Disclaimer: Semua karakter dalam cerita ini milik Marvel, dan sayangnya saya tidak menghasilkan keuntungan finansial apapun dari pembuatan fanfic ini.
Rating: T
Pairing: Steve Rogers/Tony Stark
Warning: male/male pairing, OOC character
Fanfic The Avengers pertama saya, jadi harap maklum kalau ada fakta Marvel Universe yang…meleset-meleset sedikit *ketawa hambar*. Featuring Fantastic Four karena ada portal…dan Johnny Storm is adorable. Apalagi pemerannya di film sama dengan Captain America *kabur*. Anyway, please enjoy~
Corollaries
An Avenger Fanfiction
By Arialieur
Chapter 1 : Something that looks like a duck and quacks like a duck does not necessarily a duck… or Captain America
Portal...portal dimana-mana.
Tony hampir saja tergoda untuk menembakkan rudal ke Baxter Building. Karena, hello, Reed Richard dan experimennya tentang dunia paralel ditambah Dr. Doom melepas robot-robot yang memancarkan radiasi sinar gamma di saat yang bersamaan adalah resep paten menuju kehancuran dunia. Portal-portal itu terus muncul, dan tentu saja di dunia di mana superhero banyak bermunculan seperti jamur di musim hujan, portal-portal itu mengeluarkan berbagai macam makhluk dan penjahat super yang sepertinya sangat ngotot ingin meratakan New York dengan tanah.
"20 portal dalam 12 jam terakhir. Aku benci hidupku." Keluh Tony. "Dan portal. Ingatkan aku untuk tidak bereksperimen dengan portal, JARVIS."
"Kalau demikian, perlukah saya menghancurkan prototype mesin portal di workshop anda, Sir?"
"Kau sama sekali tidak lucu, JARVIS."
"Kenapa sih bukan unicorn saja yang keluar dari portal-portal ini?" keluh Clint melalui komunikatornya.
"Unicorn, huh?Aku bisa menerima unicorn."Komentar Tony sambil menembakkan repulsornya ke arah salah satu robot Dr. Doom.
"FYI, aku baru saja membunuh seekor unicorn pemakan daging di sekitar Central Park."Steve menimpali.
"Selamat tinggal, impian gadis kecilku." Gumam Natasha, walaupun di belakangnya kemudian terdengar ledakan.
"Whoa, Nat, kau pernah jadi gadis kecil?"
"Aku bisa memikirkan 101 cara membunuhmu dengan tusuk gigi, Tony."
Ledakan lain terdengar, berasal dari anak panah Clint yang mengenai salah satu monster siput raksasa yang baru saja keluar dari portal. "Thor!" seru Clint, "Sedikit bantuan di sini, please!"
"TENTU SAJA, SAUDARAKU!" sebuah petir besar menyambar siput itu, memanggangnya menjadi abu.
Tony menyaksikan kejadian itu dari posisinya di udara. "Keren…" kata seseorang di sampingnya, membuat Tony melambaikan tangan kepada pria berbalut api itu.
"Hei Johnny. Bagaimana keadaan Reed?"
Johnny Storm membakar sayap salah satu makhluk sejenis lebah raksasa yang baru keluar dari portal di dekat mereka."Katanya beri dia 10 menit lagi."
Salah satu lebah itu berusaha menyerang Tony dengan sengat-setengah-meter-nya, tetapi sang Iron Man cukup memiringkan tubuhnya ke kanan untuk menghindar. "Hey, Tony." Panggil Johnny sambil menembakkan api ke arah lebah yang tadi akan menyengat Tony.
"Hmm?" jawab Tony tanpa betul-betul memperhatikan, karena, yeah, dia agak sibuk meledakkan Doombot terdekat.
"Setelah ini bagaimana kalau kita makan malam bersama?"
Tony berhenti di udara sejenak, lalu menembak lebah nun jauh di sana dengan peluru kendali, yang melewati daerah dekat leher Johnny. Sangat dekat. Lalu meledak. Pada lebah itu tentunya.
Johnny menganga, sebelum sadar kembali. "Kuanggap itu sebagai tidak."
"Kalau kau sudah tidak pakai popok lagi, fire boy, baru boleh datang padaku."
"Oooooh…" suara Clint terdengar dari komunikator.
Tony baru saja akan membalas ketika Hulk dari dimensi lain muncul melalui portal di 5th Avenue, tepat di dekat Hulk dari dimensi ini, dan keduanya terlibat dalam semacam kompetisi siapa-yang-bisa-meraung-paling-keras-di-wajah-lawan, tanpa berhenti membanting musuh di kanan-dan-kiri. "Konsentrasi, guys! Dan ya, Clint, Tony, kalian yang aku maksud. Thor, arahkan Hulk baru ini kembali ke portal." Perintah Steve. "Ups." Gumam Sang Captain America saat ia refleks menghindari sebuah Doombot yang dilempar oleh The Thing.
"Sorry, Captain!" serunya. Steve hanya melambaikan tangan untuk menyatakan bahwa ia tidak masalah dengan kejadian itu. Lagipula mereka sedang berada di tengah-tengah kekacauan.
"Sebaiknya cepat, Capsicle. Johnnykins disini bilang bahwa Reed siap menutup semua portal dalam 10 menit." Kata Tony mengingatkan.
"Shit. Natasha, bantu Thor! Tony, kau melihat para X-men?"
"Yep, aku melihat Wolverine melap lantai menggunakan Doom. Ooh, Victor yang malang, itu pasti sakit." Komentar Tony dengan suara kasihan yang dibuat-buat saat Wolverine membanting Doom ke bangunan terdekat, beberapa bagian tembok runtuh mengenai kepala Doom. "X-men lainnya ada di bagian selatan kota, ada Magneto baru yang masih muda menghancurkan mobil-mobil dan menggerakkannya jadi tiruan gundam yang superjelek. Kuharap Porsche baruku tidak ada di situ. Aku sudah menginformasikan mereka tentang deadline kita, by the way, Cap."
"Baiklah. Siap-siap mengembalikan semua pendatang ini ke portal masing-masing."
Johnny Storm melewati Steve dengan kecepatan tinggi, menggiring lebah-lebah itu ke portalnya. Captain America mengayunkan perisainya untuk menghajar seekor(?) alien, sebelum melempar alien tersebut ke balik portal. Suara Reed Richards mendadak terdengar melalui komunikator mereka."Oke guys, portal akan ditutup dalam 10…9…8…7…"
Tepat saat itu, tak seorang pun menyadari bahwa satu portal lagi terbuka—semua kecuali Reed Richards, tetapi dia terlalu sibuk menutup portal-portal lain.
"…4…3…2…1…"
Dan semua portal tertutup, meninggalkan kehancuran di kota New York, pahlawan super yang kelelahan serta… tambahan tidak terduga. Tony mendarat di jalan raya, tepat di samping Steve. Ia membuka pelindung wajahnya dan nyengir ke arah sang Captain America.
"Heya Cap! Tadi itu lumayan juga ya."
Steve memandanginya dengan mata yang membelalak, seperti orang yang terkejut. Tony melambaikan tangan di depan wajahnya. "Haloooo Steve? Ada apa? Aku tahu aku ini tampan, tapi kau tidak perlu memandangiku seperti itu."
