Enchanted (Terpikat)

sebuah sequel dari Kutukan

.

[!]

warning:

smut, badly written (and soft) smut,

.

Setelah banyak yang meminta sequel dari Kutukan, juga imajinasi jahat tak terbendung, akhirnya cerita ini dipost juga. Well, maaf dan selamat membaca~

.

. .

. . .

.satu.

Cahaya mentari pagi yang berhasil masuk ke dalam kamarnya melalui jendela yang terbuka selalu berhasil menjadi alarm alami untuk membangunkannya dari tidur lelapnya. Kecuali, semalam ia tidak benar-benar tertidur dan pagi ini rasanya seluruh tubuhnya sakit, terutama, pada bagian bawah tubuhnya. Ini semua ulahnya. Pemuda kurang ajar yang tega melakukan hal-hal senonoh padanya dalam beberapa hari terakhir: Jeon Jungkook.

Setelah retinanya membiasakan cahaya, kelopak mata Taehyung mengerjap seraya berusaha melihat ke sekelilingnya. Ketika tidak menemukan eksistensi Jeon Jungkook di kamarnya, ia cukup lega. Setelah semalaman melakukannya berulang kali sampai badannya terasa remuk, Taehyung tidak bisa mengingat bagaimana pemuda brengsek nafsuan itu bisa pulang juga pada akhirnya. Dan sungguh, seharusnya ia senang mendapati ketidakhadiran eksistensi itu di kamarnya sekarang. Tapi, kenapa ada setitik kesedihan karena mendapati kekosongan ini?

Ah, tentu saja.

Wajar kalau saat ini ia sedih. Kekosongan ini berarti kalau laki-laki gila itu bisa pergi setelah puas melakukan apa yang dia mau. Laki-laki itu bisa pergi seenaknya setelah memakai Taehyung untuk memuaskan dirinya, seolah dia tidak lebih dari sekedar barang pemuas kebutuhan. Apanya yang kekasih? Kenyataannya, lelaki Jeon itu hanya ingin melakukan hubungan seks dengannya. Dan sekarang, setelah puas, ia pergi begitu saja tanpa merasa berkewajiban untuk pamit padanya. Well, ada sisi baiknya, mungkin dengan ini berarti Taehyung bisa terlepas dari jerat laki-laki kurang ajar itu.

Adalah ketika Taehyung merasakan getaran dari teleponnya yang terselip di bawah bantal saat ia menyadari kalau ternyata, tidak semudah itu untuk bisa lepas dari jeratan Jeon Jungkook. Ia sampai ingin mengumpat saat mendapati sebuah panggilan dari kontak bernama Sayang. Dan lagi, kenapa foto setengah telanjang itu bisa jadi foto kontaknya? Juga, kenapa lagi si gila itu, pagi-pagi begini sudah mau mengganggu hidupnya?

"Baru bangun? Pulas sekali," ucap suara tegas namun lembut itu dari balik telepon. Seharusnya, Taehyung tidak senang mendengar suara menyebalkan itu. Ia berusaha mengelak sedikit perasaan senang yang muncul dengan menjawab ketus, "Bukan urusanmu. Jangan berisik. Jangan rusak mood orang dari pagi-pagi begini."

Tapi, saat pria itu menjawab dengan dehaman menggoda, lalu mengatakan, "Hemmm, kau lebih suka dirusak malam-malam ya? Oke, itu bisa diatur," itu sontak membuat Taehyung ingin membakarnya hidup-hidup, dan lagi, tawanya di ujung kalimat membuat Taehyung bisa membayangkan gigi kelincinya, juga matanya yang selalu mengernyit setiap kali pria mesum itu tertawa. Ah ya, omong-omong soal mesum, ia juga heran kenapa laki-lali itu selalu berpikiran kotor. Entah kerasukan succubuss dari mana, tapi sepertinya Taehyung harus mulai menyusun rencana penyucian diri sesegera mungkin.

"Saru jam lagi kujemput," suara itu membuat Taehyung tersadar kalau ia dan si mesum masih tersambung lewat jaringan telepon, dan setelah menyadari maksud kata-katanya, ia membelalak. Astaga, kenapa juga Jeon Jungkook mau menjemput?

"Memangnya kau tau jadwalku?" Taehyung bergidik ngeri karena entah kebetulan atau apa, laki-laki itu bisa tahu kalau dalam waktu dua jam ini dia ada kelas pagi. Jawaban "Tentu. Aku sudah mengunduh jadwal kuliahmu, " itu sontak membuat Taehyung membanting tubuhnya kembali ke kasur, berharap ia bisa terbangun dan kalau ini sepenuhnya hanyalah mimpi.

Sadar kalau ini realita, Taehyung akhirnya bergegas mandi. Walau sudah berkali-kali membersihkan tubuhnya, entah kenapa, ia masih merasa bernoda. Ini semua karena laki-laki kotor itu, bahkan saat melihat tubuhnya yang terpantul di cermin, Taehyung jadi bisa merasakan sentuhan-sentuhan itu di tubuhnya. Sial. Kalau begini terus, pikirannya bisa ikut kotor. Taehyung mengusap wajahnya, berharap itu bisa menyucikan pikiran dan perbuatannya kelak.

