Lavena Valen Present

.

.

Sakura in Wonderland

DC only MK

Genre : Fantasy, Parody, Romance

Warning Typo n gaje

DLDR!

.

.

.

.

Dia sudah terbiasa dengan suara kasar kapur tulis. Dia sudah terbiasa menghadapi buku-buku tebal selama berjam-jam. Dia sudah terbiasa mendengar coretan pulpen. Entah berapa banyak kertas yang ditulis, entah berapa banyak ujian yang dilalui, dia akan tetap berdiri di sana.

"He... kau giat sekali belajar, Sakura." Seorang perempuan berambut pirang mengagetkannya dari belakang. "Ini perpustakaan lho. Jangan terlalu berisik, Ino"

Gadis yang diajaknya bicara itu duduk dihadapannya. Ia tersenyum kecil, "apa yang sedang kau baca? Oh, Sejarah ya?"

Sakura mengangguk. Sementara ia melihat papan di luar bertuliskan 'Universitas Tokyo. Kampus Kedokteran' Ino hanya bisa menatapnya lembut. "Sakura, mau mampir sebentar?"

"Apa kau sudah memiliki rencana liburan untuk musim panas tahun ini?" Ino melumat buah ceri penghias es krim miliknya. Sedangkan Sakura hanya menyeruput milkshake dan kembali berkutat pada bukunya. "Hm." Jawabnya jelas.

Ino menarik nafas panjang. "Jangan bilang menu liburan musim panasmu adalah buku itu?"

"Eh? Kau tahu?"

Ino lebih terkejut melihat reaksi polos Sakura. "Sa-Ku-Ra! Ya ampun, aku sudah bersamamu selama delapan tahun terakhir, sejak kita SMP kau hanya mempedulikan buku-buku itu. Apa kau tidak peduli dengan kehidupanmu?"

"Kehidupanku? Aku peduli kok. Ini kan bagian dari kehidupanku."

"Ckck! Salah. Maksudku kehidupan cintamu. Kau sudah berumur dua puluh tahun lho. Tapi tida ada satupun pria yang mendekatimu. Kau tahu apa alasannya?"

"Mungkin tipe mereka berbeda? Atau mungkin aku tidak terlalu cantik?"

"Salah lagi." Ino menuduhnya dengan ujung sendok teh yang dia pakai. "Kau tidak pernah menyadari dirimu itu sangat manis dan cantik? Kalau begitu kenapa? Itu karena sesuatu berbentuk kotak tebal berisi lembaran-lembaran berbahasa Inggris."

"Eh? Itu pasti harta karun. Memangnya aku punya hal seperti itu?"

Oke. Ino mulai naik darah. Percuma. Anak yang satu ini tidak pernah mengerti maksudnya. "Sakura. Dengarkan aku. Luangkan waktumu untuk pergi entah kemanapun atau bertemu siapapun. Tanpa membawa buku tebalmu atau buku poket atau catatan kecil atau alat tulis apapun. Yang kau butuhkan adalah make up dan pakaian yang bagus. Mengerti?"

Sakura menjawab dengan gugup. "Hm."

Setelah pembicaraaan itu Ino ditelepon oleh pacarnya untuk rencana pergi ke pantai. Sementara Sakura masih ada kelas hari itu.

Waktu menunjukann pukul tujuh malam ketika ia sampai di rumah. Pembantunya segera menyambutnya ramah dan membuatkannya teh lemon kesukaannya. Dengan wajah kebingungan ia berbaring di ranjangnya. Dia teringat dengan kata-kata Ino.

'Tidak biasanya Ino berkata seperti itu. Tapi apa yang dikatakannya benar juga. Aku harus melihat dunia sekitarku. Tapi sudah kuduga aku tidak bisa hidup tanpa buku. Besok adalah hari pertama liburan musim panas ya.. kuharap semua berjalan lancar. Aku punya seribu soal yang harus diselesaikan...'

Tanpa sadar ia telah tertidur. Jauh di dalam mimpinya, ia berlaku sebagai seorang gadis berpakaian serba biru. Gaun one piece nya mirip gadis di era victoria. Ah, dia merasa bernostalgia dengan pemandangan tersebut.

###

"Ohayo, Sakura-ojousama. Tuan meninggalkan pesan untuk Anda."

