Our Fate
.
Disclaimer
Naruto © M. Kishimoto
Our fate © Fuyu-yuki-shiro
.
Warning :
OOC, lebih banyak description, abal, gaje, garing, AU, Yuri or percintaan sesame perempuan, typo(s), pengulangan kata-kata, Lemon dikit, penuh dengan flashback
.
Rating : T semi M
.
Genre : Angst, romance, hurt/comfort
.
Pairing : My lovely SakuHina
.
Happy reading….
Hinata menatap pohon besar yang cukup rindang cukup lama. Sebelum gadis berambut lavender itu menuju kea rah pohon itu dan menyentuh lembut batang pohon tersebut. Hinata menutup matanya, menyembunyikan mata lavendernya yang indah. Gadis itu mengingat banyak hal di tempat itu. Di pohon kenangan bersama orang yang paling penting baginya.
Untuk beberapa saat Hinata menikmati posisinya yang berdiri menghadap batang pohon itu. Kemudian matanya terbuka ketika sebulir air mata jatuh ke pipinya. Gadis itu menghapus air matanya kemudian dia berbalik dan menyandarkan tubuhnya di batang pohon kenangannya. Matanya memandang kea rah depan. Ke arah rerumputan, ke arah seorang anak kecil yang berlari sembari menggenggam balon gas merahnya, ke arah sepasang kekasih yang sudah tua yang masih terlihat mesra, ke arah stand penjual ice cream dan crepes yang biasa dia dan orang terpentingnya beli tujuh tahun yang lalu.
Hinata tersenyum. Gadis itu mendudukan tubuhnya di rumput, kemudian dia mengambil sesuatu dari tasnya.
Sebuah buku diari usang berwarna seperti warna rambut orang terpentingnya. Hinata tersenyum ketika melihat lembar pertama dari diari itu.
Catatan harianku dan Hinata-chan
Hinata kemudian menggerakkan telunjuknya menelusuri setiap kata yang ada pada lembar pertama buku harian itu. Kemudian air matanya melesak keluar ketika telunjuknya menunjuk tepat ke sebuah foto dua orang gadis.
Dirinya dan orang terpentingnya.
Foto itu menampilkan adegan mesra mereka. Wajah Hinata yang memerah karena telapak tangan kekasihnya menyentuh pipinya dan mata emerald kekasihnya memandang intens mata lavender Hinata.
"Sakura-chan…" panggilnya kepada sosok yang tengah di sentuhnya di dalam gambar. Semenjak perpisahan itu, perpisahan menyakitkan itu, Hinata membenci gadis itu…
Tapi kebenciannya, membuatnya tak bisa melupakannya…
Orang terlarang untuk dicintai…
Karena mereka sama-sama diciptakan dari tulang rusuk yang berbeda. Sudah ditakdirkan bahwa mereka telah menjadi milik orang yang tulang rusuknya menjadi bahan utama dalam penciptaan mereka.
Tapi Hinata tak bisa melupakan orang pertama yang merebut hatinya, yang mengajarinya arti keluarga, sahabat dan kekasih. Orang pertama yang selalu memprioritaskan dirinya.
Sakura adalah orang pertama bagi Hinata, dan akan menjadi orang terakhir dalam dunia kecil perempuan itu. Buku diari yang dipegangnya ditulis bersama oleh Sakura-nya. Setiap hari, setiap waktu. Tak ada untuk tak menulis diari itu.
Hinata membuka lembar kedua diari itu. Catatan pertama dari Sakura. Pertemuan pertama mereka delapan tahun yang lalu membuat angan Hinata kembali ke memori delapan tahun itu….
.
January, 01, 2002
Hinata melirik jam tangannya. Setengah tujuh tapi kereta belum juga datang dan itu membuatnya gelisah. Sebenarnya Kereta akan datang dua puluh menit lagi, tapi Hinata menginginkan keajaiban sehingga kereta akan datang lebih cepat dua puluh menit dari jadwal.
Hal yang tidak akan mungkin terjadi mengingat Jepang sangat menjunjung tinggi ketepatan waktu. Tak ada kata terlalu cepat atau terlambat bagi kereta di Jepang, jadi Hinata tak mungkin bisa meminta kami-samanya untuk melajukan kereta lebih cepat dari waktunya.
