Two Love Story
A Naruto fanfic (just for fun)
by Neko Darkblue
Naruto © Masashi Kishimoto
Genre: Family/Frienship/Romance
Warning(s):OOC, AU, Typo(s), crack pair (maybe), minim deskrip, abal, no bashing chara, dkl (dan kekurangan lainnya).
Happy Reading!
~PROLOG~
Kamis, 24 Oktober 2012, 08.00 AM
"Sasuke, aku tahu kau bukan orang yang ramah. Awww, sopan sekali kau memukulku, ehem. Aku ada urusan dengan klienku di London, dan karena Naruto masih berumur dua minggu, jadi aku tak mungkin mengajaknya ke London. Jadi, kutitipkan ia padamu, kau mau kan?" pinta Itachi pada adiknya dengan memasang wajah puppy-eyes yang membuat Sasuke jijik melihatnya.
"Kenapa tidak sewa baby sitter saja?"
"Karena waktunya sangat mendesak, kau tahu. Aku mendapat berita ini baru tadi pagi, dan nanti siang pesawat sudah akan lepas landas."
"Hhh.. baiklah."
"Arigatou Sasu-chan." Itachi lalau memeluk adiknya erat dan menepuk pundaknya sekali sebelum ia membantu isterinya –Naruko Uchiha- memasukkan koper-koper ke dalam bagasi taksi.
Selesai Itachi memasukkan koper, ia dan Naruko menghampiri Sasuke. Naruko langsung mengambil Naruto dari gendongan Sasuke. Ia mencium dahi Naruto cukup lama, entah kenapa air matanya menetes seolah ia takut akan berpisah dengan Naruto. Padahal, ia dan Itachi berada di Londong hanya tiga hari.
Itachi yang menyaksikan istrinya menangis mencoba menenangkannya dengan mengusap pelan punggung Naruko. Lalu, Itachi kembali menatap adiknya sambil tersenyum dengan merentangkan kedua tangannya seolah meminta Sasuke memeluknya. Meski ia tahu Sasuke tak akan mengabulkannya mengingat egonya yang sangat tinggi. Tapi... Itachi salah.
Itachi terbelalak mendapati Sasuke memeluknya sangat erat. Itachi pun membalas pelukan Sasuke sambil tersenyum. "Tak biasanya kau mau memelukku, terakhir kuingat waktu umurmu tujuh tahun. Apa kepalamu terbentur sesuatu Sasuke?" Sasuke hanya mengangkat bahu tak peduli.
Setelah Sasuke duluan yang melepas pelukannya, Naruko menyerahkan Naruto pada Sasuke. Lalu, Itachi dan Naruko memasuki taksi. Tapi, sebelum taksinya melaju menuju Konoha International Airport, Naruto menyempatkan untuk mengucapkan beberapa kata pada anak tunggalnya, "Naruto.. gomennasai ne, Kaa-chan harus meninggalkanmu, sebenarnya Kaa-chan ingin tetap di sini bersamamu. Tapi, karena Kaa-chan adalah sekretaris Tou-chanmu, jadi Kaa-chan harus ikut-"
"Bukannya kau takut aku kepincut wanita lain di London, hm?" seringai Itachi yang membuat Naruko memerah, karena tepat sasaran mungkin?
"Urusai! Pokoknya pesan Kaa-chan jangan pilih-pilih, makan yang banyak, jangan rewel ya. Kasihan nanti Sasuke-jiichan. Sayounara ne!" Naruko melambaikan tangannya pada Naruto dan Sasuke. Saat taksi yang mereka tumpangi melaju, Naruko segera menghapus airmatanya sebelum Itachi mengetahuinya. Meski, sebenarnya Itachi sudah tahu kalau Naruko menangis, ia hanya maklum dengan Naruko akan kondisinya.
~ O ~
Sasuke's POV
Entah kenapa perasaanku agak gelisah setelah Itachi-nii dan Naruko-nee berangkat ke London. Entahlah, mungkin hanya perasaanku saja.
Sabtu, 24 Oktober 2012, 10.30 AM
"Ooeek.. ooeek!"
