Hai hai hai. :DD #melambai-lambai tanpa rasa bersalah
Saya datang dengan fic ketiga saya, hohoho #readers : fic yg kmaren gmna woooy?
Ya ya ya, saya tahu fic saya yang kemaren blum tamat, tapi saya udah gatel buat ngpublish crta ini. hehehe jadi saya publish ini dan mungkin akan segera mengupdate fic saya yang kemarin #readers: heeeu author tak bertanggung jawab.
Gomen gomen :((
Pikiran saya sedang bercabang sekarang, ternyata tugas-tugas mulai menghantui saya—yang awalnya saya remehkan itu jadi terpaksa saya tidak bisa mengupdate cerita saya secepat biasanya. Harap maklum yaa minna :**
Happy reading ^^
Disclaimer : naruto belongs to Masashi Kishimoto-sensei. All or nothing belongs to Azure d'bee
Warning : OOC, freak, weird etc. Just read it and don't make it sense if u don't like it :)
Aku tahu, tidak ada yang bisa bertahan dengan seorang gadis yang merepotkan sepertiku, gadis yang hanya bisa menjadi beban karena harus menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda.
.
.
.
.
Aku menatap cermin berukiran kayu didepaku. Menatap pantulan bayangan seorang gadis cantik dengan gaun hijau tosca yang terjatuh indah mengekspos tiap lekukan tubuhku yang mulai beranjak meninggalkan masa-masa remajaku. Tidak lupa dengan lingkaran kalung platina yang menghiasi leher jenjangku yang tidak tertutupi gaun sutraku serta high heels tujuh sentimeter yang menyelimuti kaki mungilku dengan lilitan tali senada dengan gaunku yang membuatku kian menarik.
Aku berputar pelan untuk memastikan keseluruhan penampilanku sempurna. Aku tersenyum puas melihat sekali lagi gaunku, tidak sia-sia aku menunggu selama berbulan-bulan untuk mendapatkan gaun rancangan designer handal yang terkenal bukan hanya karena karya-karyanya yang mendunia tapi juga dengan senyum tanpa makna khas miliknya, Sai.
Aku kembali tersenyum mendapati sepasang mata emerald cerah tengah berbalik menatapku dengan rambut merah muda yang dibiarkan tergerai membingkai sempurna wajah mulusku. Pantas saja begitu banyak pria yang jatuh kedalam pesonaku. Aku begitu cantik.
Cantik.
Kata yang pas untukku bukan? Tidak bermaksud untuk sombong, aku hanya merasa percaya diri. Apa itu salah?
"Sakura, kau cantik sekali. Aku yakin ini pasti yang menyebabkan pria itu tergila-gila padamu." Suara lembut berdenting seperti sebuah lonceng yang tiba-tiba mengalun merdu ditelingaku,membuyarkanku dari kegiatan mematut diriku dicermin.
"Dia bukan pria yang seperti itu Okaasan." Aku menatap wanita setengah baya dengan warna rambut serupa denganku yang dengan pertaruhan nyawanya melahirkanku. Okaasan mendekat kearahku, membetulkan simpul yang terikat dibelakang pinggangku, membuat diriku sekarang terlihat lebih sempurna. Okaasan tersenyum menampilkan kedua lesung yang tercetak manis dipipinya. Meski sudah tidak muda lagi,kuakui Okaasan-ku ini masih sangat cantik dengan balutan long dress putih gading serta untaian kalung mutiara yang manis menggantung dilehernya.
"Ya, Otousan tahu, dia mencintai semua yang ada pada dirimu Sakura. Itu seperti sebuah kalimat yang tertulis jelas diwajahnya." Kali ini giliran suara rendah yang berasal dari pria bersetelan biru tua rapih yang berdiri diambang pintu mampir ke pendengaranku. Pria gagah itu melangkahkan kakinya mendekat, mata emeraldnya bertemu dengan milikku, walau lewat cermin aku tahu maksud dari tatapan itu, tatapan penuh kasih dari seorang ayah pada anaknya.