Hah… salahkan matanya yang tetap tak bisa terbangun pada waktunya dan salahkan tubuhnya yang tidak bisa berlari mengejar Kereta yang sebentar lagi akan pergi meninggalkannya di detik-detik terakhir dia hamper sampai pintu kereta yang sudah tertutup sepenuhnya.
Akh, alamat akan telat lagi kalau begini. Gumamnya pasrah. Hinata melirik kiri-kanan jalur kereta yang kosong melompong. Pandangannya focus ke jalur kereta sehingga tak menyadari seorang perempuan berambut pink tersenyum dengan semburat merah dipipinya ketika melihat Hinata.
.
Dua puluh menit akhirnya dilewati Hinata dan kini dia berada di gerbong kereta dengan himpitan di sana-sini. Hinata merapatkan tas sekolahnya di dadanya yang cukup besar agar tak 'mengundang' lelaki mesum untuk pura-pura tak sengaja memegang dadanya dan kemudian berlanjut kea rah meremas-remas dada Hinata dengan alas an TAK SENGAJA.
Repot memang mempunyai dada sebesar itu, makanya Hinata membenci kereta di jam enam lewat lima puluh menit. Karena pada jam segitu terlalu banyak yang menggunakan kereta, sehingga kereta jadi berdesak-desakkan begini. Berbeda dengan jam kereta yang biasa dia gunakan, meski jam segitu dia akan sendirian di sekolahnya, tapi dia tak memperdulikannya.
"Akh…" Hinata menggigit bibir bawahnya ketika dia menyadari ada sebuah tangan yang menyentuh pantatnya, meremasnya lebih tepatnya lagi dan itu membuat gadis berambut lavender sepanjang bahu itu tak berani menengok ke belakang, dan menahan sekuat tenaga erangannya dan air matanya yang hendak keluar. Tubuhnya menggigil ketakutan. Dia ingin sekali berteriak tapi tak bisa. Terlalu takut untuk berteriak, karena ujung-ujungnya, dia juga yang akan disalahkan karena dituduh telah 'mengundang' para lelaki mesum dengan tubuhnya yang sintal.
Hei! Hinata tak pernah meminta tubuhnya yang seperti ini, kan?
Remasan lelaki itu mulai keras, dan itu membuat Hinata tersentak dan kesakitan. Masih ada sekitar dua stasiun lagi yang harus dilaluinya dan itu memerlukan waktu lebih dari sepuluh menit. Haruskah dia bertahan selama itu? Semenit sama dengan setahun jika kau berada dalam posisi Hinata saat ini.
"Stasiun x."
Suara pengeras itu memberitahukan Hinata dimana letaknya sekarang berada. Hinata menggigit bibir bagian bawahnya karena kelakuan orang yang ada di belakangnya itu semakin menjadi. Orang itu malah mulai membelai paha belakang Hinata. Membuat bulu kuduk Hinata berdiri dan air matanya semakin ingin keluar.
'Tolong aku!' teriaknya dalam hati dan…
BRUAK!
Hinata membuka matanya dan menyadari kaki yang terjulur di atas lehernya yang putih. Hinata menatap ke depan, kea rah pemilik kaki jenjang dan mulus itu. Seorang wanita tepat di pintu kereta, sehingga menyebabkan pintu kereta tak bisa menutup secara otomatis. Gadis itu menurunkan kakinya dan menarik tangan Hinata.
"Sudah tua kok mesum?" ucapnya sinis kemudian menarik Hinata keluar dari kereta, bersamanya, tentu saja, sehingga pintu yang seharusnya sudah tertutup semenit yang lalu langsung menutup.
.
"Kenapa kau tidak berteriak sih?" Tanya gadis yang menolong Hinata kesal ketika Sakura dan Hinata kini berada di stasiun yang sepi dari orang-orang. Namun Hinata tak menjawabnya. Tubuhnya masih gemetar, masih ketakutan, kini malah isak tangis yang keluar dari mulutnya. Membuat gadis berambut pink itu terenyuh kemudian memeluk Hinata yang masih terduduk lemas.
