Cast: - Kim Kibum - Kim Rana (OC) - Kim Heechul - Lee Sungmin (cameo) - Lee Hyukjae (cameo)

Genre: School life, Romance

Length: Oneshot

Rating: PG-13

Au. ' s Note: ini oneshot ketigaku... Gara-gara inget jaman SMA dulu, lahirlah ff ini hiks saia terhura.. #abaikan

Well, hope you enjoy the story... Mwahhhh :*

Also published on my wp:queensarap. wordpress. com

Hari masih terbilang pagi saat Kim Rana terbentur meja karena mengantuk. Dia mengaduh pelan, tak mau membuat kebisingan mengingat Yoo Songsaengnim sedang mengajar sekarang. Yoo Songsaengnim memang bukan guru killer, hanya saja lebih mirip Dewi Durga yang sebentar lagi berubah jadi Dewi Kali, sang dewi kehancuran dalam mitologi Hindu.

Sesegera mungkin ia menggosok-gosok matanya agar kantuknya hilang. Ia juga menepuk-nepuk kedua pipinya dengan keras. Tapi apa daya, usahanya cuma sukses sesaat. Dia mengantuk lagi; kepalanya kembali terbentur meja, kali ini meja teman di sebelahnya, Song Minji.

" Ouch... " keluhnya pelan.

" Hei! Berhentilah mengantuk begitu! " sergah Minji sambil berbisik. " Kau terlihat konyol! "

" Memang kenapa? Aku tak peduli. " jawabnya cuek.

" Ck! Kau tak lihat? Sejak tadi Kim Sunbae mengamatimu dari celah pintu! "

Rana cepat-cepat melirik pintu. Didapatinya Kim Kibum, si Ketua OSIS berdiri dengan tangan terlipat di depan dada sedang menatapnya datar. Rana menunduk dan menolehkan kepalanya ke arah berlawanan dan mendecak frustasi.

" Matilah aku! Dia pasti akan memberiku gunungan tugas gara-gara ini! Ah dasar menyebalkan! "


Ruang OSIS

15:10 KST

" Sekretaris Kim. " panggil Kibum. Dia membolak-balik sebuah proposal di tangannya, sementara di atas mejanya ada sekitar sepuluh proposal lain.

Rana mendekat.

" Ne Sunbaenim. "

" Periksa semua proposal ini. Kalau sudah, laporkan padaku. Nanti baru kulihat mana yang layak disetujui programnya. Setelah itu baru bisa kita ajukan ke pihak sekolah. "

" Ne Sunbaenim. "

Rana hanya bisa mengiyakan. Di hadapan Ketua OSIS yang punya kuasa atas seluruh siswa di sini, mana bisa ia menolak perintah. Apalagi dia sekretaris utama yang banyak diserahi tugas oleh Kibum. Rasa tanggung jawab, alasan kedua kenapa ia tak menolak semua tugas yang dibebankan kepadanya.

Dia ambil semua berkas proposal di atas meja, lalu ia berjalan ke mejanya sendiri. Berseberangan dengan meja Kibum, dan bersebelahan dengan meja milik Bendahara, Lee Sungmin yang absen karena sakit.

Suasana di ruang itu terasa mencekam bagi Rana, namun ternyata tidak buat Kibum. Dia nyaman-nyaman saja. Senang, malah. Entah karena sudah berhasil 'menyiksa' Rana, entah karena hal lain. Well, pemuda satu ini memang agak susah ditebak.

Rana mencermati tiga buah proposal yang sudah ia seleksi, lalu bangkit dari kursinya dan menyerahkannya pada Kibum.

" Sunbaenim. " katanya. Ia berdebar keras. Bukan karena ia jatuh cinta pada pemuda itu, sama sekali bukan. Cuma agak panik dan penasaran apa proposal yang ia pilah sudah memenuhi standar Kibum atau belum.

" Mm. " Kibum menggumam, meletakkan proposal di tangannya dan beralih ke tiga bundel proposal baru. Dia membaca ketiganya sekilas-sekilas.

" Matamu jeli juga, Sekretaris Kim. " ujarnya seraya menandatangani ketiga proposal tersebut. " Tak salah aku mengandalkanmu di organisasi ini. "

" Ah ye gamsahamnida, Sunbaenim. "

" Ini. Besok bawalah ke Kesiswaan dan Kepala Sekolah. Aku mengandalkanmu-sekali lagi. "

" Apa? Aku lagi? Lantas apa yang ia lakukan? Kenapa tugasnya jadi aku yang mengerjakan? Seharusnya ia yang membawa ini ke pihak sekolah! " umpatnya dalam hati.

