Da-Tadaaaaaahh!
Leila kembali dengan Cerita Gajenyaa! BRACE YOURSELF! :'V
Ini Request dari Hariken Yuu-Chan. Gapapa kan Leila langsung ambil dari lagu ini tanpa persetujuan dari Yuu-San? Mumpung ada Ide nih, Kalo Hilang kan Gawat Tjoy. :V
Semoga Yuu-San suka dengan ceritaku. ;) Kalau tidak sesuai dengan keinginan, bilang saja. Oke? Leila bersedia buat perbaiki kok. ;)
Cerita ini diambil dari salah satu Lagu Vocaloid yang dinyanyikan oleh si Imut, si Cute, si Kawaii, si Comel, Kagamine Rin. :D
The Flame of Yellow Phosporus.
Aku buat versi Boboiboy Api sebagai Gadis Penjual korek Api-Eh~ /Tiba-tiba bulu ketek Leila terbakar. Ra-Ralat.. Maksudnya Bocah Lelaki Penjual korek api. Heheh.. Damai Ah. ^^`
Nah, Happy Reading!
The Little Match Boy
-Disclaimer-
BoBoiBoy © Animonsta
Oke, Mulai detik ini punyaku! /Dikejar orang-orang Animonsta
The Little Match Boy © Leila Scarlet Vanilla
Sebenarnya sih, bukan asli punya Leila. Leila cuma melesetin gender si penjual korek apinya, dari cewe jadi cowo. Pssstt! (Juga sedikit memberi bumbu Sho-Ai (ApixAir) bukan di Chap ini tentunya ;)) Story-nya yang juga sedikit kemana-mana. Heheh. /Dibakar lagi.
To Hans Christian Andersen, I don't mean to mess your story, I'm just iseng.. /Aduuh! Bahasa inggrisnya Iseng apa sihh?!
The Flame of Yellow Phosporus © Aku no-P (Mothy)
Aku pinjem Ceritanya, ya Mothy-San.. Kita damai ya Mothy-san.. Jangan ikut-ikutan ngebakar bulu ketek saya ya Mothy-San.. XD
-Warning!-
Elemental Siblings, No Super Power, No Fighting, LITTLE BIT SHO-AI, OCs, OOC, Gajes, Typos, Ngaco, Ga rame, Cerita Ngelantur, Author ngetiknya Ngelindur.
DON'T LIKE, DON'T READ!
I've Warn You~ Enjuoooy~
.
.
.
.
.
-The Little Match Boy-
.
.
.
.
.
.
.
.
黄燐が生み出す炎
Ourin ga umidasu honoo
Fosfor Kuning menyalakan Api Membara
罪深き この身を 焼き尽くす
Tsumibukaki kono mi wo yakitsukusu
Membakar, Menghanguskan Raga yang dipenuhi dengan Dosa ini
.
.
.
.
.
.
.
.
Hari itu merupakan Akhir Tahun yang sangat dingin. Apalagi saat ini sedang malam Hari. Salju turun sangat lebat. Terlihat Pohon-pohon, tumbuhan, dan Bangunan-bangunan di kota diselimuti oleh salju tebal. Orang-orang Normal pasti akan memilih untuk berbaring diatas ranjang berbalutkan Sweater Wool tebal yang hangat dan selimut tebal sebagai pelengkap. Atau menikmati hidangan lezat Perayaan Tahun Baru di rumahnya masing-masing. Atau, jika pergi keluar pun, pasti akan memakai pakaian yang layak untuk dipakai saat musim dingin. Dengan begitu, mereka masih bisa merasa senang meskipun udara disini sangat dingin.
Tapi semua kesenangan itu, tak bisa didapatkan oleh seorang bocah lelaki bersurai hitam yang selalu berdiri ditengah keramaian kota, sambil membawa keranjang yang penuh dengan bungkusan korek api ditutupi oleh selembar serbet.
Orang memanggil anak lelaki itu Api. Sesuai dengan profesinya kan?. "Api sang Penjual Korek Api". Jika orang-orang menggunakan mantel bulu tebal untuk menghangatkan tubuh mereka, Api hanya menggunakan Jubah Merah. Pakaian yang ia pakai pun hanya kemeja putih dengan lengan sedikit melebihi siku, dilapisi Rompi Oranye. Juga Celana pendek Cokelat Gelap melebihi lutut. Kedua Kakinya pun telanjang tanpa alas kaki.
Tapi itu semua tidak membuktikan kalau Api tahan terhadap Dingin.
