Rukia menggeliat gelisah. Kedua matanya masih belum siap untuk terbuka walau sinar sang surya sudah menyingsing. Kantuk yang dideritanya masih tetap menjeritinya untuk kembali tidur yang membuatnya semakin enggan untuk membukakan pintu apartemennya untuk sekadar tahu siapa orang yang diluar sana yang sudah berani mengganggu pagi tenangnya. Biarlah orang itu memencet-mencet terus bel apartemennya. Toh, orang itu nantinya juga akan lelah dengan sendirinya dan berhenti memencet terus belnya.

Yah, Rukia yakin itu!

Dengan cepat ia membenamkan wajahnya hingga telinganya ke bantalnya—berharap suara yang memekakkan telinganya sedikit berkurang.

Bingo!

Beberapa menit kemudian—sesuai dengan yang diharapkan Rukia. Belnya berhenti menghasilkan suara-suara memekakkan di pagi hari, yang artinya ia dapat menikmati kembali tidurnya dengan damai.

Namun itu hanya sementara—yang setelahnya seisi apartemen Rukia di bombardir oleh bel apartemennya sendiri.

TING!TONG!TING!TONG!TING!TONG!TING!TONG!TING!TONG!

Yang membuatnya mau tak mau bangkit dari ranjangnya dan membukakan pintu apartemennya untuk mengetahui manusia mana yang dengan tidak sopannya mengganggu pagi tenangnya yang sudah sangat lama ditunggu-tunggunya dari senin ke minggu.

"Ouch!"

Dengan perasaan dongkol yang sangat, Rukia membukakan pintu apartemennya dengan keadaan setengah sadar. Sedangkan kedua matanya masih terpejam karena harus dipaksa bangun yang mengakibatkan kepalanya berdenyut sebelah. Hal itu tidaklah lama kala dirinya mendengar suara tak asing menyapanya.

"Yo! Rukia!"

Membuatnya tercengang kala ia mendapati makhluk bersurai orange sedang berada di depan apartemennya.

"Ichigo?!"

"Haa~ akhirnya kau bangun juga, Rukia. Tak sia-sia aku memencet belmu berulangkali."

Dan ia berani bersumpah akan mematahkan semua tulang-tulang makhluk itu jika saja ia tak menyadari kedudukan yang dimiliki makhluk orange yang menyebalkan itu.

"Kau—! Apa yang kau lakukan disini?!"

Habis sudah kesabaran Rukia menghadapi laki-laki didepannya. Bagaimana bisa laki-laki itu terus mengekorinya dimanapun dirinya berada? Dan sekarang! Apartemennya? Tempat tinggal pribadinya? Apa coba maunya laki-laki itu darinya?

"Tentu saja menjemputmu." Jawab Ichigo enteng seraya hendak memasuki apartemen Rukia yang dengan segera gadis itu hadang dengan kedua tangannya sebelum pria didepannya benar-benar memasuki daerah pribadinya.

"Aku tidak pernah ingat memperbolehkanmu masuk ke apartemenku. Dan aku tidak pernah ingat minta dijemput olehmu. Jadi, pergilah sekarang tuan Kurosaki sebelum aku mematahkan hidung panjangmu itu dengan sikuku."

Ichigo menaikkan sebelah alisnya—menatap remeh ke arah gadis kecil didepannya. Setelahnya ia menyeringai lebar yang mau tak mau harus diakui gadis itu bahwa gadis itu sedikit bergidik kala melihatnya.

"Kau tak ingin kehilangan pekerjaanmu kan, Rukia?"

Tuh kan benar!

Lagi-lagi pekerjaannya yang menjadi ancaman.

"Tak masalah, jika itu membuatmu tak memasuki apartemenku."

Jawab Rukia enteng seolah ia tak memperdulikan tentang pekerjaannya walau dalam hati ia menjerit histeris merutuki bibirnya yang dengan mudahnya bicara sembarangan.

Ichigo yang mendengarnya hanya dapat menghela napas lelah. Ia sedang tidak berkeinginan untuk berdebat dengan gadis di depannya. Jika ia ladeni, yang ada perdebatan ini menjadi berkepanjangan dan tidak ada habisnya.

"Oh~ayolah, Rukia. Tidak bisakah kau membiarkanku masuk? Tidak mungkinkan aku berdiri sendiri disini selama menunggumu mempersiapkan diri?"

Gantian Rukia yang mengangkat sebelah alisnya. "Mempersiapkan diri?"

Kesempatan!

Melihat gadis itu lengah—segera saja pemuda Kurosaki itu membalikkan tubuh gadis didepannya dan mendorong gadis itu pelan untuk masuk ke dalam apartemen gadis itu.