"Kau…" suara Steve terdengar ragu-ragu.
"Apa tadi kepalamu terbentur? JARVIS, coba scan tubuh Cap."
"Captain America dalam kondisi 100 persen sehat, Sir." Jawab JARVIS melalui komunikator.
"Baiklah kalau begitu. Mungkin kau cuma kelelahan. Mau kuangkut sampai Avenger Tower? Kebetulan ada yang ingin kubicarakan." Tony merentangkan tangan, memberi kode kepada Steve untuk berpegangan kepada armornya.
"Apa…yang ingin kau bicarakan?"
Mendadak semua kepercayaan diri Tony hilang ke luar jendela. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, masih dengan tangan yang terbungkus armor. "Uh, itu…tidakkah sebaiknya kita bicarakan di tempat lain?"
"Kau bisa mengatakannya di sini padaku."Kata Steve tegas.
"Oh. Uh. Ini agak pribadi sih…tapi… Urgh,baiklah." Tony mematikan microphone komunikatornya agar anggota tim yang lain tidak mendengar, "Stevemaukahkaukencandenganku ?" ia berkata dengan cepat dalam satu tarikan nafas.
"…apa? Bisa kau ulang?"
Tony mengatupkan bibirnya sambil menatap Steve lekat-lekat, lalu mengangkat tangan tanda menyerah."Ini bodoh. Lupakan saja Cap, aku duluan ya." Ia berbalik dan bersiap untuk terbang, namun tangan Steve menghentikannya.
"Mungkin ini curang, dan salah. Tetapi aku menginginkan satu kesempatan ini." Gumam Steve, sebelum menarik Tony dalam pelukannya.
"Ap—mmphh!"
Dan sang genius billionaire playboy philantrophist itupun tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain Captainamericamenciumkusteve menciumkuohTuhanstevestevest eve…
"Ada yang salah di sini." Suara Bruce—oh hey, dia sudah kembali dari wujud Hulk-nya—terdengar melalui komunikator. Tony, tentu saja, mengabaikan itu. Ia sedang… sedikit sibuk.
"Jeez apa yang membuatmu berpikir begitu? Fakta bahwa Captain America ada dua atau bahwa Tony berciuman dengan Captain America yang salah—OUCH itu sakit, Nat!" kalimat Clint terputus, kemungkinan karena disikut oleh Natasha.
Tetapi ada kalimat yang menempel di otak Tony (yang sedang setengah berfungsi, karena, yeah…) Captain America ada dua.
Captain America ada dua. ADA DUA. Tony melepaskan diri dari pelukan Steve untuk memperhatikan pria itu baik-baik. Ada yang salah di sini. Steve yang ini kostumnya berbeda.
"Shit."
Steve-yang-baru-ia-cium itu tersenyum, "Aku bertanya-tanya berapa lama sampai kau menyadari bahwa aku bukan Steve yang kau kenal."
Dari sudut pandangnya, Tony bisa melihat para anggota Avengers –plus Fantastic Four—berkumpul mengelilingi ia dan Steve pendatang baru ini. Sejenak matanya beralih ke Steve—Steve yang ia kenal—dan memperhatikan keadaan pria itu yang babak belur, tetapi selamat dan hidup. Rasa lega itu berumur pendek, karena ekspresi wajah Steve menunjukkan bahwa ia sangat…sangat tidak senang.
Seseorang di atas sana sedang mempermainkan kehidupan cinta Tony, sepertinya.
Sebenarnya Tony sangat, sangat tergoda untuk menenggelamkan diri di bathtub, tetapi sebelum hal itu tercapai, JARVIS mengosongkan air mandinya.
"Hey! Aku masih berendam, JARVIS!"
"Anda sudah menghabiskan sekitar 2 jam untuk berendam, Sir."
"Ingatkan aku untuk mengubah protokolmu."
"Tentu saja, Sir. Walaupun saya harus memberitahu anda bahwa Mr. Rogers sedang menuju ke workshop."
"Jangan beri dia akses masuk, JARVIS."
"Mr. Rogers memiliki override code, sir."
"Sial."Tony mengumpat sambil meraih handuk terdekat dan melingkarkannya di pinggang."Kenapa dulu aku memberinya kode itu?"
"Anda bilang ingin memberi akses seluasnya bagi Mr. Rogers untuk menemui anda."
"Kenapa dulu kau membiarkanku?"
Seandainya JARVIS adalah manusia, mungkin ia sudah menghela nafas karena kesabarannya hampir habis. "Perlukah saya menjawab pertanyaan itu, Sir?"
Saat Tony keluar dari kamar mandi (ya, workshopnya memiliki kamar mandi sendiri. Terlalu merepotkan untuk pergi jauh di saat sedang serius melakukan apapun yang ia kerjakan di bawah sini), Steve berdiri di dekat pintu sambil menyilangkan tangan di depan dada. Ia terlihat sedikit terkejut melihat keadaan Tony yang hanya mengenakan selembar handuk, tetapi lalu ekspresi wajah tidak senangnya itu kembali.
Tentu saja, Tony tidak akan mengakui nyeri kecil yang terasa di hati vibranium-nya atas ekspresi di wajah Steve itu.
"Apa, Cap? Aku tidak boleh mandi dengan tenang?"
"Kau sudah menghabiskan 2 jam di bawah sini."
"Lalu?Memangnya kau tidak pernah mencoba berendam di whirlpool? OH, kau tidak pernah! Baiklah, biar kujelaskan bahwa berendam di whirlpool itu sangat, sangat nyaman, belum lagi dengan sabun-sabun aromaterapi yang diselundupkan oleh Pepper ke kamar mandiku. Tidakkah aku wangi? Kau boleh mencium wangiku kalau mau. Aku bahkan akan membelikanmu sabun aromatera—"
"Tony." Steve menghela nafas, seperti kelelahan. Mungkin ia memang kelelahan, mengingat fakta bahwa mereka baru saja menghabiskan 20 jam melawan alien. "Semua sudah menunggu di ruang meeting. Termasuk Fury, Reed dan… Steve dari dimensi lain. Cepatlah berpakaian dan naik ke atas."
Setelah Steve pergi, JARVIS berkomentar, "Anda tidak punya whirlpool di bawah sini, Sir."
"Harr harr lucu sekali JARVIS. Mana t-shirt kesayanganku?"
"Di bawah meja, dekat prototype repulsor baru dan prototype anak panah C4 untuk Mr. Barton."
Tanpa banyak bicara Tony mengambil t-shirt itu dan mengenakannya. Sambil lalu ia menemukan celana jeans usang (tapi bermerk, tentu saja, Tony tidak pernah memakai barang murahan), yang setelah ia perhatikan di bawah lampu, diputuskan cukup bersih untuk dikenakan. Kadang Tony berpikir bahwa ia sudah terlalu nyaman dengan para Avengers, sehingga ia tidak lagi terlalu memperhatikan penampilannya saat akan bertemu.
JARVIS mematikan lampu seiring dengan keluarnya Tony dari workshop. Namun saat Tony terlihat akan naik tangga, JARVIS berkomentar. "Saya sarankan anda menggunakan lift, Sir."
"Ckckck JARVIS, tidakkah kau tahu bahwa naik tangga itu lebih sehat?"
"Tidak kalau tujuan anda terletak 70 lantai di atas workshop ini, Sir."
