Summary: Dua negara. Satu perang. Dua Uchiha. Satu Hyūga. Dua cinta. Satu hati.
Disclaimer: I don't own Naruto at all
Unreachable Happiness
by KatouChii
Chapter 1: From Hokage To Uchiha
Berpuluh tahun telah berlalu sejak deklarasi perang Suna atas Konoha. Dan perubahan tak banyak terjadi di kedua belah pihak. Kazekage masih menuntut Hokage untuk menyerahkan Konoha pada Suna. Aburame masih menyusun rencana dan taktik untuk Suna, begitu pula dengan Nara yang masih menjadi otak penyerangan Konoha. Terakhir namun yang terpenting. Hyūga sebagai basis penyerangan Suna dan Uchiha untuk Konoha. Miris memang jika mengingat bahwa kedua klan besar itu adalah perpecahan dari satu klan yang kokoh dan tak terkalahkan.
Dan salah satu yang juga masih tak berubah adalah, Hokage tower. Sebuah gedung di mana Hokage memerintah dan mengurusi hal ini dan itu. Walau tahun telah berpuluh kali berganti, gedung megah nan kokoh itu masih didominasi warna merah dan hijau, dengan lambang konoha di puncaknya. Ruangan luas yang terletak di lantai paling atas gedung pun tak banyak berubah. Meja sang pemimpin dengan bertumpuk berkas di atasnya masih membelakangi jendela kaca besar yang menyajikan panorama seluruh kota. Perbedaan yang jelas terasa adalah, sang pemimpin itu sendiri. Dua orang Senju dan seorang Sarutobi menempati ruangan itu, dulu. Dan sekarang, seorang Namikaza-lah yang menempati ruangan kerja Hokage. Sebagai Hokage, tentu saja. Namun, suasana ruangan yang biasanya sunyi tenang, kali ini dipenuhi banyak teriakan dan makian.
"Sudah kubilang, kita tetap akan melaksanakan rencana Hokage kedua ini!"
"Kau tak bisa melihat? Apa kau tak punya hati? Heiress mereka tak dapat melakukan apapun selain menangis!"
"Too troublesome"
"Ya! Tapi kau merasakan sendiri apa yang dilakukan leluhurnya! Dan kau sudah pasti mengetahui apa yang dapat dilakukannya saat dia telah menguasai tekniknya!"
"Tidak manusiawi melakukan hal ini!"
"You two are troublesome."
"Kau pikir manusiawi menyerbu Negara kita dan membantai anak-anak serta orang tua yang tak berdosa?"
"Jika kau tetap memaksa, lakukan saja semuanya sendiri, orang tua!"
"Just shut up"
"Beraninya kau!"
Tentu saja mereka yang tengah berseteru di sana merasa pening dan lelah. Terlebih lagi Namikaze Minato, Hokage keempat yang kini memimpin Konoha. Kepalanya terasa pening bagai tertimpa batu besar. Salah satu dari dua orang kepercayaannya, Uchiha Fukagu dan seorang tetua, Shimura Danzō, tak hentinya berseteru. Tentu saja ini bukanlah kali pertama dua orang itu berseteru, namun tetap saja, rasanya ia tak tahan dengan semua keributan yang mereka hasilkan. Terlebih lagi, orang kepercayaannya yang lain, Nara Shikaku, tak melakukan apapun untuk meredakan perselisihan tersebut selain berkata, 'troublesome'. Pelipisnya yang berkerut dipijatnya pelan, sambil sesekali menggelengkan kepala dan menghela nafas.
"Bisakah kita pergi ke restaurant Ichiraku dan makan semangkuk ramen hangat?" sang Hokage memecah kericuhan. Ruangan yang sedari tadi ributpun terdiam. Bingung. Tak percaya pada apa yang baru saja Hokage mereka katakan.
"Maaf Hokage-sama, dalam keadaan seperti ini tak semestinya anda memesan ramen!" bisik Fugaku yang berdiri di sebelah kanan Sang Hokage muda.
