Bittersweet
By : HunHannie
Main cast : Luhan and Sehun
Other cast : Kris/Yifan, Tao and other
Rated : Masih T dan akan M
WARNING : Ini FF BoysLove, typo yang bertebaran, plot cerita yang tidak nyambung sama judul, cerita yang membosankan dan yang lainnya.
...
HunHan always be one!
...
Sehun menatap Luhan didepan sana dengan pandangan sedih. Sehun sudah menyukai Luhan sejak dulu, tapi Sehun sama sekali tidak berani mengatakannya. Luhan terlihat sangat dekat dengan Kris, dan Sehun tidak berani melawan pemuda tinggi itu.
Sehun sadar kalau ia sudah kalah bahkan sebelum bertempur.
Kris itu sangat pintar, selalu mendapatkan nilai sempurna disemua mata pelajaran dan sangat rajin. Sedangkan Sehun? Dia payah disemua mata pelajaran. Selalu dikatai all-zero karena memang Sehun selalu mendapatkan nilai nol saat ujian.
Kris menguasai banyak jenis olah raga, terlebih basket dan baseball. Sedangkan Sehun satu jenispun ia tidak bisa. Dan Sehun selalu dijadikan bahan bully-an oleh teman-temannya karena semua hal itu.
Sehun tidak pernah punya teman, tidak ada orang yang mau berteman dengan orang bodoh dan pemalas sepertinya. Sedangkan Kris, semua orang menyayanginya, semua orang menyanjungnya karena semua kelebihannya. Banyak yeoja yang mendekati Kris, bahkan namja juga.
Sehun selalu iri pada namja itu. Sehun iri pada semua yang ada pada Kris, terlebih Sehun iri karena Kris bisa dekat dengan Luhan tanpa takut ditolak.
"Hai?" Sebuah suara lembut membuat Sehun kembali menapaki bumi. Mata Sehun membulat saat tahu siapa yang menyapanya barusan.
"Lu-Luhan?!" Pekik Sehun tertahan. Namja itu menatap horror namja manis yang sedang tersenyum manis padanya. Sumpah! Sehun tidak pernah berharap Luhan akan menghampirinya dan melihat ekspresi horrornya. Sehun hanya belum siap berhadapan dengan Luhan.
"Nde, ini aku Luhan, Sehun-ah." Luhan tersenyum lagi pada Sehun, kali ini lebih manis dan benar-benar membuat jantung Sehun seakan ingin meledak.
"Ka-kau mengenalku?" Sehun menunjuk dirinya sediri. Ia heran kenapa Luhan bisa mengenalinya? Padahal Sehun adalah salah satu siswa yang tidak dianggap disekolah.
"Tentu saja. Kau kan teman sekelasku."
Sehun baru mengerti. Ia ingat kalau dirinya dan Luhan adalah teman satu kelas, begitupula dengan si perfect Kris.
"Ah, ya. Aku baru ingat kalau kita sekelas." Sehun menggaruk tengkuknya canggung.
Ia benar-benar gugup sekarang. Namja yang biasanya selalu ia perhatikan dari jauh sekarang berada tepat didepannya dan tengah memberikan senyum yang benar-benar membuat Sehun melayang.
"Kau sedang apa disini, Sehun-ah?" Luhan bertanya seraya merapatkan posisi duduknya pada Sehun. Sedangkan Sehun justru malah berusaha menjauh dari Luhan. Pemuda itu bukannya tidak mau berada dekat dengan Luhan, hanya saja ia benar-benar gugup dan belum siap bila berhadapan langsung dengan Luhan.
"Wae, Sehun-ah? Apa kau takut padaku?" Nada bicara Luhan terdengar sedih. Ia menundukkan kepalanya dan tampak akan menangis. Jelas saja Sehun langsung panik dan refleks mengelus punggu ramping Luhan.
"Kumohon jangan menangis. Aku sama sekali tidak takut padamu, Luhan-ssi." Ucap Sehun yang sedang berusaha menenangkan Luhan.
"Jinjja?" Mata yang sudah berkaca-kaca itu menatap Sehun. Wajah cantik Luhan begitu dekat dengan Sehun hingga wajah Sehun yang biasanya pucat berubah menjadi merah layaknya kulit apel yang sudah matang.
