitu, ada seorang tamu yang adalah teman kerja Olvia. Mereka mendiskusikan sesuatu, dan yang daritadi Naruto dengar adalah Poneglyph, Abad Kosong, dan nama sebuah pulau.
Sampainya ke ruang tamu, ia melihat ibunya, Olvia, tersenyum hangat kearahnya. Dihadapannya, ada seseorang.
Ia adalah seorang lelaki yang mempunyai aura menakutkan. Posturnya cukup besar, wajahnya terlihat menakutkan. Sebuah tato X sepertinya menyelimuti setengah wajahnya. Naruto tidak tahu itu adalah tato atau bekas luka.
Menundukan dirinya kearah orang itu, untuk menunjukan hormat, ia tersenyum kearah ibunya.
"Apa ada yang bisa kubantu, Kaa-san?" Tanya Naruto.
Olvua tersenyum, dan menunjuk kearah tamunya. "Naruto-kun, perkenalkan. Ini adalah Dragon, dia adalah orang yang membantuku menyelamatkanmu pada saat hari itu. Berterimakasihlah kepadanya."
Mendengar itu, mata Naruto melebar. Ia langsung saja menghadap kearah lelaki menakutkan itu dan menundukan badannya dengan hormat.
"Terimakasih, Dragon-san. Aku berhutang banyak padamu." Naruto mengucapkan dengan penuh hormat.
Orang yang bernama Dragon itu mengangguk. "Tidak usah membungkuk, Naruto-san. Ini sudahlah tugasku."
Tetapi Naruto masih tetap membungkuk. "Tetap saja, aku berhutang banyak padamu, Dragon-san. Terimakasih banyak!"
Dragon mengangguk mengerti. "Kalau begitu, aku hanya bisa bilang sama-sama."
Naruto mengangguk, dan kembali berdiri lagi. Ia melihat kearah ibunya, Olvia.
"Baiklah, itu saja. Naruto-kun, bisa kau bawa Robin keluar untuk jalan-jalan? Aku yakin akan menyegarkan untuk kalian berdua untuk berjalan-jalan diluar rumah."
Mata Naruto melebar mendengar itu. Ini adalah pertama kalinya ia akan keluar rumah. Apakah aman? Bagaimana kalau ia kesasar?
"Aku percayakan Robin padamu, Naruto-kun." Mendengar ada seseorang yang sangat percaya padanya membuat Naruto senang.
Naruto mengangguk. "Baiklah!" Dan dengan itu, ia langsung keluar dari ruang tamu untuk memberitahu Robin.
Memastikan Naruto sudah keluar, Olvia kembali menghadap kearah Dragon.
"Dia adalah anak yang baik." Ucap Olvia dengan senyuman.
Dragon mengangguk. "Aku bisa lihat itu." Sebuah ekspresi terganggu terlihat di wajah Dragon. "Tapi ada sesuatu yang mengangguku..."
Olvia menaikan alisnya. "Ada apa?"
"Aku tidak menyadarinya saat kita pertama kali menolongnya, tetapi..." Dragon berhenti. Bingung untuk memberitahunya. "Ia mempunyai Haki yang sangat besar untuk anak seumurannya." Mata Olvia melebar karena terkejut. "Bukan Haki... Ia mempunyai sesuatu, tetapi itu bukan Haki..."
"Apa maksudmu?" Olvia bertanya, tidak mengerti.
"Ia mempunyai suatu energi. Seperti Haki, tetapi tidak bisa dibilang Haki. Jika aku bilang Haki adalah sebuah minyak yang mengalir dalam tubuh, maka apa yang di ada di dalam tubuh Naruto adalah api."
Mata Olvia melebar. "Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Olvia, khawatir akan Naruto.
Dragon tersenyum. Jika orang biasa bangga bahwa anaknya akan menjadi seseorang yang kuat karena mempunyai banyak Haki, Olvia malah khawatir. Karakteristik ini yang membuat Dragon bisa bilang bahwa Olvia adalah temannya.
"Dia akan baik-baik saja." Ucap Dragon. "Tapi jika dia tidak mengontrolnya, itu mungkin akan berbahaya bagi orang sekitarnya. Ia akan tanpa sadar mengeluarkannya jika dia sedang dalam stress." Ia melihat mata Olvia melebar. Merasa khawatir akan Naruto. "Karena itu, aku berencana untuk mengajarkannya untuk mengontrolnya."
Olvia terkejut mendengar itu. "Apa kau yakin, Dragon? Kau adalah orang yang sibuk. Kau tidak perlu melakukan ini..."
"Tidak apa. Lagipula, aku butuh sedikit liburan."
-LineBreak-
Naruto melihat keselilingnya dengan pandangan penasaran, Robin di sampingnya, memegang tangannya dan berjalan dengan senang.