"Cih."Gerutu Tony saat mendapati pintu menuju tangga darurat dikunci oleh AI-nya itu."Kenapa dulu aku memprogram kepribadian saat membuat JARVIS?"
"Rasa terima kasih saya kepada anda tidak terhingga, Sir."
"Pujian tidak akan menolongmu, JARVIS." Ujar Tony sambil menggelengkan kepala, lalu memasuki sudah rencananya mengulur waktu. "Jangan buru-buru." Komentar Tony saat ia merasa laju liftnya lebih cepat daripada biasa.
"Maaf Sir, Mr. Rogers secara spesifik memerintahkan untuk mempercepat kedatangan anda sebelum ia datang kembali dan menyeret anda."
"Kau, JARVIS. Adalah pengkhianat. Lihat saja, aku akan menukar kodemu dengan kode DUM-E."
"Saya gemetar ketakutan, Sir."
Tony cukup yakin JARVIS mengucapkannya dengan nada mengejek. Kenapa dulu tidak ada yang menghentikannya saat ia memasukkan kepribadian untuk AI-nya itu?
"Kenapa JARVIS gemetar ketakutan?" Clint bertanya saat Tony keluar dari lift. Sang pemanah itu baru saja turun dari saluran ventilasi. Kenapa Clint Barton sangat suka bergerak melalui saluran ventilasi udara, Tony tidak pernah mengerti.
"Semua sudah berkumpul?"
"Kalau yang kau maksud Steve yang tadi kau cium, ia sudah ada di ruangan."
"F*ck you, aku sudah tahu."
"Hey, tidak ada yang salah dengan menyukai Captain America. Hanya saja lain kali kau harus mencium orang yang benar."
"Jangan salahkan aku, kau lihat sendiri bahwa keduanya sama-sama seksi dan…sama persis. Puncak kesempurnaan fisik manusia dan semua efek serum lainnya, kau tahulah." Tony berhenti bicara sejenak, lalu menambahkan, "Kau akan selalu mengungkit hal ini ya?"
"Benar sekali."Katanya sambil nyengir, lalu membuka pintu ruang meeting. Tony, menyusul di belakang Clint, menyapukan pandangannya kepada semua orang di ruangan itu. Seluruh anggota Avengers sudah hadir, termasuk para Fantastic Four, Nick Fury beserta Maria Hill, Phil Coulson dan… kedua Steve.
"Whoa, aneh rasanya melihat kalian duduk bersebelahan begitu. Seperti sedang berada dalam twilight zone." Tony tidak bisa menahan diri untuk berkomentar. Ia dan Clint menempati kursi di antara Natasha dan Bruce, membuat Tony duduk tepat di seberang kedua Steve.
"Tadi kau tidak tampak keberatan-OW!Kalian bersekongkol untuk menyakiti tubuh seksiku?"Protes Clint saat Tony dan Natasha menyikut pinggangnya. Keras.
"Anak-anak, tutup mulut kalian sebentar! Kalian tentu sudah tahu tentang tamu kita… Captain America dari dimensi lain." Pria yang disebut namanya itu tersenyum kepada semua orang."Bisakah kau menjelaskan bagaimana kau bisa mengakses portal yang menyambung ke dunia kami?"
"Sebelumnya, aku bukan lagi Captain America. Dan kenapa aku bisa sampai di sini, well, anomali tidak hanya terjadi di dunia ini. Portal dari dunia kalian juga mempengaruhi dunia kami, yang menyebabkan beberapa portal yang memancarkan radiasi gamma terbuka. Aku sedang berusaha menutup salah satunya—dengan alat dari Dr. Richards—saat portal itu meledak ke terbawa dalam ledakan itu dan… di sinilah aku."
Kalimat 'bukan lagi Captain America' terngiang-ngiang di telinga Tony.
"Sebentar, jadi ada kemungkinan kau terkena radiasi gamma kuat? Bagaimana dengan orang-orang di duniamu?"Bruce bertanya, tertarik dengan radiasi sinar gamma yang terjadi di dimensi lain itu.
"Dr. Banner di duniaku sudah menemukan antidote-nya, jadi tidak ada masalah."
"Jadi…the Hulk…"
"Terekspos dengan dosis yang terlalu tinggi untuk diobati dengan antidote itu."
"Oh." Kekecewaan Bruce jelas terlihat di wajahnya.
"Hey, buddy, setidaknya kau bisa menguji coba darah eks-captain-america di sana itu di lab-mu. Benar bukan?Mungkin kau malah bisa menemukan sesuatu yang lebih daripada Banner yang di sana." hibur Tony sambil menepuk-nepuk pundak Bruce.
Steve-eks-Captain-America tersenyum manis ke arah Tony yang dibalas dengan kedipan mata dari sang Iron Man, membuat Steve-yang-masih-Captain-America mengernyitkan dahi melihatnya. "Ya, tentu, aku akan memberikan darahku untuk di tes."
"Baik, mari kita kesampingkan masalah uji laboratorium ini dan membicarakan masalah selanjutnya. Aku percaya Dr. Richards akan membantu Mr. Rogers untuk kembali ke tempat asalnya." Fury melihat ke arah Reed Richards, yang langsung mengangguk."Aku bisa mengkalkulasi dimensi mana tempat ia berasal, lalu membuka portal menuju kesana. Namun…"
"Karena ia baru menyegel semua portal masuk dan keluar dari dimensi ini, ia butuh waktu lebih." Sambung Fury.
"Ya sekitar dua minggu."Sambung Reed lagi.
"Cara kalian melengkapi kalimat satu sama lain itu… creepy. Super creepy." Gumam Johnny Storm dari tempatnya bersandar di dinding.
Fury mengabaikan komentar itu, "Karena itu Mr. Steve Rogers ini—"
"Stark-Rogers, Direktur."Potong Steve-dari-dimensi-lain.
"Maaf?"
"Stark-Rogers. Namaku Steve Stark-Rogers." Ia mengangkat tangan kiri untuk memamerkan cincin emas yang melingkar di jari manisnya. Semua terdiam. Tony merasakan komplikasi di perutnya, antara digelitik kupu-kupu dan dicakar beruang grizzly dari dalam. Wajah Steve yang satu lagi memucat.
Setelah keheningan yang canggung, Fury berdehem, "Baiklah. Mr. Stark-Rogers ini akan tinggal di Avengers Tower sampai kita berhasil membuka portalnya. Nah, sekarang, tentang kerusakan yang kalian sebabkan…"
Setelah meeting mereka selesai, Fury mengusir Avengers dari hadapannya dengan, "Menyingkir dari sini! Sudah cukup banyak aku melihat wajah kalian dalam satu hari."
Tidak satupun merasa keberatan.
Fantastic Four menolak tawaran Tony untuk menginap di Avengers Tower dan memilih menaiki jetcar mereka untuk kembali ke Baxter Building. Susan Richards mengklaim, 'butuh mandi susu yang lama' sebelum menyeret suaminya pergi. Johnny Storm mengedip genit ke arah Tony sebelum 'fire on' dan terbang dalam kobaran api. Kemiripan wajah Johnny dan Steve bukan satu-dua-kali mengejutkan Tony. Mungkin kalau ia gagal mengajak Steve kencan…Tony menggelengkan kepala. Johnny sama playboynya dengan Tony di masa muda. Mengingatnya saja sudah merinding.