Sakura membuka isi surat kecil tulisan ayahnya.

Sakura, apa kau ingat villa keluarga kita di Okinawa? Hari ini ayah dan ibu telah sampai di sana. Cepatlah kemari dan berkumpul bersama kami. Hari ini ada yang spesial lho. Saat kau sampai di bandara akan ada seseorang yang menjemputmu. Salam cinta dari ayah

Sudah diduga. Ayahnya pasti mengajaknya 'pergi ke seluruh dunia' setiap kali musim panas dimulai. Tak ada ketenangan untuknya. Tahun lalu mereka mengunjungi kota Paris dan tahun sebelumnya mereka berkunjung ke Hawaii. Dan liburan kali ini hanya di Okinawa. Syukurlah jika Sakura tidak membawa barang yang berat-berat untuk musim panas tahun ini.

Alasan Sakura harus mematuhi ketentuan ini adalah karena musim panas lima tahun yang lalu. Kalau tidak salah, dia sudah kehilangan minat untuk bepergian sejak kecil. Dia hanya mementingkan nilai dan masa depannya. Kesenangan itu sudah lama terabaikan. Tapi suatu hari ayahnya menteror untuk ikut piknik keluarga karena jika tidak ikut, Sakura akan dipindahkan.

Aturan yang berlaku saat ia kecil membuatnya terus patuh hingga umurnya yang beranjak dewasa ini. Padahal dia sendiri mengetahuinya, tidak mungkin ayah tercintanya melakukan hal tersebut. Tapi biarlah, sekali-kali ia harus mencoba saran Ino juga. Dengan gaun hijau daun yang telah disiapkan ayahnya dan setengah jam memasukkan barang-barangnya, ia akhirnya pergi menggunakan pesawat. "Sampai jumpa, ojou-sama, nikmati liburanmu."

Dua jam perjalanan panjangnya akhirnya ia sampai di bandara Okinawa. Dia tengah mencari-cari mobil atau apapun yang sedang menjemputnya namun apapun itu tidak pernah datang. Setidaknya untuk satu jam terakhir. Dia mulai membayangkan alasan yang dibuat ayahnya saat dia menjemputnya. 'Maaf ayah terlambat' 'maaf tadi ada meeting dengan klien' 'maaf ayah ketiduran' dan sebagainya. Alasan klasik yang sudah dipakainya bertahun-tahun untuk menurunkan atensinya.

"Maaf membuatmu menunggu." Suara baritone terdengar mendekat ke arahnya. Suara yang asing baginya. Paling supir baru ayahnya. Sakura menutup buku poket pegangannya. "Kenapa kau lama sekali? Apa ayahku sibuk dengan urusannya lagi? Aku akan pulang jika dia terus seperti itu."

Sakura menatap sepasang onyx yang menenangkan. Rambut hitam mencuatnya tergerai angin dan wajah putihnya begitu dingin. Dia tidak pernah tahu supir baru ayahnya akan semuda dan setampan ini.

"Sakura, kan? Keluargamu sudah menunggu di villa, dan jika kau membayangkan ayahmu sedang sibuk dengan pekerjaannya, maka kau salah besar." Laki-laki itu berjalan menuju sebuah mobil hitam yang terparkir di basement sementara Sakura mengikutinya dari belakang. Semua barang-barangnya ia simpan di bagasi kecuali buku kecil di tangannya. Dia bahkan cukup antusias dengan dunia pengetahuannya sementara di dunia nyata ia melupakan orang itu yang sedang menyetir.

Tiga puluh menit kemudian ia sampai di villa. Seluruh keluarga besarnya menyambutnya ramah padahal tidak ada angin dan tidak ada hujan. "Kenapa kalian semua ada di sini?"

"Ah, Sakura sayang jangan malu-malu." Ujar bibinya. Kedua sepupunya bahkan jauh-jauh datang kemari dari Italia.

"Okaa-sama, apa ada hal penting disini? Kenapa semua orang ada di vila kita?" Protes Sakura. Ibunya hanya tersenyum kecil dan menjawabnya setengah-setengah.