Setelah pasrah menerima kalau mandi berkali-kali tidak menjadikan dirinya kembali suci, Ia mengenakan kaos hitam longgarnya, lengkap dengan luaran kemeja flanel yang tidak ia kancingkan. Celana coklat super ketatnya juga senada dengan sepatu timberland coklat gelapnya. Hari ini mata kuliah dosen muda dan penampilan bukan hal yang perlu diperhatikan, makanya ia memilih pakaian yang tidak terlalu formal.

Taehyung memastikan sekali lagi kalau ia terlihat cukup representatif. Refleksinya di cermin menampakkan dirinya dengan segaris kelopak menghitam di bawah matanya. Efek kelelahan batin karena sejak mengenal Jeon Jungkook, rasanya ia kehilangan waktu berharganya untuk istirahat. Untungnya garis hitam itu cukup tersamarkan, terima kasih pada kulit kecoklatan ini, bekas itu menjadi tidak kentara. Adalah ketika matanya menatap sebaran titik-titik merah kebiruan di lehernya yang amat jelas, saat ia mengumpat karena tanda-tanda sialan itu bisa berarti masalah kalau dilihat orang lain. Be-reng-sek. Menyadari itu, Taehyung segera mengganti pakaiannya dan mengenakan turtleneck putih yang dipadu dengan sweater merah muda cerahnya.

Sial. Sekarang ia merasa norak, belum lagi, rambut berwarna cerahnya, hasil kalah taruhan dengan Minjae beberapa waktu lalu. Ia bahkan tidak bisa mengingat apa taruhan mereka, yang ia ingat hanya kenyataan kalau setiap kali kalah taruhan, ia harus mengecat rambutnya berwarna cerah. Terdengar sebagai hukuman sepele memang, tapi, coba saja bayangkan betapa menderitanya bleaching sampai berkali-kali. Belum lagi, reputasinya yang akhirnya dikenal sebagai cowok-tak-berpendirian yang selalu bergonta-ganti warna rambut. Tapi, setidaknya itu lebih baik daripada bergonta-ganti pasangan, kan?

.

"Taetae, ada temanmu," teriakan ibunya dari lantai bawah membuat Taehyung tersadar soal waktu berharganya yang akan direbut oleh Joen Jungkook. Dan lagi, apa tadi? Teman? Enak saja, sejak kapan juga mereka berteman? Tapi, kalau dipikir-pikir, itu masih lebih baik daripada kekasih. Ia jadi bersyukur karena si bodoh itu ternyata masih punya pemikiran sehat karena tidak memperkenalkan dirinya sebagai kekasih. Setelah menjawab "iya," Taehyung bergegas dengan tas ransel bertengger di salah satu pundaknya.

Saat turun ke bawah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat dan ciuman pagi di pipinya. Ibu sempat bertanya soal asal-usul Jeon Jungkook, terlebih, yang paling tidak bisa Taehyung terima adalah ketika ibunya mempertanyakan kenapa ia baru melihat laki-laki tampan itu sekarang. Tapi, Taehyung terlalu lelah untuk menjelaskan, juga, yang paling penting selain itu ialah karena ia juga tidak terima saat ibunya menambahkan kata tampan untuk menyebut Jeon Jungkook. Ia cuma menjawab dengan kecupan pamit untuk ibunya dan melengos pergi ke luar rumah.

Matanya langsung membola saat melihat land cruiser putih yang terparkir di jalanan sempit di depan rumahnya, lengkap dengan Jeon Jungkook dengan pakaian serba hitam yang bersandar dengan angkuhnya. "Lama," gerutunya, matanya memutar malas sambil membuka pintu mobil dan masuk. Saat melihat Taehyung mematung, dari dalam mobil mahal itu ia memerintah, "Yah, ayo naik," membuat Taehyung mematuhinya dengan kikuk.

Pasalnya, ketika dibilang kalau dia akan dijemput laki-laki itu, Taehyung tidak menyangka kalau Jeon Jungkook akan datang menjemputnya dengan mobil seharga 105,000 USD seperti ini. Dan lagi, memangnya berapa umurnya? Kenapa dia bisa menyetir? Taehyung jadi merasa hina karena dia sendiri bahkan terus gagal di tes mengemudi. Tapi, yang lebih penting tetap soal kenapa laki-laki ini bisa menyetir mobil semahal ini. Kalau dikonversi ke won, bukannya itu sekitar 120 juta won? Gila. Dan lagi, kenapa juga laki-laki ini menggunakan mobil SUV untuk menjemputnya? Memangnya jalanan sampai ke rumahnya sebegitu terjalnya, dasar tukang pamer. Lagipula, siapa juga laki-laki ini dan kenapa Taehyung dengan bodohnya bisa begitu saja mengiyakan untuk jadi kekasihnya?

"Mukamu jelek kalau mikir," Jungkook yang sedari tadi memperhatikan kernyitan di wajah kekasih barunya itu tidak bisa menahan diri untuk menggodanya. "Apa sih, lagipula kenapa kamu bawa mobil mahal begini? Nyuri darimana coba…," jawaban itu yang justru membuat Jungkook tak habis pikir. Kekasih barunya ini, yang semalam tadi baru saja menjadi kekasih sahnya benar-benar lugu atau memang sebegitu tidak mengenalnya? Kenapa juga dia tidak sampai tahu soal Jeon Jungkook? Orang biasa, seharusnya bisa langsung sadar bahkan ketika melihat marga Jeon-nya.