Ini tidak seperti desa Konoha, lebih kecil, dan lebih terasa sebagai desa. Tentu, Konoha bisa dibilang desa, tetapi lebih tepat bisa dibilang sebuah kota metropolis.
Desa ini dikelilingi oleh alam, membuat semuanya terasa sejuk, walaupun saat maratahari terik.
Desa ini tidak seramai Konoha. Tidak seperti di Konoha dimana segalanya ramai, disini bisa dibilang biasa-biasa saja. Terlalu ramai untuk dibilang sepi.
Naruto menyukai itu.
"Jadi, kau ingin kemana, Robin?" Naruto bertanya kepada anak kecil di sebelahnya ini, yang mempunyai senyuman bahagia di wajahnya, melihat keseliling dengan senang dan juga penasaran.
"Kaa-san pernah bilang tentang suatu pohon yang di dalamnya ada perpustakaan. Kaa-san bilang itu adalah kebanggaan Ohara.. Namanya pohon.. Ah.." Robin kemudian menggaruk-garuk kepalanya. Jelas sekali lupa apa nama tempatnya.
Naruto terkekeh. "Ah ya," Ucapnya. "Aku pernah mendengar soal itu dari Kaa-san. Perpustakaan itu merupakan perpustakaan terlengkap dan terbesar di dunia. Banyak arkeologis, sejarawan dan yang lainnya yang datang ke tempat ini karena perpustakan itu. Kalau tidak salah, namanya adalah Pohon Pengetahuan... Mungkin?" Naruto menggaruk lehernya, juga tidak ingat atas nama pohonnya.
"Kenapa kau ingin kesana, Robin?" Tanya Naruto. Tidak biasanya anak satu tahun meminta untuk pergi ke perpustakaan.
"Aku ingin membaca buku tentang akologi!"
Naruto memiringkan kepalanya. "Akologi?" Tanyanya kebingungan.
"Itu! Pekerjaan Kaa-san!"
Naruto terkekeh mendengar bahwa Robin masih belum bisa mengeja Arkeologi.
"Maksudmu arkeologi, Imouto-chan?" Naruto menggodanya.
Robin cemberut sambil menggembungkan pipinya. Rona merah berada di pipinya, malu atas kesalahannya.
"Ya, maksudnya itu." Wajahnya kemudian kembali bahagia. "Kaa-san selalu menceritakan petualangannya sebagai arkeologi! Aku juga ingin seperti Kaa-san!"
Naruto terkekeh mendengar itu, ia kemudian mengusap-ngusap kepala Robin. "Aku yakin kau akan menjadi arkeologis yang hebat, Imouto."
Pipi Robin bersemu merah mendengar pujian dari kakak tersayangnya. "Terimakasih, Onii-chan."
Naruro tersenyum. Ia kemudian melihat kedepan, mendapatkan sebuah pohon yang sangat besar. Jika perpustakaan terbesar dan terlengkap berada di dalam pohon, Naruto yakin itu adalah pohonnya.
-LineBreak-
"Apa ini?" Olvia bertanya, mengambil sebercak kertas dari Dragon. Ia membukanya, untuk melihat wajah Dragon. Sebuah poster Wanted.
Wanted
Dead or Alive
DRAGON
600.000.000 B
Olvia melebarkan matanya melihat bounty Dragon.
"Aku akan pergi dari Ohara dalam seminggu. Ini akan terakhir kalinya kita bertemu tatap muka. Aku tidak ingin membahayakan Ohara dan dirimu lebih lagi. Menginvestigasi Poneglyph adalah satu hal, menginvestigasi Poneglyph dan kemudian mempunyai asosiasi denganku.. Kau akan dicari sampai keujung dunia, Olvia." Dragon dengan tenang mengucapkan sambil menyisipkan tehnya.
"Sebelumnya kau hanya mempunyai bounty sekitar 200 juta.. Untuk bisa naik sebanyak ini... Kau yang membuat kejadian itu bukan?" Olvia menyipikan matanya kearah Dragon.
Dragon mengangguk. "Ini saatnya Revolusionis bergerak.. Aku sudah muak melihat dunia penuh kegelapan ini. Semakin cepat kita bergerak, semakin cepat dunia ini untuk bersih dari kegelapan." Dragon dengan tenang mengucapkan.
"Tetapi.. Membunuh 10 Tenryubito, membantai satu batallion angkatan laut, dan juga satu Admiral. Apa kau tidak berlebihan, Dragon?!"
Dragon menyisipi teh yang disediakannya dengan tenang. "Kau bisa tenang. Aku sudah memastikan hanya membunuh yang pantas.. Aku tidak membantai satu batallion. Hanya melukai mereka. Kebanyakan dari mereka hanyalah amatir yang mengikuti perintah superior. Sebagian besar dari mereka memang ingin menjadi AL untuk membuat dunia lebih baik. Tetapi admiral itu..." Sebuah pandangan gelap terlihat dimatanya. "Tidak bisa dimaafkan."
