Naruto © Masashi Kishimoto

Rate M

Genre :

Romance, Fantasy, Yuri

Warning! :

AU, OOC, Typo(?), Bahasa informal, kebanyakan dialog #mungkin, Alur ngebut, YURI, LEMON buat keep safe aja, dll.

FF oneshot lanjutan dari FF SakuHina sebelumnya (Operating in Love) :D

Yang tidak suka Yuri, DLDR aja ya :)

.

.


-Sakura POV- only!

.

.

Hubunganku dengan Hinata akan memasuki 1 tahun lusa nanti. Tidak terasa, perjuangan suka dan duka kami bisa bertahan selama ini, walau terkadang kami suka berdebat kecil dan cemburu satu sama lain, tapi cinta dan pengertianlah yang berhasil memadamkan suasana panas saat-saat itu.
Aku selalu teringat masa-masa dimana sebelum aku dekat dengan Hinata, aku tidak punya teman di sekolahku, hanya Ino dan Tenten yang ingin berteman denganku. Aku kurang pandai dalam hal cinta dan selalu ditolak mentah-mentah oleh semua lelaki tampan yang pernah ku sukai, bahkan aku hanya menghabiskan waktu untuk merenung di kuil atau di rumah pohon yang ayahku buat, tapi semua berubah setelah seorang peri aneh datang menghampiriku dan memberikanku cincin yang awalnya hanya sebuah omong kosong. Peri itu berkata apabila cincin ini menyala saat aku bersama dengan seseorang, maka ia adalah jodohku, dan semuanya menjadi awkward saat cincin itu menyala pada Hinata. Aku awalnya membantah, tapi perjalanan demi perjalanan yang ku hadapi, ternyata aku akhirnya dapat menyadari, betapa besar cinta Hinata padaku, bahkan hanya dengannya aku making love. Baiklah, flashback ini cukup memalukan!

Pagi cerah seperti ini, biasanya aku sudah berada di dalam ruang kelas dan menghadapi aktivitas di sekolah, tapi tentu saja aku tidak perlu melakukannya lagi, karena aku sudah lulus beberapa bulan yang lalu. Hanya liburan panjang yang menemaniku saat ini.
"Sakura-chan, ohayou!" ku dengar suara Hinata yang berlari kecil menghampiriku yang sedang duduk di sofa sambil menikmati kue dan acara TV membosankan. Oh ya!, biar aku perjelas lagi, saat ini aku tinggal untuk sementara di rumah Hinata, karena aku lelah untuk selalu membandari ayahku dan bahkan hikikomori, aku butuh hidup yang lebih layak. Lagipula, orang-orang disini tidak mengetahui hubunganku dengan Hinata, mungkin mereka hanya menganggap kami ini dua gadis bersahabat yang senang berkumpul bersama, tapi itu bukanlah yang sebenarnya.
"Ohayou. Bukankah kita sudah sepakat untuk menghilangkan panggilan formal 'chan' itu." balasku dan mengelus pipi lembutnya itu.
"Bisa tolong ambil titipan kakakku di rumah Ino?"
"Neji? bagaimana bisa ada di rumah Ino?" tanyaku bingung.
"Sudahlah. Cepat ambil dulu." gerutu Hinata dan menarik tubuhku dari posisi ternikmatku.
"Hmm.. Wakatta.."
Aku melangkah perlahan dan berjalan ke arah pintu keluar, ku lambaikan tanganku kepada Hinata, tapi tidak ia balas, menyakitkan bukan?