Tapi, melihat raut wajah Taehyung yang benar-benar serius dengan pertanyaan tadi, Jungkook jadi yakin kalau kekasihnya itu benar-benar tidak mengetahui asal-usul dirinya. Yah, mungkin dia bukan tipe yang punya inisiatif untuk mencari tahu latar belakang orang lain. Padahal, jika ia memakai mesin pencari seperti naver atau google, informasi mengenai dirinya, si pewaris tunggal keluarga Jeon pasti akan dengan mudahnya dapat diakses. Yah, tak apalah, mungkin kekasihnya belum termotivasi untuk mencari tahu soal dirinya.

"Dan lagi, berapa umurmu? Memangnya sudah punya SIM?" kali ini, pertanyaan itu membuatnya gemas dan menjawab, "19 tahun dan punya. Memangnya kau, 21 tahun tapi gagal ujian SIM terus," godanya. Jawaban yang membuat Taehyung kesal. Apanya yang kekasih. Hubungan mereka tampak lebih cocok dikatakan musuh alami. "Tunggu, 19 tahun? Gila. Kamu bahkan lebih muda dari Minjae? Bahkan selama ini aku membiarkanmu memanggilku tanpa embel-embel hyung?"

"Hmm… malas. Ngapain juga memanggil hyung," Jungkook tersenyum gemas. Menggoda Kim Taehyung segera menjadi satu hobi favoritnya sekarang. "Bukannya lebih cocok dipanggil sayang?"dan rona merah di kedua pipi bulat itu membuatnya puas, sangat puas. Ingatkan padanya untuk sering-sering melakukan hal ini nanti.

. . .

"Kenapa turun? Kampusmu bukan di sini. Pergi sana," gusar Taehyung saat mendapati lelaki Jeon itu ikut turun setelah memarkirkan mobilnya. Jawaban tak kalah ketus keluar dari mulut bergigi kelinci itu, "Suka-sukaku-lah. Aku lapar. Belikan makan," jawaban itu membuat Taehyung memikirkan sifat alami laki-laki ini yang suka menindas. Membuat Taehyung malas beradu argumen dan membiarkan Jungkook mengikutinya sampai ke kantin kampus. Melihat sifatnya yang buruk, suka memerintah, dan sering berpakaian serba gelap dan lagi, jam tangan mahal yang menempel di pergelangan tangannya, juga mobil super mahal barusan, Taehyung bisa menyimpulkan kalau mungkin, Jeon Jungkook adalah kepala gangster, atau mafia. Makanya, mulai saat ini, ia harus berhati-hati dalam bersikap.

Ia bahkan menuruti perintahnya untuk menraktirnya sarapan. Untungnya, harga makanan di kantin kampus tidak terlalu mahal. Taehyung membiarkan Jungkook mengambil makanan yang dia suka dan membayarnya. Saat di kasir, Jungkook cukup terkejut saat Taehyung benar-benar membelikannya makan. Well, bisa dibilang ini mungkin kali pertamanya dia ditraktir oleh seseorang dan ternyata rasanya lucu.

"Kau gak makan?" Jungkook melihat Taehyung yang hanya membeli sekotak teh susu. Ia sempat merasa bersalah karena takut Taehyung jatuh miskin karena sudah menraktirnya makan sampai ia sendiri tidak sanggup membeli makan untuk dirinya sendiri, tapi, pikiran bodoh itu terbantah setelah mendengar jawaban Taehyung.

"Udah makan dirumah. Masakan ibuku super enak, makanya aku selalu menyempatkan sarapan dulu," katanya senang. Dan mendengar itu, Jungkook jadi iri. Apalagi membayangkan kalau Taehyung bisa menikmati momen sarapan yang tidak pernah ia alami sejak umurnya sepuluh tahun itu.

"Kalau kau bersikap baik, mungkin aku akan berpikir untuk mengajakmu sarapan, tapi hanya kalau kau bersikap baik," pernyataan itu langsung membuat Jungkook tersenyum lebar. Oh, tentu, Jeon Jungkook akan bersikap baik.

.

Beberapa menit sebelum kelasnya dimulai, Taehyung dipaksa untuk mengantar Jungkook sampai parkiran. Ia kesal juga sih, dengan kemanjaan laki-laki arogan ini. Terlebih, ketika Taehyung menyuruhnya untuk cepat pergi, Jeon Jungkook malah mematung di depan mobilnya dan tersenyum, menyeringai. Entah apa yang dipikirkannya, padahal Taehyung sudah mendesaknya dengan mengatakan kalau kelasnya akan dimulai tidak sampai lima menit lagi.

"Sini," ucapnya pelan seraya memberi isyarat dengan tangannya agar Taehyung mendekat. Entah setan apa yang merasukinya karena saat itu Taehyung patuh dengan polosnya dan mendekati Jeon Jungkook. Ia sempat mengira kalau pemuda Jeon itu akan membisikkan ucapan terima kasih atau semacamnya, dan ia langsung mengutuk kenaifannya karena saat merasakan tangan Jungkook menempel pada tengkuknya, menarik paksa hingga tubuhnya terdorong ke tubuh tegap Jungkook, Taehyung baru sadar apa yang terjadi. Terlebih, saat ia tidak bisa melarikan diri ketika bibir Jungkook mencaplok bibirnya.