Namanya Api, bukan berarti tubuhnya selalu panas setiap saat.
Namanya Api, bukan berarti Kakinya tahan menginjak jalanan yang dingin membeku.
Namanya Api, bukan berarti kulitnya tahan terhadap angin musim dingin yang mampu membekukan air mancur di taman kota.
Namanya Api, bukan berarti saat ini tangannya tidak mati rasa karena seharian memegang keranjang.
Namanya Api, bukan berarti Ia senang hanya berdiri setiap saat menawarkan korek api kepada setiap orang yang melintas dihadapannya.
Dunia ini Tidak Adil.
Orang-orang bisa merasa Bahagia, menikmati hangatnya malam Tahun Baru meskipun bertepatan dengan musim dingin. Sedangkan Api hanya bisa berdiri seharian sambil menjual korek api. Itu membuatnya Menderita. Kelaparan dan kedinginan.
Lalu kenapa Api harus berdiri menjual korek api seharian? Dari datang hingga perginya mentari? Mengapa tidak ikut merayakan Tahun Baru bersama keluarganya dirumah?
Semua jawaban dari pertanyaan itu adalah: Karena Ayahnya.
Ya, Satu Jawaban untuk semua Pertanyaan tentang kehidupan bocah malang ini.
Ayahnya Api, tidak memiliki kepribadian yang baik. Entah apa yang menyebabkan hal demikian. Pria itu kerjaannya hanya memuaskan dirinya sendiri. Mabuk, tertidur, Mabuk, dan Tertidur lagi. Tanpa memikirkan Tanggung Jawab untuk merawat sang Titipan Tuhan. Dia bahkan tidak mengizinkan Api masuk rumah sampai Ia mendapatkan uang hasil penjualan korek apinya. Tapi nyatanya. Tak satu pun Insan yang mau membeli satu batang pun korek api. Karena itulah Api ada disini.
Dua hari yang lalu, Hidup Api baik-baik saja. Ia bisa merasakan betapa bahagianya hidup ini.
Lezatnya makanan saat ia merasa lapar.
Segarnya Air yang mengusir dahaganya.
Nyamannya Ranjang ketika kantuk menyerangnya.
Tidak seperti sekarang.
Dia masih ingat jelas kehangatan itu. Yang selalu diberikan oleh Malaikat Pelindung hidupnya. Benar Sekali. Malaikat itu adalah Ibunya.
Yang terasa Hangat ketika pelukannya menyelimuti tubuhnya. Ketika suara lembutnya mengiringi setiap malam sebelum terlelap. Ketika sebuah kecupan Lembut darinya menghampiri keningnya. Ketika kebahagiaan datang yang membuat senyuman diwajahnya terkembang. Ketika punggungnya siap sedia melindungi, bila orang bejad yang Ia panggil Ayah itu hendak menyakitinya.
Kini semua itu lenyap. Ibunya tewas karena belati yang dihunuskan oleh Ayah Gadungan itu.
Sangat menyakitkan, ketika Api mengingat jeritan sakit Ibunya saat meregang nyawa.
Sangat menyakitkan, ketika Api ingat pernah memeluk tubuh Ibunya yang berlumuran Darah.
Sangat menyakitkan, ketika Api ingat pernah menggenggam tangan lentiknya erat-erat, tapi ia merasakan dingin.
Sangat Menyakitkan, ketika Api ingat pernah memanggil-manggil sang Ibu, namun tidak ada balasan.
Air mata perlahan menuruni kedua pipi pucat Api. Isak tangisnya lirih, namun dapat terdengar oleh hati siapapun yang merasa iba. Kini, Ia sadar.
Bahwa setiap kebahagiaan yang ada dalam hidupnya hanyalah khayalan. Bisa dibuktikan dengan masa lalunya, dimana Ia hidup bahagia bersama Ibunya. Semua kebahagiaan itu tidak terjadi sekarang. Hanya akan terulang kembali jika Api mengkhayalkannya.
Dan setiap Kesedihan yang ada didalam hidupnya, adalah kenyataan. Buktinya adalah sekarang ini. Dia harus menahan perih diperutnya karena sejak dua hari yang lalu belum diisi sepotong roti sama sekali. Ia harus tetap berdiri meski Ia mulai tidak bisa merasakan kakinya. Ia harus tetap menjual semua korek api itu meskipun tak ada satupun makhluk yang mau membelinya. Demi bisa makan, dan pulang ke rumah.