"Aku tahu itu Otousan." Senyum kembali mengembang diwajahku ketika bayangan wajah tampan itu selintas terbesit dibenakku—meski tidak pernah sedetikpun aku bisa melupakan mata onyx itu.
"Ayo kita turun Sakura, kurasa kita tidak bisa membuatnya menunggu lebih lama lagi dari ini." aku mengangguk pelan dan Otousan menekuk lengannya membentuk siku,tanpa bermaksud membuat Otousan dan 'dia' menungguku lebih lama aku segera melingkarkan tanganku pada Otousan dan segera berlalu dari ruangan tempatku berias tadi.
Pantulan heels-ku dengan lantai marmer dibawahku menghasilkan bunyi berdetum yang khas, seperti menjadi sebuah ketukan bagi jantungku yang berdebar. Aku merasakan seluruh kebahagianku berpusat pada hari ini,hari yang kutunggu-tunggu selama tiga tahun belakangan. hari dimana aku bersama 'dia' akan meresmikan hubungan kami, meski bukan didepan pendeta tentunya karena hari ini kami hanya akan bertunangan saja bukan langsung mengadakan upacara sakral yang sekali seumur hidup akan kulakukan.
Saling bertukar cincin—walau hanya dijari manis kiriku, mengikat satu sama lain. menegaskan bahwa dia milikku dan aku miliknya.
Otousan menuntunku menuruni tangga secara perlahan, ya harus perlahan jika tidak ingin aku jatuh tersungkur konyol dihari spesialku dengan ratusan orang memperhatikanku sekarang dari sebuah dorm dibawahku. Jujur, ini bukan hanya sebuah sebuah pesta pertunangan sederhana, tidak jika yang saling terikat sekarang adalah Haruno corp milik ayahku dan tentu saja Hatake corp milik pria berambut perak yang sedang menatapku kagum dengan tuxedo putih yang membalut raganya, memperlihatkan kegagahannya yang membius wanita-wanita disekelilingnya dan tidak terkecuali aku.
Akhirnya tiba juga langkah kami di anak tangga yang terakhir, Otousan mengangkat tanganku dan menaruhnya diatas telapak tangan pria yang sedari tadi tidak lepas menatapku yang sekarang tengah memposisikan dirinya memintaku secara hormat pada Otousan-ku.
"Kau cantik sekali Sakura." Pria itu membungkuk memberi hormat pada Otousan-ku sekaligus mendaratkan kecupan lembutnya dipunggung tanganku yang sekarang terletak nyaman didalam genggamannya.
Seperti mendapatkan sengatan ringan badanku sedikit menegang, ini bukan kali pertama Kakashi melakukannya tapi tetap saja sensasi itu tidak pernah berkurang sama sekali. Seperti itu adalah sesuatu yang baru untukku, dan mungkin akan selalu menjadi sesuatu yang baru untukku dengan sensasinya tersendiri.
"T—terimakasih Kakashi-kun." Aku tersenyum manis dan sedikit tersipu ketika mataku bertemu dengan mata yang berbeda warna itu, meski dengan sebuah luka yang memanjang dimata kirinya itu tidak mengurangi sedikitpun ketampanan dari pria didepanku, pria yang sangat kucintai dan mencintaiku.
Kakashi menarikku pelan menuju sentral dari dorm luas ini, aku mengedarkan pandanganku pada sekeliling ruangan, aku baru menyadari keindahan dekorasi yang susah payah diatur sendiri oleh Okaasan-ku dan Okaasan Kakashi selama seminggu belakangan ini.
Terdapat rangakaian bunga Hydrangea yang bagaikan bola salju di musim gugur. Kelompok bunga yang berbentuk bintang dengan warna-warna lembut pastel. Salah satu bunga yang akan muncul dalam buket dipernikahan karena mengandung makna kebahagiaan, dan karena itu juga bunga ini menjadi bunga kesukaanku selain dari bunga Sakura.