Apanya yang perjaka? Taehyung rasa justru sebaliknya, Jeon Jungkook benar-benar maniak seks ulung karena bahkan ciumannya saja terasa sangat terlatih. Dia bisa-bisanya memainkan lidah dengan gesitnya untuk menjelajahi mulut Taehyung, seolah memastikan tidak ada satu titikpun yang terlewatkan. Kesadaran kalau saat ini mereka ada di ruang publik membuat Taehyung mencoba melepaskan ciuman itu. Usaha yang sia-sia karena tangan di tengkuknya menahan kepala Taehyung, membuatnya merasa amat malu. Rasanya, wajahnya sekarang memerah sampai ke kuping.

Benar saja, Jungkook tertawa saat menyudahi ciuman itu dan melihat hasil perbuatannya. Wajah imut memerah kekasihnya itu sangat menggemaskan. Membuatnya tidak bisa menahan diri untuk mengacak-acak rambut karamel terang yang terasa halus, bahkan setiap helainya terasa seperti sutra yan lembut di tangannya.

"Pergi sana, mati sana, bodoh," makian pelan itu bahkan terdengar manis di kuping Jungkook. Ah, membuatnya tidak sabar saja. Tapi ia harus membiarkan Taehyung pergi karena ia juga tidak ingin membuatnya bolos. Sedikit, ia harus bersabar sedikit lagi.

"Nanti kujemput," dan dengan itu, Jungkook masuk ke dalam mobilnya. Menatap kekasihnya yang membalikkan badan tanpa menjawab itu dan memperhatikan sosoknya sampai menghilang dari pandangannya. Ini menakutkan, tapi, Jungkook benar-benar tergila-gila pada sosok itu.

. . .

Jimin dengan kesal menatap Jungkook yang sudah membatalkan latihan mereka sore ini. Kalau bukan karena Jeon Jungkook itu berbakat, Jimin yakin dia dan Hoseok sudah mendepaknya jauh-jauh dari band mereka, mengingat arogansinya yang kelewat batas itu. Tapi, berhubung Jungkook sangat berperan untuk kelangsungan band mereka, pada akhirnya mereka hanya bisa mengalah dan membiarkannya melakukan semaunya. Tapi, sebagai sahabat, Jimin pasti akan mengomel, walau omelan itu tidak akan mengubah kenyataan kalau Jeon Jungkook itu arogan. Well, sudah nyaris sepuluh tahun mengenal Jeon Jungkook, rasanya tidak ada orang yang bisa membuat pemuda yang biasa mendapatkan segalanya dengan mudah itu mengubah sifatnya.

"Oke, tapi, ada acara apa sih?" Jimin yang sudah mengomel dan mengeluarkan ocehan nyaris sepanjang esai akhirnya menyerah. Mendengar tidak ada jawaban dari Jeon Jungkook, Jimin jadi terpikir kalau mungkin, Jeon Jungkook masih berusaha untuk menang dari taruhan bodoh mereka.

"Kamu masih penasaran dengan keperjakaanmu? Menyerah saja. Kalau ini soal taruhan kita, percuma, aku pasti menang," ujarnya meledek. Ledekan itu justru membuat Jungkook menyeringai. Terima kasih kepada Park Jimin yang sudah mengingatkannya soal taruhan mereka.

"Siap-siap jadi budak selama setahun. Aku berhasil menang," pernyataan itu membuat Jimin histeris. Dia bukannya histeris karena kalah taruhan, melainkan juga karena dia penasaran soal bagaimana dongsaeng kurang ajarnya itu bisa melakukan hubungan seks pada akhirnya. "Dengan siapa? Kau ingat kan, taruhan ini gak berlaku kalau kamu pakai jasa sewaan. Dan mustahil kamu bisa melakukan sesuatu dengan orang lain, kalau dicium saja bisa pingsan."

Seringai Jungkook semakin lebar. "Well, ada kok, orang yang bisa kuciumi sampai puas," Dan melihat raut Jeon Jungkook yang menyeramkan, Jimin harus akui kalau selain arogan, Jeon Jungkook itu sakit. Ekspresinya barusan benar-benar terlihat seperti serial killer yang baru saja mendapatkan mangsanya. Terlebih, saat dia mendengar terusan kalimatnya, "dan aku akan terus melakukannya sampai puas."

Gila.

Saat ini rasanya Jimin tidak peduli lagi dengan taruhannya. Dia lebih peduli pada orang malang yang harus menghadapi hasrat seksual Jungkook itu. Dasar anak bocah. Rasanya, walau akselerasi dua tahun, kenyataan kalau Jeon Jungkook itu bocah arogan tidak mau mengalah yang harus selalu mendapatkan segalanya itu tidak bisa berubah. Jimin hanya bisa berdoa agar sahabatnya ini tidak terlalu memforsir siapapun-orang-malang-itu nantinya.

. . .