"Sasuke, menginaplah disini. Orang tuamu sudah mengijinkan." Ujar ayahnya pada laki-laki itu. Oh, namanya Sasuke. Tapi kok dia diijinkan menginap? Bukannya memang sudah jelas dia harus menginap disini selama musim panas tahun ini? Ada-ada saja ayahnya ini. "Sudah diputuskan, kamar Sasuke disamping kamarmu, Sakura."

"Kenapa?" Tanya Sakura kesal. "Aku tidak mau ada pengganggu di dekatku."

"Jangan begitu. Waktu kalian sudah tidak banyak."

Pada akhirnya ia dan Sasuke bersebrangan kamar. Ia berharap semoga saja laki-laki itu tidak mengganggunya. Ngomong-ngomong ini baru pertama kalinya ayahnya memihak kepada orang lain selain dia membuat kesalahan. Yah, Sakura sih jarang membuat kesalahan dalam hidupnya. Tapi kadang-kadang ayahnya malah membela temannya jika ia sedang bertengkar. Sakura baru saja menyelesaikan soal ke lima puluh delapan mengenai mekanisme operasi lymphoma. Ia butuh udara segar sebelum akhirnya ia tertidur.

Benar-benar membuat nostalgia semua pemandangan di samping villanya. Dia ingat bunga matahari yang tumbuh menjulang ke atas membuatnya takut keluar malam-malam seolah seseorang yang ingin menyergapnya. Eh? Dia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia kemari. Kapan ya?

"Seperti biasa gadis yang suka jalan-jalan." Ujar suara baritone yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Sakura sampai terkejut atas kehadirannya. "Sejak kapan kau disana?"

"Dari tadi. Kau saja tidak melihatnya."

"Apa yang sedang kau lakukan disana?"

"Jalan-jalan bersamamu." Ujar Sasuke singkat. "Kenapa?"

"Karena aku harus melindungimu."

"Begini ya, aku ingin berjalan seorang diri. Lagipula ini tidak bahaya kok!" Sakura mencoba melangkah namun ia tersandung batu di depannya dan hampir saja terjatuh jika Sasuke tidak menolongnya. "Lihat?"

Mata mereka bertemu. Namun Sakura merasakan hawa jahat dari orang ini. Setidaknya dia tidak menyukai sikapnya. "I-Ini tidak ada apa-apanya!" Tegasnya sambil menegakkan tubuhnya. "Pokoknya apapun yang terjadi jangan pernah ikuti aku!"

Sakura kembali berjalan seperti biasa. Menghirup udara segar di sekitarnya, namun ia berhenti melangkah ketika melihat bukit yang ada di belakang villanya. Entah bisikan apa yang memanggilnya, ia berjalan ke arah sana. Namun baru saja ia melangkah sejengkal ke hutan, Sasuke menarik tangannya dan membawanya kembali ke vila. "Kenapa? Kenapa kau melarangku pergi? Lagipula siapa kau?"

"Pokoknya kau tidak boleh pergi ke sana."

"Kenapa? Kau hanya orang sok tahu! Aku benci orang sepertimu yang selalu mengatur hidup orang!"

BRUGG!

Ketika disadari, orang tua Sakura mengintip pembicaraan mereka dari balik pintu ruang keluarga. Sasuke hanya bisa menatap kedua tangannya yang lagi-lagi ditepis oleh Sakura.

"Oka-san, apa yang terjadi pada mereka berdua? Kenapa Sakura-chan sangat marah?"

"Kau belum boleh mengetahuinya sayang."

####

Hari pertama musim panas telah berakhir. Sakura masih tidak bisa tidur malam itu jadi ia fokuskan untuk belajar. Pada akhirnya ia tertidur di meja belajar dan ia merasa seseorang telah memapahnya ke atas ranjang. Apapun itu yang jelas...

Kriiiiiingggg...

"Ohayo, ojou sama. Tuan dan nyonya sudah berangkat ke pesta teh. Mereka meminta ojou sama untuk bersiap." Lagi-lagi ayahnya melakukan hal-hal yang tidak berguna. Ditambah ia harus mengenakan gaun putih saat ke pesta teh.

Ini dress code nya.

Sakura berangkat menggunakan mobil lain ayahnya. Kali ini orang yang membawanya berbeda dengan orang yang kemarin menjemputnya. Setidaknya orang ini sangat ramah. Begitu dia sampai, ayahnya membawanya ke gazebo. Di sana seorang laki-laki telah menunggunya. Dia adalah Sasuke dengan tuksedo hitamnya meraih tangan Sakura. "Kenapa kau bisa ada disini? Kau tidak mengerjakan pekerjaanmu?" Bisiknya.