Kuharap aku benar-benar meraih makna bunga itu sekarang dan seterusnya bersama Kakashi.
Kakashi menghentikan langkahnya dan membuatku berhenti menikmati bola-bola kristal yang menggantung indah seperti buah anggur yang memancarkan sinar lembut keemasan diseluruh ruangan.
Tuan Hatake—Otousan Kakashi sekaligus calon ayah mertuaku berdehem pelan sebelum memulai pembicaraan formal pada seluruh orang yang kebanyakan relasi-relasi bisnis baik dari Otousan-ku ataupun Otousan Kakashi.
"Terimakasih saudara-saudara sudah menyempatkan diri untuk ikut merayakan kebahagian kami—" pria serupa dengan Kakashi tapi dalam versi yang sudah berusia mengangguk singkat kearah Otousan-ku yang membalas tersenyum ramah.
"—karena pada malam ini akan diadakan pertunangan antara Hatake Kakashi,anakku dan Haruno Sakura calon menantuku yang sangat cantik." Mata pria itu menyipit memandang kearahku karena bibirnya melengkungkan senyum untukku. Aku tersenyum menatap satu persatu orang yang hadir didalam pesta pertunanganku ini, menanggapi perhatian mereka yang sekarang terpusat pada diriku dan pria tampan disampingku. Aku melirik kearah Kakashi yang sama sepertiku memamerkan lengkungan bibirnya walau tidak selebar milikku.
Orang-orang yang hadir pada malam ini bukanlah tamu biasa, mereka semua adalah orang-orang penting di konoha, entah dia seorang petinggi negara seperti ketiga orang yang berasal dari keluarga Yamanaka itu, ataupun pengusaha-pengusaha handal seperti keluargaku. Karena tuntutan nama Haruno yang kusandang aku harus akrab dengan semua orang yang ada di dorm ini.
Sekedar membalas sapaan terlalu berlebihan dari pria blonde dengan tiga pasang garis yang menghiasi wajahnya —yang menurutku membuatnya mirip seperti kucing peliharaan sepupuku sasori, menemani anak perempuan dari keluarga Hyuuga untuk berlatih menunggangi kuda—dan jujur dia sangat payah akan hal itu, yang paling menyebalkan adalah aku harus menyeimbangi jiwa muda keluarga Might yang demi Tuhan tidak mengenal kata lelah untuk senam setiap pagi diakhir minggu,dan yang terakhir aku harus bertahan mendatapi tatapan datar dari pria berambut merah dengan tattoo aneh berwarna merah cerah yang terukir membentuk kata "ai" didahinya—aku tidak tahu dan tidak mau tahu untuk apa ia menanamkan kata cinta ditubuhnya—yang setiap sebulan sekali mengunjungi rumahku untuk mengecek kesehatan kami sekeluarga, dokter pribadi keluargaku yang benar-benar rendah ekspresi Sabaku no Gaara.
"Baiklah kita langsung mulai saja ke inti acara ini." suara tuan Hatake kembali menarik perhatian para hadirin yang sedari tadi sibuk menjadikanku dan Kakashi pusat tatapan mereka, ya berbagai tatapan yang menusukku, mulai dari tatapan cuek dari keluarga Uchiha hingga tatapan datar yang menerobos emerald-ku telak dari sepasang mata dengan lingkar hitam disekeliling matanya yang sama-sama emerald sepertiku, tapi dengan pancaran kontras yang berbeda karena miliknya terkesan kebih redup daripada punyaku. Aku merasa tatapannya saat ini agak berbeda, seperti tidak suka,eh? tapi entahlah aku tidak punya waktu untuk memikirkannya.
Kakashi mengambil kotak yang berlapisi beludru biru tua yang dibawa oleh Okaasan-ku, membukanya perlahan yang segera tersusul dengan kilauan keperakan yang berasal dari sepasang lingkar platina bertahtahkan berlian ditengahnya.