Belum lama aku berangkat dari rumah Hinata, aku bertemu dengan Tenten.
"Sakura, tumben sekali jalan-jalan, lagi debat sama Hinata?" cetusnya.
"Hubungan kami lancar-lancar saja. Hehe.."
Aku memang menutupi soal hubunganku dengan Hinata kepada banyak orang, tapi aku hanya memberitau Ino, Tenten, dan Naruto, bahkan orang tuaku dan Hinata juga sudah tau, walau awalnya ragu, tapi senang kalau mereka dapat menerimanya. Mungkin hanya mereka yang dapat dipercayai seutuhnya.
"Setelah kau menceritakan tentang hubunganmu pada Ino, dia jadi agak aneh dan sepertinya berubah." kata Tenten.
"Entahlah, mungkin dia sedih karena tidak memiliki kekasih, lagipula dia baru saja mengakhiri hubungannya dengan Sai."
"Hmm.. mungkin saja, tapi tetap saja dia jadi aneh. Ehm.. lupakan saja, Ja.. aku pulang dulu ya."
"Oke."
Setelah mengobrol singkat dengan Tenten, langsung ku hampiri rumah Ino yang memang tidak jauh.
Dari depan rumahnya saja aku sudah dapat melihat warna terang bunga-bunga yang diletakkan tepat dekat pintu masuk, Ino memiliki toko bunga, jadi sudah jelas sebagai penarik para pembeli.
"Ino.." aku berseru memanggil Ino sambil mengetuk pintu rumahnya itu. Tidak lama, Ino membukakan pintu dan menyambutku dengan senyuman yang cukup.. aneh?
"Sakura, ayo masuk." ajaknya dan menarik lenganku.
"Ada apa?" tanyanya dan melihatku sangat detail.
"Aku ingin mengambil titipan Neji untuk Hinata." jawabku.
Ino tidak menjawab apapun untuk beberapa menit, tapi akhirnya ia membuka mulutnya lagi, "Oh, jadi kau masih setia dengannya?"
Shoot! ternyata benar kata Tenten, Ino memang aneh, tidak biasanya dia membahas hubungan orang lain.
"Ya.." balasku.
Ino mengambil titipan Neji dan memberikannya padaku dengan cepatnya seolah ingin mengusirku secara halus. Bahkan ia tidak sedikitpun menatap mukaku.
"A-Arigato.." entah apa yang harus ku katakan selain berterima kasih.
"Chotto!" Ino menarik lenganku dan menghentikan langkahku.
"Apa?"
"Ingin ngobrol sebentar?"
"Baiklah.."
Ino mengajakku ke belakang rumahnya, tempat dimana bunga-bunga lebih indah lainnya berkumpul. Ia memang pintar menebak kesukaanku, ya.. aku suka bunga, sudah jelas dari namaku.
"Sakura.."
"Apa?" jawabku sambil duduk di bangku yang ada.
"Kita akan selalu menjadi sahabat kan?"
"Tentu saja, baka!"
"Lalu kenapa harus Hinata?"
"Apa maksudmu?"
"Lupakan."
Aku akui kalau Ino memang aneh saat ini, tapi kenapa ia harus membahas tentang Hinata? padahal mereka baik-baik saja. Hinata dan Ino juga cukup akrab, kenapa seolah Ino jadi tidak menyukai Hinata?
"Apa spesialnya Hinata?" tanyanya dengan wajah jengkel.
"Sudah jelas bukan? dia kekasihku. Aku mencintainya."
"Souka.."
"Kau ini kenapa?"
"Entahlah."
Mata Ino menunjukkan sinar mata yang tidak jelas, perlahan matanya berkaca-kaca.
"Sebaiknya ceritakan saja padaku semua keluhanmu."
"Tidak.."
"Ceritakan!"
"Kau yakin?"
"Ya.."
Ino menarik nafasnya dalam-dalam dan mulai mengontrol pernafasannya agar lebih rileks. Bisa ku tebak ia akan mencurahkan semua isi hatinya, mungkin ia masih tidak menerima lantaran baru saja ditinggalkan Sai.
"Janji untuk tidak marah ya?" cetusnya imut.
Aku mengangguk dan menyiapkan telingaku untuk mendengar segalanya.
"Janji?" cetusnya lagi.
"Ya.."
"Kau yakin tidak akan marah?"
"Ya.."
"Apapun yang aku sampaikan, janganlah marah."
"Cepatlah!"
"Sepertinya.."
"Apa?"
"Sepertinya.."
"Sepertinya apa?"
Ino memasang raut wajah serius dan memegang bahuku.
"Sepertinya aku menyukaimu, Sakura."