Seusai kelas, Taehyung sedang asik membahas kelas anatomi dengan Sungjae saat teleponnya berdering. Ia rasanya ingin membuang teleponnya jauh-jauh saat melihat seringai pria sialan itu di layar teleponnya. Terkutuklah ia yang lupa menghapus foto Jungkook setengah telanjang yang diambil sembarangan olehnya sendiri dengan menggunakan telepon Taehyung. Narsis, eksihibisionis, mesum, arogan, rasanya Taehyung bisa menyebutkan rentetan sikap buruk laki-laki itu walaupun baru mengenalnya tidak sampai seminggu

"Aku di gerbang, jangan lama," perintah itu membuat Taehyung melihat ke arah gerbang kampusnya, mobil putih itu terparkir dan ia tidak melihat sosok Jungkook yang sepertinya masih berada di dalam mobil. Tidak peduli dengan perintah itu, Taehyung mengakhiri panggilan itu dan sempat membahas soal praktikum tadi sambil berjalan pelan dengan Sungjae. Tapi, mendengar teleponnya berdering lagi, ia akhirnya memutuskan untuk pamit pada Sungjae, terlebih saat ia bisa melihat Jungkook keluar dari mobilnya dengan tampang masam.

"Dah, soal praktikum kita bahas lagi nanti," ucapnya ramah pada Sungjae seraya berlari kecil menghampiri Jungkook. Ketika sudah berada tepat di depan Jungkook yang masih terlihat kesal, Taehyung cuma mendengus. Manja, juga ternyata adalah satu dari rentetan sifat buruk Jungkook.

"Apaan sih. Sok ramah deh," ketusnya. Entah kenapa rasanya laki-laki yang terpaut dua tahun di hadapannya ini memang benar-benar kekanakan, lihat saja betapa dia bisa kesal hanya karena ia ramah dengan orang lain. Taehyung cuma menjawab tidak kalah ketus, "Aku memang ramah. Tapi cuma sama orang baik."

"Ter-se-rah, cepat naik, lama sekali deh. Kelasmu kan berakhir sejam lalu," dan Taehyung jadi kesal sendiri mendengar Jungkook sudah mengatur-ngaturnya. Bahkan, ini belum dua puluh empat jam sejak mereka sah menjadi kekasih. Eh, ralat, apa itu bisa dibilang sah? Dia bahkan diancam untuk mengiyakan ajakan itu. Ah, masa bodoh. Taehyung malas berargumen dan sibuk dengan telepon pintarnya selama perjalanan.

"Ayah dan ibumu ada di rumah?" Jungkook akhirnya membuka suara saat mobilnya berhenti di lampu merah. "Ada," Taehyung yang masih kesal cuma menjawab singkat. Tapi, saat lampu berubah hijau dan mobilnya berbelok ke arah yang berlawanan dengan rumahnya, Taehyung langsung panik, "Loh, kenapa belok? Arah rumahku kan ke sana?"

"Aku pengen melakukan sesuatu sebentar. Bilang ayah dan ibumu kalau kamu pulang telat," walau bingung dengan perintah itu, Taehyung tetap menurut dan akhirnya mengirim pesan singkat pada orang tuanya. Sebenarnya, kalau Jungkook memang harus melakukan sesuatu, Taehyung bisa pulang sendiri. Ia baru saja mau mengatakan itu saat mobilnya melintas ke arah Myeong-dong, dan masuk ke area hotel bintang lima.

"Ada urusan apa ke hotel? Kalau lama, aku bisa pulang sendiri kok," pertanyaan Taehyung membuat Jungkook menatapnya lekat-lekat. Entah kenapa, Taehyung bisa melihat kilatan berbahaya dari mata pekat itu. "Urusan penting. Lagipula, kalau di tempat lain, nanti nggak bisa teriak-teriak." Jawab Jungkook seraya melepaskan sabuk pengamannya setelah mobil mereka terparkir.

"Maksudnya? A-apa sih? Yah, Jung-Jungkook…"

Taehyung tidak bisa melarikan diri lagi saat Jungkook menarik tangannya erat, mencengkramnya untuk memastikan dia tidak kabur. Taehyung terus mengatakan "Gila, ini penculikan namanya," dan Jungkook mengabaikannya.

Jungkook menyuruh Taehyung menunggu saat ia mengurus ke resepsionis. Saat itu, Taehyung jadi bisa memperhatikan interior hoter yang sangat mewah. Gila. Harganya pasti sangat mahal. Lagipula, memangnya urusan apa dia sampai membawanya ke hotel. Pikiran buruk membuat Taehyung menimbang-nimbang soal kabur saat itu juga. Tapi, belum sempat ia melarikan diri, Jeon Jungkook sudah menarik tangannya lagi.

"Tung-tunggu. Kita mau kemana? Kau urus saja urusanmu, aku mau pulang," saat ini Taehyung benar-benar serius saat berusaha melepaskan cengkraman erat Jungkook. Tapi, si egois itu bergeming dan terus mengarahkannya pada lift. Bahkan, kenapa juga dia bisa membawanya masuk ke lift VIP? Akses dari mana? Sial. Pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab itu membuatnya tidak tahan lagi.

"Jungkook, sudah kubilang, selesaikan urusanmu saja, aku pulang," tegasnya lagi. Mata Jungkook memandang malas, "kalau kamu pulang, gimana aku bisa menyelesaikan urusan itu?" dan jawaban itu membuat Taehyung mengerti sedikit. Kepanikan membuatnya ingin berlari tapi terlambat, ia tidak bisa kabur karena lift itu sudah membawanya hingga lantai teratas. Gila. Ini benar-benar penculikan. Terlebih, saat Jungkook tidak melepaskan tangannya sampai masuk ke kamar dengan label VIP itu.