Bruce mengumumkan ia mau langsung tidur, sementara Natasha bilang ia mau ke ruang latihan terlebih dahulu (mungkin untuk mengasah pisaunya). Sisa anggota Avengers yang lain memutuskan untuk mengungsi ke ruang keluarga (ruang dengan televisi yang hampir sebesar layar bioskop dan pantry serta bar dengan koleksi alcohol lengkap).
"STEVE TEMANKU! ALANGKAH BAIKNYA KINI KALIAN ADA DUA! AKU INGIN MENANTANG PENDATANG BARU KITA YANG PERKASA DALAM ADU PANCO!" kata Thor sambil menepuk pundak Steve-eks-Captain America, setibanya mereka semua di ruang keluarga. Seandainya Steve tidak disuntik dengan serum prajurit super puluhan tahun yang lalu, mungkin tulang belikatnya sudah patah-patah.
"Tentu, Thor. Di duniaku kau lebih banyak berada di Asgard. Sudah lama kita tidak berlatih bersama."
"Tidakkah agak membingungkan memanggil kedua Steve dengan 'Steve'? Karena, kau tahu, tadi siang saja sudah ada yang salah mengenali-OUCH! Kau mencoba membuatku gegar otak?" Clint balas melempar sandal kelinci berbulu Thor (ya, Thor punya sandal kelinci berbulu. Jangan tanya kenapa) yang tadi dilempar Tony ke kepalanya. Dan tentu saja, sebagai pemanah nomor satu di dunia dengan akurasi hampir sempurna, sandal itu mendarat tepat di…selangkangan Tony.
"ARGH…harta keluargaku…kau baru saja menghancurkan keberlanjutan keturunan keluarga Stark!"
"Aku tidak perlu melakukan hal itupun keluarga Stark tidak punya harapan untuk berlanjut, karena terakhir kucek, Steve itu laki-laki!" pernyataan itu membuat Clint dihadiahi sandal yang sebelah lagi.
Steve, kemungkinan besar yang masih Captain America, mendadak batuk-batuk.
Steve Stark-Rogers tersenyum, "Seingatku di Asgard ada alat yang bisa membuat laki-laki hamil."
"BETUL SEKALI, TEMANKU! TENTU SAJA AKU AKAN DENGAN SENANG HATI MENDUKUNG USAHA KALIAN UNTUK MEMILIKI KETURUNAN!" seru Thor sambil menyelamatkan sandal-sandalnya.
"Cukup soal itu, aku tidak mau membayangkan idola masa kecilku hamil." Gerutu Phil sambil mengangkat sebelah tangan. "Steve." Ia menunjuk ke arah Steve-sang-Captain-America, lalu menunjuk Steve satunya lagi, "Steven. Habis perkara."
Steve Stark-Rogers, sekarang dipanggil Steven, tersenyum "Aku tidak keberatan."
"ALANGKAH BAIKNYA SETELAH SEMUA TERPECAHKAN! STEVEN TEMANKU! SEKARANG, MENGENAI ADU PANCO ITU…"
Phil menggeram, "Tidakkah kalian butuh istirahat setelah terjaga lebih dari 24 jam?" ia bertanya sembari duduk di bar, segelas scotch di tangan.
"Beri aku kopi dan aku sanggup terjaga 48 jam lagi di workshopku." Komentar Tony sambil menyalakan mesin pembuat kopinya.
"Tony…" sepasang nada tidak setuju terdengar, membuat sang empunya nama mengangkat kepala—untuk disambut dengan dua pasang tatapan tidak setuju, yang kemudian menengok menatap satu sama lain. Steve, tentu saja, masih memasang ekspresi tidak suka itu.
"Awkward~" kata Clint sambil bersiul kecil dari tempatnya bertengger di atas kulkas. Sejak kapan dan kenapa Clint disana, Tony tidak mengerti dan tidak pernah mempertanyakan, demi kewarasannya sendiri.
"Uh, aku tetap harus ke workshop. Armor Iron Man-ku perlu diperbaiki."
Steve mengambil kopi di tangan Tony dan menggantinya dengan segelas susu hangat. "Masih ada hari esok. Malam ini kau harus tidur."
"Tapi Mo~omm, ini baru jam 9 malam."
"Tony…"
Tepat di saat itu Steven memutuskan untuk merangkul pundak Tony dan mengarahkannya ke tangga menuju kamar. "Maaf Thor, tapi aku harus menidurkan Tony. Kita adu panco besok saja ya?"
"TENTU, STEVEN TEMANKU! AKU SANGAT MENGERTI. SAMPAI JUMPA ESOK HARI!"
Dari tempatnya, Steve bisa mendengar Tony bertanya "Kau mau membawaku kemana?" dimana Steven menjawab, "Tentu saja ke kamar kita." Sebelum keduanya terlalu jauh untuk didengar. Tanpa ia sadari tangannya mencengkeram mug kopi Tony terlalu erat, sampai mug itu pecah.
Thor menggelengkan kepalanya, "STEVE TEMANKU, KAU SEHARUSNYA SEGERA MENYATAKAN PERASAANMU KEPADA ANTHONY."
Sang Captain America langsung tergagap, "Apa?Aku tidak—kau pikir—tapi aku…"
Clint terkekeh, "Peribahasa bilang, Denial is not just a river in Egypt, Cap. Jangan menyangkal perasaanmu sendiri." Godanya sambil melompat turun dari atas kulkas dan melambaikan tangan ke arah Phil. "Karena sumber hiburanku sudah pergi, ada baiknya aku tidur. Ayo Phil! Good nite, Cap, Thor!"
"SELAMAT TIDUR, TEMANKU CLINT!"
Steve sendiri, masih membatu di tempatnya berdiri. Banyak yang harus ia pikirkan malam ini, sepertinya. Terutama mengenai Tony dan Steven, dan…ada perasaan tidak enak di hati Steve, seperti akan terjadi sesuatu. Tapi mungkin itu, seperti kata Thor dan Clint, adalah rasa cemburu. Benarkah hanya itu?
"Kau serius mau tidur di kamarku?" tanya Tony kepada Steven begitu mereka menghilang dari pandangan yang lain.
Steven mengangkat bahu, "Aku akan menempati kamar tamu di samping kamarmu."
"Wow, kau benar-benar suami Tony Stark, ya? Atau jangan-jangan…kau suami Howard Stark?" Tony bertanya, dengan iseng menyebut nama ayahnya.
"Kalau itu benar, ciuman kita akan sangat sangat salah." Jawab Steven santai, membuat Tony mengernyitkan dahi dengan jijik."Ew. Mental image. Ugh. Ew. Lupakan aku pernah menanyakan itu."
"Setuju."
"Bagaimana kau bisa menikahi Tony Stark di duniamu? Benar Tony Stark kan? Bukan Natasha Stark? Karena, walaupun Natasha Stark tentu saja sangat seksi dan menarik karena dia adalah versi wanita dari aku, tapi tetap saja aneh rasanya kalau kau menciumku yang jelas-jelas laki-laki." Tony masih ingat salah satu kejadian di masa lalu yang berkaitan dengan portal, di mana yang keluar dari balik armor Iron man adalah seorang wanita.
