"Meja empat!" seru pria berambut cokelat dari balik pintu.

"Sebentar, Furihata-san," sahut salah satu pelayan laki-laki yang mondar-mandir.

"Tidak pernah ada peak hour segila ini. Bahkan semua meja di luar penuh!" timpal pelayan lain yang berlari dengan tangan penuh nampan.

Kouki Furihata mengawasi tiga orang di seberang ruangan dengan was-was. "Meja empat sudah menunggu dari tadi. Ada langgananku di sana, jangan bikin dia kecewa. Nah, sudah jadi! Antarkan segera!"

Sebuah nampan dengan tiga gelas yang masing-masing berisi milkshake vanilla, air sari jeruk, dan air mineral diantarkan ke meja empat. Gelas-gelas itu diraih ketiga pemesannya tanpa ucapan terima kasih—hanya satu yang berambut biru langit mengangguk sedikit pada si pelayan—dan pelayan berambut hitam itu membungkuk sopan sebelum undur diri.

Hanya satu kali pandangan si pelayan terpaku sejenak pada insan di meja nomor empat yang rasanya dikenalinya; setelahnya perhatiannya berpindah karena ada banyak pesanan lain untuk diantar di meja enam dan sembilan.

Saat itu siang hari, sembilan Januari. Di beberapa blok di sebelah utara baru saja ada pemakaman dua kawan lama. Dan di meja nomor empat itu Tetsuya Kuroko berkata,

"Aomine-kun meninggal juga, baru semalam..."

.

.

.

.

.


Kuroko no Basuke (c) Tadatoshi Fujimaki

Assassination Classroom (c) Matsui Yuusei

.

.

.

.

.

A Sidestory of a Kuroko no Basuke fanfiction,

"By Means of a Miracle" (c) Roux Marlet

By Means of Being a Teacher (c) Roux Marlet

.

.

.

.

.

Crossover, Future Alternate Reality.

Chapter 1: The Report


.

.

.

.

.

"Furihata-san... Orang itu langgananmu, 'kan?"

Pelayan yang baru saja masuk ke dapur membawa nampan kosong itu bertanya pada sang pemilik restoran.

"Yang berambut biru, iya."

"Dia cukup sering ke sini."

"Kau benar. Dia teman dari temanku yang seorang detektif. Kenapa memangnya?"

"Tidak. Hanya saja orang itu sering membawa berbagai macam teman ke sini. Ah, abaikan saja pendapatku ini, Furihata-san."

Sepeninggal si pelayan, pemilik restoran yang terkenal dengan kelezatan burger-nya itu terdiam sementara tangannya masih menghitung lembaran uang secara otomatis. Selagi pikirannya melayang sedikit ke masa lalu, seseorang di meja lima memekik. Ada gelas minuman yang tersenggol dan isinya tumpah.

"Yuuma-kun!" panggil Furihata, tiba-tiba melihat kesempatan terbuka. "Urus meja lima dan dengarkan baik-baik."

"Siap!" Pelayan berambut hitam tadi sudah melesat kembali dalam hitungan detik, membawa serbet dan kain pel. Mendekati meja lima dan mengucapkan permisi, pelayan itu menyadari satu orang dari meja empat—pria berambut merah dengan aura mengintimidasi—bangkit berdiri lalu pergi ke kamar mandi.

Tumpahan di meja lima tidak banyak. Segera, pekerjaan remeh itu selesai. Anak perempuan kecil yang tadi tidak sengaja menyenggol gelas itu terisak sementara ibunya berkata,

"Terima kasih. Bisa kami minta segelas milkshake stroberi lagi?"

"Bisa. Mohon tunggu sebentar." Seulas senyum dipajang, pelayan itu menambahkan pada si anak, "Jangan menangis, ya."

Anak kecil itu terdiam, heran dengan tingkah seorang pelayan yang lain-dari-yang-lain dan penasaran akan orang itu. Namun yang datang mengantarkan milkshake stroberi bukan pelayan yang sama.

Si rambut merah kembali dari kamar mandi ke tempat duduk di meja empat. Tak lama berselang, ketiga orang itu keluar dari Maji Burger. Berpisah jalan, sementara suasana suram membayangi ketiganya menyusul fakta bahwa tiga teman mereka sudah tiada.