Olvia menghela nafasnya. Dragon selalu saja membawa masalah. "Bagaimana dengan ayahmu? Dia tidak akan suka dengan ini."
"Dia menelponku dengan Den den mushi beberapa hari yang lalu. Memberikan omelan yang panjang, aku tidak bisa mengingatnya. Untungnya, tidak ada yang tahu nama panjangku, atau afiliasiku dengan Ayahku. Dia tidak akan kehilangan pekerjaannya." Dragon kemudian menghela nafasnya. "Kembali kepada topik yang membawaku kesini, apa kau sudah siap?"
Olvia menghela nafasnya. Ekspresi bermasalah terlihat di wajahnya.
"Kau tahu aku tidak bisa meninggalkan Robin dan Naruto, disaat seperti ini, Dragon..."
Dragon mengangguk. "Meninggalkan seorang anak adalah hal terberat untuk orangtua." Ucapnya. "Aku akan memberikanmu waktu setahun. Jika kau menolak, tidak apa-apa. Aku mengerti. Anak-anakmu lebih penting daripada sebuah Poneglyph."
Olvia mengangguk. "Beri aku waktu setahun."
"Jika kau sudah mempunyai jawabanmu, pakai ini." Dragon memberikan Olvia den-den mushin berwarna putih. "Den-den mushi putih, yang sinyalnya tidak bisa dilacak dan diambil."
Dragon kemudian berdiri dari tempat duduknya. "Aku akan kembali ke penginapanku, Olvia. Jika kau khawatir akan Naruto dan Robin, mereka ada di perpustakaan." Ucapnya, mendeteksi mereka berdua dengan Haki. "Dan tenang saja, besok aku akan memulai melatih Naruto untuk mengontrol Haki miliknya."
Olvia mengangguk, sedikit bingung kenapa Naruto dan Robin berada di perpustakaan. Ia kemudian menghela nafasnya, dan tersenyum. Sepertinya ia menulari kedua anaknya...
"Sampai jumpa, Dragon."
Dragon mengangguk.
-LineBreak-
Naruto melihat kearah buku Geografi yang berada di depannya dengan mata melebar. Membaca halaman per halaman, ia semakin tidak mengerti jika buku ini adalah fiksi atau tidak.
Tentu ia tahu ia bukan di Konoha lagi. Ia bahkan tahu kalau ia bukan lagi di negara api.. Tetapi ini?
Seolah ia berada di dunia baru.
Menurut peta, dunia diselimuti oleh laut, dan juga beribu-ribu pulau kecil. Satu-satunya benua yang ada disini dinamakan Red Line, yang memanjang dari ujung ke ujung, memisahkan kedua lautan.
Lautnya terdiri dari East Blue, West Blue, South Blue dan North Blue. Jangan lupa juga Grand Line, area yang sangat terkenal.
Ohara terletak di West Blue, dan adalah sebuah pulau kecil, Naruto membacanya.
Jika ada Ohara disini, berarti ini mungkin benar. Buku ini terlalu realistik untuk dibilang fiksi.
Tetapi.. Walaupun dunianya penuh dengan ninja dan perang, bukan berarti tidak ada orang pintar di dunianya. Banyak orang di dunianya pergi ke laut bertahun-tahun, untuk tahu apakah ada benua lain. Tetapi mereka selalu kembali dengan jawaban yang sama.
Jadi, bagaimana bisa ia disini? Naruto bertanya. Apakah dia diteleportasi? Apakah ini dunia lain? Apakah ini reinkarnasi dari dirinya? Banyak pertanyaan.
Menyelesaikan buku Geografinya dengan cepat, Naruto mengambil banyak buku. Sejarah, Etika, Politik, adalah salah satunya. Jika ia ada di dunia baru, akan bagus jika ia mengetahui segalanya tentang dunia yang tidak familiar ini.
Memastikan Robin masih berada di sampingnya, membaca buku Arkeologis dengan kerutan di dahinya dan konsentrasi, Naruto terkekeh dan membuka bukunya.
Beberapa jam kemudian, Olvia datang ketika Naruto sudah hampir menyelesaikan buku sejarahnya. Ia terkekeh melihat Naruto dan Robin membaca buku mereka masing-masing dengan konsentrasi di wajah mereka masing-masing. Robin, jelas sekali sedikit kesulitan dengan membacanya, sementara Naruto terlalu serius di bukunya.
Naruto membaca buku sejarah, dan Robin membaca buku arkeologis. Olvia tersenyum, ia kemudian menghampiri mereka berdua. Melihat bahwa Naruto tidak membutuhkan bantuan, Olvia kemudian membantu Robin untuk membacanya.