"Ya. Mempersiapkan diri. Kita akan pergi ke suatu tempat."

Sepertinya Rukia benar-benar telah terperangkap dalam perkataan Ichigo—yang tanpa di sadarinya bahwa dirinya kini tengah menurut saja atas apa yang diperintahkan Ichigo untuknya.

"Ke suatu tempat? Dimana?"

Ichigo meneliti satu-persatu ruangan apartemen gadis itu untuk mencari letak kamar mandi gadis itu. Dan ia menemukannya di sudut ruangan sana dengan pintu yang terbuka.

"Kau akan segera tahu. Jadi, cepatlah mandi, sana."

Rukia berpikir sejenak—kemudian manggut-manggut menyetujui. Membiarkan dirinya diantar masuk ke dalam kamar mandi oleh Ichigo. Dan setelah pintu kamar mandi tertutup menyisahkan dirinya berada di ruangan itu sendirian barulah ia tersadar. Bahwa ia dengan begitu mudahnya membiarkan laki-laki itu masuk ke dalam apartemennya sembari menunggu dirinya—mandi?

Rukia pun menggeram frustasi akibat menahan rasa malu.

Bagaimana bisa dirinya dengan mudah mengikuti perkataan laki-laki itu? Apa yang akan dipirkan laki-laki itu tentang dirinya? Dan lagi—ia diantar ke kamar mandi oleh pria menyebalkan itu?

Ah, Sudahlah!

Rukia pusing memikirkannya.

.

.

Ah, Sudahlah! © Oh-MinMin

BleachTite Kubo

Genre : Romance/Humor

Rated : T

.

.

Senang—tentu dirasakan Rukia. Di meja yang ia tempati kini tengah tersedia berbagai makanan yang menggugah seleranya. Walau boleh jujur, Rukia samasekali tidak mengetahui nama setiap makanan yang ada di depan matanya. Baginya semua tampak sama saja—yaitu enak. Belum lagi, ruangan yang ditata sedemikian rupanya—cantik. Dengan dilatarbelakangi laut bebas nan indah yang membuat kedua matanya terpaku serta mulutnya yang tak henti-hentinya memuji. Ia saja sampai geleng-geleng kepala—melihat pemuda yang didepannya sekarang mampu melakukan ini semua. Menyewah tempat di pinggir laut. Kalau tempat ini runtuh diterjang ombak bagaimana, coba? Kapan ia sempat lari dari sini? Wah, membayangkannya saja Rukia tidak berani. Apalagi kalau terjadi.

Ah, Sudahlah!

Yang terpenting sekarang ia dapat memakan semua hidangan yang tersedia di meja makannya. Sayang kalau salah satu dari makanan itu tidak dapat Rukia cicipi. Dan jarang-jarang pemuda didepannya mau mentraktirnya seperti ini. Ingat keberuntungan tidak datang dua kali. Jadi, jangan disia-siakan!

"Kau menyukainya, Rukia?"

Pemuda itu mulai bersuara, yang membuat Rukia mau tak mau melihat pemuda didepannya sembari melahap makanannya.

"Tentu." Jawab Rukia irit karena tidak ingin tersedak oleh makanannya sendiri.

Ichigo tersenyum senang. Merasa bahwa yang dilakukannya tidaklah sia-sia. Maka, dipanggillah salah satu waitress yang melayani mereka. Meminta waitress itu untuk membawa pesanannya. Dan dalam waktu singkat waitress itu kembali dengan membawa segelas minuman bening dan meletakkannya di meja tepat depan Rukia.

Rukia yang melihatnya hanya mengangkat sebelah alisnya bingung. "Minumlah dulu, jika kau tidak ingin tersedak."

Ah, rupanya itu!

Pria itu benar-benar sangat baik terhadapnya hari ini. Sampai-sampai minumannya pun diantar. Secara khusus lagi.

"Terima kasih." Ucap Rukia semanis mungkin karena tersanjung atas sikap pria itu terhadap dirinya. Tapi, belum sempat minuman itu diminumnya—ia melihat benda asing berada dalam gelasnya, yang membuatnya urung untuk meminum minumannya.

Kenapa Ichigo jorok sekali?! Meletakkan benda aneh ke dalam gelasku!

Rukia pun memberenggut kesal menatap Ichigo—membuat yang ditatap pun mengernyit bingung.

"Ichigo! Kalau mau mengasih minuman itu yang betul! Apa kau ingin aku mati dengan menelan benda ini?!" ucap Rukia kesal sembari menyodorkan gelas itu kehadapan Ichigo.

Ichigo yang mendengar ucapan gadis didepannya pun hanya tertawa lepas. Merasa bodoh dengan pikirannya bahwa gadis itu akan menolak lamarannya.