Minato menoleh pada Fugaku "Aku serius, Fugaku. Aku sangat lapar dan menginginkan semangkuk ramen. Kau mau Hokage-mu ini mati konyol kelaparan? Ya, Shikaku? Kau juga menginginkan semangkuk ramen, bukan?" Hokage menoleh ke kirinya, dilihatnya Shikaku berdiri dengan malas dan mengangguk pelan.
Danzō berdiri dari tempatnya duduk yang berada tepat di hadapan Hokage dan memukul meja dengan sangat geram. "Jangan main-main kau anak muda! Jangan karena kau pikir kau adalah Hokage di sini, kau bisa berbuat seenaknya! Aku ini telah hidup dan tinggal di Konoha jauh lebih lama darimu! Kita ini tengah membicarakan tentang kedamaian Konoha! Dan kau malah meminta—"
"Semangkuk, atau dua mangkuk ramen." Sepasang mata samudra yang sejak tadi hanya mengamati Danzō mengacau di kantornya kini menatap lawan bicaranya tajam. "Kita tetap akan melaksanakan rencana Hokage kedua itu, dengan caraku! Sekarang, pergilah dan cari orang lain untuk kau ganggu." Dengan kata-kata tegas sang Hokage itupun, Danzō membungkukkan tubuhnya-menghormati sang hokage-dan pergi meninggalkan ruangan, menyisakan tiga pria di ruangan itu.
Ketika pintu besar yang ada di ruangan itu tertutup, Fugaku menghilangkan batasan tak terlihat terhadap sang Hokage. Ia tak perlu besikap seolah bawahan Hokage yang paling patuh. Mereka akan bersikap biasa saja layaknya sahabat tanpa memikirkan jabatan dan kedudukan. "Kau gila, Minato?" Tanpa ada rasa takut, iapun melanjutkan, "Dia masih kecil! Kau juga punya anak bukan? Apa kau akan merasa baik-baik saja bila Naruto menghilang?"
Setelah menguap lebar, pria berambut nanas dengan dua bekas luka di sisi kanan wajahnya menanggapi kemarahan Fugaku. "Sudahlah, Fugaku. Kau tahu pasti, Minato tak akan melakukan hal yang tak bermoral seperti itu."
Sang Hokage bernama Minato itu menumpukan dagu pada kedua tangannya yang berada di atas meja. "Sejujurnya, aku masih tak mengerti. Mengapa Hokage kedua merencanakan hal seperti ini. Bahkan rencana ini masih tetap berjalan saat Sarutobi sensei memimpin Konoha. Jelaskan padaku, Shikaku."
"Beliau ingin basis penyerangan seperti Suna, Minato. Ia ingin generasi baru bermata putih, milik Konoha." jelas Shikaku.
"Aku mengerti hal itu. Tapi apakah ia tak cukup puas dengan kehadiran Uchiha di pihak kita sebagai penyerang? Lagipula mengapa harus Heir dari klan Hyūga? Mengapa tidak seseorang dari klan Aburame?"
"Hei, hei. Para mata putih itu sama kuatnya dengan klanku, Minato. Mungkin lebih. Aku akui itu. Dan kau tahu mengapa? Karena, anchestor kami dan mereka adalah orang yang sama, putra sulung dari Rikudō Sennin, kakak tunggal dari Senju clan ancestor. Dan Hokage kedua berpikir, Konoha akan jauh lebih kuat, jika Uchiha dan Hyūga, dipersatukan yang diperkirakan akan menghasilkan Rinnegan, sama seperti milik Rikudō Sennin. Bayangkan kau memiliki pasukan penyerang dengan puluhan pasang Rinnegan!"
"Fugaku benar, Minato. Sejujurnya kita membutuhkan Heiress mereka, jika ingin mendamaikan perang ini. Dan, setelah aku mempelajari klan ini, aku mengetahui bahwa, para Souke atau main member jauh lebih murni daripada Bunke atau branch member. Pada Souke, mereka hanya akan menikah dengan, anggota keluarganya sendiri, dengan sepupu mungkin. Dengan ini, bloodline mereka akan menjadi jauh lebih kuat." Sambung Shikaku.