Ah, sudah bangun rupanya. Merasa kalau Naruto lapar, segera aku ke dapur untuk membuatkannya susu. Saat menuang air hangat, dengan cerobohnya aku malah melamun hingga aku tidak menyadari kalau aku menuang air hangat ke botol sampai penuh. Bahkan, sampai airnya keluar mengenai permukaan kulit tanganku.
Triririririt.. triririririt..
Kurasakan handphone yang berada di saku celanaku berbunyi menandakan ada yang menelpon. Termos yang semula berada di tangan kananku segera kutaruh di meja dapur lalu mengangkat panggilan tadi. Klik.
"Moshi-mo-"
'Sasuke! Itachi dan Naruko kecelakaan pesawat setengah jam yang lalu.'
"Apa?! Apa benar Kaa-san?"
'Iya, coba kau lihat KonohaNews!'
Klik
Jadi ini maksud dari kegelisahanku tadi, Itachi-nii dan Naruko-nee. Dan yang paling membuatku cemas nanti, bagaimana dengan Naruto? Ia akan menjadi anak yatim piatu di usianya yang sangat belia. Ia akan kesepian. Kugelengkan kepalaku dengan asumsiku barusan. Baiklah mulai sekarang aku akan menjaga dan merawatmu, layaknya seorang ayah. Ya, itu janjiku pada Itachi-nii dan Naruko-nee.
~ O ~
Selasa, 27 Desember 2016, 07.00 PM
"Otanjoubi omedetou Hinata-chan!" seru seorang wanita berambut merah muda bernama Sakura Hyuga sambil menembakkan konfetti ke udara. Di sebelahnya, putri tunggalnya –Hinata Hyuga- tengah berdoa sebelum ia meniup lilin yang berada di atas kue ulang tahunnya yang ke empat.
Meskipun hanya memakai topi kerucut dan beberapa balon yang di tempel dinding ruang makan, Hinata –gadis cilik berusia empat tahun indogo pendek- cukup menikmatinya. Yah, meski cuma ia dan ibunya. Mungkin kalau saja ayahnya ikut ia akan makin menyukai pesta kecil-kecilan yang dibuat oleh ibunya.
"Kaa-san mana Tou-san? Kenapa Tou-san belum pulang?" tanya Hinata pada Sakura. Raut wajah Sakura yang semula ceria kini diliputi kesedihan sambil menunduk.
"Gomen, Hinata-" sesal Sakura. "Tapi, jangan khawatir, Tou-san pasti pulang." Sakura mencoba menghibur Hinata dengan memasang wajah ceria meski senyumannya palsu. Entah kenapa ada perasaan ragu ketika ia mengucapkan suaminya –Neji Hyuga- akan pulang.
"Etto, b-bolehkan Hina menelpon Tou-san?"
"Umm, baiklah."
~ O ~
Neji tersenyum tipis melihat boneka beruang besar yang berada di jok belakang mobilnya. Bukan karena ia tertarik dengan bonekanya. Tapi, karena boneka itu ia hadiahkan untuk putrinya yang tengah berulang tahun keempat.
Tiba-tiba handphonenya berdering menandakan ada panggilan masuk. Neji segera menjawab panggilan tersebut begitu mengetahui si pemanggil adalah anaknya sendiri. Klik.
"Moshi-moshi?"
'Tou-san kapan pulang?'
"Mungkin sebentar lagi sampai." Neji berbohong, padahal butuh waktu satu jam lagi untuk sampai di rumahnya.
'Pokoknya Hinata mau sekarang.'
"Tapi, Hinata-"
Karena lalai tak memperhatikan jalan, Neji tak mengetahui kalau lima meter dari depannya terdapat sebuah jurang yang curam. Minimnya pencahayaan juga membuat Neji tak mengetahui kalau ada jurang tak jauh darinya. Tanpa sempat menginjak rem, mobil yang dikendarai Neji terperosok ke jurang.