Steven menghela nafas, "Tidak pernah terpikir kalau aku biseksual, Tony?"
"Aku selalu berpikir kau heteroseksual, sebenarnya."
"Itukah sebabnya kau tidak juga menyatakan cinta pada Steve?"
"Oooke ayo kita berhenti membicarakan perasaanku pada Steve, yang, by the way, wajahnya sama persis denganmu. Aku jadi merinding. Sebagian karena harus harus menahan diri untuk tidak memepetmu di tembok dan melakukan berbagai macam hal."
"Kau sedang membawa segelas susu."
Tony langsung meminum habis susunya dalam tiga tegukan besar. "Nah. Kalau sekarang?"
"Sekarang, kau masuk kamar dan tidur." Kata Steven. Tony bahkan baru tersadar kalau mereka sudah sampai di depan kamarnya.
"Kau tidak akan mencium keningku atau apa?"
Steven tertawa kecil, "Bukan aku yang kau inginkan untuk melakukan itu, Tony. Selamat tidur."
Malam itu, Tony tertidur pulas dan memimpikan unicorn. Unicorn pemakan daging. Natasha bukan satu-satunya orang dengan impian masa kecil yang hancur karena kejadian hari ini.
Pagi harinya kedua Steve terbangun di jam yang sama di pagi buta, dan melakukan rutinitas pagi hari yang sama : lari pagi. Tentu saja Steve masih kurang ramah terhadap Steven, walaupun ia masih mempertahankan sopan santunnya. Keduanya lari pagi dengan rute yang sama dalam diam, dengan Steven tersenyum geli sepanjang jalan melihat versi dirinya dari dunia lain yang lebih muda itu merajuk (merajuk dalam cara yang sangat lelaki, tentu saja, dia Captain America!).
"Apa rencanamu terhadap Tony?" tanya Steve tiba-tiba, saat keduanya sedang beristirahat di bangku yang sama yang biasa mereka duduki di Central Park.
"Duniamu dan duniaku tidak jauh berbeda, Steve. Hanya saja di duniaku, waktu sudah berjalan lebih cepat daripada di sini."
"Itu tidak menjawab pertanyaanku."
"Kau yakin mau melakukan pembicaraan ini? Pembicaraan : kalau kau mematahkan hati Tony, akan kupatahkan lehermu?"
Mulut Steve menganga, terkejut dengan reaksi Steven. "Apa?" tanya Steven melihat ekspresi Steve. "Aku bergaul dengan Tony Stark lebih lama darimu, tahu?"
"Yeah, kelihatan."
Keduanya terdiam, memandangi keadaan Central Park yang berantakan. Puing-puing air mancur masih berserakan di mana-mana, Steve menyadari. Sulit dipercaya semua kekacauan itu baru terjadi kemarin.
"Kalau Tony, mungkin sudah mengkalkulasi berapa biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan dan darimana sumber dana untuk melakukannya."
Steve tersenyum kecil, "Ya, itu terdengar seperti Tony. Bahkan stand hotdog di pojok sana pun akan mendapatkan gerobak baru…atau pekerjaan di Stark Energy untuk penjualnya."
"Selalu kesana kemari melakukan yang terbaik bagi orang lain tetapi tidak mengurus dirinya sendiri."
Keduanya tertawa kecil, "Kalau tidak dibawakan sandwich, ia bisa tidak makan tiga hari saat sedang berada di workshop."
"Dan harus diseret ke sofa atau kasur terdekat supaya dia tidur dengan benar. Aku juga harus menyembunyikan semua minuman beralkoholnya supaya ia tidak pingsan di lantai dalam genangan muntahannya sendiri."
Steve melihat ke arah Steven dengan terkejut."Tony…tidak mabuk sampai separah itu."
Steven mengangguk, "Tony yang di sini lebih bahagia daripada Tony di duniaku."
Keheningan kembali menyelimuti mereka. "Aku…" Steven memulai, "Aku ingin Tony bahagia. Tetapi sepertinya aku tidak terlalu mahir melakukan hal itu."
Steve memainkan kerikil di lantai dengan sepatunya. "Aku juga."
Steven menghela nafas, lalu bangkit dari duduknya. "Aku akan mencoba rute lain. Kita bertemu nanti di tower?"
Steve mengangguk, "Aku masih mau disini. Sampai jumpa."
Setelah pembicaraan itu, Steve tidak lagi terlihat antipati kepada Steven. Bahkan, saat beberapa jam kemudian Tony datang ke pantry, kedua Steve sedang bekerja sama membuat omelet dan menggoreng bacon, dikelilingi oleh Bruce, Clint, dan Natasha yang minum kopi di bar.
"Baiklah, siapa yang meninggal?"
Natasha memandangi Tony sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Tidak ada yang meninggal, Tony. Ayo makan omeletmu." Steve menyodorkan sepiring omelet rice ke arah Tony, dan Steven melengkapinya dengan empat buah bacon yang digoreng kering. Persis seperti yang Tony sukai, kalau ia sempat sarapan.
"Maaf kalau aku tidak percaya. Terakhir kali kekompakan ini terjadi di Avengers, Fury berbohong pada kita tentang kematian Phil Coulson." Ujar Tony sambil duduk di salah satu kursi tinggi, meraih segelas kopi yang disodorkan Natasha (tadi Steve yang membuatnya) dan menarik piring omeletnya mendekat.
"Jangan mendoakan kematianku dulu, Stark. Kau tidak mau aku datang dan menghantuimu." Phil Coulson memasuki dapur, tentu saja dalam balutan setelan jas hitam kesayangannya, sambil menenteng Starkpad (Tony bersikeras mengganti iPad Phil dengan Starkpad, karena tidak seorang pun yang tinggal di Stark-slash-Avenger Tower boleh menggunakan gadget ketinggalan zaman. Gadget primitif membuat Tony merinding).
"Kau menghantuiku setiap hari dengan formulir laporan misi."
"Aku akan menghantuimu lagi setiap hari, sambil membawa taser, kalau itu bisa membuatmu mengisi laporan misi sial itu."
"Ckckck, Phil!" Tony pura-pura terkejut, "Tidak boleh mengumpat di depan anak-anak!"
Phil memutar bola matanya, sebelum mengambil tempat duduk di samping Clint."Kau juga akan akan mengumpat kalau mendengar berita yang kubawa."
"Apakah konser Tribute to AC/DC akan dipercepat? Tolong katakan padaku konsernya akan dipercepat."
"Hush, Tony. Kalau yang terjadi di duniaku sama dengan di sini, maka konser itu akan dibatalkan. Kau akan merajuk sepanjang minggu di workshop sambil menyetel seluruh album AC/DC berulang kali."
"Serius?"
Steven mengangkat bahu, "Tentu saja tidak."
"Aku mulai bisa membayangkan kenapa ia bisa menikahi Tony Stark. Kau, Captain, telah dinodai oleh sarkasme Anthony Edward Stark." Kata Clint sambil menunjuk ke arah Steven dengan garpunya.
Ujung bibir Steven terangkat, "Siapa bilang bukan aku yang menodai Tony?"
"Oh God, aku tidak perlu mendengar ini di pagi hari. Mental image!" Clint menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sementara Steve tersedak kopi yang diminumnya. Natasha, merasa kasihan pada sang Captain America, mengelus-elus punggungnya.