"Hey-hey, tunggu, Jungkook. Apa sih? Astaga. Kenapa kamar VIP? Memangnya kau punya uang buat bayar ini? Astaga, ini mahal, ayo pulang saja," dan mendengar itu, Jungkook jadi ingin tertawa karena, kenapa juga dia mengkhawatirkan soal tidak sanggup membayar untuk menginap di hotelnya sendiri?

Well, Jungkook memang tidak punya pilihan lain. Kalau melakukan di rumahnya, walaupun orang tuanya hampir bisa dipastikan tidak akan ada di rumah, ia tetap tidak mau menanggung resiko. Lagipula, ia malas menjelaskan pada orang-orang kalau mereka mempertanyakan soal siapa Kim Taehyung. Juga, karena sore ini ia membatalkan latihan band-nya, bisa dipastikan kalau kamar Jimin tidak available untuknya. Apalagi Taehyung sendiri bilang kalau orang tuanya sedang di rumah. Jadi, bisa dibilang kalau putusan untuk menggunakan satu kamar terbaik hotelnya adalah satu-satunya cara untuk melakukan itu dengan tenang.

Mendengar kekasihnya masih terus mengomel dengan panik soal harga kamar, Jungkook tersenyum sendiri. Sepertinya, kekasihnya ini benar-benar belum tahu kalau dia adalah pewaris tunggal keluarga Jeon, juga, kalau hotel bintang lima di daerah Myeongdong ini juga termasuk aset berharganya.

"Jungkook, jawab, batalkan kamar ini deh, ini pasti mahal, memangnya kamu bawa uang untuk bayar ini?" dan akhirnya, Jungkook memutuskan untuk iseng menjawab, "Ah, bagaimana ya? Itu urusan nanti deh," menggoda Taehyung memang menyenangkan. Oh, betapa ia tidak bisa bersabar untuk menggodanya di atas ranjang nanti.

. . .

Taehyung pernah tidur di hotel. Saat itu, ketika berwisata ke Jepang dengan keluarganya. Tapi, itu pun hanya hotel bintang tiga. Tapi kali ini, Ya Tuhan, ini pertama kalinya dia menginjakkan kakinya ke kamar VIP hotel bintang lima. Pemandangan Seoul yang gemerlap terlihat kecil dari atas sini. Ia sampai sulit berkata-kata saat melihat pemandangan dari jendela kamar hotel yang menjulang di pusat kota Seoul. Ia tidak tahu pasti, tapi seingatnya, kamar ini mungkin di lantai 29 atau bahkan 30. Gila. Taehyung bahkan tidak bisa melanjutkan protesnya karena terlalu terpukau dengan pemandangan dari jendela itu.

Melihat Taehyung yang tampak sibuk mengagumi pemandangan di luar dari jendela kamar, Jungkook tersenyum senang. Terlebih, saat melihat servis yang ia minta sudah tersaji di atas meja. Sampanye dan dua gelas bening tersaji khusus untuk mereka. Sambil memperhatikan kilatan kekaguman Taehyung, ia menuangkan cairan berwarna keemasan itu pada salah satu gelas, membiarkan wangi anggur putih yang menyentuh gelas bening itu memuaskan indra penciumannya. Setelah terisi, Jungkook mengangkat gelas itu dengan satu tangannya, menghampiri Tehyung yang masih terpukau dengan pemandangan di luar jendela.

"Jung-Jungkook. Ayo batalkan ini. Kita tidak mungkin bisa bayar ini,"

Tapi kali ini, Jungkook tidak ingin menjawabnya. Ia meneguk sampanye itu, mengisi mulutnya dengan cairan dingin itu dan memindahkannya pada mulut Taehyung. Taehyung terkejut saat mendapati bibir Jungkook yang melekat tanpa aba-aba, memintanya akses untuk memindahkan sampanye itu ke kerongkongannya. Cairan dingin itu kini terasa hangat setelah melalui kerongkongannya. Membuatnya tidak bisa berpikir jernih karena selain cairan itu, tatapan yang ditujukan padanya dari dua bulatan pekat Jungkook justru mungkin lebih memabukkan.

Bahkan, belum sampai dua puluh empat jam menjadi kekasih Jeon Jungkook, Taehyung sudah merasa nyaris jantungan. Kenapa laki-laki muda ini terus membuatnya terkejut? Tapi, Taehyung tahu kalaupun ia berbicara, kata-katanya akan seperti tadi, diabaikan dan tidak dianggap serius. Makanya, Taehyung membiarkan Jungkook melakukan semaunya. Memaksanya meneguk sampanye itu lagi dari mulutnya, dan juga membiarkan ketika Jungkook melucuti lapisan sweaternya dan membuangnya asal ke lantai.

Degup jantungnya seperti meloncat beberapa saat ketika ia melihat sweater dan lapisan turtlenecknya sudah terabaikan entah di mana. Ia juga tidak bisa mempertahankan kaosnya saat Jungkook dengan sedikit paksaan melucuti kain terakhir yang menempel di tubuhnya itu. Udara dingin yang menyentuh kulit terbukanya membuat Taehyung sadar kalau saat ini dia sudah setengah telanjang.