Apa?

Apa yang harus ku lakukan? kaget atau biasa saja?
Ino adalah sahabatku, kami tidak mungkin akan memiliki hubungan melebihi itu, terlebih lagi sudah ada yang mengisi hatiku saat ini.
"Gomen, Sakura. Aku hanya.. hanya cemburu saja saat kau bersama Hinata. Sekarang kau jauh lebih memprioritaskan Hinata daripada sahabatmu."
"Aku harus segera pulang untuk memberikan titipan ini. Besok aku akan datang ke rumahmu lagi."
Hanya kalimat itu yang dapat ku lontarkan, aku bingung harus menjawab apa, aku terlalu dikagetkan dengan hal seperti ini.
"Baiklah.." balasnya singkat sambil menebarkan senyum terpaksanya itu.
Aku melangkah pergi dari rumah Ino dan segera pulang untuk memberikan titipan Hinata. Sesampaiku di rumah Hinata, aku melihatnya sedang duduk tepat sambil meneguk segelas teh.
"Ini titipannya." sahutku.
"A-Ah.. Arigato, Sakura." balasnya kegirangan.
Hinata membuka titipan itu dan terpukau saat tau bahwa titipan itu berisi barang favoritnya.
"Sepertinya ini dari Hanabi. Tidak mungkin Neji memberikanmu syal." ejekku.
"Mungkin saja. Hehe.." jawab Hinata.
Kami pun tertawa bersama sampai air mata kami ikut keluar, seolah suasana sedang sangat ceria.
"Itu apa?" tunjukku saat melihat secarik kertas disamping syal itu.
"Surat?" tanyanya bingung.
Hinata membuka kertas itu dan membacanya, menurutku itu adalah surat, karena banyak tulisan yang tertera disana, hanya saja aku tidak dapat melihatnya.
"Tidak mungkin." gerutunya kecil.
"Doushite?"
Hinata memelukku.
"Besok aku harus menemui ayahku."
"Mengapa? Soal perjodohan itu?"
Mungkin aku belum menjelaskan maksud perjodohan itu. Baik, ayah Hinata memang menyetujui hubungan kami, tapi itu hanya sementara, karena ayahnya tetap ingin Hinata menikah dengan pria pilihannya itu dan memiliki keturunan, sedangkan aku, aku bahkan tidak dapat membuahinya.
"Entahlah. Tapi aku tidak ingin menikah dengan pria itu, aku hanya ingin denganmu, Sakura." gumamnya kesal.
"Aku juga tidak ingin itu terjadi, tapi kau harus mendengarkan apa kata ayahmu." balasku dan mengusap air matanya itu.
"Semoga saja ayahmu tidak membahas hal itu." tambahku lagi.
Hinata mengangguk kecil dan memelukku semakin erat. Saat ini, untuk melepasnya adalah hal terberat.
"Bukannya lusa kita akan merayakan 1 tahun hubungan kita?" cetusnya tiba-tiba.
"Tapi ayahmu memintamu menghampirinya." tukasku.
"Aku akan berangkat sekarang juga, jadi semoga besok aku sudah bisa pulang." jawabnya.
"Kau yakin?"
"Tentu saja."
Hinata memasuki kamarnya dan menyiapkan barang-barangnya. Melihatnya mempacking tasnya, itu rasanya seperti akan ditinggal olehnya lagi, tapi aku harus tetap berpikiran positif.
Seusai ia menyiapkan barang-barangnya, aku mengantarnya sampai ke pangkalan mini bus. Berhubung rumah sang ayah sangat jauh, Hinata menggunakan kendaraan umum agar lebih cepat.
"Bahkan mentalku saja belum siap tapi kau sudah pergi meninggalkanku." cetusku.
"Aku akan segera pulang sebelum lusa." jawabnya dan menyunggingkan ujung bibirnya.
Aku mengecup dahinya tanda selamat tinggal, ia memasuki mini bus itu dan melambaikan tangannya padaku sampai aku tidak dapat melihat lambaiannya lagi lantaran mini bus sudah berjalan jauh.