Neji membelalakkan matanya saat tahu tepat di depannya jurang yang curam. Ia berpikir, sebelum ia terjatuh, setidaknya ia ingin mengucapkan seuntai kalimat untuk keluarga yang menantinya di rumah.
~ O ~
'Tapi, Hinata-... Otanjoubi omedetou. Aishiteru Hinata Hyuga, aishiteru Sakura Hyuga. Sayonara minna.'
"Eh, T-Tou-san mau k-kemana? Kenapa mengucapkan s-selamat tinggal?"
Tuut... tuut...
~ O ~
Keesokannya
Hinata berdiri di depan sebuah batu nisan tempat ayahnya –Neji Hyuga- beristirahat untuk selamanya. Tangannya memeluk erat boneka beruang pemberian ayahnya. Tatapannya kosong. Ia menangis dalam diam. Sakura memeluk Hinata sambil menangis, mereka sangat terpukul dengan kematian suaminya. Air hujan yang membasahi tubuh mereka tak mereka hiraukan.
Setelah mengetahui ayahnya meninggal karena kecelakaan mobil hingga masuk ke jurang, ia sangat terpukul. Apalagi, ayahnya meninggal karena menjawab panggilan telpon darinya yang membuatnya berpikir kalau meninggalnya ayahnya karena salahnya.
Beberapa hari ke depan, Hinata selalu menyalahkan dirinya atas kematian ayahnya. Hinata yang biasanya murah senyum kini jarang tersenyum. Kalaupun ia tersenyum, itu hanya ditujukan pada ibunya, meski itu hanya senyuman palsu.
Berbagai usaha telah Sakura lakukan untuk mengembalikan senyuman manis milik Hinata. Sakura sangat ingin melihat senyumannya kembali. Bukan senyuman palsu yang kini Hinata berikan padanya. Itu semakin membuat hatinya sakit. Dan yang paling membuatnya kecewa adalah saat ia sebagai seorang ibu yang ingin menghibur anaknya untuk kembali ceria, namun apa daya, usahanya sia-sia. Pernah terpikir untuk mencari ayah baru buat Hinata, tapi Hinata menolaknya mentah-mentah.
~ O ~
Dan mungkin sebuah harapan untuk mengembalikan senyuman Hinata adalah seorang teman. Sakura tahu kalau Hinata selalu kesepian karena sejak balita Hinata tak pernah bersosialisasi dengan bermain dengan anak sebayanya. Hinata terlalu pemalu untuk membuka diri. Dan ia tahu, ia tak mempermasalahkan tentang teman, karena bagi Hinata asal ia bisa bermain dengan kedua orang tuanya, itu sudah cukup. Tapi, semenjak tragedi itu, bahkan sampai sekarang saat Hinata memasuki jenjang sekolah dasar, ia belum mempunyai seorang teman. Ia seperti menjadi pribadi yang mengisolasi diri dari lingkungan sekitar.
Dan disaat kalian kehilangan orang yang berharga, percayalah suatu saat kalian akan menemukan (lagi) orang yang kalian sayangi dan cintai, serta kalian anggap berharga orang itu. Dan bersabarlah, semua butuh proses. Karena, mulai saat ini, takdirlah yang akan mempertemukan kalian.
~ PROLOG END~
Chapter 1: You're Not Lonely
Senin, 6 Juli 2019, Sasuke's POV
Sasuke's POV
Aku Sasuke Uchiha. Pria mapan berusia 32 tahun. Status single parent, padahal belum menikah. Anakku atau yang sebenarnya adalah keponakanku bernama Naruto Uchiha, yang tahun ini berumur tujuh tahun.
Hari ini adalah tahun ajaran baru sekolah dasar 'Konoha Academy'. Aku datang ke sini untuk mengantar Naruto bersekolah. Rupanya ia mewarisi otak Naruko-nee karena ia berhasil masuk ke kelas 1B. Yah, kuakui itu lumayan daripada ke kelas 1D.
Naruto melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum lebar di depan gerbang sekolah. Sifatnya juga seperti Naruko-nee. Kubalas lambaian tangannya sambil tersenyum tipis. Ia sudah kuanggap sebagai anak sendiri meski ia hanya keponakanku.