Tapi Ia tau, tak ada gunanya Ia menangis sekarang. Itu tidak akan menyelesaikan apapun. Api langsung mengeringkan air matanya dengan lengan bajunya. Ia pun kembali berdiri tegap.
"Tuan, Maukah Anda membeli korek api ini?" ujar Api sambil mengasongkan sebungkus korek api kepada seorang Pria.
"Tidak, terima kasih. Mungkin lain kali nak." Pria itu pun bergegas pergi.
"Nona, maukah Anda membeli korek api ini?" kalimat ini seakan terasa membosankan bila terus diucapkan.
"Ah, Lain kali saja ya!" Begitu pula kalimat ini.
Hanya Kedua kalimat itulah yang selalu terjadi ketika Api dan orang lain sedang bicara. Membosankan memang, tapi Ini demi sepotong roti. Yang bisa mengusir rasa laparnya.
Tak terasa, Malam semakin larut. Salju turun semakin lebat. Udara semakin terasa dingin. Dan Jalanan kota semakin sepi. Dan Api semakin tidak tahan dengan dinginnya Udara. Tapi korek api yang dijual Api tidak semakin berkurang. Jumlahnya tidak berkurang sama sekali.
Angin dingin berhembus. Membuat Api menggigil seketika. Wajahnya sudah sangat pucat. Bibirnya bergetar. Tangan dan kakinya sudah mati rasa. Terlihat surai hitamnya dihiasi serpihan-serpihan salju dan es. Ia ingin sekali pulang ke rumahnya, namun takut sang Ayah akan memukulnya karena tidak membawa uang hasil dari berjualan korek api.
Api pun menepi ke pinggir jalan, dan duduk di gang kecil yang diapit dua bangunan. Ia duduk sambil memeluk lututnya, dan sebisa mungkin menyelimuti tubuh kurusnya menggunakan jubah merah yang ia kenakan. Tapi tubuhnya masih menggigil karena Angin Dingin masih bisa Ia rasakan. Kemudian, Api melirik kearah keranjang Korek apinya. Seandainya Dirinya berani untuk mengambil korek api itu, dan menyalakan api untuk menghangatkan tubuhnya.
Bagaimana jika Ayahnya Tau?
Tapi.. Api juga tidak mau mati kedinginan.
Akhirnya, Ia tetap mengambil sebatang korek api, dan memberanikan diri untuk menyalakan api. Kehangatan mulai bisa dirasakannya saat api menyala di korek itu.
Hangat. Sampai Api memejamkan matanya. Menikmati kehangatan yang kecil, namun bisa membuatnya sedikit bahagia.
Tiba-tiba, terlintas dikhayalannya, sebuah pemandangan. Suasana kota dengan gemerlapnya lampu aneka warna menyala-nyala, menghiasi bangunan-bangunan yang ada. Langit malam bertaburkan jutaan bintang memayungi seluruh kota.
Indahnya..
Sungguh indah...
Semua pemandangan khayalan itu lenyap seketika saat angin dingin meniup kobaran api kecil dari korek api itu. Api yang tersadar dari lamunannya pun membuka kedua mata beriris merah terangnya.
Apa yang Ia lihat saat ini bukanlah pemandangan Indah kota saat Tahun Baru. Melainkan sebuah kota yang tertutup oleh salju tebal. Dan tak ada satu pun makhluk yang berkeliaran disana kecuali dirinya.
Ini pasti terjadi karena Api mulai terkena Hypotermia. Yang selalu mendatangkan khayalan-khayalan saat Ia merasa kedinginan. Tapi rasanya Api tidak keberatan sama sekali dengan khayalan-khayalan itu. Asalkan khayalan itu bisa membuatnya bahagia. Dia sudah tidak tahan menderita karena kelaparan dan kedinginan.
Korek api ini Bisa menyalakan api.
Sebuah nyala api bisa membawanya pada kebahagiaan.
Akhirnya..
Setidaknya Api bisa terbebas dari penderitaannya meski hanya sesaat.
Anak itu kembali menyalakan korek untuk menghangatkan dirinya lagi. Meskipun hanya nyala api kecil, tapi cahaya panas itu terlihat seperti sebuah Api Unggun yang besar. Khayalan lagi memang. Namun terasa begitu nyata. Ini Luar Biasa.
Api menatap dinding bangunan yang ada di depannya. Ajaib. Tiba-tiba Api melihat dinding bangunan itu menghilang, sehingga Api bisa melihat ruangan yang ada didalam ruangan itu.