"T-tunggu dulu," sia-sia, Jungkook tidak akan menunggu lagi dan dengan pelan, mendorong tubuh kurus Taehyung ke atas kasur di tengah ruangan. Dengan amat pelan, Jungkook merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Taehyung tidak bisa mengerti lagi kenapa tangan lihai Jeon Jungkook bisa dengan mudahnya menanggalkan setiap helai yang tersisa dari tubuhnya.

"Jung-Jungkook,... ah-ku...," bahkan Taehyung sendiri tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak yakin kalau ia benar-benar ingin berhenti saat mendapati tubuhnya yang benar-benar terlucuti itu berada di bawah tubuh Jungkook yang masih mengenakan pakaiannya. Kesadaran itu membuatnya tersipu malu dan berusaha menghindari tatapan Jungkook. Bahkan saat ia sudah dalam keadaan telanjang, tatapan itu seolah masih berusaha untuk melepas segala lapisan pertahanan yang ia punya.

Saat ia menolehkan wajahnya, menampakkan lehernya yang tidak terlindungi, seolah menawarkan pada Jungkook untuk menyerang leher itu lagi. Tentu Jungkook tidak akan menyia-nyiakan 'tawaran' itu, segera ia mencodongkan kepalanya ke sudut leher Taehyung, menyerang dan menghisap kulit sensitif itu, memberikannya tanda yang tidak akan hilang sampai beberapa hari ke depan. Tanda yang ia tinggalkan kemarin belum juga hilang. Tapi, Jeon Jungkook memang suka memberikan tanda pada apa yang menjadi miliknya. Makanya dia akan memastikan kalau tubuh di bawahnya ini akan dipenuhi dengan tanda kemerahan lagi.

"Hmhh... " Taehyung berusaha sekeras mungkin menahan suara sialan yang tidak tertahankan itu. Terlebih ketika Jungkook memainkan lidahnya di area merah muda manis di dadanya. Sementara satu tangannya sibuk dengan milik Taehyung, seolah memastikannya agar mengeras seperi miliknya. "Haah… Hmph," suara tertahan itu mulai membuat Jungkook terganggu. Ia menarik tangan Taehyung yang menutup akses suara itu, sebisa mungkin, ia ingin mendengar Taehyung berteriak, memohon, meminta, segalanya.

Jungkook terus berusaha memberikan tanda merah itu di setiap bagian, saat ini, ia menciumi perut datar Taehyung. Walau abdomennya lunak dan tidak ada sixpack seperti miliknya, Jungkook tetap menyukainya. Mungkin, ia akan memaksa Taehyung untuk lebih sering makan, karena baginya, Taehyung terlalu kurus.

Jungkook terus bergerak ke bawah. Penjelajahannya berakhir pada bagian itu. Dia tersenyum saat melihat wajah taehyung berkerut penuh antisipasi. Pupilnya membulat seperti kucing yang sedang tertarik pada sesuatu. Dari setiap ekspresi Taehyung, Jungkook sangat senang melihat ekspresi itu. Jungkook memandangnya lekat bahkan saat dia mulai mengulum milik Taehyung. Ia berusaha merekam ekspresi itu dan menanamkannya di dalam memori otaknya.

Erangan dan desahan mulai terdengar seperti melodi merdu yang membuat Jungkook semakin ingin mendengar lebih. Ia terus memainkan lidahnya dan menelan likuid yang mulai keluar. Membuatnya mempercepat gerakannya sampai taehyung tidak lagi malu untuk mengeluarkan desahannya. Dan saat tahu kalau Taehyung sudah dekat, Jungkook iseng melepaskan milik Taehyung dari mulutnya, membuat Taehyung sesenggukan memohon.

"Jung-Jungkook…aah. Ah, kenapa..."

Sial…, sakit. Rasanya seperti ada yang mengganjal di perut Taehyung. Jungkook tersenyum puas melihat ekspresi Taehyung. Tidak. Dia tidak akan membiarkan taehyung keluar sebelum dia memasuki Taehyung. Taehyung meronta dengan kesal karena Jungkook sudah membiarkan dia tersiksa seperti ini. Tapi, ketika Jungkook melepaskan pakaian yang sedari tadi masih menempel pada tubuhnya, Taehyung tahu kalau dia harus bersabar.

Dan kesabaran itu membuahkan sebuah hasil, yaitu ciuman yang ia rindukan. Jungkook menggigit bibir bawah Taehyung. Lidahnya masuk untuk kemudian merasakan sisa sampanye yang masih manis di dalam mulut Taehyung. Sampanye dan Taehyung adalah perpaduan yang bagus, ingatkan ia untuk melakukannya lagi nanti. Tapi, Taehyung tidak bisa membalas ciuman itu karena masih terganggu dengan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya. Kalau Jungkook tidak segera melakukannya, rasanya Taehyung akan melakukannya sendiri.

Untuk itu, ia menggunakan tangannya untuk meraih miliknya. Tapi, usaha itu tidak membuahkan hasil karena pergelangannya tertahan oleh satu tangan Jungkook yang membuatnya tidak bisa menyentuh miliknya sendiri. Taehyung protes dan dengan kesal melepaskan ciuman itu, membuat Jungkook mengernyitkan alisnya. "Sakit Jungkookie. Ayo cepat," panggilan itu membuat Jungkook senyum. Dengan satu tangan, Jungkook memastikan tangan nakal taehyung tidak bergerak kemana-mana kemudian menggunakan tangannya yang lain untuk mempersiapkan Taehyung.