"Tenang kau akan baik-baik saja," ucap gadis berambut pink itu. Membawa wajah Hinata yang berurai air mata ke dadanya.
Hangat… itulah pertama kalinya takdir mempertemukan mereka….
.
"Uwah… kau membasahi kemejaku, Hinata!" teriak gadis berambut soft pink itu sambil meneliti kemeja bagian dadanya. Hinata hanya memainkan jarinya tanda gugup.
"Ma-maaf, Sakura-chan," ucapnya malu berat. Mereka baru bertemu satu setengah jam yang lalu dan mereka baru berkenalan sejam yang lalu.
Namun entah kenapa, Hinata merasa nyaman, tenang dan senang bersama gadis ceria nan barbar tersebut. Kini mereka tengah berjalan di pinggir jalan. Entahlah, kini mereka ada di mana, Hinata tak tahu. Sakura pun tak tahu. dan waktu masuk sekolah pun sudah lama berlalu. Jadi mereka memutuskan untuk berjalan-jalan saja di kota yang menurut mereka masih asri. Sepanjang jalan kau akan merasakan angin lembut yang akan memainkan rambutmu, dan deburan ombak yang memanjakan telingamu. Dan kini Sakura dan Hinata sudah duduk memandangi laut yang indah dihadapan mereka.
"A-aku tak menyangka ka-kalau kau satu sekolah denganku," ucap Hinata membuka pembicaraan. Sakura hanya tersenyum.
"Kau tak pernah menyadari kehadiranku sih," ucapnya enteng.
"Eh?"
"Padahal aku selalu ada di sisimu lho," terangnya membuat Hinata langsung menampilkan keterkejutannya.
"Ma-maaf, a-aku…," kata-kata Hinata terhenti ketika sebuah ciuman mendarat di bibir Hinata.
Kaats…
Wajah Hinata memerah. Dan wajahnya semakin memerah ketika kelopak mata Sakura terbuka dan menampilkan iris berwarna hijau jamrud yang indah. Hinata terpesona pada mata gadis itu.
"Jadilah pacarku, Hinata," tembak Sakura langsung. Tangannya menggenggam erat tangan Hinata. Matanya menatap mata Hinata dengan pasti dan yakin. Membuat Hinata tak sanggup membalas tatapan mata Sakura yang begitu serius.
"Ta-tapi… kita baru bertemu, a-aku baru mengenalmu," ucap Hinata berkilah, sembari membuang mukanya.
"Tapi aku sudah lama memperhatikanmu. Aku mencintaimu, Hinata, dan aku akan melindungimu. Beri aku kesempatan," ucap Sakura memohon. Hinata terdiam, bingung. Dia bukanlah tipe gadis penolak. Dia juga tidak pernah bisa bertahan jika ada yang memohon kepadanya. Tapi, menjadi pacar seorang perempuan?
Tak pernah ada dalam pikirannya sekalipun.
"Ta-tapi kit-kita… sama-sama pe-perempuan!" sanggah Hinata mencoba keluar dari permasalahan ini.
Bukan… dia tidak ingin Sakura menjadi kekasihnya. Dia hanya ingin Sakura menjadi sahabatnya. Bukan yang lain.
"Lalu kenapa?" Tanya Sakura kemudian dia menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi chubby Hinata. Mengunci mata Hinata sehingga Hinata hanya bisa memandang mata diamondnya saja. Bukan memandang yang lain. "Aku mencintaimu dan aku pasti akan membuatmu mencintaiku," ucap Sakura yakin. Hinata hanya terdiam. Wajahnya semerah batu ruby sekarang dan Sakura terkekeh geli ketika melihatnya. Kemudian dia mencondongkan badannya dan mengecup kening Hinata. Hinata sedikit menolak, namun ketika bibir lembut itu menyentuh keningnya, Hinata merasakan perasaan hangat Sakura padanya dan dia menikmatinya. Hinata mendesah kecewa ketika Sakura melepas bibirnya dari keningnya dan itu ditangkap oleh Sakura. Sakura terkekeh geli.