"Kaa-san," Mendengar panggilan Naruto, Olvia mengalihkan perhatiannya ke Naruto. Naruto kemudian menunjukan bukunya kepada Olvia. "Kenapa tidak ada sejarah di tahun ini?" Tanyanya. "Ada jeda 100 tahun.. Apa buku ini tidak lengkap?"
Mendengar itu dan mengingat diskusinya dengan Dragon, Olvia mulai berkeringat dingin.
"Ya benar. Jeda 100 tahun itu, tidak ada orang yang mengetahuinya, karena tidak ada sama sekali artifak atau dokumen dari abad itu. Tidak ada orang yang tahu apa yang terjadi di tahun itu, itu merupakan salah satu misteri terbesar di dunia saat ini."
Naruto mengangguk, dan tidak menanyakannya lagi, kembali membaca buku sejarahnya.
Naruto sangat terbawa oleh sejarah yang ia baca. Pemerintahan Dunia, Marine, Bajak Laut.. Semuanya terdengar menarik daripada dunianya. 800 tahun yang lalu, 20 Kerajaan bertemu, dan membuat organisasi besar bernama Pemerintahan Dunia. Yang membuatnya tertarik adalah, ini semua terjadi setelah Abad yang tidak ada sejarahnya itu.
Untuk membuat 20 Kerajaan dunia bersatu, apa yang terjadi di Abad itu pasti sangat besar, sampai-sampai membuat 20 Kerajaan untuk bersatu.
Di dunianya, sebuah negara atau kerajaan bersatu jika ada sesuatu yang mengancam kedamaian dua kerajaan itu, dan akan bagus jika dua kerajaan itu bersatu untuk menjadi lebih kuat. Atau, setelah selesai perang, dua kerajaan itu bersatu karena mereka kehilangan kekuatan besar mereka, membuat mereka bersatu untuk menjadi lebih kuat.
Apa yang terjadi di abad itu pasti sangat besar, untuk bisa membuat 20 Kerajaan bersatu..
Beberapa jam kemudian, Olvia dan Robin pulang terlebih dahulu. Naruto memutuskan untuk menetap, untuk mencari tahu banyak lagi informasi tentang dunia ini. Ia sudah mengetahui sejarah, etika, politik, jenis tumbuhan dan hewan dunia ini. Masih banyak lagi buku di perpustakaan yang terlihat menarik.
Naruto sudah berjanji untuk pulang sebelum makan malam.
Naruto kemudian membuka sebuah buku, yang berjudul Buah Iblis.
-LineBreak-
Ketika Naruto keluar dari perpustakaan, ia mempunyai dua buku di tangannya. Langit sudah mulai gelap. Staff perpustakaan, Clover-san, yang juga adalah teman dari ibunya, melihat Naruto berada di perpustakaan dari pagi, dan masih belum pulang juga, membiarkan Naruto meminjam buku dari perpustakaan. Tidak biasanya perpustakaan ini meminjamkan buku, karena sangat berharganya dan langkanya buku yang ada di perpustakaan. Naruto berjanji pada Clover-san untuk mengembalikan bukunya besok.
Desa sudah mulai sepi, walaupun masih ada beberapa orang di luar. Restoran masih buka, dan toko-toko penting lainnya pun juga.
Ketika di perjalanan rumah, Naruto berhenti di depan sebuah toko, melihat salah satu barangnya yang terlihat dari kaca.
Kaizen The Blacksmith
Adalah nama tokonya. Ia melihat salah satu pedang disana. Sebuah memori langsung muncul, ketika ia pernah dihajar, dan salah satunya pernah menusuknya memakai sebuah pedang.
"Bagus, bukan?"
Sebuah suara membuat Naruto terkejut, dan langsung memutar badannya ke belakang. Jarang sekali ada seseorang yang bisa diam-diam berada di belakangnya. Bertahun-tahun menjadi seorang paranoid yang harus berhati-hati, Naruto sudah mempunyai insting jika ada seseorang di belakangnya.
Tamu Olvia tadi, Dragon, berada tepat di belakangnya, menatap kearah pedang yang terlihat disana.
"Pedangnya terlihat bagus," Naruto berkata.
Dragon menggeleng. "Bukan bentuknya, melainkan bendanya. Benda yang bisa dipakai untuk melindungi, tetapi juga bisa dipakai untuk menyerang. Itu adalah definisi sebuah senjata. Jahat atau baik, semuanya mempunyainya." Jawabnya. Dragon kemudian menatap kearah Naruto, "Katakan padaku, Naruto, apa yang akan kau lakukan dengan sebuah pedang?" Tanyanya dengan serius.
Entah kenapa Naruto kemudian mengingat Kazumi. Betapa tidak berdayanya ia untuk menyelamatkan temannya. Untuk melindungi Kazumi.
