Mata

Naruto milik Masashi Kishimoto

Saya hanya meminjam karakternya dan tidak mengambil keuntungan materi apa pun dari fiksi ini.


Sial!

Hari ini aku benar-benar merasa bahwa kesialan sedang senang berlama-lama berada di dekatku. Sepanjang hari tadi mood buruk bosku di kantor berimbas pada bentakannya kepada semua karyawannya, termasuk aku. Siangnya aku mendapat kabar bahwa gaun yang sudah kupesan di online shop ternyata tidak ada stok, maka aku harus menunggu PO selanjutnya. Padahal aku sudah mentransfer biayanya ke rekening online shop itu! Dan harganya itu membuatku harus mengencangkan ikat pinggang selama sebulan ini! Seakan belum cukup kesialanku hari ini, saat ini di saat semua orang mungkin sedang duduk nyaman sambil menikmati rinai hujan dari balik jendela, aku malah terjebak di pelataran toko, berteduh dari hujan yang sudah membasahi hampir 99% tubuhku.

Padahal aku sudah membayangkan bahwa aku akan menghabiskan malam ini di kamarku, melahap novel-novel romance yang sudah kupinjam jauh-jauh hari dari perpustakaan kota, tapi belum sempat kubaca karena kesibukan di kantor yang merenggut semua waktu luangku di luar jam kerja resmi di kantor. Belum lagi aku harus membayar denda akibat keterlambatan pengembalian novel-novel itu. Eugh! Aku mengerang dalam hati.

Lalu sekarang akibat hujan yang tidak tahu malu, yang tanpa permisi langsung turun dengan derasnya membuat aku terjebak sendirian dengan rambut dan tubuh basah kuyup, ditambah lagi dingin yang merasuk sampai ke tulang sum-sumku. Ingin rasanya aku melampiaskan semua kesialanku hari ini dengan memaki siapa saja yang lewat di depanku, tapi kewarasan masih mengambil alih pikiranku. Kalau saja uangku masih ada, aku akan dengan sangat rela pulang naik taksi. Tapi masalahnya gara-gara memesan gaun yang sekarang entah masih berada di mana, uangku hanya cukup untuk hidup pas-pasan sampai dengan gajian akhir bulan ini. Itu berarti tidak boleh ada pengeluaran ekstra kalau aku masih ingin makan tiga kali sehari sampai akhir bulan. Ha! Menyebalkan!

Aku bersungut-sungut kesal. Untung saja tak ada satu pun orang yang berteduh denganku di sini. Semua orang tampaknya mempersiapkan diri dengan membawa payung besar; aku hanya dengan bodohnya berdiri dengan baju basah kuyup di pelataran toko.

"Sakura…."

Tubuhku membeku. Tidak, bukan karena dingin yang semakin menusuk. Melainkan karena suara itu. Suara yang masih kuingat sampai sekarang meski bertahun-tahun telah lewat dari hari terakhir suara itu memanggil namaku. Aku menolehkan wajahku, tepat ke arah sumber suara yang selalu menghantui malam-malam sepiku.

"Sasuke-kun…."

Lalu aku melihatnya di sana. Berdiri, menjulang tinggi di sampingku. Tubuhnya semakin tinggi dan tegap dari yang terakhir kulihat. Parasnya masih sama seperti yang selama ini kukagumi, hanya garis-garis rahangnya yang semakin tegas sehingga memberikan kesan kedewasaan yang matang. Lalu mata itu. Mata yang kini menatapku dengan penuh arti.

Kata orang mata adalah jendela hati. Maka lewat mata, aku kembali menemukan hatiku di sana.

.

.

Selesai

A/n: Semoga fiksi seuprit ini bisa diterima. Maaf kalau kurang panjang. :(

aku gatel kepingin nulis momen lirik-lirikan penuh arti SasuSaku di chapter kemarin. Hehehe... Bikin melting banget. #plak

Terima kasih sudah membaca sampai di sini. :)