"N-nde." Jawab Sehun dengan gagap.
Mata Luhan berbinar cerah ia dengan polosnya memeluk tubuh Sehun yang terbilang atletis untuk ukuran namja yang kurang olah raga.
"Aku senang sekali mendengarnya, Sehun-ah!" Seru Luhan riang gembira. Tangannya masih memeluk erat tubuh Sehun tanpa tahu kalau orang yang sedang dipeluknya hampir pingsan karenanya.
"Lu-Luhan-ssi, bisakah kau melepaskan pelukkanmu? Rasanya sesak." Sehun berbisik lemah diatas kepala cokelat Luhan. Padahal sebenarnya Sehun bukan sesak, ia hanya merasa harus segera pergi dari Luhan dan pingsan ditempat yang tidak bisa dijangkau oleh mata Luhan.
"A-ah! Mianhae, Hunnie. Seharusnya aku tidak memelukmu tadi." Luhan yang baru sadar akan perbuatannya segera melepaskan pelukkannya dan mengalihkan pandangannya kearah lain. Mencoba menyembunyikan wajahnya yang ternyata juga sama merahnya dengan wajah Sehun. Dan apa-apaan tadi? Hunnie? Itu adalah panggilan terkonyol yang pernah keluar dari mulut Luhan. Tapi ia senang karena Sehun tidak menyadarinya.
"Se-sepertinya aku harus pergi. Aku lupa kalau tadi dipanggil oleh Henry sunbae." Tanpa meminta persetujuan dari Luhan, Sehun segera angkat kaki dari sana dengan langkah yang oleng. Namun baru tiga langkah, Sehun sudah ambruk di atas lapangan yang terbalut rumput hijau yang subur.
"SEHUN!"
Suara teriakkan Luhan adalah hal terakhir yang didengar Sehun, setelahnya Sehun tidak mendengar apa-apa selain merasakan tubuhnya yang digotong oleh tangan beberapa orang.
"Hiks... Sehun-ah... kau harus bangun, kumohon..."
Suara serak milik Luhan membuat Sehun tersadar dari pingsannya. Hangatnya genggaman Luhan juga membuatnya tersadar. Pemuda itu mengerjapkan matanya lalu melotot tak percaya saat melihat Luhan tengah menangis disampingnya dengan tangannya yang digenggam oleh Luhan.
Ia jadi merasa akan pingsan lagi. Terlalu banyak hal yang mengejutkan hari ini.
"Sehun? Kau sudah bangun?!"
Seruan Luhan membuat Sehun kembali membuka matanya saat hampir pingsan lagi.
"Syukurlah!"
Satu pelukkan erat Sehun rasakan lagi. Pelukkan yang terasa menyesakkan namun begitu hangat.
"Maaf membuatmu khawatir." Ucap Sehun dengan suara yang serak.
"Ani! Harusnya aku yang minta maaf. Gara-gara pelukanku di taman tadi jadi membuatmu pingsan. Aku benar-benar minta maaf."
Ah! Ternyata Luhan mengira Sehun pingsan karena pelukkannya? Sehun sedikit bersyukur karena Luhan tidak mengetahui penyebab sesungguhnya Sehun pingsan yang ternyata karena dirinya yang terlalu shock akibat Luhan yang tiba-tiba mendatanginya. Meski pelukkan Luhan juga ikut menjadi akibat dari pingsannya Sehun.
"Err, Luhan-ssi, kau bisa melepaskan pelukanmu? Rasanya aku ingin pingsan lagi karena kau memelukku terlalu erat."
"Eh? Mi-mianhae, aku lupa." Wajah Luhan memerah. Lagi-lagi ia lupa diri. Seharusnya ia lebih bisa menjaga imagenya dan belajar dari kesalahan terdahulu.
"Kau tidak masuk kelas?" Sehun memulai pembicaraan. Meski sebenarnya ia sangat gugup, tapi ia berharap kegugupannya akan segera menghilang jika ia berbicara dengan Luhan.
Luhan menggelang imut didepan Sehun.
"Wae?" Sehun bertanya lagi.
"Aku ingin menjagamu disini. Walau bagaimanapun juga aku yang membuatmu pingsan. Jadi aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku." Jawabnya.
Sehun kehilangan kata-kata. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi pada Luhan.