"Kau mulai menyukai perlakuanku padamu, kan?" tanyanya dan semakin merahlah wajah seorang Hyuuga Hinata. Melihat itu, Sakura langsung mengecup pipi kanan Hinata, kemudian mengecup pipi kiri Hinata.
"Aku akan menjagamu," ucap Sakura kemudian dia mengecup bibir mungil Hinata dengan lembut dan menempelkannya di sana.
.
January, 14, 2002.
Butuh waktu dua minggu untuk sang Haruno menaklukan hati seorang Hyuuga yang pemalu dan terlalu menutup dirinya itu, dan Haruno harus berterima kasih kepada sahabatnya, Yamanaka Ino yang seharian ini menempel kepada dirinya, karena sang sahabat tengah bertengkar dengan kekasihnya.
Sakura sih tak keberatan waktu Ino menempel kepadanya. Tapi dia kesal juga karena hal itu, meski dia bersama Hinata, tapi dia harus sekuat tenaga menahan diri bermesra-mesraan dengan Hinata yang merupakan kegiatan favoritenya itu. tanpa gadis itu tahu bahwa pujaan hatinya tengah menahan dongkol karena Ino yang terkesan memanipulasi Sakura.
Perasaan cemburukah?
Tidak mungkin!
Maka ketika Hinata menyelesaikan makannya, gadis itu langsung memberesi tempat bentonya kemudian berlalu begitu saja.
Hal itu, jelas saja membuat Sakura bingung dan langsung menarik tangan Hinata untuk menahannya, namun, anehnya, gadis itu menolak untuk digandeng oleh Sakura.
"Hinata, kau kena – "
"Bukan urusanmu!" potong Hinata cepat kemudian menghilang di balik pintu atap sekolah. Meninggalkan Sakura yang tengah kebingungan…
Dan gondok berat karena di cuekin…
.
Sakura benar-benar kesal sekarang. Saat pulang sekolah, adalah saat Sakura dan Hinata pulang bareng. Tapi apa yang dilihatnya? Hinata tengah berjalan berduaan, bersampingan dengan si pecinta anjing itu? Sakura mendecih pelan. Istirahat kedua saat dia – dan Ino – mendatangi kelas Hinata, Hinata sudah raib, bersama si pecinta anjing itu pula. Bah!
Apa mungkin, Kiba – si pecinta anjing – adalah orang yang disukai Hinata? Apa Sakura tidak bisa membelokkan hati Hinata untuknya?
Ok, fine… dia yang memaksa Hinata agar bersamanya. Makan bersamanya, dan Sakura yang selalu mengambil inisiatif menyentuh Hinata. Tapi Hinata tak pernah menolaknya, kecuali tadi.
Apa Hinata tak memberikan kesempatan untuknya lagi?
Kesal, Sakura langsung menghampiri Hinata, dan tanpa permisi menarik tangan Hinata.
"Kau pulang duluan saja, Kiba. Aku ada urusan dengan Hinata," ucap Sakura dingin kemudian menarik Hinata yang terbengong-bengong dengan tingkah Sakura.
"Sa-saku-chan…ah…," Hinata meringis kesakitan ketika Sakura mendorong dirinya ke tembok dan kemudian Sakura langsung menghimpitnya.
"Kenapa kau menghindariku hah?" Tanya Sakura geram, membuat Hinata gugup.
"A-aku tak menghinda – "
"JANGAN BOHONG PADAKU!" ucap Sakura lebih tepatnya berteriak. "Berapa kali kubilang kalau aku mencintaimu!" ucap Sakura lirih. "Tapi kau malah menyakitiku dengan berjalan bersama si maniak anjing itu? kau sengaja menolakku dengan memberitahu kalau kau masih menyukai pria?"
Marah, Sakura benar-benar marah. Dan itu membuat Hinata ketakutan setengah mati. Dia membatu, tak bisa bicara,tak bisa bergerak. Bahkan untuk menggelengpun dia tidak bisa. "Apa aku sudah tak punya harapan lagi?" Tanya Sakura lirih kemudian gadis itu berbalik pergi, meninggalkan Hinata yang terpaku di tempat.