Wajah Olvia dan Robin mulai terbayang di pikirannya, dan ia mengepalkan tangannya.
"Jika menurutmu senjata adalah sesuatu yang dipakai untuk melindungi atau membunuh, maka aku akan memakainya untuk keduanya." Mata Naruto berubah menjadi dingin. "Karena untuk melindungi sesuatu, kau harus membunuh sesuatu. Untuk membunuh sesuatu, kau harus melakukannya untuk melindugi sesuatu. Keduanya berhubungan." Naruto menarik nafasnya. "Karena inilah dunia."
Dragon menaikan alis matanya mendengar jawaban aneh dari Naruto. Dan juga matanya... Lalu caranya mengatakan semua itu. Seolah Naruto mengatakannya dari pengalaman. Untuk seorang anak mengatakan pembunuhan dari pengalaman... Dragon mengepalkan tangannya. Dunia ini sudah terlalu gelap.
"Dan, apa yang akan kau lakukan kepada dunia ini? Walaupun kau masih kecil, aku mempunyai perasaan kalau dunia ini tidak seindah apa yang orang kira."
"Entahlah," Naruto tersenyum melankolik. "Aku ingin membawa perdamaian ke dunia ini.. Tetapi perdamaian hanyalah sesaat. Selama manusia masih mempunyai sesuatu untuk melawan satu sama lain, selama rantai kebencian masih ada, sulit akan terjadi apa yang namanya kedamaian."
"Rantai kebencian?" Dragon bertanya, tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Naruto.
"Kau membunuh seseorang. Teman yang orangnya kau bunuh akan menjadi benci padamu dan membunuhmu. Orang tersayangmu akan menjadi benci kepada orang yang membunuhmu, dan membunuh orang yang membunuhmu." Naruto menjawab. "Dan semuanya akan terulang terus, tiada henti sampai semua manusia di dunia ini habis. Aku ingin menghentikan itu."
Dragon mengangguk, menyadari apa yang dikatakan Naruto benar. Jika ada orang yang melihatnya, Dragon, membicarakan filsafat dunia dengan seorang anak 5 tahun, tidak akan ada yang percaya.
"Apa yang kau katakan memang benar." Dragon mengangguk. "Daripada disini terus, lebih baik kau kembali ke ibumu. Dia pasti sangat khawatir."
Naruto mengangguk. "Sampai bertemu lagi, Dragon-san."
Dragon mengangguk. "Kau juga, Naruto-san." Melihat Naruto berjalan, Dragon menyeringai. Tidak sabar untuk melatih anak itu besok.
-LineBreak-
Keesokan harinya, Naruro terkejut ketika Dragon datang mencarinya. Ia kira Dragon adalah teman kerja ibunya, jadi ia tidak menduganya Dragon akan mencarinya. Olvia terlihat mengekspekstasinya, sepertinya.
"Aku tidak ahli mengucapkannya.. Dragon akan menjelaskannya lebih detil, tapi aku tidak ingin kau pergi tanpa informasi." Olvia berkata kepada Naruto. "Singkatnya, kau mempunyai kekuatan. Dragon akan melatihmu menggunakan kekuatan itu."
Mendengar itu, Naruto terkejut. Apa yang dimaksud adalah chakra? Atau buah iblis? Tapi setahunya, ia tidak pernah memakan buah iblis, dan sebara banyakpun yang ia cari, ia sepertinya tidak bisa menemukan buku untuk chakra, jadi Dragon tidak mungkin bisa tahu Chakra.
"Kekuatan?" Naruro memiringkan kepalanya dengan bingung.
Olvia tersenyum. "Dragon akan menjelaskannya dengan lebih detail."
Naruto hanya mengangguk.
Naruto kemudian mengikuti Dragon keluar. Dragon hanya berjalan, seolah mengabaikan Naruto, sementara Naruto makin penasaran dengan kekuatan yang dimaksud.
Mereka mulai masuk ke dalam hutan, dan Dragon berhenti. Dragon membalikan badannya untuk menghadap kearah Naruto.
Naruto menatap kearah Dragon. Penasaran dengan semuanya, ia mencoba berbicara, tetapi ia tidak sempat.
Matanya melebar. Sesuatu seolah seperti menibannya, mencoba membuatnya jatuh. Sebuah tekanan seperti ingin menjatuhkan Naruto. Naruto mengeluarkan keringat dingin, tetapi ia tidak menyerah pada tekanan itu, dan tetap mencoba berdiri. Tekanan itu menambah semakin besar.
'Aku tidak bisa bernafas... Apa.. Apa ini?!'
Naruto tetap tidak menyerah, tidak ingin kalah dengan tekanan ini, sampai pada akhirnya, beberapa menit kemudian, tekanannya menghilang.