"Sehun-ah?" Luhan menatap Sehun dengan tatapan yang tidak dapat diartikan oleh Sehun. Jadi Sehun diam saja karena tidak tahu harus berkata apa.
"Aku..."
Mata Sehun membulat ketika melihat jam yang tergantung pas di dinding ruang UKS. Sudah pukul 15 sore dan itu artinya ia terlambat masuk kerja part-timenya.
"Luhan aku harus segera pulang! Aku sudah terlambat masuk kerja." Seru Sehun panik. Tanpa menunggu persetujuan dari Luhan, namja itu langsung pergi begitu saja.
"Padahal sedikit lagi." Luhan berkata Lirih. Setetes air mata keluar dari mata indahnya.
"Padahal sedikit lagi, Sehun." Ucapnya lagi.
"Sedikit lagi aku bisa mengatakan kalau 'aku mencintaimu'."
Dan keheningan menemani Luhan setelah itu.
Langkah kaki yang terdengar terburu-buru menggema dilorong sekolah yang hampir kosong. Kris meremas tangannya dengan kuat. Ia begitu khawatir pada Luhan. Pemuda itu tidak masuk jam pelajaran terakhir tadi, dan sangat wajar kalau seorang kakak khawatir pada adiknya.
Kris sudah mencari keseluruh ruangan disekolah, namun nihil, Luhan tidak bisa ia temukan dimanapun. Tapi sebuah ruangan yang tidak terpikirkan dibenak Kris membuat namja tinggi itu menghenentikan langkahnya.
"UKS? Ya! UKS! Aku belum mencari Luhan di ruang UKS!" Seru Kris. Ia memutar langkah kakinya menuju UKS yang berada dilantai satu. Ia berharap-harap cemas dalam percalannya menuju UKS.
Dengan perlahan Kris membuka pintu ruang UKS yang sudah ditemuinya. Ia hampir berteriak kesal pada Luhan kalau saja ia tidak mendengar suara tangisan lirih Luhan.
Tanpa pikir panjang, namja tinggi itupun langsung menghampiri Luhan. Menepuk pundak pemuda itu dengan perlahan.
"Lu?" Bisiknya. Luhan langsung menoleh kearah Kris dan langsung memberikan pelukkan erat pada namja tinggi itu.
"Yifan..." panggil Luhan disela tangisnya.
"Sssttt, jangan menangis, Lu. Aku disini." Kris berusaha menenangkan Luhan. Tangannya yang besar membelai punggung Luhan yang jauh lebih kecil darinya.
"Hiks..." Tangis Luhan masih belum reda dan Kris masih setia menenangkan pemuda cantik itu.
"Sudah baikkan?" Kris bertanya ketika suara tangis Luhan sudah berhenti. Ia merasa Luhan menganggukan kepala didada Kris.
"Kenapa kau menangis, Lu?"
Luhan menggeleng. Ia tidak mau memberitahukan alasan mengapa ia menangis, karena jika Kris tahu kalau ia menangis karena Sehun, Kris pasti akan menghajar Sehun. Dan Luhan tidak mau itu terjadi pada orang yang dicintainya.
"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau memberi tahuku. Bagaimana kalau kita pulang?" Kris bertanya lagi.
Luhan melepaskan pelukkannya. Ia mengelap sisa air matanya kemudian mengangguk kecil.
"Ide yang bagus." Katanya dengan suara yang kembali ceria.
"Kalau begitu ayo! Aku sudah membawa tasmu tadi."
Luhan tersenyum senang melihat tasnya sudah berada ditangan Kris. Ia kemudian mengambil tas itu dan meletakannya dipunggungnya lalu bersiap pergi dari sana.
"Ayo Yifan!" serunya.
"Ayo." Kris menggenggam tangan Luhan erat. Menarik tangan Luhan agar berjalan beriringan dibelakangnya.
Tapi-
KRUYUKK
-suara perut Luhan menghentikan langkahnya. Kris tersenyum maklum.
"Kita makan dulu sebelum pulang." Putusnya. Luhan pun mengangguk sebagai tanda kalau ia setuju.
"Kau ingin makan apa, Lu?" tanya Kris menghapus keheningan diantara dirinya dan Luhan.