" Kau masih harus banyak belajar, Kim Rana. Kau digadang-gadang untuk jadi ketua berikutnya. " sambung Kibum lagi seolah tahu isi pikirannya. " Jangan khawatir. Besok kutemani. "

Dan Rana pun melongo tak percaya.

Esoknya Rana pergi ke Ruang Kepala Sekolah setelah sebelumnya mendapat persetujuan dari Kesiswaan. Kibum berjalan di sampingnya, menemani ia meminta legalisir pihak sekolah. Setelah ini ia mesti ke Ruang Tata Usaha untuk mencairkan dana yang akan digunakan untuk ketiga program tersebut.

Kepala Sekolah mereka menyetujui semua program yang diajukan dengan mudah, membuat Rana merasa lega. Di Ruang TU, ia hanya tinggal menunggu dan setelah itu selesailah tugasnya hari ini. Besok ia bisa memberi komando pada anggota reguler untuk pelaksanaannya.

" Sudah ada legalisir Kesiswaan dan Kepala Sekolah, benar? " tanya Kepala TU memastikan. Ketiga proposal yang mereka ajukan ada di tangannya. Kepala TU mencermati proposal-proposal tersebut, membacanya halaman demi halaman, lalu mengangguk-angguk mengerti.

" Ne, Songsaengnim. " jawabnya mantab. Kepala TU di sekolahnya mencatat jumlah dana yang dikeluarkan di pembukuan sekolah, lalu berjalan masuk ke ruangan bagian dalam. Tak sampai lima menit ia sudah kembali dan menyerahkan sejumlah uang pada Rana.

Keduanya keluar dari ruangan itu beriringan.

" Kerja bagus, Rana-ya. " puji Kibum, puas dengan kinerja Rana. Ia menyeringai. " Aku bisa tenang menitipkan OSIS padamu. "

Rana hanya menampakkan senyum kikuknya mendengar pujian itu. Ia sedikit, merasa aneh. Tak biasanya Kibum memuji secara terang-terangan. Tapi sudah dua kali ini ia dipuji. Dan barusan, 'Rana-ya', katanya?

" Biasanya ia tak memanggil nama kecilku. "

Apa ketua OSIS nya ini salah makan atau salah minum obat? Atau jangan-jangan, dia menderita bipolar complex? Semacam, berkepribadian ganda, begitu?

" Ah! Sunbaenim, kau duluan saja. " celetuk Rana. Tiba-tiba saja ia teringat sesuatu.

" Wae? "

" Ah itu, aku mau ke perpustakaan dulu. Aku baru ingat ada beberapa buku yang ingin kubaca. Aku akan segera kembali ke Ruang OSIS. "

Rana bermaksud mengambil jalur menuju perpustakaan dengan berbelok ke arah kanan, tapi tangan Kibum memegangi pergelangan tangannya.

" Tunggu. " katanya. " Kuantar. "

Rana menatapnya keheranan.

" Sekolah sudah mulai sepi dan perpustakaan akan ditutup setengah jam lagi. Kau 'kan perempuan, aku tak bisa membiarkanmu jalan sendirian. Kebetulan aku juga mau pinjam buku geologi. "

" Ah begitu. "

Mereka berjalan lagi, kali ini menuju perpustakaan.

Seperempat jam kemudian, keduanya terlihat keluar dari pintu perpustakaan dengan buku di tangan masing-masing. Kibum, hanya ada satu buku di tangannya, buku tentang pertambangan. Sementara Rana memeluk empat buah buku besar-besar bersampul tebal. Sepertinya dia kewalahan membawa buku-buku yang dipinjamnya itu.

Kibum, tanpa diduga, menyambar semua buku di pelukan Rana, lalu berhenti dan membaca judul bukunya satu per satu.

" Mesir Kuno... Yunani Klasik... Abad Pelayaran... Abad Pencerahan... "

Rana bingung.

" Bagaimana bisa kau meminjam semua buku ini, Rana-ya? Ini 'kan ensiklopedi yang langka, tak boleh dipinjam untuk dibawa pulang ke rumah. "

" Ahahah, itu... Jadi, mm, aku kenal baik dengan petugas perpustakaan. Dia kerabatku, dan aku juga sering meminjam buku. Dia juga tahu benar seperti apa diriku, jadi dia percaya sepenuhnya padaku. " jelasnya.

" Lalu karena itu juga dia memperbolehkanmu meminjam buku-buku ini, begitu? Ya! Ini tidak adil. Bahkan aku saja tak diizinkan meminjam ensiklopedi astronomi pekan lalu. " Kibum menggerutu. Rana hanya tersenyum simpul. Salah satu sisi lain Kibum ia temukan hari ini. Ternyata si boss bisa sedikit kekanakan juga.