Naruto mengambil nafasnya dengan lelah.
"Itu adalah Haoshoku Haki. Kekuatan untuk mengalahkan tekad seseorang." Dragon mengucapkan. "Membuat seseorang menjadi lemah. Orang yang tidak mempunyai tekad yang kuat akan jatuh, atau pingsan. Kau mempunyai tekad, itu pertanda kalau kau bisa menggunakan Haki. Orang yang sangat kuat memakainya untuk mengalahkan puluhan.. Ratusan.. Bahkan ribuan orang tanpa bergerak sekalipun, itu adalah kekuatan dari Haoshoku Haki."
Naruto kembali mengambil nafasnya, mencoba mendengarkan dan mengertikan semuanya. Ia terkejut, mendengar penjelasan dari Dragon. Sesuatu yang dipakai untuk mengalahkan ribuan orang tanpa harus bergerak sekalipun..
"Jika kau langsung pingsan karena Haki itu, aku tidak akan melatihmu, karena itu akan membuang waktu. Orang yang tidak mempunyai tekad, tidak mempunyai Haki. Jika kau bisa menahan Haoshoku Haki menandakan kalau kau mempunyai tekad yang lebih bulat daripada majoritas orang, dan memberi tahuku kalau kau mempunyai potensial untuk menggunakan Haki."
Sudah bisa bernafas dengan normal, Naruto melihat kearah Dragon.
"Apa itu Haki?"
"Sebuah kekuatan misterius yang ada di dalam semua manusia. Misterius, karena kita tidak tahu darimana asalnya. Kekuatan ini jarang, hanya yang kuat bisa memakainya. Alasannya karena jarang adalah kebanyakan orang tidak mengetahui Haki, atau, walaupun tahu tentang Haki, mereka menghabiskan seluruh hidup mereka tidak bisa membukanya."
Naruto mengangguk. Ini terdengar seperti Chakra. Apakah Chakra di dunia ini adalah Haki? Tidak, sepertinya. Auranya berbeda... Naruto tidak tahu kenapa, tapi ia tahu itu. Tinggal di desa ninja, ia tahu bagaimana rasanya ketika seorang mengeluarkan chakra. Ini berbeda.
"Ada tiga jenis Haki. Kenbunshoku Haki, atau indra keenam. Kemampuan sensor dan perseptif, bisa dibilang. Dilakukan untuk memprediksi gerakan lawan, melacak seseorang, dan mengetahui jumlah musuh. Bushosoku Haki adalah kekuatan yang bisa dibilang dipakai untuk bertarung. Sulit dijelaskannya, tapi ini adalah penguat. Menggunakannya ketika kau melakukan pukulan, pukulanmu bisa menjadi 10 kali lebih destruktif. Menggunakannya pada badanmu ketika kau terpukul, maka akan menjadi sebuah armor. Yang ketiga, adalah yang aku barusan. Haoshoku Haki adalah kekuatan untuk mengalahkan tekad seseorang, seperti yang aku sudah jelaskan. Kekuatan ini sangat jarang. Banyak orang yang bilang kekuatan ini hanya untuk orang terpilih. Banyak orang yang bilang juga jika kita memasteri kedua Haki lainnya, kita bisa membangunkan Haki ini."
Dragon kemudian menarik nafasnya dan melihat kearah Naruto. "Salah satu cara untuk membangkitkan Haki adalah latihan intensif bisa membangkitkannya, tetapi itu terlalu lama. Cara lainnya adalah extreme shock." Entah Naruto hanya membayanginya saja, tetapi tiba-tiba saja langit mulai gelap. "Dan salah satu cara untuk menerima extreme shock adalah... Kematian!" Tanpa Naruto sadari, Dragon kini berada di depannya. Jarinya membentuk sebuah sentilan. "Rasakanlah langsung kekuatan dari Bushosoku Haki." Dan dengan itu, Dragon menyentil Naruto.
Naruto menyangka banyak hal, tetapi dahi yang berdarah dan terpental sangat jauh tidaklah salah satunya.
"Latihan ini... Dimulai!"
-LineBreak-
Olvia melihat keluar dengan khawatir. Jelas mengetahui hujan yang terjadi ini adalah karena Dragon.
'Tolong jangan terlalu berlebihan... Dia hanyalah anak 5 tahun, Dragon.'
-LineBreak-
Naruto bersembunyi dibalik pohon, berusaha mengambil nafas. Luka sudah mulai terlihat di banyak tubuhnya, darah yang berada di tubuhnya mulai luntur karena hujan.
"Apa kau tidak bisa mengerti?! Dengan Kenbunshoku Haki, kau tidak bisa bersembunyi!"
Pohon yang Naruto hindari hancur, dan Naruto, yang berada di belakangnya, dengan tepat waktu bisa menghindari hantaman dari Dragon.