Kakashi meraih tangan kiriku, menggenggamnya halus selagi tangannya yang satunya mengambil salah satu cincin yang berukuran lebih mungil. Seperti ingin menikmati tiap moment yang indah ini Kakashi menggerakan tangannya perlahan, menjempit cincin platina itu dengan ibu jari serta telunjuknya yang senti demi senti kian ia dekatkan dengan jari manisku yang menanti.
Tubuhku bergetar pelan saat rasa dingin yang berasal dari logam platina itu kini menyentuh ujung jari manisku, Kakashi mendorongnya perlahan mendekati pangkal jariku. Semua orang begitu terbawa suasana,baik aku maupun Kakashi tidak ingin mengusik keheningan yang indah saat akhirnya cincin itu melingkar sempurna dijari manisku.
Aku benar-benar telah terikat sekarang, terikat benang merah kasat mata yang kuharapkan ujungnya tersimpul dijari manis milik pria didepanku kini yang tengah mengulurkan tangan kirinya kearahku. Menungguku melakukan hal yang sama sepertinya tadi.
Aku melirik kearah Okaasan-ku yang tersenyum sambil menyodorkan pasangan cincin yang sekarang telah menghiasi jari manisku, aku mencabut cincin itu dari tempatnya bersemayam semula—kotak beludru biru tua yang telah diberikan Okaasan pada pelayan dibelakangnya.
Seperti Kakashi, akupun tak ingin terburu-buru mengakhiri ritual tukar cincin ini. aku hanya ingin menikmati setiap detiknya perasaanku yang meluap-luap, seakan-akan kebahagianku tersedot habis pada hari ini, meski aku harap akan ada banyak kebahagian yang menantiku bersama Kakashi nanti.
Aku mendekatkan lingkaran platina itu kejari manis kiri Kakashi,aku menatapnya sekilas yang tengah memandangi jarinya, menanti cincin serupa dengan milikku akan membalut jari manisnya juga.
Aku tersenyum simpul, mengambil udara sebanyak mungkin untuk memenuhi rongga dadaku yang terasa menyempit karena jantungku sepertinya telah memuai oleh rasa kebahagiaan. Perlahan tapi pasti lingkar dalam cincin itu telah tergantung manis diujung jari manisnya dan disaat aku ingin mendorongnya masuk tanganku terlalu licin sehingga cincin itu jatuh mendarat kelantai marmer dengan bunyi berdenting yang terdengar kencang karena ruangan yang sunyi.
Semua orang menarik nafas mereka serentak tanpa aba-aba bersamaku, memperhatikan cincin itu bergelinding cepat menjauh dari tanganku. Semua mata mengikuti cincin itu yang berjalan seolah-olah ada rel kasat mata yang menggiringnya untuk menabrak sebuah sepatu hitam mengkilap milik pria berambut merah yang hanya bisa tertunduk menatap datar cincin yang berputar pelan sebelum akhirnya benar-benar berhenti dan jatuh terlentang.
Pria bermata emerald redup itu membungkukkan badannya untuk meraih cincin yang secara kebetulan yang aneh berhenti didepannya.
Drap drap drap.
Langkah pria itu menggema diseluruh dinding dorm, dengan tanpa ekspresi matanya menatapku tanpa memperdulikan sedikitpun tatapan tak suka dari Kakashi yang jelas-jelas menerpanya. Dengan tuxedo merah marunnya yang mengeluarkan aura ketampanan yang beku.
Dia tampan.
Aku meruntuki diriku sendiri akan kebodohan terkonyol yang pernah kulakukan, bagaimana bisa aku menjatuhkan cincin pertunanganku? kenapa harus berhenti didepan pria aneh yang menjadi dokter pribadi keluargaku itu? dan yang lebih parah masih sempat-sempatnya aku memuji ketampanan pria rendah ekspresi itu?