"Tapi tetap saja Shikaku, kau tak akan tega mempergunakan anak itu sebagai alat! Mereka ingin mengembangbiakkan Hyūga Heiress seperti binatang!" Fugaku tetap konsisten akan pendapatnya, walau tadi ia sempat mengagung-agungkan kehebatan yang dihasilkan dari gabungan klannya dengan klan Hyūga.
Minato menggeleng. Senyumnya mengembang. "Tentu kita tak akan mempergunakan anak itu sebagai alat! Kita tak akan memperlakukannya seperti tahanan dan memaksanya menghasilkan banyak anak dengan potensi memiliki Rinnegan seperti yang Danzō inginkan! Kita akan membesarkan anak ini, kita akan memberikan mata putih kecil ini suatu ikatan tak terlihat dengan Konoha. Saat dia dewasa, kita akan jelaskan semua rahasia ini padanya, dan mengirimnya kembali ke Suna. Memberi pernyataan damai dan membuat Suna menandatangani surat perdamaian dengan Konoha!" ia melirik ke arah Nara, yang hanya mengangguk pelan. "Dan kau bilang, ancestor mereka adalah orang yang sama, Fugaku? Dengan begitu, aku yakin mereka berasal dari sini, Konoha."
"Oke, mungkin ini akan berhasil, Minato. Mungkin. Hal yang tidak mungkin adalah, bagaimana caranya, masuk ke dalam compound yang seluruh penghuninya dapat melihat menembus tembok. Selama berpuluh tahun pendahulu kita telah mencobanya dan tak pernah kembali!" Fugaku kembali mengajukan pembantahan.
Minato tersenyum lagi. "Oh, kau lupa Fugaku? Pendahulu kita tak memiliki anggota klan Nara sehebat Shikaku! Serahkan masalah taktik pada saudara kita yang pemalas ini! Yang harus kau lakukan hanyalah, mempersiapkan putra sulungmu. Ia akan melakukan misi solo kali ini. Ia akan membawa heiress itu, dalam keadaan hidup pada Konoha. Kurasa tak akan sulit, kudengar Heiress itu lahir di musim dingin tahun lalu, Desember tepatnya. Karena sekarang telah memasuki musim gugur, anak itu pasti sudah besar, hampir setahun umurnya. "
Mata Fugaku melebar karena kaget. Ia berharap yang didengarnya adalah salah. "Tunggu! Itachi akan masuk ke sarang mata putih, sendirian?" Minato mengangguk, tersenyum seolah tak berdosa. Tubuh Fugaku melemas. "Aku tak ingin putraku pergi ke akhirat sebelum aku."
"Tak akan. Aku, percaya pada kemampuan Itachi." kata sang Hokage mantap.
"Dan, jika rencanamu ini gagal?" tanya Fugaku.
"Jika gagal, ya? Hmm, aku belum memikirkannya." Sang Hokage yang sangat dihormati oleh seluruh penduduk Konoha itu terkekeh pelan.
"Oh Kami, ampuni dosa Hokage kami, kuharap semua yang diucapkannya akan benar terjadi." batin Fugaku dalam hati.
###
Birunya langit perlahan berganti kelamnya malam. Matahari memancarkan sinar oranyenya yang indah. Dan dua pria kepercayaan Minato terlihat keluar dari Hokage tower bersama. Fugaku memijat lehernya pelan, sementara Shikaku tetap terlihat, malas.
"Ah, kerongkonganku perih sekali rasanya." Fugaku menanti jawaban dari kepala klan Nara yang tak kunjung mengeluarkan suaranya. "Shikaku, katakan sesuatu." Kata Fugaku meminta jawaban.
"Yah, hmm, seharusnya kau tak meneriaki Danzō seperti itu." Jawabnya santai sambil terus berjalan meninggalkan Hokage tower jauh di belakang.