"Aku ingin makan jajangmyeon." Jawab Luhan antusias. "Dam juga minum bubble tea." Tambahnya.
"Oke!" Seru Kris seraya menghentikan taksi didepan gerbang sekolah.
...
HunHan always be one!
...
Singkat cerita, Kris dan Luhan sudah sampai ditempat makan yang mereka inginkan. Disebuah Kafe yang jaraknya dekat dengan rumahnya. Kafe yang baru buka namun terlihat ramai sekali.
"Pelayan!" Seru Kris seraya mengacungkan tangannya pada seorang pelayan bertubuh tinggi namun ramping yang tengah membelakanginya.
Pelayan itu membalikkan tubuhnya dan melangkah mendekati meja yang ditempati oleh Kris dan Luhan.
"Ya, anda mau pesan apa tuan?" Tanya pelayan ber name-tag Tao itu.
"Dua porsi Jajangmyeon, satu gelas kopi hitam dan segelas Bubble Tea rasa Taro." Jawab Kris tanpa melihat pelayan itu.
Sang pelayan mencatat dengan cepat pesanan Kris. "Baik, akan segera kami persiapkan." Ucap pelayan itu lalu berlalu meninggalkan Kris dan Luhan.
"Aku baru tahu kalau kafe yang baru buka bisa seramai ini." Kata Luhan seraya mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru kafe yang terkesan sederhana namun begitu enak dipandang.
"Mungkin karena pelayannya yang memiliki wajah bak pangeran. Lihat saja, rata-rata pengunjung disini adalah gadis remaja yang makanannya tidak tersentuh sama sekali dengan tatapan yang hanya menatap para pelayan itu. Ck! Dasar anak perempuan." Kris menutup kalimatnya dengan memutar matanya dengan malas.
Luhan hanya terkekeh kecil lalu kembali mengedarkan pandangannya. Kris benar, hampir semua pengunjung di kafe ini adalah para siswi dan mahasiswi dengan makanan yang masih utuh. Luhan kemudian menoleh ke arah kanan dan mendapati punggung tegap yang sangat dikenalinya.
'Sehun? Kenapa Sehun ada disini?' tanyanya dalam hati. Luhan penasaran, ia hampir berteriak memanggil nama Sehun sebelum suara nampan yang beradu dengan meja mengalihkan perhatiannya.
"Makanan anda sudah siap, tuan." Ucap pelayan yang tadi mencatat pesanan Kris. Pelayan itu meletakan makanan dalam nampan tadi satu persatu dengan gerakan yang gesit karena ada seorang gadis yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri mengacungkan sebelah tangan dan memanggil pelayan itu.
"Semoga kalian menikmati makanannaya." Kata pelayan itu dengan senyum manis.
Kris mendongkak kemudian terdiam ditempatnya ketika melihat wajah pelayan itu. Namja itu masih tetap terdiam meski pelayan manis yang tadi melayani mereka sudah pergi meninggalkan mejanya.
"Kris? Kau tidak apa-apa?"
Kris baru tersadar saat pundaknya digoncang pelan oleh Luhan.
"Aku baik, Lu." Balas Kris sedikit telat. Ia kemudian memutuskan untuk mengaduk Jajangmyeon milik Luhan lalu meletakan mie hitam itu didepan Luhan setelah bumbunya tercampur dengan merata.
"Makanlah." Kata Kris dengan lembut. Namja itu menyempatkan mengelus rambut Luhan dengan sayang sebelum mengaduk Jajangmyeon miliknya.
"Trimakasih, Yifan." Balas Luhan. Luhanpun dengan senang hati memakan makan kesukaannya itu meski dalam hati ia masih memikirkan Sehun dan masih berusaha mencari keberadaan namja itu dalam kafe. Luhan sempat menolehkan kepalanya kearah kanan, tempat dimana ia menemukan punggung tegap yang sangat mirip dengan Sehun. Namun yang ia temukan hanyalah dua orang siswi yang sedang mengobrol. Tidak ada Sehun disana. Tapi Luhan masih tetap penasaran akan keberadaan Sehun ditempat ini.
"Kau mencari siapa, Lu?"
Pertanyaa Kris membuat Luhan kaget setengah mati. Pemuda itu langsung menggeleng cepat kemudian melahap makannya tanpa suara.