Heh? Ichigo melamar Rukia?

"Hahaha... Rukia, perhatikan baik-baik benda yang di dalam gelasmu itu."

Rukia menurut. Walau dalam hati ia masih kesal dengan perbuatan Ichigo. Untung ia memliki kedua mata yang teliti, kalau tidak—pasti benda aneh itu sudah tersangkut ditenggorakkannya sekarang.

Rukia memperhatikannya dengan seksama. Mencari tahu benda apa yang berada dalam gelasnya. Sedikit lama. Tapi kemudian, keningnya mengernyit—merasa tak pasti dengan penglihatannya. Dengan segera tangan kanannya mengambil benda itu dari gelasnya dengan memasukkan ketiga jarinya, mengingat ukuran mulut gelas itu yang sedikit kecil untuk dimasukkan dengan kelima jarinya.

Dan benar! Yang berada ditangan kanannya kini adalah sebuah cincin putih. Cantik lagi. Dengan batu permata kecil yang unyuk.

"Ichigo ini emas?" tanya Rukia yang masih memperhatikan cincin itu dengan seksama.

Pemuda itu yang mendengar pertanyaan gadis didepannya sedikit kesal, merasa bahwa dirinya tak sanggup membeli sebuah emas untuk melamar gadis itu. Heh, ternyata diam-diam Rukia matre juga.

"Ya." Jawab Ichigo dengan nada sedikit malas bercampur kesal.

Lantas kedua mata Rukia membelalak besar dengan mulutnya yang menganga lebar. "Wow, Ichigo, kenapa bisa ada cincin emas disini? Apa mungkin cincin salah satu pelayan disini yang terjatuh?!" tanya Rukia histeris, yang membuat Ichigo mau tak mau mengungkapkan perasaannya kepada gadis itu.

"Itu untukmu!"

Dan gadis itu semakin menjadi histeris. "Heehhh~?! Untukku?! Wow, baik sekali mereka!"

Ampun deh!

Ichigo menepuk wajahnya sendiri dengan tangan kanannya, kemudian melarat perkataan Rukia agar gadis itu tidak salah paham.

"Itu bukan dari mereka! Tapi dariku!"

Dan lagi-lagi gadis itu semakin histeris mendengar perkataan Ichigo. "Heeeehhh~?! Darimu?! Wow, kau baik sekali, Ichigo."

Rukia menggeleng-geleng tak habis pikir sembari mengenakan cincin itu ke jari manis tangan kanannya. "Ehh~ pas dijariku, Ichigo! Wah~"

'Namanya juga untukmu, Rukia~ Ya, tentu pas!' jerit Ichigo frustasi melihat gadis itu.

Jujur—sedalam-dalamnya—Seumur-umur, Rukia belum pernah namanya diajak makan seenak ini dan sekeren ini. Belum lagi dikasih cincin emas gratis secara Cuma-Cuma. Rasanya seperti dimimpi di tingkat teratas. Rukia saja masih takjub memandang cincin yang berada di jari manisnya yang tak luput dengan sikap Ichigo yang sangat baik kepadanya hari ini.

"Jadi, kau menerimanya?" tanya Ichigo untuk memastikan jawaban gadis itu sekali lagi.

"Tentu saja!"

Akhirnya~ Tak sia-sia juga usahaku selama ini.

"Cincin sebagus ini mana mungkin aku tolak jika sudah dikasih."

Eh?! Tunggu dulu?!

"Aku tak habis pikir denganmu, Ichigo. Kau sungguh baik terhadapku hingga memberiku cincin sebagus ini secara Cuma-Cuma."

Eh~?!

.

.

Tbc.

.

.

Catatan Hati Seorang Author:

Ehem~ fic IchiRuki kedua Oh yang gaje bin mainstream. ^o^

Tak apalah, yang penting Oh melampiaskan imajinasi liar Oh ke fic ini. Walau niat awal tak bermaksud memasuki unsur humor ke fic ini. Tapi setelah Oh tulis—Eehh~ jadilah seperti ini. ~v~

Yup, terima kasih buat yang sudah singgah sebentar ke fic Oh ini. ^v^

Ah, ya, satu lagi, buat readers yang gagal paham sama fic Oh "This is a Dream!" ~ sesuai dengan judulnya, Oh buat sedemikian rupa seperti mimpi. Cerita di awal mengisahkan tentang mimpi Rukia. Namun pas di akhir itu adalah kehidupan Rukia yang sebenarnya. Namanya juga mimpi, gagal paham pasti pun terjadi. Hehehehe... ^^ tapi, walaupun begitu terima kasih yang udah sempat ngunjungi fic Oh yang satu itu. ^o^

Deha, mata.