"YA?ADA YANG MEMANGGILKU?" suara Thor, seperti biasa, memasuki ruangan dengan dua kantong belanjaan besar berisi…poptarts.
"Hey Thor, darimana saja kau pagi ini?"Steve bertanya setelah nafasnya normal kembali.
"STEVE TEMANKU! TADI PAGI AKU MENDAPATI PERSEDIAAN POPTARTS KITA MENIPIS! INI TIDAK BISA DITERIMA! KARENA ITU AKU PERGI KE SUPERMARKET UNTUK MEMBELINYA LAGI!"
"Jesus, poptarts lagi?" keluh Bruce.
"SIAPAKAH JESUS INI? DIA BUKAN DARI ASGARD! AKU INI THOR, GOD OF THUNDER!"
Tony tertawa, "Aku tahu ada alasan kenapa kau adalah favoritku, Thor." Dan dalam sekejap semua lupa dengan berita menyebalkan yang seharusnya dibawa Phil.
…sampai siang hari saat mereka berkumpul di ruang TV (minus Thor, yang setelah sarapan poptarts langsung melesat ke Asgard karena dipanggil oleh ayahnya untuk menaklukan bilgus-err...bil-bilgesnipe? Apapun itu Tony tidak yakin) menonton ulang Friends season 1, Phil Coulson mendadak berujar dari posisinya yang duduk santai di sofa, "Hey, guys, kalian tahu? Pagi ini Fury mengirim e-mail kepadaku. Dalam satu jam kalian harus berada di kantor pusat SHIELD—ya, di atas sana, anak-anak—untuk briefing mengenai misi kalian yang baru. Mengutip dari kalimat Fury, semua anggota Avengers harus hadir—termasuk kau, Stark—atau kalian harus membersihkan toilet SHIELD selama sebulan."
"F*ck you, Phil!" seru Clint dan Tony saat semua orang bergegas ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan diri, kecuali Steven, yang duduk tenang di sofa sambil tersenyum pada Phil. "Aku juga perlu ikut?"
"Tidak, kau ada janji dengan Reed Richards di Baxter Building."
"Baiklah."
Misi itu, rupanya, penyelidikan kematian misterius di gang belakang bangunan di daerah Manhattan. Clint berlutut di samping mayat yang tercabik-cabik sampai beberapa bagian tubuhnya tercecer di sepanjang gang itu, dengan garis putih di sekitar setiap bagian untuk menandai tempat kejadian. Sekeliling gang itu sudah dibatasi dengan pita kuning polisi.
"Sudah dapat visual, Stark?" Clint menyesuaikan kamera di tangannya ke sekitar TKP.
Dari komunikatornya terdengar suara Tony, "Ugh. Aku mulai menyesali sarapanku tadi. Kau yakin ini bukan pekerjaan orang CSI?" sang Iron man mendapat tugas mengawasi area sekitar dari udara, sementara Steve melakukannya di darat. Clint dan Natasha menyelidiki TKP, dan Bruce di laboratoriumnya untuk menguji coba darah korban dan darah hitam yang ditemukan di TKP.
"Tadi CSI sudah memeriksa tempat ini, mereka cukup yakin ini bukan perbuatan manusia. Setidaknya, bukan manusia biasa." Kata Natasha yang baru kembali dari menelusuri gang lain di sekitar TKP untuk bergabung dengan Clint.
"Mutan?" tanya Steve.
"Kemungkinan itu ada, Captain. Tapi kau tahu kepolisian tidak terlalu suka berurusan dengan X-men. Karena itu kita yang dipanggil." Jawab Phil, dari posisinya yang entah di mana.
"Sepertinya pendatang dari dunia lain." Kata Bruce tiba-tiba, "Aku menemukan jejak radiasi gamma di sample darah yang kita dapat."
"Oh-ho. Teman kita Steven tidak datang sendiri rupanya." Gumam Clint.
"Bruce, kau sudah menemukan pemilik DNA itu?" tanya Tony.
"Radiasi gamma itu mengubah cukup banyak susunan DNA asli subjek ini. Aku perlu waktu lebih untuk menentukan identitasnya."
"Bagaimana dengan waktu kejadian?" Steve bertanya.
"Forensik bilang, sekitar pukul 7 pagi ini." Jawab Natasha.
"Hmm…" Steve bergumam, "Ada yang lain lagi?"
"Kami sudah selesai di sini." Kata Clint.
"Tony?"
"Negative, Cap."
"Baiklah kalau begitu, kita kembali saja ke Avenger Tower." Kata Steve, akhirnya.
Korban itu,rupanya, merupakan yang pertama dari serangkaian pembunuhan berikutnya dalam satu minggu terakhir. Modusnya sama persis, korban dipancing ke gang belakang bangunan kemudian dicabik-cabik dengan semacam cakar baja. Pelakunya meninggalkan darah hitam yang tercemar radioaktif di semua TKP. Masyarakat mulai resah (kalau bisa lebih resah sejak pertama kalinya kota mereka diserbu alien dan penjahat super), dan SHIELD beserta kepolisian bekerja sama melakukan patroli di malam hari.
"Ini…aneh…" Bruce bergumam saat ia dan Tony sedang berada di laboratoriumnya. Bruce melakukan tes pada sampel darah hitam pelaku, sementara Tony sedang menentukan algoritma untuk membalikkan proses mutasinya.
"Apa yang bisa lebih aneh lagi daripada darah hitam yang tercemar radiasi gamma?"
"Saat berada dalam keadaan tekanan tinggi, darah ini berkembang dalam kuantitas dan kadar radiasinya. Ini sangat mirip dengan… The Hulk."
"Jadi maksudmu, tersangka kita ini bisa berubah berdasarkan emosi negatif?"
"Kurasa demikian."
"Hmm kalau begitu kita bisa membalikannya dengan… injeksi endorphin?"
"Seharusnya sih tidak semudah itu, I mean, The Hulk juga tidak semudah itu dikembalikan ke wujud awalku, tetapi mungkin kita bisa mulai dari sana."
Sebuah ketukan terdengar dari balik pintu kaca laboratorium. Steve masuk dengan langkah tegap, sebuah kebiasaan sisa-sisa keterlibatannya dalam militer. Tony menyadari hari ini ia menggunakan kemeja kotak-kotak biru dengan lengan digulung sampai siku. "Siapa yang mendandanimu, Cap?" sang Iron Man memandangi Steve dari atas sampai ke bawah, menikmati pemandangan di hadapannya. Warna biru cocok dengan warna mata Steve.
"Uh, ini hadiah dari Natasha." Steve mulai terlihat tidak nyaman di bawah pandangan tajam dari Tony. Menyadari hal itu, Tony yang jadi merasa canggung mengalihkan pandangannya untuk memperhatikan mikroskop electron di atas meja. Sangat…mikroskop sekali. Bruce, merasa kasihan pada pria itu, memutuskan untuk memecah keheningan.
"Kau mencari salah satu dari kami, Steve?"
"Hanya ingin tahu bagaimana kemajuan kalian. Hari ini kami menemukan satu mayat lagi, kali ini mutan."
"Para X-men tidak mungkin menerima berita ini dengan tenang-tenang saja." Komentar Tony, yang disambut dengan anggukan dari Steve. "Yeah, kudengar Prof. Xavier sudah menghubungi Fury. Tetapi sejauh ini Fury masih ingin kita menanganinya sendiri."