"Jaa nee, Teme-Touchan!" teriaknya padaku yang sukses membuat senyum tipisku-namun-menawan- luntur seketika dengan cekikian orang-orang sekitarku. Alisku berkedut menahan amarah agar tak membalas teriakannya dengan berteriak 'Jaa nee, Dobe-chan!'
Sasuke's POV End
~ O ~
Naruto's POV
Dengan memasang senyuman super lebar aku berjalan menyusuri koridor sekolah baruku, 'Konoha Academy'. Begitu sampai di depan pintu kelas IB –kelasku- , aku segera masuk tanpa mengetuk pintu, hihihi.
"Ohayou... minna!" seruku lantang membuat beberapa anak terkejut.
"Kau, terlambat, Naruto. Lain kali, jangan terlambat." Ucap guruku –entah siapa namanya- yang memiliki codet di wajahnya, seperti preman saja. Tapi tatapannya lembut.
"Darimana kau tahu namaku?" tanyaku histeris, jangan-jangan dia-
"Hanya kau yang terlambat, Naruto." Jawabnya. Hhh.. syukurlah.
Karena aku hanya menemukan tempat duduk yang kosong di sebelah gadis berambut indigo pendek, kuputuskan untuk duduk di sebelahnya.
"Watashi wa Naruto Uchiha. Yoroshiku onegaishimasu!" kuulurkan tanganku padanya mencoba berkenalan. Tapi, bukannya membalas uluran tanganku, ia malah berkata nyaris pelan sekali. "Hinata Hyuga."
Baiklah, tak usah mempedulikannya. Dia yang rugi tak bisa berjabat tangan denganku yang keren ini.
~ O ~
TENG... TENG... TENG...
Bel istirahat berbunyi, saatnya makan bento buatan Teme-Touchan. Meski, selalu irisan tomatnya kubuang agar aku dikiranya menghabiskannya. Karena, dilarang makan di kelas, jadi aku istirahat di taman sekolah. Kududukkan pantatku dengan beralaskan rumput taman di bawah pohon sakura.
"Bagaimana dengan hari pertamamu bersekolah di sini, Hinata? Apa menyenangkan?"
"Biasa saja, Kaa-san."
"Eh?"
Samar-samar aku mendengar suara sese- ah, dua orang. Suaranya sepertinya dari balik pohon ini. Kuintip perlahan berharap agar tidak ketahuan. Rupanya seorang wanita muda berambut pink yang mengenakan jas yang khusus dikenakan para guru di sekolahku dan Hinata. Tunggu dulu, Hinata tadi memanggil wanita itu Kaa-san, jadi ibunya seorang guru di Konoha Academy.
"Apa kau sudah makan, mau Kaa-san suapi?" ibunya Hinata bertanya sambil tersenyum manis. Coba saja, Hinata juga tersenyum manis seperti ibunya, pasti cantik. Eh? Ngomong apa sih aku?
"Tak perlu, aku tak lapar. Lebih baik Kaa-san kembali ke ruang guru." jawab Hinata. Aku jadi kesal padanya. Dia yang masih punya ibu malah bersikap seperti itu pada ibunya. Padahal, di luar sana banyak sekali yang orang yang tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu dan ia malah menyia-nyiakannya.
"Baiklah, kalau itu maumu." Ujar ibunya Hinata lalu beranjak pergi meninggalkan Hinata. Setelah ibunya Hinata pergi, Hinata lalu menangis dalam diam. Tak ada suara isakan darinya. Kuberanikan untuk berbicara padanya, entah ia akan peduli atau tidak.
"Kalau kau mau ibumu menemanimu, kenapa kau tidak jujur saja padanya, bukannya mengusirnya. Apa salahnya? Kau menyakitinya-ttebayo!" ujarku sok menasehati.
"Aku memang menyakiti Kaa-san dari dulu, aku sudah tahu itu. A-aku selalu menyakiti orang kusayang." matanya berlinang air mata, meski kutahu ia menunduk.