"Kau selalu membicarakan hal bodoh. Ikut aku!" Sasuke membawanya ke tengah gazebo dan diraihnya kedua tangan Sakura lembut. Sakura menyaksikan banyaknya orang yang memakai pakaian serba putih, termasuk ayah dan ibunya. Semuanya berkumpul menghadapnya seperti ada sesuatu yang penting yang harus dilihat.

"Sakura, harus aku katakan, aku menyukaimu pada pandangan pertama. Saat itu wajah polosmu entah mengapa membuatku berdebar-debar dan aku telah memutuskan untuk selalu bersamamu. Apakah kau mau menikah denganku?"

Sebentar, sebentar. Ada yang salah disini. Sakura perlu membenarkan semua ini di dalam logikanya. Ini adalah pesta teh dengan dress code putih. Semua orang hadir disini bahkan untuk keluarga besarnya. Lalu setelah dilihat-lihat Ino juga ada diantara mereka. Sasuke sedang bertanya untuk menikah dengannya. Apakah semua itu adalah acara lamarannya?

Tunggu. Kalau begitu kenapa begitu cepat. Dia baru mengenalnya kemarin pagi sejak di bandara. Dan sekarang Sasuke berniat melamarnya.

"Aku... aku perlu waktu lagi." Sakura melepas genggaman tangan Sasuke dan melarikan diri ke hutan. Dengan pakaian putihnya yang compang-camping, ia berjalan lurus. Dalam hati dan pikirannya kenapa ia harus menjalani semua ini? Siapa Sasuke sampai-sampai mengadakan pesta sebesar itu hanya untuk melamarnya. Kenapa juga ia yang dipilihnya? Dia tidak cantik dan sikapnya pun buruk.

Ketika ia sadar ia melihat seorang laki-laki berjalan memunggunginya. Laki-laki itu mirip dengan Sasuke, berpakaian serba hitam dan menatap jam sakunya. "Ah, aku sangat sibuk! Kenapa waktu seperti ini harus terjadi?"

"Sasuke?" Sakura mencoba memanggilnya. Namun Sasuke tidak menjawabnya. Ia malah melihat sebuah ekor muncul di tubuh laki-laki itu disusul dengan sepasang telinga kelinci. Ini bukan permainan. Sakura mengucek matanya beberapa kali dan kelinci-sasuke itu masih memilikinya. Sekarang dia berjalan cepat menuju sebuah pohon. Sebelum Sakura sempat mengejarnya, ia malah terjebak di sebuah lubang besar tanpa batas.

Pikirannya kacau. Di sekelilingnya hanyalah akar-akar pohon dan jauh dibawahnya masih terus ada lubang. Sampai kapan lubang ini akan berakhir, atau lebih tepatnya sampai kapan ia bisa terjatuh le tanah, dia tidak tahu.

Sakura merasa telah melewatinya selama dua jam dan...

BRUGGG!

akhirnya ia terjatuh walaupun sangat menyakitkan. Saat membuka matanya, ia melihat lantai persegi dijajakinya. Di sekelilingnya terdapat ratusan pintu yang bervariasi bentuknya. Ada yang seukuran dengan tubuhnya, namun ada juga yang hanya berukuran kakinya. "Aku ada dimana?"

Ia mencoba membuka sebuah pintu yang seukuran tubuhnya dan masuk ke dalamnya. "Selamat datang Alice, apa hari ini kau membaca buku?" Sakura terkejut ketika melihat penjaga perpustakaan kampusnya ada di sana. Seperti sebuah ruang teleportasi, semuanya persis seperti perpustakaan di dunia nyata. Apa yang terjadi sebenarnya?apa Sakura berteleportasi? Ataukah...

##TBC##

Chapter 2 :

"Jangan meremehkan kekuatan cinta."

"Baik."

"Alice kembali"

"Siapa dua orang aneh ini? mereka seperti orang gila!"

.

.

.

.

AN :

fiuhh... akhirnya kelar juga. maaf jika ada typo and gaje. bisa tebak apa yang sedang terjadi?

RnR please...