"Aku benci mengakui ini, tetapi aku setuju dengan Fury." Kata Tony lagi, kali ini kembali memainkan tabletnya. Setelah itu, tidak ada lagi yang bicara. Bruce melirik dari Steve ke Tony, lalu ke Steve lagi, lalu ke Tony lagi…
Steve berdehem, "Baiklah kalau , aku pergi dulu. Bye Bruce, Tony."
"Bye, Steve!"
Segera setelah pintu menutup, Bruce memandangi Tony sambil mengangkat sebelah alisnya. "Apa?" tanya Tony.
"Hubunganmu dengan Steve sudah secanggung itu?"
"Uh…mungkin? Dia tidak suka aku memperhatikannya, Bruce, kau lihat sendiri dari wajahnya."
"Kurasa bukan itu…"
"Kau harus mengakui kalau akhir-akhir ini Steve sering memasang wajah kesal kalau berada di ruangan yang sama denganku."
"Kalau itu kurasa karena kau lebih banyak menghabiskan waktu dengan Steven."
"Sebentar lagi Steven akan dikembalikan ke dimensinya, tentu saja aku banyak menghabiskan waktu dengannya."
"No funny business?"
Tony membuat gerakan menyilang di depan Arc reactornya, "Benar-benar platonik, well, kecuali ciuman di hari pertama itu. Lagipula, Steven sudah menikah. Baiklah, secara teknis, dia menikah denganku, tapi, kau tahu apa yang kumaksud."
"Kuharap kau tahu apa yang kau lakukan. The Hulk merasa tidak tenang di sekitar Steven." Bruce berkata sambil kembali fokus ke mikroskop elektronnya.
"Mungkin karena ia juga tercemar radiasi gamma? Ngomong-ngomong bagaimana hasil tes darah Steven? Dia baik-baik saja? Serum prajurit super tidak menimbulkan komplikasi atau apa?"
"Terdapat jejak radiasi dalam darahnya, tetapi tidak dalam dosis yang fatal. Mungkin serum di tubuhnya malah membantu menetralisir efek radiasi. Untuk lebih jelasnya aku butuh melakukan tes lebih lanjut, yang, saat ini tidak bisa kulakukan karena kasus kita."
Saat itulah starkphone Tony berbunyi, membuatnya mengangkat tangan ke arah Bruce untuk minta maaf, dan mengangkat teleponnya, "Halo Pep."
"Tony! Katakan padaku kau sudah bersiap-siap! Hari ini ada pertemuan pemegang saham Stark Energy!"
"Ayolah Pepper, aku mengangkatmu menjadi CEO supaya kau bisa menggantikanku dalam hal-hal semacam ini." Goda Tony sambil keluar dari laboratorium.
"Tidak kali ini, kau harus datang. Aku sudah mengirim Happy ke Avenger Tower. Kalau kau berani mangkir, Tony, aku bersumpah akan menendang selangkanganmu dengan stiletto-ku yang paling tinggi dan runcing!"
Tony berjengit mendengar itu, "Jauhkan stiletto-mu dari selangkanganku, Pep, dan aku akan datang."
"Harus."
KLIK—telepon ditutup secara sepihak oleh Pepper.
Tony menghela nafas, apa ini sudah tanggalnya PMS Pepper?
"Sedang apa kau memandangi teleponmu begitu?"
Tony menengok ke sumber suara, "Oh hey, Steven. Mau kemana?" ia bertanya melihat penampilan Steven yang rapi, dengan celana kain berwarna khaki dan kemeja biru muda yang cocok dengan warna matanya. Ada apa dengan para Steve dan kemeja biru?
"Biasa, pertemuan dengan Reed Richards. Ia masih belum bisa menetapkan koordinat dimensi asalku. Kau sendiri sepertinya sedang terburu-buru, mau kemana?"
Tony menghela nafas, "Meeting pemegang saham. Pepper mengancam akan menendang selangkanganku kalau aku tidak datang."
"Ouch." Komentar Steven, "Kalau ia sampai melakukannya, Steve akan menjadi pria yang sangat, sangat tidak beruntung."
"Harr harr katakan itu lagi saat Steve sudah merasakan betapa beruntungnya dia, kalau kau mengerti maksudku."Balas Tony sambil menggoyangkan alisnya.
Steven pura-pura berpikir, "Kalau dia membuatmu menunggu terlalu lama, kau bisa mendapatkan ini." Ia berkata sambil menunjuk tubuhnya sendiri dari atas sampai ke bawah.
"Uh-huh. Tawaran yang sangat…" Tony meraba dada bidang Steven, "…menarik."
"Oh." Suara Steve terdengar dari ambang pintu, membuat Steven dan Tony menengok ke arah sumber suara, masih dalam posisi yang sama. "Uhm…aku mencari Tony." Ekspresi Steve saat itu terlihat netral, tetapi Steven tahu pria itu menggeretakkan gigi, kalau dilihat dari otot rahangnya yang terlihat tegang.
Ujung bibir Steven terangkat saat Tony buru-buru menurunkan tangannya, "Silakan. Aku pergi dulu, Tony, Steve." Katanya sambil meninggalkan kedua orang itu dalam keheningan yang amat…canggung.
Tony berdehem, "Tadi kau bilang mencariku?"
"Yeah, Pepper bilang kau harus pergi meeting. Karena itu aku akan menemanimu."
"Aku tidak butuh bodyguard."
Tony bisa melihat otot di dahi Steve berkedut, "Keadaan di luar sana sedang berbahaya, Tony. Kita belum tahu apa yang kita hadapi."
"Bagaimana dengan yang lain? Clint? Natasha?"
"Mereka sedang patroli."
"Kalau mereka saja tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja, Cap. Sekarang aku harus ganti baju dulu, ciao!"
Namun Steve bukan orang yang mudah menghalangi jalan Tony dengan tubuhnya. Sejenak Tony hampir saja tergoda untuk terus maju dan mendesaknya ke dinding…
"Aku memaksa, Tony."
Tony menghela nafas sambil berkacak pinggang, sebelum akhirnya mengangkat tangan tanda menyerah."Jangan salahkan aku kalau kau bosan."
Steve tersenyum, "Aku akan membawa buku sketsaku."
Dan kalau di saat mereka keluar ruangan, tangan Steve menyentuh pinggang Tony dengan hampir posesif untuk mengarahkan sang billionaire, Tony meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya kebetulan.
"Apa yang kau gambar?" Tony bertanya sambil menyandarkan dagu di bahu Steve setelah semua orang keluar ruangan. Sepanjang rapat, Steve duduk di salah satu kursi di belakang dan sibuk mencorat-coret buku sketsanya. Suatu hal yang harusnya tidak mengalihkan perhatian Tony, tetapi nyatanya ia tidak bisa melepaskan matanya dari sosok Steve saat menggambar. Mata biru yang penuh konsentrasi itu sesekali melirik ke arahnya.
Oh Tuhan, Tony benar-benar sudah jatuh terlalu dalam.
Gambar yang ia lihat di buku sketsa Steve membuatnya tertegun. Itu adalah sketsa wajah Tony, dengan dagu bertopang pada punggung tangannya, tetapi matanya menatap lurus. Menatap Steve.