Tidak ada manusia yang bisa tahu apa yang akan terjadi di masa depan, dan Kouki Furihata kaget sekali ketika keesokan harinya mendapati berita utama di surat kabar tanggal sepuluh Januari.

"Tiga Ditahan, Satu Meninggal: Kasus Doping Anak SMA Delapan Tahun Silam" adalah judul besar di halaman depan.

"'Seorang pemilik restoran berinisial KF memberi informasi penting bagi kepolisian, yakni fakta bahwa tersangka SH dan TK sering terlihat membicarakan sesuatu yang penting di restorannya dalam enam bulan terakhir. Tersangka RK, yang nyaris tewas diracun oleh TK hari sebelumnya, sudah memberi keterangan mengenai kasus doping delapan tahun yang lalu pada polisi dan akan segera diproses hukum. Seorang lagi, SA, dikabarkan meninggal.' Kau sudah dengar berita ini, Yuuma-kun?"

Yuuma Isogai mengangkat kepala dari kesibukannya mengelap meja. "Ya, Furihata-san."

"Apa yang membuatmu berpikiran bahwa pelangganku itu pelakunya? Kau melihatnya membubuhkan racun dalam air jeruk itu?"

Si pelayan berambut pucuk menggeleng, tersenyum kecil. "Aku tidak melihatnya. Hanya saja, menurutku, dia punya aura membunuh yang kuat."

Berusia dua lusin dan sudah jauh lebih mapan, Yuuma Isogai bukannya cenayang atau apa. Pendidikan di kelas pembunuhan selama tahun terakhirnya di SMP dahululah yang membuat instingnya tajam dalam menilai orang. Dan di tahun terakhirnya bekerja penuh waktu di Maji Burger itu—sebelum akhirnya dia akan membuka rumah makan sendiri—rupanya terjadi sebuah kasus besar.

"Tapi Furihata-san sendiri sudah menyadari ada yang janggal sejak enam bulan yang lalu, bukan?" Isogai melanjutkan.

"Yah... tapi tetap saja peringatanmu itu datang tepat waktu. Lalu, dalam waktu semenit saat kau mengelap tumpahan itu, apa yang kau dengar?"

"Tidak banyak," sahut Isogai, mengabaikan fakta bahwa atasannya itu menghalalkan kegiatan curi-dengar terhadap pelanggan sendiri—tapi, hei, hidup-mati seseorang dipertaruhkan dalam hal ini, jadi bolehlah. "Tapi aku mendengar satu nama yang membuatku berpikir, ini semua ada hubungannya dengan kasus waktu itu."

"Nama siapa?"

"Shigehiro Ogiwara."

"Anak yang meninggal karena keracunan doping itu, ya?"

Isogai mengangguk. Masih jelas dalam ingatan si ikemen perkataan Tetsuya Kuroko kemarin. Dan terima kasih pada Kouki Furihata karena bahkan inisial namanya tidak muncul dalam berita sebagai saksi pelapor. Yuuma Isogai sudah kenyang dengan pengalaman dikejar-kejar wartawan, meskipun perbuatannya kali ini telah meluputkan seseorang dari kematian yang hampir terjadi semalam dan sebetulnya sangat layak diapresiasi. Laporan Isogai adalah salah satu hal.

Satu dan lain hal, karena segala sesuatu di dunia ini saling berhubungan. Laporan Isogai yang didukung kesaksian Furihata, tindakan pencegahan Detektif Kagami dan informannya, serta kesigapan pasukan kepolisian di bawah perintah Kepala Polisi Hyuuga, semuanya merupakan usaha yang membuahkan bertahannya kehidupan seseorang, sekalipun orang itu adalah kriminal. Satu orang manusia tidak tewas karena bunuh diri berkat semua usaha itu.

Satu-satunya hal yang membuat Yuuma Isogai kaget adalah fakta bahwa Tetsuya Kuroko bekerja sebagai guru Taman Kanak-kanak.

"Dia seorang guru?!"

"Iya. Guru TK. Kenapa kau begitu terperanjat, Yuuma-kun?"

Tidak langsung menjawab, karena ingatan Isogai membuka ke masa beberapa tahun lalu saat seorang teman di SMA bertanya padanya,

"Hei, Isogai... menurutmu apa yang membuat seseorang pantas disebut seorang guru?"

.

.

.

.

.

To be continued.