Selagi aku terus bertanya retoris dibenakku pria berambut merah itu akhirnya tiba didepan aku dan Kakashi, dengan tak bersemangat pria itu mengangkat lengannya yang memegang cincin pertunanganku dengan malas menarik tanganku dan meletakkan cincin itu diatas telapat tanganku.
Terasa dingin menjalari tubuhku, dingin membuat tubuhku meremang ketika tangannya bersentuhan secara tidak langsung dengan kulitku ketika ia meletakkan cincin itu.
"T—terimakasih Gaara-san." Aku mengangguk serta tersenyum kikuk yang hanya mendapat balasan sebuah kata pendek "Hn." Sebelum pria itu kembali berbalik menjauhi aku dan Kakashi.
Tanpa sadar aku terus menatapi punggung yang sedikit bungkuk itu berlalu, seperti ada sekantung pasir berat yang terpikul diatas punggungnya yang terkesan rapuh. Seolah-olah jika aku menyentuhnya walau sepelan mungkin tubuh itu akan hancur.
Ah, aku terlalu berlebihan.
"Sakura awas—" Kakashi tiba-tiba berteriak kencang menyadarkanku akan lamunanku yang terhanyut keindahan punggung Gaara dan segera mendorong tubuhku kasar hingga aku jatuh tersungkur dilantai. Hidungku mungkin patah karena terdengar bunyi bedebum disusul retakan tulang yang memekakan telinga ketika wajahku menabrak lantai.
Tapi bukan bunyi bedebum itu yang mengejutkanku—karena bagiku suara itu hanyalah rengekan seekor lebah yang bersaing dengan raungan raja hutan,melainkan suara prang yang nyaring yang ditimbulkan dari pecahan kristal-kristal yang bertabrakan dengan lantai marmer keras dibawahnya. Dan bukan rasa sakit yang mendera hidungku karena patah yang membuatku berteriak penuh kesakitan tetapi rasa ngilu yang menjalari tubuh bagian bawahku yang sekarang telah berlumuran darah.
"Sakura—" Kakashi duduk bersimpuh disampingku, mengangkat tubuh lemahku kepangkuannya. Tersirat kepanikan dimata onyxnya yang mulai berkaca-kaca.
"Cepat angkat lampu itu, cepat—" Kakashi berteriak keras memaksa seluruh orang disekitarnya untuk mengangkat rangkaian lampu kristal yang tengah menindih tubuhku.
Di tengah usaha-usaha orang disekelilingku untuk menyingkirkan benda itu aku sempat melihat pria berambut merah itu berlari kearahku, dimatanya kali ini terpancar sebuah ekspresi meski aku tidak yakin bahwa itu ekspresi kekhawatiran yang tertuju padaku karena seluruh tubuhku mulai mati rasa.
Rasa dingin mulai menyusup kesetiap aliran darahku, membawa perintah bagi otakku agar memejamkan mataku menghilangkan kesadaranku agar tidak bisa merasakan sakit lagi.
Semua mulai memburam, mengabur saat tangan dingin itu mulai meraba nadiku yang melemah. Memastikan aku tetap bersamanya meski sekarang semua telah gelap.
Gelap pekat.
XOXOXOXOXOXO
Yeee yeee yeee. #Lempar-lempar bunga tujuh warna.
saya melabelkan fic ini dengan rate T agar saya bisa fokus dengan crta yg saya buat tanpa menjual rate M itu sndrii #apaa sii? Haha sudahlah lupakan~
masalah pairing fic ini jujur saya binguuuuung sebingungnya harus memasangkan kembaran saya sakura #digetok biar sadar# dengan siapa. Soalnya saya cinta sama kakashi, tapi tidak terpungkuri sosok gaara juga sangat menggiurkan. #ngiler.
Huhuhu T.T
Ada yang punya usul mau dibawa kmana fic ini? cling cling *0*