'Ini gila! Seolah dia benar-benar ingin membunuhku! Aku tidak bisa mati disini!'
Naruto kembali lagi lari. Rasa yang sudah tidak ada selama sebulan muncul lagi. Rasa takut atas nyawa sendiri. Rasa takut atas kematian.
Dengan insting, Naruto melompat ke kiri, tepat disaat sebuah petir menyambar tempatnya tadi. Naruto sangat tahu itu bukanlah kebetulan. Dragon mempunyai sesuatu kekuatan yang berhubungan dengan petir.
'Apa dia memakan buah iblis? Menjadi manusia petir?' Pikir Naruto.
Melihat silhuet di depannya, Naruto dengan refleks menghindar ke samping, tepat saat Dragon meluncur kearah Naruto. Tidak mengenai Naruto, tinjuan Dragon menghantam tanah, membuat tanah itu sendiri terbelah.
Naruto melebarkan matanya melihat itu. 'Jika terkena itu, aku akan mati!' Teriaknya dalam pikirannya. 'Bagaimana ini?! Aku akan mati! Apa mungkin dia salah?! Apa mungkin yang dia rasakan adalah Chakra, dan aku tidak mempunyai Haki sama sekali?! Aku bukan dari dunia ini!'
"Pathetic. Selalu lari. Apa kau akan menghabiskan seluruh hidupmu melarikan diri?" Suara Dragon membuat Naruto berhenti. Ia merasakan sebuah ketakutan ketika melihat Dragon melihatnya seolah ia adalah sampah.
'Perasaan ini lagi... Aku kira, semuanya akan berubah... Apakah aku memang benar-benar sampah?'
"Melarikan diri adalah tanda seorang pengecut. Dan seorang pengecut hanyalah membuang-buang waktuku." Dragon berkata, amarah terlihat di wajahnya. "Dari kata-katamu kemarin, aku kira kau adalah prodigy. Jenius. Kurasa ekspektasiku terlalu tinggi..." Dragon menghela nafasnya, jelas kecewa. "Segala pembicaraan itu tentang kedamaian dan rantai kebencian. Bagaimana kau akan menghentikannya jika yang kau lakukan hanyalah lari?!" Dragon menarik nafasnya. "Aku hanyalah satu orang, dari banyak orang yang akan menghentikanmu. Dan banyak dari mereka akan lebih kuat dariku!"
Naruto mengepalkan tangannya.
"Kau bilang, kau juga akan melindungi. Bagaimana jika orang sepertiku memutuskan untuk membunuh Robin dan Olvia? Apa aku harus membunuh mereka untuk memberimu motivasi?"
Mata Naruto melebar. Tangannya makin mengepal. Rasa ketidak berdayaannya saat ia melihat Kazumi mati mulai muncul.
"Kau bahkan tidak bisa melindungi mereka. Aku tidak perduli jika kau adalah anak Olvia atau tidak. Orang yang paling kubenci adalah orang yang bisa omong kosong. Orang sepertimu, lebih baik mati! Daripada menghindari segalanya, kenapa kau tidak menerimanya dan melawan balik?!" Dan dengan itu, Dragon meluncurkan dirinya ke Naruto.
Naruto mengepalkan tangannya dengan keras, sampai-sampai kukunya membuat telapak tangannya berdarah. Matanya menatap kebawah, rambutnya menutupi wajahnya.
Naruto menyadari semua yang dikatakan Dragon benar. Bagaimana bisa ia melindungi Olvia dan Robin seperti ini. Ia sangat lemah. Memori kematian Kazumi kembali ke pikirannya. Rasa ketidak berdayaan itu.. Rasa sakit itu...
Bagaimana jika orang seperti Dragon mengincar nyawa Olvia dan Robin? Ia sangat lemah. Ia hanya seorang sampah. Seorang iblis. Setan. Ia tidak pantas hidup. Selalu mempertanyakan atas eksistansinya.
"Aku akan tetap menganggap Naruto-kun sebagai temanku!"
"Aishiteru, Naruto-kun."
"Jadilah anakku.. Dan kakak untuk Robin."
"Daripada menghindari segalanya, kenapa tidak menerimanya, dan melawannya?"
Selama ini selalu kabur. Selalu takut. Selalu menghindar. Ia tidak pernah melawan balik, dan akhirnya, Kazumi terbunuh.
Naruto melihat kearah tinjuan, yang ia tahu sudah dikuati oleh Haki, kearahnya.
Ia tidak akan membiarkan kejadian yang sama terjadi lagi. Apapun yang terjadi, ia akan melawan. Demi orang yang ia sayangi, ia akan menerima kematian jika itu akan melindungi orang yang ia sayangi.