"Aku?"
Steve mengangguk, "Aku bisa mengerti sedikit kenapa Pepper begitu frustasi denganmu. Kau sama sekali tidak perhatian pada rapat, Tony." komentarnya dengan nada hangat.
"Itu karena ada kau di sini." Kata Tony tanpa berpikir terlebih dahulu, mengejutkan dirinya sendiri segera setelah bicara. "Uhm…maksudku…"
"Maksudmu, kehadiranku…mengganggu?" tanya Steve, tersirat sedikit sakit hati pada nada bicaranya.
"Bu-bukan itu. Maksudku, kau…bukan gangguan yang tidak diinginkan. Lagipula aku selalu mati kebosanan di pertemuan-pertemuan semacam ini. Jadi, yeah…begitulah."
Steve tertawa kecil, "Kau meracau, Tony."
"Aah sudahlah, ayo kita pulang! Hari sudah gelap. Bagaimana kalau kita sekalian melewati daerah TKP, mungkin ada petunjuk lain di sana?"
"Kau bawa armor Iron Man-mu?"
"Kemanapun aku pergi. Karena itu tadi kubilang tidak butuh bodyguard."
Steve tidak menghiraukan komentar terakhir itu. "Baiklah. Aku akan memberi tahu Natasha dan Clint."
Sepanjang perjalanan, Tony dan Steve mengobrol dan bercanda satu sama lain seperti dulu. Seperti sebelum Steve melihatnya berciuman dengan Steven. Seperti semuanya baik-baik saja. Sayangnya, seperti teori yang telah lama diyakini oleh Tony, kehadiran pahlawan super memancing kemunculan penjahat yang tidak kalah super. Bahkan di saat mereka sedang dalam keadaan tenang dan damai, sesuatu pasti terjadi.
Hari ini, sesuatu itu berwujud sekelebat sosok hitam diiringi teriakan seorang pria.
Happy, sudah terlatih selama bertahun-tahun menjadi supir Tony Stark, menghentikan mobil di pinggir jalan dengan akurasi dan kecepatan yang mengagumkan. Steve tidak membuang waktu untuk merobek kemeja (ya, ia selalu memakai kostum Captain America di balik baju) dan keluar sambil meraih perisainya. Tony menyusul dalam keadaan sudah terbalut sempurna dalam armor merah-emas Mark V.
Seperti kejadian-kejadian sebelumnya, teriakan itu berasal dari gang di belakang bangunan, di daerah sepi. Tidak terlihat orang lalu-lalang, dan semua penduduk sekitar serentak menutup pintu dan jendela mereka, tidak mau sampai terlibat dengan apapun yang terjadi di sini.
"Tony, kau awasi keadaan dari atas. Aku akan mencoba sedekat mungkin dengan tempat kejadian. Jangan lupa hubungi Natasha dan Clint."
"Aye, Captain!" Tony menutup pelindung wajahnya dan terbang ke atas.
Steve mengeratkan pegangan pada perisainya, lalu menerjang masuk ke dalam gang. Dilihatnya sesosok mayat yang sudah tercabik-cabik seperti pendahulunya, tergeletak dalam genangan darah yang masih segar. Sang Captain America mendekati mayat tersebut tanpa mengurangi kewaspadaannya. Makhluk yang melakukan hal ini pasti belum pergi jauh.
"Tony, kau dapat visual?"
"Negative. Tapi sensor panasku menyatakan—di belakangmu Cap!"
Steve mengangkat perisainya tepat saat monster itu menyerang. Bunyi metal dan metal beradu, dan Steve menepis makhluk itu sampai terlempar. "Shit, makhluk ini cepat juga." Umpatnya saat makhluk itu menerjang lagi.
"Cap, bisa giring dia ke tempat yang agak terbuka supaya aku bisa menembak? Di sebelah kananmu ada gang menuju jalan raya."
Steve memukul makhluk itu menggunakan perisainya."Sedang kucoba. Gang ini terlalu sempit bagiku untuk melempar perisai."
Untungnya tidak butuh waktu lama menggiring makhluk itu ke jalan raya. Dan di bawah sinar lampu, barulah Steve bisa melihat jelas sosok makhluk itu. Warnanya hitam pekat, dan ia seperti diselimuti oleh cairan lengket. Di bagian yang seperti tangan, menyembul masing-masing tiga buah cakar metal.
"Well, hallo, Asphalt-man! Jangan bilang ini Wolverine yang bermutasi." Kata Tony, sebelum menembakkan repulsornya ke arah makhluk itu.
"Kau mengenali makhluk ini?" tanya Steve sambil melempar perisainya, yang kemudian membentur dinding apartemen dan mengiris makhluk itu di bagian bawah lengannya. Sayang, bekas irisan itu menutup kembali dengan cepat.
"Tentu tidak, tapi tidakkah kau pikir itu nama yang cocok? Ia terlihat seperti pekerja jalan yang tercebur ke dalam aspal cair." Kali ini Tony mendarat untuk melakukan tembakan lain, menyebabkan cipratan cairan hitam berceceran di jalan. Hal ini rupanya membuat makhluk itu (oke Tony, Asphalt Man) semakin marah, dan menyerang Iron Man dalam kecepatan tak terduga. Cakarnya menyangkut di bagian lengan armor, dan makhluk itu memanfaatkannya untuk membanting Iron Man keras-keras ke bawah.
Berbagai macam peringatan berkedip merah di layar Iron Man. Saat Asphalt Man mengangkat cakarnya untuk kembali menyerang Iron Man, Steve merangsek ke antara kedua orang itu sehingga cakar metal Asphalt Man tertanam di bahu kirinya. Tony tidak lagi memikirkan hal lain saat ia memaksakan repulsor blast-nya menembak dari jarak dekat, menyebabkan makhluk itu terlempar jauh ke belakang.
"Steve!" Tony berteriak hampir histeris melihat warna merah mulai menyelimuti seragam Captain America. Luka itu dekat, amat dekat dengan jantung Steve.
Terdengar suara tembakan dan ledakan, menandai kedatangan Black Widow dan Hawkeye. Tetapi Tony sudah tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar. Ia menarik kepala Steve ke pangkuannya.
"JARVIS! Panggil medis!" ia berteriak sebelum membuka pelindung wajahnya dan membungkuk di atas Steve. "Steve, kau harus tetap sadar, kau dengar aku?"
Wajah Steve begitu pucat, sementara darah mulai menggenangi sekitar tubuhnya. "Hey…Tony…"
"Sshh…kau akan baik-baik saja… Shit, Steve! Tetaplah bersamaku."
"Tentu…su…per…serum, ingat?"
"Damnit, Steve! Kau harus tetap sadar, dengar itu? Bagaimana kalau begini, ayo kita pergi makan malam berdua!"
Steve terbatuk saat ia tertawa kecil, "Maksud…mu kencan?"
"Yeah, itu maksudku. Steve? Jadi bagaimana menurutmu?"
Steve tidak menjawab.
Dibutuhkan kerja sama antara Hawkeye, Black Widow, dan lima anggota medis SHIELD untuk melepaskan Steve dari pelukan Tony.
.
.
.
-To be continued—
Corrolary [kawr-uh-ler-ee] – logical deduction