Namun dilangkah kelima, gadis bermata emerald itu berhenti bergerak karena Hinata memeluknya dari belakang.
"Ja-jangan marah… ku-kumohon," pinta gadis itu kemudian hal tak terduga terjadi. Hinata membenamkan wajahnya di leher Sakura kemudian mengecup leher itu.
"Uh… hina – " Sakura mendesah, dan desahannya semakin menjadi ketika Hinata menggigit leher itu dan menghisapnya. Kemudian gadis pemalu itu membalikkan tubuh Sakura dan mencium lembut bibir Sakura. Membuat wajah Sakura memerah karena perlakuan pujaan hatinya.
"A-aku…" ucap Hinata gagap setelah dia melepaskan bibirnya dari bibir Sakura. "Sa-Sakura adalah milikku! Bu-bukan milik Ino! Kau sekarang milikku!" ucap Hinata dengan wajah sangat merah. Dan air mata yang mengenang di pelupuk wajahnya.
"A-aku ju-juga mencintai -karena itu… jangan berpaling pada Ino!" ucap Hinata membuat sukses wajah Sakura memerah.
"Jadi alasanmu menjauhiku dan cuek padaku itu karena Ino?"
"…."
"Kau cemburu padaku dan Ino?"
Hinata mengangguk. Sakura tertawa. Kemudian memeluk Hinata.
"Aku tak mungkin berpaling pada gadis lain selain kau, Hinata,"
.
14 February 2002
"Happy valentine, Sakura," ucap Hinata sembari menyerahkan sebuah bungkusan coklat berbentuk love. Sakura menerimanya dengan wajah yang berbinar, kemudian memeluk Hinata.
"Terima kasih, Hinata-chan"
.
14 maret 2002
Sakura memakaikan sebuah kalung kepada Hinata sebagai white day pertama mereka.
"Sepasang denganku," ucap Sakura sembari memperlihatkan bandulnya kemudian menggenggam bandul kalung Hinata. Hinata tersenyum senang.
"Arigatou…"
.
Musim semi, 2002
"Kita di fakultas yang sama, yatta!" teriak Sakura kemudian memeluk Hinata senang. Hinata balik memeluk Sakura.
Meski di depan umum, mereka memang sering berpelukan, bahkan bergandengan. Wajar bukan jika mereka begitu? Asal mereka tidak berciuman di depan umum, orang-orang pasti hanya menganggap mereka bersahabat dekat.
.
Januari, 01, 2003
"Semoga aku selalu bersama Sakura-chan," pinta Hinata di depan kuil itu sambil memjamkan mata. Mendengar itu Sakura tersenyum.
"Semoga tahun ini, aku bisa memilikimu, seutuhnya. Atau setidaknya bisa melakukan deep kiss," ucap Sakura serius.
"Sa-Sakura-chan!" bentak Hinata malu, Sakura hanya membuka sebelah matanya dan tersenyum jail. Kemudian dia kembali menutup matanya. "Aku mohon kabulkan,"
"Tolong jangan dikabulkan, kami-sama!" ucap Hinata memohon dan itu membuat Sakura keki.
"Tidak, kabulkan saja!"
"Jangan kabulkan!"
"kabulkan!"
"Jangan"
"Ka – "
"Ekhem…."
Suara berdehem dari belakang mereka membuat mereka langsung membuka mata dan pergi begitu saja dengan wajah merona.
.
"Gak kerasa udah setahun kita bersama…," ucap Sakura sambil berjalan di depan. Hinata hanya mengangguk. Dia memainkan jemari-jemarinya gugup. Setahun sudah berlalu sejak pertemuan pertama mereka, dan dua minggu lagi peringatan setahun hari jadi mereka. Mengingat itu, Hinata jadi tersenyum sendiri.
"Kau kenapa?" Tanya Sakura yang wajahnya beberapa senti lagi dari wajah Hinata. Membuat wajah Hinata blushing berat, dan hal ini membuat Sakura langsung memeluknya.