Yosh! Aku harus dapat menahan diri sampai ia pulang. Lagipula, sepertinya aku bukan tipe orang yang suka berselingkuh.

Kalau sudah seperti ini, sebaiknya aku pulang saja ke rumahku, kan tidak mungkin aku hanya sendirian di rumah yang bukan milikku.
Setelah mengunci rumah Hinata, aku memutuskan untuk kembali ke rumahku, ayahku pasti merindukanku sekali.

"Papa..." seruku saat sampai didepan rumahku.
"Apa kau sudah lupa cara menyebut 'otosan' atau kau memang melupakan bahasa Jepang?" ayahku membukakan pintu dan disusul dengan ibuku yang memasang raut wajah senangnya melihat sang anak telah kembali.
"Sakura..." seru Ibuku dan memelukku.
Ayahku mengajakku masuk ke rumah, rumahku memang selalu sama walau ku tinggalkan hampir 3 bulan.
"Ngomong-ngomong, ada apa kesini? ada masalah dengan Hinata?" tanya ayahku tiba-tiba.
"Tidak, Hinata diberi pesan oleh ayahnya untuk datang menghampirinya, dan baru saja aku mengantarnya." jelasku sambil melahap kue yang disiapkan ibuku.
"Hinata tidak akan selingkuh darimu kan?" cetus ibuku iseng.
"Tentu saja tidak!" gerutuku kesal.
Tiba-tiba ayahku memasang wajah serius.
"Sakura.."
"Nani?"
"Kau akan menikahinya kan?"
Kalimat ayahku itu hampir saja membuatku mati karena tersedak kue.
"A-Apa?"
"Sakura, ayah dan ibu tidak masalah dengan hubunganmu dengan siapa saja, tapi kami tidak dapat mentolerir apapun kalau kau hanya menjalani hubunganmu itu dengan main-main." jelas ibuku.
"Aku mencintai Hinata, bu!"
"Maka bangunlah hubungan yang lebih serius dengannya!" balas ayahku.
Ayah dan ibuku tidak mengerti berapa banyak konsekuensi yang akan ku hadapi kalau aku menikah dengan Hinata, bukannya aku tidak mau, tapi tentu saja itu butuh persetujuan dari orang tua Hinata juga.
"Gomen, ayah tidak akan membahasnya dulu sampai kau siap. Tapi kau belum menjamahnya kan?"
"Otosan!"
Sebenarnya aku dan Hinata memang sudah 'melakukannya' dulu saat pertama kali aku dapat menerima Hinata di hatiku, tapi aku tidak perlu membahasnya dengan orang tuaku kan.
"Yasudah, sebaiknya kau istirahat." sela ibuku yang membuatku langsung berlari ke kamarku.

Ku rebahkan tubuhku di ranjang kesayanganku ini, aku sangat merindukan suasana rumahku.
Baru saja aku ingin memejamkan mataku untuk tidur, tapi itu digagalkan saat aku melihat kotak kecil di meja dekat kasurku.
Aku membukanya dan seolah mendapat ingatan tentang masa lalu.
"Cincin ini?" tanyaku dalam hati.
Itu adalah cincin yang diberikan peri atau ku panggil ia Fairy-san. Sayang, Fairy-san mungkin tidak akan mendatangiku lagi karena menurutnya aku sudah bahagia, tidak seperti dulu. Aku menjadi ingat kejadian saat aku hampir saja kehilangan Hinata disaat aku mulai mencintainya, dan aku tidak ingin kehilangannya untuk yang kedua kalinya.
Ku simpan kembali cincin itu dan kembali memejamkan mataku untuk istirahat.
Entah mengapa, tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak.

Apa akan ada yang mengancam hubunganku dengan Hinata lagi?

.

.

.


Phew! Gomenasai kalau ceritanya jadi gak nyambung dari yang sebelumnya, tapi semoga menghibur. Mohon reviewnya :D
Next! Chapter 2 comingsoon!