Diam-diam Kris juga mengedarkan pandangannya keseluruh kafe, mencoba menemukan seorang pelayan yang tadi mengantarkan makanan ke mejanya dan Luhan.
'Aku yakin itu Tao.' Bisik Kris dalam hatinya. 'Aku sangat yakin.' Tambahnya, masih dalam hati. Kemudian seorang pelayan tinggi melewati mereka dan sukses membuat Kris kaget.
"Sehun?! Sedang apa kau disini?" Seru Kris seraya menarik tangan si pelayan tinggi yang ternyata Sehun itu.
"E-Eh. Kau? Kenapa bisa mengenaliku?" Sehun berkata panik. Ia sudah mati-matian berusaha agar tidak dikenali oleh dua orang namja itu, tapi nyatanya Kris masih bisa mengenalinya.
"Memangnya siapa yang tidak mengenali siswa bodoh sepertimu, hah? Sekarang kau bertingkah seperti orang miskin dengan bekerja di kafe ini? Kau ingin dikeluarkan dari sekolah, heh?"
"Aku tidak- aku..." Sehun tergagap. Lidahnya terasa kelu saat Kris menatapnya dengan pandangan tajam yang seolah bisa membunuhnya ditempat itu juga.
"Kurasa sekolah tidak keberatan jika harus mengeluarkan siswa bodoh sepertimu." Timpal Kris sadis. Sebenarnya Kris bukan tipe orang yang bisa membuli siapa saja dengan mudah seperti yang sedang ia lakukan pada Sehun. Tapi ketika Kris berada dekat dengan Sehun, entah kenapa emosinya selalu meledak. Entahlah, mungkin karena Luhan pernah bilang kalau Ia menyukai pemuda yang sedang diejeknya itu. Dan Kris sungguh kesal ketika mendengar Luhan mengatakan hal itu.
"Kris, kumohon hentikan. Ini tempat umum, kau membuat perhatian banyak orang tertuju pada kita." Luhan mencoba menengahi. Tapi sejujurnya ia hanya ingin membuat Sehun lepas dari Kris yang selalu mencari ribut jika berurusan dengan Sehun.
"Kau selalu saja membelanya." Ujar Kris tak terima setelah ia melepaskan Sehun.
"Kau tahu aku menyukainya, Kris." Ucap Luhan dengan kepala yang tertunduk. Luhan mencoba menghindar dari tatapan tajam Kris yang selalu ia takuti.
"Maaf. Tapi sungguh, aku benar-benar tidak pernah menyukai namja bodoh itu." Kris menghela nafas dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Menghilangkan tatapan tajamnya dan menggantinya dengan tatapan lembut yang biasa ia tujukan pada Luhan.
"Kumohon, jangan sebut Sehun bodoh lagi." Ucap Luhan. Matanya sudah berkaca-kaca hendak menangis.
"Kenyatannya Sehun memang bodoh." Kris tidak mau kalah.
"Kau selalu seperti ini, Yifan. Kau tidak pernah mengerti perasaanku!" Luhan berseru kemudian ia mengambil tasnya dan berlari keluar kafe.
Kris melongo tak percaya. Apa-apaan tadi? Luhan pergi hanya karena Kris menyebut Sehun bodoh? Itu memang keterlaluan, tapi tak biasanya Luhan marah dan langsung pergi meninggalkannya. Ia jadi sangat khawtir.
Setelah meninggalkan beberapa lembar uang, Krispun pergi menyusul Luhan yang sudah tak terlihat.
...
"Hah, aku hampir berteriak girang ketika bertemu dengan Kris tadi." Seorang pelayan dengan kantung mata hitam menghela nafasnya. Ia menatap namja seumurannya dengan pandangan yang entahlah, mungkin kasihan?
"Kau bagaimana, Sehun-ah?" Tanya pelayan itu pada pelayan yang ia panggil Sehun.
"Aku tidak tahu, Tao." Pelayan itu berbisik lemah.
"Ternyata kita memang senasib kawan."
Sehun dan Taopun kembali melakukan tugas mereka sbagai pelayan sebelum bos mereka yang tegas tapi sangar memotong gaji mereka karena bermalas-malasan saat bekerja.
TBC or END?
Berniat untuk review? nge-fav? nge-follow? terserah reader! #tebarkissuntukreader