"Kya – Sa-saku-chan…," Hinata malu berat. Mukanya benar-benar seperti kepiting rebus sekarang, ini kan di tempat umum! Apakah Sakura tak peduli dengan hal ini? Apa kata orang kalau melihat mereka bermesraan di sini?
"Aku tak peduli pandangan orang, Hinata," ucap Sakura di tengkuk Hinata, seolah membaca pikiran Hinata. "Selama aku mencintaimu dan kamu mencintaiku, untuk apa aku peduli kata orang?" ucapnya lagi. "Jika percintaan sesame jenis ini dilaknat Tuhan, kenapa Tuhan malah menumbuhkan perasaan ini?" Tanya Sakura lagi. sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sehingga Sakura mulai berceloteh mengenai hubungan mereka. "Memangnya kenapa jika kau dan aku sama-sama perempuan? Bukankah cinta tak mengenal batasan apapun? Bukannya cinta itu buta?"celotehnya lagi.
"Cinta memang buta Sakura-chan, tapi kita tidak buta! Kita punya mata, Sakura-chan,"
Sakura terbelalak ketika otaknya mengingat kembali perkataan seseorang padanya, dan itu membuat Sakura semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Hinata. Persetan dengan mata! Persetan dengan aturan! Persetan dengan segalanya!
Dia tak peduli pada aturan, dia tak peduli anggapan orang-orang karena hatinya sudah terpaut terlalu erat dengan sosok Hinata. Jika tak ada Hinata, dia tak bisa hidup. Tanpa Hinata membuat dirinya seperti orang gila.
Dia sangat mencintai Hinata.
Tapi kenapa orang-orang disekelilingnya tak mengerti? Kenapa ibu dan ayahnya menatapnya dengan jijik ketika dia mengatakan bahwa dia berpacaran dengan seorang Hyuuga Hinata?
"Sa-saku-chan… a-ada apa denganmu?" Tanya lembut Hinata sambil mengusap rambut sebahu kekasihnya itu. membuat Sakura semakin menyamankan wajahnya di leher Hinata yang wangi.
"Biarkan aku menginap di rumahmu!" ucap Sakura pelan, namun dapat di dengar oleh Hinata.
"Eh?"
.
Hyuuga Hinata's house
Hinata membuka pintu rumahnya. Mempersilakan Sakura untuk masuk dan Sakura tersenyum. Ini pertama kalinya Sakura datang ke rumahnya. Biasanya Hinatalah yang selalu berkunjung ke tempat Sakura. Tapi sepertinya Hinata tidak bisa berkunjung ke rumah Sakura lagi mengingat tatapan menusuk anggota mereka – yang biasanya menyambut hangat kedatangan Hinata – ketika Sakura memperkenalkan Hinata sebagai pacarnya.
"Hinata? Kau kenapa?" Tanya Sakura khawatir melihat kekasihnya itu melamun. Hinata menggeleng kemudian dia menyadari bahwa saat ini dia dan Sakura masih berada di depan rumah.
"Ah… a-ayo masuk, Sakura-chan!" perintah Hinata sopan. Kemudian gadis itu menyerahkan sandal rumahnya dan memandu kekasihnya itu memasuki rumahnya. Mereka menuju dapur dan langkah Hinata langsung terdiam begitu melihat papan white board di sebelah kulkas di ruang makan mereka.
Hinata mencelos begitu melihat yang tertulis di sana.
Uang jajanmu untuk satu bulan, ayah.
Ibu ada kerja di amerika. Pulang lusa.
Aku ada di rumah temanku, neji
Kak, aku ada di rumah nenek, hanabi.
Hinata membaca tulisan itu tanpa minat. Langkahnya kemudian menuju papan tersebut dan menghapus acak tulisan di sana sehingga tidak tersisa apapun. Gadis itu menghapus dengan perasaan sedih dan kosong.
Dan Sakura menyadari itu…
.
"Ka-kau mau ti-tidur di mana, Sakura-chan?" Tanya Hinata ketika selesai mandi, rambutnya yang kini panjangnya sudah melewati bahu itu basah habis dikeramas. Sakura tak menjawab. Dia malah menuju tempat tidur Hinata berukuran double dan tiduran di sana.