Mereka berjalan ke Ruang OSIS dengan santai, namun tanpa mereka sadari, di balik pilar tersembunyi ada sebuah kamera berlensa tele sedang memotret mereka berdua.


Interlude...

Di rumah, Kibum merasa tak habis pikir. Buku tentang pertambangan yang tadi ia pinjam, dilemparnya pelan ke ranjangnya yang empuk.

" Hei! Aku 'kan tak membutuhkan buku ini! "

Kenapa ia meminjamnya sementara ia tak membutuhkannya?

" Kim Rana! Ini gara-gara kau! Lihat saja! Tugasmu akan makin bertumpuk mulai besok pagi! Ini hukuman buatmu! "


Betapa kagetnya Rana saat ia sampai di sekolah, lima hari berselang sejak ia dipanggil 'Rana-ya' oleh Kibum. Bagaimana tidak? Dia jadi headline news di Seoul Art High School, sekolahnya. Dan dia merasa perlu konfirmasi.

Dengan langkah lebar-lebar, Rana berjalan cepat-setengah berlari sebenarnya-ke koridor lantai dua gedung utara, bukan ke kelasnya sendiri, kelas 1-1 yang terletak di koridor lantai dua gedung barat. Kelas 2-7 jadi tujuannya.

Siswa-siswa lain yang melihatnya lewat berbisik-bisik. Ada majalah sekolah di tangan masing-masing dari mereka. Rana tak perlu menguping untuk tahu bahwa dialah yang sedang mereka perbincangkan.

" Shit! " geramnya lirih. " Gosip murahan macam apa ini?! "

Rana masuk ke kelas Kibum tanpa permisi. Ia mencari meja atasannya itu, dan mendapati Kibum sedang membaca otobiografi Mahatma Gandhi tak peduli. Rana makin geram melihatnya.

" Sunbaenim. "

Kibum mengalihkan tatapannya dari otobiografi tebal yang ia bawa itu. Matanya menangkap sosok Rana yang terlihat gusar di samping bangkunya.

" Apa? Ada kesulitan menindaklanjuti program kita yang kemarin? "

Rana membelalakkan matanya tak percaya. Sesaat kemudian ia berkata frustasi.

" Oh my freaking God! Ya Sunbaenim! Bagaimana bisa kau pura-pura tak tahu kenapa aku datang ke kelasmu pagi ini? " sergahnya.

" Kim Rana. Kau datang pagi-pagi begini dan kau sudah bikin ribut. Kau juga bicara informal padaku. " bukannya menyahuti omongan Rana, Kibum malah mengoreksi kelakuan sekretarisnya.

Rana mengerang sebal.

" Argh! Itu tak penting sekarang, Sunbaenim! Sekarang kita ke Ruang OSIS! Aku benar-benar harus bicara denganmu! "

Rana menyeret Kibum, yang anehnya tak menolak.


Ruang OSIS

" Kenapa Sunbae bisa tenang begini? Jelas-jelas itu fitnah! Dan Sunbae tak mengklarifikasi berita itu? " protesnya. Kibum hanya geleng-geleng kepala tak habis mengerti. Tak biasanya sekretarisnya tak bisa mengendalikan emosi dan amarahnya, bahkan ketika ia membebaninya dengan tumpukan tugas.

" Ya! Sunbaenim! Jawab aku! "

" Lagi-lagi kau bicara informal padaku. Kasar, pula. " kata Kibum, akhirnya mau menanggapi. Rana terdiam, dan sesaat kemudian memukuli kepalanya pelan sambil komat-kamit, " Pabo! Pabo! "

" Tak ada gunanya kita mengklarifikasi berita itu. Tak akan ada yang percaya. Yang ada kita malah dianggap sedang berusaha menyembunyikan fakta. Klarifikasi atau tidak; fakta atau cuma gosip; mereka tak mau peduli. Yang penting mereka punya objek yang dijadikan sasaran pelampiasan rasa frustasi mereka. "

" Tapi Sunbae, kalau kita tak melakukan klarifikasi, sama saja kita membenarkan berita ini. "

" Tanpa klarifikasi orang juga pasti akan tahu dengan sendirinya mana yang benar. Asalkan kita tak berakting layaknya sepasang kekasih, orang akan berpikir bahwa semua berita itu bohong. "

" Itu mustahil! Ke mana pun dan di mana pun ada kau, pasti ada aku juga di situ. Tiap kegiatan organisasi, mau tak mau aku harus menemanimu karena itu merupakan tanggung jawabku. Mana bisa orang berasumsi bahwa kita tak ada hubungan khusus? "

" Lalu apa yang mau kau lakukan? "

" Aku ingin kita mengklarifikasi hal ini ke School Press. "

Kibum mengangkat bahu acuh tak acuh.