"Setidaknya kau hargai perhatian ibumu. Apa kau tahu, di luar sana tak sedikit anak yang tak mendapat kasih sayng dari orang tua mereka –termasuk aku-. Dan kau malah menyia-nyiakannya."
"Sudahlah,kau tak tahu apa-apa tentangku. Kau tak usah ikut campur!" bentaknya. Tatapannya tajam. Sekarang aku tahu warna matanya yang sewarna dengan bunga lavender. Meski yang kulihat sekarang mata yang menampakkan kesedihan, penyesalan, dan amarah yang menjadi satu.
"Aku memang tidak tahu tentangmu. Itu pun karena kau mengasingkan diri, tak mau membuka diri. Apa kau takut untuk berteman? Tidakkah kau pikir kalau mempunyai teman itu menyenangkan? Satupun tak apa, asal teman itu mengerti tentang dirimu. Oleh karena itu, bagaimana kalau kau mau menjadi temanku?" kuulurkan tanganku sebagai tanda pertemanan untuk yang kedua kalinya. Berharap ia mau membalas uluran tanganku. Tapi, yang terjadi malah ia menampiknya dengan kasar.
"S-sebaiknya jangan berteman dengan seorang pembunuh sepertiku."
"Pembunuh?"
"Kalau saja aku sabar menunggu Tou-san pulang dan tak menelponnya saat sedang di perjalanan mungkin ia tak masuk jurang dan meninggalkanku dan Kaa-san. Semua orang akan membenciku bila tahu aku seorang pembunuh ayahnya sendiri."
PLAK!
Matanya terbelalak setelah kutampar pipinya. Apa-apaan itu katanya.
"Kalau kau mengatakan kau seorang pembunuh kau salah besar dan kau menyalahkan takdir yang sudah dibuat Kami-sama. Seharusnya bersyukur kau masih mempunyai seorang ibu yang menyayangimu dan tak sepertiku. Satu hal lagi, ibumu tidak membencimu." lelah berdebat dengannya, kuambil bentoku yang belum tersentuh lalu meninggalkannya sendiri. Biar saja, kurasa ia butuh waktu untuk merenungkan kata-kataku.
Naruto's POV End
'K-kaa-san tidak membenciku? Dan i-ini bukan salahku?' pikir Hinata. Setelah mendengar perkataan Naruto, pemikirannya tentang kematian ayahya mulai berubah. Dan sedetik kemudian ia sudah berlari menyusul Naruto lalu memeluknya.
Mata sapphire milik Naruto terbelalak kala ia merasakan pelukan yang erat pada tubuhnya. Naruto mendengar isak tangis si pemeluk. Naruto sudah tahu siapa yang yang memeluknya. Tak ada orang lain lagi selain ia dan Hinata di taman karena sejak sepuluh menit yang lalu bel masuk telah berbunyi.
"A-arigatou Naruto-kun, kalau kau tidak menyadarkanku, aku pasti akan seperti ini terus. Menyalahkan diri sendiri, tak menghiraukan semuanya. Tapi, kau membuatku sadar kalau aku aku tak sendiri." Hinata memejamkan matanya erat, 'Berteman dengan Naruto-kun pasti menyenangkan.' Pikirnya. "Nee, Naruto-kun mau tidak jadi temanku?"
"Tentu, tapi sebelum itu kita harus berkenalan dahulu. Dan, etto... bisa kau melepas pelukannya?" sindir Naruto pada Hinata sambil menyeringai yang langsung membuat Hinata memerah.
"G-gomennasai, Naruto-kun. A-aku.." Hinata kelagapan setelah memeluk Naruto.
"Tak apa. Kalau mau jangan sekarang, kita sudah telat-ttebayo!" sindir Naruto. Hinata sontak saja mencubit lengan Naruto yang mendapat ringisa dari Naruto.
"Naruto-kun, watashi wa Hinata Hyuga desu. Yoroshiku onegaishimasu." Ucap Hinata. Tangannya terjulur pada Naruto yang langsung dibalas oleh Naruto. Kali ini Hinata tersenyum manis membuat wajah Naruto memerah.