"Ka-kalau begitu, aku akan tidur di ruang ta – Kya!" Hinata berteriak ketika Sakura menarrik tubuhnya dan menidurkan dirinya di tempat tidurnya.
"Kita tidur di sini bersama!" ucap Sakuran enteng.
Kaats…
Hinata langsung bangkit berdiri. Menghadap Sakura dengan wajah merah padam sembari memainkan jari jemarinya, gugup berat.
"Ti-tidak mau!"
"Lho kenapa? Kita kan sama-sama perempuan?" Tanya Sakura (sok) polos. Hinata terdiam. Kalau situasinya menguntungkan, Sakura pasti beralasan "sama-sama perempuan" agar keinginannya terpenuhi. Seperti misalnya Sakura ingin menggandeng tangannya di depan umum dan Hinata menolaknya dengan alas an nanti hubungan mereka diketahu banyak orang, Sakura dengan enteng menjawab, "Kenapa harus takut? Cewek dengan cewek gandengan tangan itu wajar! Gak akan dikira macem-macem."
Dan sekarang argument itu kembali terlontar. Dan Hinata tidak mau kalah dalam berargumen saat ini.
"Ta-tapi ki-kita kan pacaran!" alasannya. Berharap Sakura mengerti, namun Sakura malah terkekeh geli.
"Kenapa memang kalau kita pacaran? Kau takut aku akan macam-macam padamu?"Tanya Sakura sukses membuat wajah Hinata blushing.
"Atau jangan-jangan kau takut tidak bisa menahan dirimu jika kita tidur bersama?" Tanya Sakura lagi.
"Ti-tidak! A-ak – Kya!"
Lagi-lagi kata-kata Hinata terpotong oleh teriakannya sendiri ketika tangan gadis itu lagi-lagi ditarik oleh Sakura sehingga kini tubuhnya berada di atas Sakura dengan wajah yang amat dekat.
Mereka terdiam cukup lama. Terpana pada kecantikan lawan mereka.
Baik Hinata maupun Sakura dapat merasakan hangatnya hembusan nafas mereka masing-masing.
Sedetik…
Dua detik…
Dan mata Hinata terbelalak ketika bibir mereka bertemu karena Sakura mendorong belakang kepala Hinata, sementara Sakura sudah menutup kedua matanya, menikmati ciuman manis mereka.
Semenit kemudian, lidah Sakura menjilat bibir bawah Hinata, meminta izin untuk menyecap rasa yang ada di dalam mulut kekasihnya. Tapi Hinata tak mengijinkan. Dia tak mau melakukan ciuman ala orang dewasa, deep kiss atau ciuman pakai lidah atau apapunlah namanya, karena Hinata merasa ciuman mereka selama ini sudah cukup.
Namun, tidak bagi Sakura. Karena kesal tidak juga mendapatkan ijin dari sang terkasih, Sakura menggigit bibir Hinata, membuat Hinata mau tak mau membuka bibirnya dan itu membuat lidah Sakura langsung masuk menjelajahi mulut Hinata. Melumatnya dan memainkan lidah hangat kekasihnya.
Hingga Hinata kehabisan nafas. Dia berusaha menarik bibirnya namun tak berhasil karena belakang kepalanya ditahan oleh tangan Sakura yang masih sibuk mencari kenikmatan di rongga mulutnya.
Hinata memukul-mukul dada Sakura yang berada di bawahnya. Memohon untuk membiarkan Hinata beberapa menit saja menghirup oksigen, dan Sakura dengan terpaksa melepaskan ciuman panas pertama mereka dengan kesal.
"Hah… hah… hah…."
Keduanya menagatur nafas, namun yang lebih parah terengah-engah adalah Hinata. Mukanya merah sangat, bibirnya belepotan saliva milik mereka, air matanya sedikit tergenang di kedua matanya.
Melihat itu, tak bisa tidak membuat Sakura terbangun dari posisi terlentangnya. Menatap Hinata dengan ekspresi menggoda iman miliknya. Membelai pipi Hinata, menyelipkan rambut panjang Hinata ke telinga Hinata.