"Bukan jawaban seperti itu yang kuminta, Nara! Kami, mengapa aku harus menghabiskan hidupku dengan bekerja dengan dua orang indifferent ini!" Fugaku menggerutu pelan, sementara Shikaku hanya terkekeh. "Eh, kau sudah merencanakan semuanya bukan? Aku, hidup Itachi ada di tanganmu, Shikaku."
Shikaku menguap. "Sepertinya sudah. Kau tahu, Ino-Shika- Chō. Kuharap kalian para Uchiha dapat meniru jurus ini."
Kedua alis Fugaku mengerut. "Ino-Shika-Chō? Jurus macam apa itu?"
"Oh, itu jurus yang kuciptakan bersama Chōza dan Inoichi. Atau, kau tahu Negara Oto? Tentu saja kau tahu. Sudahlah, biar kupikirkan lagi." Setelah menjelaskan-dengan sangat tidak jelas-mengenai rencananya, Shikaku berbelok ke kiri di perempatan menuju Nara compound. Sedangkan Fugaku berbelok ke arah kanan, memasuki Uchiha compound. Ya, sejak dahulu Nara dan Uchiha compound sengaja terletak di kanan dan kiri Hokage tower. Sedangkan Hokage menempati Hokage tower yang luas. Hal ini dilakukan untuk memudahkan segalanya jika terjadi sesuatu yang darurat.
Sepanjang jalan menuju rumahnya, dahi Fugaku tak hentinya berkerut. Ia terus saja memikirkan taktik milik Shikaku, dan yang lebih dipikirkannya lagi adalah keselamatan Itachi.
"Otou-san?" seseorang memanggil. Fugaku mendongak, namun tak terlihat siapapun dihadapannya. "Otou-san mau ke mana?"
Fugaku berbalik, matanya mengerjap beberapa kali. "Oh, eh, lho?" beberapa meter di belakangnya, Itachi berdiri di depan gerbang rumah mereka, menatap bingung pada ayahnya yang berjalan melewati rumah mereka tanpa sadar. "Rumah kita terlewat rupanya." Iapun berjalan mendekati Itachi. "Tou-san sudah tua, Itachi. Maklumi saja." Sambil tertawa, Fugaku mengajak anak sulungnya masuk ke dalam rumah. "Tadaima" seru ayah dan anak itu.
"Okaeri." Jawab seorang wanita yang tak salah dan tak bukan adalah Uchiha Mikoto, istri dari orang kepercayaan Hokage. "Bagaimana harimu, Fugaku?" Tanya wanita cantik itu pada suaminya.
"Lelah seperti biasa. Danzō tak hentinya mendesak kami untuk menjalankan rencana Hokage kedua." Lalu Fugaku melangkah ke dapur, mengambil segelas air lalu duduk di salah satu kursi meja makan di sana. "Itachi, kemarilah, Tou-san ingin mengatakan sesuatu padamu" Itachi yang telah melangkah menuju kamarnya kini melangkah menuju dapur, lalu duduk di kursi yang bersebrangan dengan ayahnya.
"Ada apa, Tou-san? Kurasa ini hal yang serius. Tak biasanya Tou-san memikirkan sesuatu sampai melupakan letak rumah sendiri." Itachi tak kuasa menahan tawanya. Tetapi tatapan sang ayah membuat tawanya berhenti. "Katakanlah, ada apa sebenarnya, Tou-san?"
"Hokage ingin memberikan misi solo padamu. Tou-san, khawatir."
Itachi menatap ayahnya sebentar, mencoba membaca gerak tubuh ayahnya. "Lalu? Umurku hampir sebelas tahun sekarang, Tou-san. Dan ini bukanlah misi pertamaku, kan?"
"Kau diminta untuk membawa Hyūga Heiress hidup-hidup ke Konoha. Apakah alasan itu cukup untuk membuatmu mengkhawatirkan dirimu sendiri, putraku?" Mata Itachi membelalak. Ia tak pernah menyangka misi seriskan itu akan diberikan kepadanya yang masih chunnin ini.