"Naruto-kun Uchiha." Naruto tersenyum lebar membalasnya hingga menampilkan gigi-giginya yang putih bersih. Naruto menggenggam tangan mungil milik Hinata. "Ayo, Hinata! Nanti kita terlambat."
"Kita memang sudah terlambat Naruto-kun."
"Eh iyaya, hehehe."
Tanpa mereka sadari seorang wanita tengah memperhatikan mereka sambil tersenyum. "Akhirnya kau punya teman Hinata. Sepertinya dia anak yang baik."
~ O ~
Naruto dan Hinata kini berada di kebun belakang sekolah. Dikarenakan mereka terlambat dua puluh menit saat pelajarannya Sakura-sensei, mereka dihukum memberi makan kelinci peliharaan sekolah. Hinata merasa ada yang aneh dengan ibunya yang mudah memaafkan orang lain karena masalah sepele, tadi saat ia dan Naruto terlambat mereka langsung dihukum. Di pikirannya ibunya akan berkata, 'Hari ini kalian boleh telat, tapi lain kali jangan diulangi lagi ya.' sambil tersenyum. Dan Hinata berani bersumpah kalau tadi ia melihat ibunya menyeringai setelah mengetahui yang murid yang terlambat hanya ia dan Naruto.
"ta-chan! Hinata-chan!"
"Eh Na-naruto-kun?"
"Kenapa kau melamun?"
"Ah, tidak."
"Ah, aku tahu. Jangan-jangan kau melamunkan tentangku ya, Hinata-chan." Hinata yang mendengar tuduhan Naruto tertawa kecil lalu mencubit lengan Naruto pelan.
"Dasar ge-er! Omong-omong arigatou Naruto-kun."
"Untuk apa?"
"Berkatmu, aku tidak kesepian lagi. Sebelum aku mengenalmu aku hanya bermain dengan benda mati. Bermain dengan Kaa-san mungkin hanya sebentar."
"Baka! Kau tidak kesepian-ttebayo. Ibumu masih sempat meluangkan waktunya untukmu meski cuma sebentar. Semenjak ayahmu meninggal, sekarang ibumu yang mencari nafkah, jadi semakin sibuk deh."
"Eh, benar juga."
.
.
.
~ To Be Continued ~
Hai, minna-san. Ini fanfic pertama saya, dan saya masih newbie. Jadi, maaf kalo abal, jelek, gak bermutu. Kritik / saran sangat dibutuhkan agar saya dapat memperbaiki kesalahan saya. Flame boleh asal bermanfaat.
Sekedar bocoran (kalo misalnya fanfic ini mau dilanjutin) chapter depan ada scene SasuSaku.
Ada yang bingung dengan ceritanya? Kalau mau tanya, silahkan lewat PM / review.
~ O ~
Chapter 2: Who the Boy Can Make My Daughter Smile Again?
Klik. Klik. Klik.
"Kawaii."
"Ano, apa anda Sakura-sensei?"
"Ya benar, ada apa?"
"Apa Naruto Uchiha sudah pulang?"
"Ah, etto... gomennasai ne. Ia sedang menjalani hukuman. Akan kupanggilkan."
~ O ~
"Ano.. sebagai permintaan maaf, bagaimana kalau anda dan Naruto-kun makan siang di rumah saya?"
"Aa, sepertinya ak-"
"Bisa-bisa, ayo Hinata-chan, Sakura-sensei, dan umm Sasu-Touchan!"
"Naruto!"
~ O ~
"Terima kasih pada putramu, karenanya Hinata kembali tersenyum setelah sekian lamanya. Dan maaf telah merepotkan. Yah, smeoga saja istri anda tidak marah karena saya."
"Tak apa, aku tak punya istri."
"Eh?"
~ O ~
Don't be a silent reader please, so don't forget to Review!
Note: kalau banyak tanggapan positif, akan saya lanjutkan, tapi kalau tidak ya, saya delete saja, daripada nyampah kan.
Jaa ne, minna-san!
Kiss and Hug
Neko Darkblue