" Terserah kau saja. Kau boleh mengklarifikasi gosip yang sekarang beredar, tapi aku tidak mau ikut-ikutan. Aku malas mengurusi hal merepotkan macam ini. Tak akan ada efek yang berarti, ingatlah itu. "

Rana menghembuskan napasnya keras-keras sambil memasang tampang ' kau-benar-benar-makhluk-aneh-seperti-Do-Min-Joon ' . Mulanya ia mau protes lagi, namun ia berubah pikiran lalu berjalan cepat-cepat ke kelasnya.

Sesampainya di kelas, ia langsung dikerubungi teman-temannya. Mereka menanyainya secara beruntun, membuat kepalanya pusing.

" Ya! Tak bisakah kalian bicara satu per satu? " tukasnya galak.

" Cih kau ini. " sahut salah satu temannya. " Ah, hei. Apa berita itu benar? Yeah kau tahu maksudku; berita di majalah sekolah yang terbit pagi ini. "

" Menurutmu benar atau tidak? " Rana balik bertanya. Temannya tadi mengangkat bahu. Yang lain menyahuti.

" Well, bisa saja. Kalian 'kan ke mana-mana bersama. "

" Kami tak hanya berdua, tapi bersama anggota OSIS yang lain. " sanggahnya. Teman-temannya mencibir. Rana jadi geram. " Kalian tak percaya? "

" Bagaimana bisa kami percaya? Kau 'kan selalu di dekat Kim Kibum Sunbae. Kau juga sering menemaninya dan kalian hanya berdua saja. " kini temannya yang laki-laki menjawab. " Kau selalu jadi tangan kanannya, yang menurut kami itu aneh sekali. Kenapa bukan Lee Hyukjae saja yang ia jadikan tangan kanannya, yang notabenenya adalah Wakil Ketua OSIS di sekolah kita? "

" Nah! Aku juga tak tahu! Aku juga bertanya-tanya soal itu! "

" Pasti karena kau adalah kekasihnya! Tak mungkin ada alasan lain. "

Teman-temannya yang lain membenarkan. Rana mendesah putus asa.

" Sesuka kalian saja lah. Sudah! Bubar sana, bubar! "

Rana akhirnya menyetujui omongan Kibum. Memang tak 'kan ada satu pun yang akan percaya kalau mereka tak ada hubungan khusus, sekalipun itu Lee Sungmin dan Lee Hyukjae, pengurus OSIS yang paling dekat dengan mereka.

Rana termenung. Bagaimana bisa foto-foto itu terlihat nyata seolah mereka benar-benar pasangan kekasih? Mustahil School Press bisa mengedit foto dengan hasil semulus itu. Tapi... Rana juga tak ingat ia pernah... Ah! Pasti saat mereka kembali dari perpustakaan! Aha! Foto-fotonya memang benar asli, hanya kejadiannya saja yang didramatisir. Cih!

Rana ingat, saat ia melintasi koridor Socia di samping kantin. Koridor di mana ada cafe kecil di situ, juga taman indoor mungil di mana para siswa bebas bercengkerama. Ada juga LED TV berukuran besar; biasanya menampilkan foto-foto kegiatan sekolah dan foto para siswa saat mengikuti lomba atau seminar atau pertunjukan mewakili sekolah. Dan di LED TV itu pula ia melihat slide show foto-fotonya dengan Kibum. Fotonya ada banyak sekali, membuat matanya melebar. Ada foto waktu Kibum memegang pergelangan tangannya, foto saat Kibum mengambil dan membawakan buku-bukunya, ada juga foto Kibum sedang menyentuh dahinya lembut (padahal saat itu Kibum ambil ancang-ancang untuk menyentil dahinya gara-gara ia memanggil Kibum tanpa embel-embel apa pun di belakang namanya) . Foto ketika mereka makan berdua di kantin, foto Kibum menggendongnya di punggung ( ' Hei! Itu 'kan kami sebagai perwakilan kota Seoul di National Games Festival! ' , pikirnya. ). Tak ketinggalan pula foto mereka saat duduk berdampingan di kursi pesawat, saling bersitatap. Padahal saat itu mereka sedang dalam perjalanan ke Spanyol sebagai perwakilan Korea Selatan dalam Olimpiade Teknologi Internasional; dan merumuskan strategi mereka di perlombaan nanti.

" Kenapa mereka mendramatisir kedekatan kami habis-habisan seperti ini? " batinnya.