WarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarningWarning
Nggak tahu mau ngomong apa. Yang pasti jangan gebukin Sho-kun karena akhir-akhir ini banyak publish fic baru yang nanggung karena cuma prolog aja #dor
Yang pasti hawa-hawa liburan telah tiba ngebuat Sho-kun berada dalam kesuntukan karena nggak ada kerjaan. Jadilah beberapa plot gajebo yang tiba-tiba tring-tring di otak Sho-kun. Sekali lagi prolog fic ini dibuat selama ujian Sho-kun berlangsung. Jadi Sho-kun nggak tahu kalau ternyata votingnya yang menang SasuHina jadi untuk SHLovers harap bersabar ya QAQ Sho-kun juga lagi bingung cari ide. Sementara silahkan nikmati fic ini dan fic 'Sister' sambil menunggu Sho-kun yang lagi bertapa mencari ide #lebay
.
.
.
Papa! Papa! Sesaat setelah memungutnya di panti asuhan itu. Aku memang senang ketika gadis cilik itu mulai memanggilku sebagai Papa dan mengakuiku sebagai keluarganya sendiri. Tetapi seiring berjalannya waktu, entah mengapa aku merasa muak dengan panggilan itu! Papa huh? Maksudmu aku ini ayahmu atau—ayah dari anak-anakmu?
.
.
.
Papa
PROLOG
Disclamer Masashi Kishimoto
Story by N.A a.k.a Sho-kun
Pair: PEDO!MADA X TEEN!HINATA
Rated: M for next chapter
Pair: WARNING: OOC, AU, TYPO, BAHASA KLISE, BORING, DLL
DON'T LIKE DON'T READ
.
.
.
"Papa!" Kuhentikan langkahku ketika mendengar panggilanmu. Koridor panjang yang awalnya penuh dengan suara langkah sepatu yang bertabrakan dengan lantai marmer berubah hening takkala orang-orang yang mengikutiku turut menghentikan langkahnya dan berbalik untuk membungkukan badan dan sedikit ber-ogiji padamu. Dengan malu-malu kau membalas salam mereka sebelum akhirnya menghambur kedalam pelukanku.
"Papa!" Panggilmu lagi penuh dengan nada riang. Tangan-tangan mungilmu mulai bergerak melingkari badanku dan mencengkramnya erat-erat. Tidak terlalu fatal memang tapi pelukanmu yang ringkih itu dengan mudah dapat membuatku kesulitan bernafas. Pelan-pelan aku mulai melepaskan diri dari pelukanmu membuatmu sedikit mengerucutkan bibirmu lucu karena penolakanku.
"Ke-kenapa papa tidak bilang kalau kemarin pergi selama seminggu?" Intrograsimu padaku sambil memainkan kedua jari telunjukmu didepan dada seperti kebiasaanmu di saat gugup. "Pa-papa tidak ada disini saat ulang tahunku yang ke delapan be—"
"Papa ada urusan saat itu. Papa harap kau mengerti." Elakku padamu tanpa meminta maaf sedikit pun akan keabsenanku pada ulang tahun yang kedelapanbelasmu. Kuamati raut mukamu yang berubah kecewa sehingga tanpa sadar tanganku terangkat untuk mengusap surai-surai indigo milikmu yang berantakan karena kejadian yang membuatmu harus repot-repot berlari menyusuri koridor rumah untuk menyusulku. "Kau marah?"
Kulihat dirimu menggeleng, berusaha untuk menyembunyikan rasa kecewamu padaku. Kepalamu tertunduk dengan poni rata yang menutupi sebagian wajahmu, membuatku tidak bisa menerka apa yang sebenarnya kamu rasakan. Kulepaskan tanganku yang mulai terasa nyaman menyentuh rambutmu karena takut semakin lama menyentuhnya semakin aku tidak dapat untuk melepaskannya. Kamu mendongakan kepalamu sekali lagi dengan tatapan memelas seakan tidak rela saat tanganku meninggalkan puncak kepalamu. Aku tercekat, pelan-pelan kuhela nafasku panjang-panjang berusaha untuk mengenyahkan setiap pemikiran kriminal yang tiba-tiba hinggap dalam kepalaku.
"Papa? Tidak apa-apa?" Dengan ekspresi wajahmu yang polos kau berusaha menanyakan keadaanku. Apakah kau tidak sadar bahwa sikapmu yang seperti ini yang membuatku—
"PA-PAPA? PAPA MA-MAU KEMANA?" Teriakmu sekali lagi melihat diriku yang tiba-tiba berbalik untuk berjalan menjauhimu. Suara-suara sepatu kembali membahana bergema dalam koridor panjang tersebut. Aku tak berani menoleh, walaupun aku sempat mendengarmu yang melayangkan protes terhadap orang-orangku karena mereka melarangmu untuk mengejarkan dengan alasan pekerjaanku. Kau berteriak memanggilku, samar-samar aku mendengarmu bahwa kau ingin aku menemanimu untuk menganti waktunya yang tidak kuhabiskan bersamamu dimalam ulang tahunmu.
"PAPA! PAPA!" Panggilanmu terus terngiang dalam kepalaku. Aku menggeleng, sumpah aku tidak suka suka dengan panggilan itu. Kenapa kau harus memanggilku dengan panggilan seperti itu? Papa! Papa! Sesaat setelah memungutnya di panti asuhan itu. Aku memang senang ketika gadis cilik itu mulai memanggilku sebagai Papa dan mengakuiku sebagai keluarganya sendiri. Tetapi seiring berjalannya waktu, entah mengapa aku merasa muak dengan panggilan itu! Papa huh? Maksudmu aku ini ayahmu atau—ayah dari anak-anakmu?
.
.
.
Another gajeness level max plot from Sho-kun
Fic 'Sister' belum kelar diketik, tapi udah ada fic baru lagi~
Maafkan kesuntukan Sho-kun yang ngebuat Sho-kun jadi bikin beberapa prolog cerita pas ujian! #lol ketahuan deh nggak belajarnya
Dan sekali lagi otak Oji-con Sho-kun keluar! Nggak tahu kenapa makin lama makin parah aja nih penyakit! Tapi nggak apa, selama oyaji-nya kece-kece kayak Madara sih Sho-kun mau-mau aja hahaha!
So, Bagaimana? Fic ini aneh nggak ya?
Bagi pendapat kalian sama Sho-kun donnnng! Ya? Ya? #puppy eyes no jutsu
From: Sho-kun