Ruangan itu ternyata Ruang Makan! Ada meja makan lengkap dengan hidangan mewah tersaji diatasnya. Tapi yang paling menggiurkan adalah Ayam panggangnya. Dilumuri bumbu. Masih hangat terlihat dari kepulan asap tipisnya. Tiba-tiba Ayam panggang, pisau dan garpu, melayang terbang kearah Api. Anak itu terkejut. Bagaimana bisa? Aku yakin Ayam Panggang ini sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan rasa lapar diperut Api.
Ketika Api baru akan mengambil Garpu dan Pisau untuk menyantap Ayam panggang itu, Angin dingin berhembus kembali memadamkan cahaya dari korek api. Menyadarkan Anak kurus itu dari lamunannya lagi. Kembali ke kenyataan yang pedih. Kini, yang ada didepan Api adalah bangunan biasa yang dengan dinding yang menghalangi bagian dalam ruangannya.
"Khayalan lagi..." gumam Api lirih. Sedikit kecewa.
Merasa kedinginan, Api mengambil sebatang korek api lagi, dan menyalakannya. Cahaya terang pun menyala di korek api itu. Api tersenyum. Kini tubuhnya mulai merasa hangat, meskipun kakinya masih terasa membeku. Api berusaha melindungi cahaya korek api supaya tidak tertiup angin lagi.
Tiba-tiba, Cahaya itu membesar. Cukup besar seakan-akan api dari korek itu terlihat seperti api unggun lagi. Pastilah ini khayalan lagi. Api memandangi Ilusi yang ada di depannya. Tapi, lama-kelamaan, cahaya api itu membentuk sebuah wujud.
Mulanya samar-samar.
Seperti wujud seorang manusia.
Menggunakan gaun sederhana.
Seorang Wanita?
Wajahnya tampak semakin jelas!
Dia cantik sekali.
Wanita ini..
Ibu...!
Ternyata cahaya itu menyerupai wujud Ibunya Api yang sudah meninggal. Kedua iris merah terangnya berkaca-kaca, tak percaya dengan apa yang Ia lihat sekarang. Ibunya sendiri! Ada didepannya sekarang!
"Ibu!.." air mata bahagia menuruni kedua pipi dingin Api.
Cahaya yang berwujud Ibunya itu tersenyum begitu melihat Api yang juga tersenyum.
"Ini benar-benar kau...! Katakan ini bukan bagian dari khayalanku lagi!.."
Sayang Sekali. Angin dingin kembali berhembus memadamkan api yang ada dikorek yang Ia pegang. Cahaya yang berwujud sang Ibu itu pun ikut padam, karena Api tersadar dari khayalannya.
"T-Tidak..! Ibu..! Jangan Pergi..!"
Tak kehabisan akal, Api mengambil serbet yang menutupi korek api dikeranjangnya. Anak itu menaruhnya ditanah, lalu menyalakan korek api lagi, membakar serbet yang dibentuk bola itu, membuat api unggun kecil.
Cahaya kembali menyala, namun lebih besar daripada pada saat menyala dikorek api. Anak itu berusaha melindungi kobaran api itu dari hembusan angin.
Api menatap cahaya itu dalam-dalam. Berharap khayalannya datang sekali lagi, sehingga Ia bisa bicara dengan Ibunya. Meski itu cuma khayalan.
Dan benar saja. Tak lama kemudian, cahaya api itu mulai kembali berwujud seperti Wanita tadi. Seperti Ibunya Api. Wujud itu tersenyum, membuat wajahnya terlihat semakin cantik.
"Ibu..! Aku merindukanmu...! Meski kau baru dua hari meninggalkanku... Tapi... Terasa begitu lama bagiku... Aku tak mau hidup seperti Ini...! Ibu...! Bawalah Aku... Pergi bersamamu kesana...!"
Cahaya berwujud Ibunya Api terlihat sedih begitu melihat Api kembali meneteskan air matanya. Begitu banyak penderitaan yang dirasakan Api. Ia sudah tak mau hidup lagi. Semua kenyataan dalam kehidupan ini Menyedihkan. Menyakitkan. Api mulai terisak.
"...K-Kumohon.. Cepatlah bawa aku... Sebelum angin memadamkan api ini... Dan mengakhiri pertemuan kita... Aku ingin hidup bersamamu... Ibu..."
Cahaya itu tersenyum, namun menggelengkan kepalanya. Apa itu artinya Api tidak bisa ikut bersamanya?