Ia melihat kearah tinjuan itu dengan determinasi. Tekadnya sudah membulat. Ia tidak takut mati. Ia adalah Naruto, anak dari Nico Olvia dan kakak dari Nico Robin. Ia akan dengan senang menukarkan nyawanya demi dua orang itu, dua orang yang memberi cahaya di kehidupannya yang gelap ini.
DAARR!
"Uhuk..."
Naruto memuntahkan darah dari mulutnya.
Dragon melebarkan matanya. Tinjuannya yang sudah dikuati oleh Haki sudah terkubur ke perut anak ini...
Tetapi kenapa ia tidak terpental?! Di belakang Naruto, pohon-pohon hancur, dan tanah terbelah. Tetapi kaki Naruto masih tertancap keras di tanah.
Naruto mengepalkan tangannya. Wajahnya terlihat sayu karena pukulan dari Dragon, tetapi determinasi terlihat di wajahnya.
"Aku..." Ucap Naruto, tangannya semakin mengepal. "AKAN MELINDUNGI MEREKA!"
Naruto mengayunkan tangannya yang terkepal keras ke perut Dragon.
Dragon diam saja, mengetahui tinjuan itu tidak akan mempunyai efek, karena tubuhnya kini sudah diperkuat oleh Bushosoku Haki.
!
Melebarkan matanya, Dragon untuk pertama kalinya sejak pertarungan, merasakan sakit.
"UGH!" Ia terpental jauh, menghancurkan pohon-pohon yang mencoba menghentikannya.
'Ini... Ini Bushosoku Haki, tetapi lebih poten dan keras!' Adalah pikiran terakhir Dragon.
Naruto melihat itu semua dengan lega. Tidak mempunyai kekuatan lagi, Naruto terjatuh pingsan.
-LineBreak-
Tok Tok
Mendengar suara pintu, Olvia meninggalkan Robin sebentar untuk menjawab pintunya. Hujan sepertinya sudah mulai berhenti, dan cahaya mulai menyinari Ohara lagi.
Ketika membuka pintunya, Olvia terkejut ketika mendapatkan Dragon, yang mempunyai noda darah di perutnya, dan Naruto, yang pingsan di tangan Dragon.
"Apa dia baik-baik saja?!" Olvia mengambil Naruto dari gendongan Dragon. Melihat banyak luka di tubuh Naruto, Olvia memberikan Dragon sebuah glare. "Sudah kubilang untuk jangan terlalu keras! Dia masih anak-anak, demi Kami!"
Dragon menyeringai. "Ia lebih baik dari baik-baik saja." Dragon dengan lelah mengucapkan, sebelum akhirnya terjatuh dan ikut pingsan.
-ChapterEnd-
AN: Ah... Story baru. Aku terbiasa nulis cerita bergenre romance dan humour, cerita light yang ceria(?), pertama kalinya aku nulis cerita adventure ini.
Untuk pairing, aku masih belum memutuskan untuk apa. Tetapi yang jelas, bakal ada beberapa perempuan yang mempunyai feeling romantik ke Naruto.
Yang sudah aku resmi putuskan adalah Robin dan Vivi. Yang lainnya, aku masih belum tahu.
Untuk pemberitahuan lainnya, ketika canon mulai Robin umurnya 28 tahun. Tetapi disini, aku akan membutnya lebih muda, pada saat canon, umurnya 20. Kalau begitu, ketika canon mulai, Naruto akan menjadi 24. Kejadian Ohara akan terjadi ketika Naruto berumur 12, dan Robin 8.
Dan untuk hal lainnya.. Manga dan One Piece yang aku baca dan tonton majoritas punya sub english. Jadi, maaf jika ada sedikit masalah dalam penamaan, seperti Tree of Knowledge, yang aku translate sebagai pohon pengetahuan dan Void Century yang aku translate sebagai abad kosong.
Untuk yang lainnya.. Sebenernya ga ada konfirmasi kalo Dragon bisa gunain Haki atau engga, lebih karena Dragon masih jadi salah satu karakter misterius dan masih belum bertarung. Tetapi aku positif kalo Dragon bisa gunain Haki.
Untuk kekuatan Naruto, aku masih bingung untuk ngasih Naruto buah iblis atau ngga. Aku rencananya ingin membuat Naruto sebagai master Haki, dan memakai Ninjutsu untuk bertarung. Tetapi untuk mengalahkan para monster dari One Piece.. Kayanya Naruto perlu buah iblis.
Hm.. Apalagi ya? Oh, jangan khawatir untuk alur yang lambat. Akan ada timeskip, tetapi tidak ada yang terlalu major. Aku akan mencoba menceritakan progress Naruto. Dalam 2-3 chapter, mungkin bisa langsung masuk ke Canon.
Baiklah, itu udah semua yang ingin aku sampaikan.
Ciao~