Suara isakkan terdengar dari pintu dapur. Kedua ayah dan anak itu menoleh. Mikoto berdiri di sana, berusaha meredam tangisnya dengan telapak tangan. "Bohong! Minato-san tak mungkin tega pada Itachi!" Mikotopun berlari menjauh dari dapur.
Itachi hanya menggeleng. Sedangkan sang ayah meremas rambut hitamnya. "Tou-san, Nii-san, kenapa Kaa-san menangis?" Tanya anak kecil dengan wajah mirip dengan Itachi.
"Kemari, Sasuke." Itachi menggendong adiknya, lalu memangkunya.
"Kenapa, Tou-san? Kenapa Kaa-san menangis?" Sasuke tetap mendesak sebuah jawaban dari ayahnya.
"Eh, ehm, begini Sasuke. Kaa-san menangis karena bahagia." Jelas Fugaku.
Sasuke memiringkan kepalanya ke kanan, menatap ayahnya bingung. "Kenapa bahagia? Oh! Aku tahu! Aku akan jadi seorang kakak, kan?" mata Sasuke berbinar penuh harap.
"Ya, ehm, kau bisa menganggapnya adik, kurasa. Sebentar lagi, anak perempuan dengan mata putih akan tiba di Konoha." Kata ayahnya lagi.
"Mata, putih? Kenapa matanya berwarna putih? Dia menyeramkan dong?" Sasuke menatap kakaknya.
"Karena anak ini, istimewa. Ya, anak perempuan ini istimewa, Sasuke. Saat dewasa nanti, aku yakin dia akan menjadi perempuan yang sangat kuat dan penuh kuasa." Jawab Itachi. Tapi tetap saja, Sasuke tak mengerti mengapa anak perempuan yang akan menjadi adiknya memiliki mata berwarna putih.
'Yah, tenang saja, Sasuke, nantinya kau akan tau mengapa ia memiliki mata berwarna putih' pikir Fugaku dalam hati.
T.B.C
a/n: Terima kasih aku ucapkan pada Tuhan YME karena telah memberikan segala kebutuhanku (akan internet pada malam ini) hingga akhirnya fic ini bisa kupublished. Terima kasih juga aku ucapkan kepada sesama penggemar SasuHina, Kita Ayugai (Maaf collab kita belum sempet kutulis) yang udah mau dengerin ide awal (beserta spoiler) dari fic ini dan terus kasih semangat (desakan lebih tepatnya) yang tiada henti supaya aku mempublish fic ini secepatnya. Terima kasih ketiga kuucapkan pada rekan seperjuangan (yang sama-sama penuh ide tapi males nulis dan takut mempublish) yaitu cyrille-ve yang pernah mempublished sebuah collab fic berjudul 'The Runaway Princess' (walau lagi mandek sekarang) karena udah sabar banget ngehadapin sikapku beberapa jam sebelum fic ini publish. Maaf udah bikin pusing ya, Ve!
Okay, ide fic ini kudapet, jujur aja, dari mimpi. Mungkin udah pada nyadar ya, di fic ini klan Hyūga terletak di Suna. Pada bingung? Sama, aku juga *plak*. Engga, itu ada alasannya kok. Di fic ini emang beberapa klan dengan terpaksa harus dipindahin ke Suna. Di chap selanjutnya akan ketahuan klan mana aja yang harus pindah (sebenernya dari chap ini juga udah pada bisa ngira-ngira sih)
Setelah observasi panjang di wikia, aku baru tau kalo klan Hyūga dan Uchiha itu dulunya berawal dari satu klan (yang gak di jelasin). Pokoknya, leluhur kedua klan itu kakak adik. Sementara ayah leluhur kedua klan itu bloodlinenya Rinnegan. Ya, jadi, aku buat kesimpulan (aneh), Byakugan plus Sharingan jadinya Rinnegan.
Yaudah deh, makasih banget yang udah mau ngeluangin waktunya baca fic pertamaku, lebih makasih lagi kalo mau review, hehe. Jangan sungkan langsung PM kalo aku buat kesalahan, ya!.
-KatouChii all the way