"...A-Apa.. Maksudmu aku tak bisa?... Tapi kenapa..?.. Jangan katakan kalau kau senang melihatku menderita..."
Cahaya itu kembali menggelengkan kepalanya. Berarti tidak senang melihat Api menderita. Namun kemudian, Cahaya itu mengulurkan tangannya pada Api.
"...Jadi Aku... Bisa Ikut denganmu...?"
Sedikit ragu, cahaya itu tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Melihat timbal balik yang Ia harapkan, Api tersenyum. Saat Api hendak meraih tangan Ibunya, Tiba-tiba Angin dingin kembali berhembus kencang. Memadamkan cahaya yang ada dihadapan Anak itu.
"Tidak!"
Ia kembali tersadar dari lamunannya. Khayalannya ikut lenyap saat angin melenyapkan nyala api. Api seakan tak bosan meneteskan Air matanya. Kenapa dirinya tidak bisa terbebas dari penderitaan hidupnya? Apa yang salah pada dirinya? Kenapa Ia harus terus merasakan sakit namun tak kunjung mati?
Ini terlalu menyakitkan.
Api melirik kearah sekeranjang korek api yang Ia bawa. Ia memang baru menghabiskan Empat batang korek api. Tapi apa gunanya jika Ia kembali menyalakan api menggunakan korek itu lagi, jika nantinya akan padam tertiup angin? Semua itu percuma saja. Lapar yang Ia rasakan pun tak hilang. Kini tubuhnya telah kembali menggigil. Tak ada lagi benda yang bisa dibakar untuk dijadikan api unggun kecil. Rasanya Api sudah gemas ingin membakar tubuhnya sendiri supaya tak bisa kedinginan lagi. Tapi itu gila, tidak boleh dilakukan. Lagi pula.. Apa yang akan dikatakan Ibunya jika Api mati bunuh diri? Pasti wanita itu akan sangat kecewa. Sedangkan Api bersumpah pada dirinya sendiri tidak akan pernah mengecewakan Ibunya.
Satu Ide melintas dipikiran Api.
Pulang ke rumah.
Tak ada pilihan lain.
Api hanya berharap kepalan tangan Ayahnya tidak mendarat di wajahnya. Dengan berat Hati, Api berjalan menuju rumahnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
ひとかけら の パンを得る
Hitokakera no PAN wo eru
Inginnya diriku untuk mendapatkan sepotong Roti
お金が必要だった
Okane ga hitsuyou datta
Mengharuskan Diriku untuk mencari Uang
「マッチを 買ってくれませんか?」
"MACCHI wo katte kuremasen ka?"
"Maukah Kau membeli Korek Api ini?"
振り向いて も くれない
Furimuite mo kurenai
Namun mereka berpaling dariku
希望 さえ凍りつくほどの
Kibou sae kooritsuku hodo no
Membeku bersama Semua Harapanku
寒さ に身を 震わせていた
Samusa ni mi wo furuwasete ita
Tubuhku menggigil karena kedinginan
わずか なぬくもりを 求めて
Wazuka na nukumori wo motomete
Menginginkan sebuah kehangatan kecil
マッチ の先端 に 火を 灯した
MACCHI no sentan ni hi wo tomoshita
Kunyalakan Api di ujung sebatang korek Api
揺らめきの 先 見えた 幻像
Yurameki no saki mieta genzou
Di dalam berkobarnya Api Ku lihat sebuah Gambaran
ねえ 魅せて 至福の 追想
Nee misete shifuku no tsuisou
Tunjukkanlah semua Gambaran kebahagiaan padaku
黄燐が 生み出す炎
Ourin ga umidasu honoo
Fosfor kuning menyalakan Api berkobar
暖めて この 身と心を
Atatamete kono mi to kokoro wo
Hangatkanlah Jiwa dan Raga ini
.
.
.
.
.
.
.
.
.
-To Be Continue (?)-
Aahh.. Akhirnya selesai! Yeee! :D
Puja Kerang Ajaiiiibb! Ululululululululu~
Zen: BERISIIIKK!
Leila: BODOO!
Nah, Yuu-San, Para Readers sekalian, Gimana Ceritanya?
Jelek Ya?
Yaudah Ga papa Tinggal tulis "Hapus aja Cerita ini" di kotak Review dibawah ini. TAT /NangisDipojok
Tapi kalau kalian suka, aku lanjut nih. Jangan lupa Fav dan Follow Story ini! Oke? ;D kalo bisa Authornya juga~ Oke? Oke?
Nah, Akhir kata..
Review Please.. :3