Debaran jantung mereka menjadi alunan melodi yang indah. Kemudian gadis haruno itu mendekatkan wajahnya dan langsung melumat bibir Hinata yang ranum dan membaringkan tubuh Hinata dibawahnya.
"Sa… hng...," Hinata mendesah kembali ketika Sakura berhasil memasukkan lidahnya ke dalam mulut Hinata dan kembali mengajak lidah Hinata bertarung. "Ng… hmph…." Gadis hyuuga itu mendesah, mulai menikmati dan menyukai ciuman panas kedua mereka. Tangannya meremas seprai biru kasurnya.
"Hah..hah..hah…"
Keduanya terengah ketika Sakura melepaskan ciuman mereka. Wajah mereka sama-sama merah. Akal mereka sudah dikuasai nafsu, terbukti dari Sakura yang perlahan menyentuh leher Hinata dan terus turun ke dada besar Hinata.
Membuat Hinata bergidik dan Sakura menyeringai menyadari tubuh Hinata meminta perlakuan lebih dari Sakura. Tapi Sakura tidak melakukan apapun yang bisa dikategorikan memanjakan tubuh Hinata. Gadis haruno itu mendudukan Hinata kemudian membawa kepala Hinata ke dadanya kemudian menjatuhkan badan mereka.
"Tenang saaja, aku tidak akan melakukan apapun, lebih dari ini," ucap Sakura kemudian mengeratkan tangannya memeluk Hinata.
"Aku akan melakukannya lebih dari ini ketika kita sudah menikah nanti,"
"Eh?"
"Dan saat aku menjadi 'suami'mu, akan kupastikan kau tidak akan kesepian seperti ini lagi," ucap Sakura membuat wajah Hinata terbelalak.
"Jadi, jangan pasang wajah seolah-olah kau sendirian di dunia ini seperti tadi lagi," mohon Sakura membuat air mata keluar dari wajah Hinata. Air mata haru. "Kau kan milikku dan akupun milikmu!"
Dan seketika Hinata menangis.
.
.
To be continued
Fiuh… *buang keringat segede biji bagong*
Fict yuri pertama saya sudah berani pake lemon, bersambung pula… ckckckck..
Sebenarnya saya tak menyangka akan jadi sepanjang ini, padahal target saya hanya 3000 kata sampai tamat. Namun nyatanya, 3000 kata untuk awal permulaan sebelum berlanjut konflik.
Ok… bagaimana pendapat kalian mengenai fict ini? Maafkan saya karena dengan seenaknya membuat fict baru tanpa menyelesaikan fict lama saya…
Tapi, kalau ide udah keluar,saya tak bisa apa-apa lagi. maklum tipe gologan darah B.. hehe
Oh ya… chapter depan memulai konflik yang melibatkan pohon kenangan dan buku diari yang muncul di awal cerita. Karena saya penggemar angst, saya gak yakin kalau sakuhina dapat ending yang bagus?
Hehe
Ok, ini dia kira-kira chapter dua…
14 april 2003
"Dijodohkan? Tapi aku sudah punya pacar ibu!"
"Ibu tidak mengijinkan kau bersama dengan Hinata! Ibu menentang keras hubungan kalian!"
.
Pelukan ditengah hujan, membingkai mereka dalam gejolak rasa yang sulit mereka pahami.
.
"KENAPA AKU TIDAK BOLEH BERSAMANYA TUHAN? KENAPA AKU TIDAK BOLEH MENCINTAINYA?"
.
Terkadang aku berharap, aku adalah seorang lelaki, tapi kalau kupikir-pikir lagi, jika aku lelaki, mungkinkah kita dapat bertemu?
.
"Kita bertemu di sana. Kita akan pergi jauh dari orang-orang yang menentang hubungan kita,kau mau kan?"
.
"Tidak… tidak… SAKURA-CHAN!"
.
"Sakura-chan, aku mencintaimu,"
"Tapi aku mencintai Hinata!"
.
"Siapa namamu?"
"Eh? Namaku …."
.
Penasaran? Ayo dong review, fave or alert! Hehe
Review kalian menambah semangat saya! Ok masbro?*plak*
Akhirul kata…
R
E
V
I
E
W
?