Satu jari. Taehyung menarik nafas dan berusaha menyesuaikan diri dengan itu. Sakit. Ini bukan kali pertamanya, tapi tetap saja masih terasa sakit. Perasaan ini mengingatkan dirinya pada kali pertamanya yang terasa kasar. Berbeda dengan saat ini karena Jungkook melakukannya dengan pelan, sangat pelan. Taehyung jadi ingin mengutuk Jungkook lagi karena sudah menyiksanya dengan tempo yang kelewat pelan. Tapi, ketika ia merasakan jari kedua, ia tidak bisa berpikir lagi dan membiarkan suaranya menggema di ruangan luas itu.

Pada jari ketiga, Taehyung sudah tidak tahan lagi.

"Jung-kookie, cepat, cepat. Kumohon, Aku bisa keluar…"

Dan mendengar itu, Jungkook malah semakin ingin menggodanya.

"Kalau kamu keluar, aku akan mengutukmu sampai tidak bisa ereksi lagi." Sambil diselingi tawa jahil. Astaga. Rasanya Taehyung ingin membunuhnya saja. Tapi dia tahu Jungkook bisa serius melakukan itu, makanya dia menahan gejolak yang sudah sedari tadi memuncak itu.

Jungkook yang puas karena Taehyung sudah menjadi anak yang baik dan penurut akhirnya merogoh bungkusan kecil dalam sakunya dan menyobeknya. Lalu memasangkan karet pelindung itu pada miliknya. Dan Taehyung tahu kalau itu tidak lama sampai dia benar-benar akan masuk ke dalam. Ketika merasakan itu, Taehyung seperti melihat bintang.

Gila. Rasanya Taehyung tidak bisa menahan diri lagi. Tapi, dia tahu kalau dia harus meminta izin pada Jungkook atas ini.

"Jungkook, a-ku mohon..."

Jungkook menggeleng. Belum. Dia masih ingin mengetahui batasan Taehyung. Dia menggunakan tangannya untuk membantu menahan agar Taehyung kuat. Dia melingkarkan tangannya dan menahan pangkal milik Taehyung. Saat itu, Jungkook mulai menaikan tempo dan Taehyung semakin menjadi-jadi. Dia harus menarik seprei dan mencengkram itu kuat-kuat, seolah itu bisa memberikan kekuatan padanya untuk bertahan.

Jungkook masih terus menyerang titik-titik yang membuat Taehyung menggeliat tak berdaya. Sedikit lagi. Kalau Jungkook masih menahannya, rasanya Taehyung tidak akan peduli lagi dan mengeluarkannya. Tapi Taehyung tahu kalau Jungkook tidak sejahat itu. Ketika itu Taehyung mulai meminta lagi, Jungkook mendekatkan dirinya pada kuping Taehyung, berbisik manis dan memerintahkannya untuk mengeluarkannya.

Di saat yang sama dengan hentakan pada prostatnya, Taehyung mengeluarkan apa yang sudah ia tahan itu dengan meneriakkan nama Jungkook. Membuat laki-laki itu sangat puas dan dia mencapai puncaknya sendiri. Jungkook mengeluarkannya dan membuat Taehyung meringis atas sensasi yang tak tertahankan.

Dan sekali lagi, Jungkook melekatkan kedua mulutnya dan saling merebut nafas dalam sebuah ciuman. Pertarungan lidah yang selalu dimenangkan Jungkook membuat Taehyung tidak terlalu berusaha untuk melawan Jungkook. Tapi, ketika menyadari kalau ini semua usai, dan realita pahit soal kamar hotel yang sangat mahal ini, membuat Taehyung melepaskan paksa ciuman itu. Ia menatap mata Jungkook dalam-dalam. Kali ini, kalau Jungkook masih mengabaikan pertanyaannya lagi, Taehyung akan benar-benar menendangnya sampai tersungkur.

"Sekarang, bagaimana kita bisa membayar kamar ini Jungkook?"

Pertanyaan itu membuat Jungkook jadi heran kenapa kekasih bodohnya ini masih belum bisa menyimpulkan soal siapa dirinya. Makanya, dia memutuskan untuk membisikkan sebuah petunjuk ke telinga Taehyung, "…dan, apa yang membuatmu berpikir kalau aku tidak bisa membayar kamar di hotel milikku sendiri, Kim Taehyung?"

Ketika wajah manis itu terbelalak kaget, rasanya, Jungkook bertekad untuk akan selalu memberikan kejutan pada kekasihnya agar bisa terus melihat ekspresi itu. Jungkook tidak bisa menahan diri untuk mengecup bibir yang sekarang terbuka.

Well, apa yang akan kekasihnya ini lakukan saat Jungkook mememperkenalkan diri sebagai pewaris tunggal keluarga Jeon nanti?

. . .

.next?

a.n

Terima kasih banyak sudah membaca Kutukan dan meminta sequel karena berkat itu imajinasi jahat kookv akhirnya tidak tertahan lagi, btw, sorry for this badly written smut hahaha! /sorrynotsorry

Kalau-kalau ada salah kata, ampuni dosa ini, jangan sungkan memberi masukan, triims~

Love you all~