"Sakura, bangun."

Gadis kecil berambut merah muda itu menggeliat sebentar di atas futon-nya, sebelum kemudian menarik selimutnya keatas dan kembali terlelap. "Nggh, swebentwar laghi, Niichan.." gumamnya dengan suara mirip orang kumur-kumur. Pemuda di sampingnya menghela nafas.

"Bangun, atau kusiram kau dengan air bekas cucian."

SEET.

Gadis berambut merah muda itu langsung terduduk di tempat tidurnya dengan satu gerakan cepat. Ia mengucek-ngucek matanya yang sedikit berair.

"Oh, jangan lagi!" Gerutu sang gadis kecil dengan kesal. Pemuda berambut merah di sampingnya tersenyum tipis melihat kelakuan adik kecilnya itu.

"Cepat mandi. Nanti kau terlambat," gumam sang kakak sambil mengancingkan kemeja kotak-kotak yang dipakainya. Gadis kecil bernama Sakura itu bangkit perlahan, sebelum kemudian melangkahkan kakinya ke kamar mandi yang terletak di samping kamar.

"Hh, dasar." Pemuda berambut merah itu menggelengkan kepala dalam hati, begitu melihat futon yang ditiduri adiknya barusan. Bantal dan selimut kusut tergeletak acak-acakan, seolah kasur itu baru saja dihantam tornado.

Ia membungkuk, dan mengambil benda itu satu persatu. Ditatanya bantal dengan posisi yang serupa dengan bed-manner di hotel-hotel. Ketika ia hendak melipat selimut yang kusut itu, sesuatu serupa kain dengan bentuk kacamata meluncur jatuh ke kakinya.

Ia bisa mengenali benda apa itu dengan baik, meskipun tak pernah memakainya. 'Bra..?'

.

"BOCAAAAH!"


Oniichan to Boku

.

Genre: Family/Humor

Rate: T

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Warning: AU. Alur gaje. Mungkin sedikit OOC. Slight humor.

.

Untuk event SasoSaku Family: Fall and Feel, prompt Flowing Bittersweet.


.

"BOCAAAAH!"

Sakura yang tengah memakai seragamnya di dalam kamar mandi terkejut mendengar suara pekikan di luar. Ada apa, ya..?

"Apa, Niichan? Kau berisik sekali.."

Pemuda berambut merah yang bernama Sasori itu mendecakkan lidahnya kesal. "Lihat apa yang kau tinggalkan di kasur."

"Aku tidak bisa keluar! Niichan tidak lihat kalau aku sedang pakai baju?!" gerutu Sakura dari dalam kamar mandi dengan sewot. Sasori mengernyitkan keningnya.

"Aku tak tahu. Pintu kamar mandinya 'kan kau tutup, bocah."

"Oh, iya." Gadis kecil berambut merah muda itu meneruskan kegiatannya di dalam kamar mandisebelum kemudian ia menyadari ada sesuatu yang kurang.

'Oh iya, aku kelupaan membawa itu..'

"Sasori-niichan?" Panggil Sakura dari dalam. "Aku kelupaan membawa braku. Bisa kauambilkan tidak? Itu lho, kain yang bentuknya seperti kacama"

Sebelum gadis kecil itu sempat menyelesaikan kalimatnya, sebuah benda melayang dari atas pintu kamar mandi, yang kemudian mendarat dengan konyol di air bak.

"Itu punyamu."

"Ng?" gumam Sakura terkejut, sebelum kemudian ia menyadari benda apa itu.

"NIICHAAAAAAAAN!"


.

Sakura dan Sasori. Dua orang yang (kata sang Kakak) bersaudara itu tinggal berdua di sebuah flat murah di pinggir kota. Meski sifat keduanya bagaikan air dan oliSasori tenang, pendiam, dan disiplin, sementara adik kecilnya itu cerewet, periang, dan terkadang pelupanamun keduanya tetap akur. Umur keduanya juga berbeda jauhsang Kakak berusia dua puluh delapan, sementara gadis kecil itu berumur dua belas. Ayah dan Ibu mereka tidak ada disana. Setiap kali Sakura bertanya, sang kakak hanya menjawab kalau keduanya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Itu saja. Tak ada penjelasan lebih lanjut.

"Cepat sarapan. Kutunggu kau di depan," gumam Sasori seraya berjalan keluar. Gadis kecil itu bergegas ke meja makan, dan menjumpai sepiring telur orak-arik dengan nasi disana. Dimakannya hidangan itu dengan cepat.

Diluar, Kakaknya sudah menunggu di atas sadel sepeda.

"Ayo berangkat."

Dan keduanya pun segera melaju di atas roda sepeda, menuju tempat tujuan masing-masing.

.

"Hoii, Niichan! Jangan ngebut! Tahu diri dong, di sebelah kita tadi ada truk tangki bensin, tahu!"


.

Setelah menurunkan Sakura di depan gerbang sekolahnya, sepeda milik pemuda berambut merah itu kembali melaju. Setengah jam kemudian, ia turun di sebuah kafe di pusat kota. Selesai memarkir dan mengunci sepedanya dengan gembok tiga lapis, ia melangkah memasuki kafe itu.

"Sasori, kau hampir terlambat." Pein, sang pemilik menegur dari balik meja kasir. Yang dipanggil hanya mengangguk sekilas, sebelum kemudian melanjutkan langkahnya ke dapur.

Piring-piring bekas tadi malam menumpuk di wastafel belakang, menyaingi ketinggian menara Tokyo. Ia menaikkan alis sedikit, sebelum kemudian mengambil spons dan sabun cuci piring dari dalam lemari. Dan ia mulai bekerja.

Ya, pemuda berambut merah itu berada pada posisi hirarki terendah kedua di antara pegawai-pegawai di kafe itu: juru cuci piring. Posisi paling belakang tentu saja petugas bersih-bersih merangkap tukang buang sampah, rekannyaDeidara.

Tapi jangan salah. Begitu malam tibaposisinya berbalik seratus delapan puluh derajat. Menjadi primadona di kafe itu.

"Hai, Danna!" Sebuah suara riang menyapa dari belakangnya. Sasori yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya menoleh sembari memegang sebuah lap tangan. "Selamat pagi."

"Pagi, bocah." Balasnya datar. Deidara tertawa, entah kenapapadahal menurut sang pemuda berambut merah itu tak ada yang lucu.

"Pagi yang indah, un. Nanti sore pasti cuacanya cerah. Danna mau nonton film bagus, tidak?"

Sasori menaikkan alis. 'Nonton film..?' Boleh juga. Sepulang kerja nanti, masih ada waktu kira-kira tiga jam menjelang shift malamnya.

"Film apa?"

"Uhm..coba kuingat-ingat jadwalnya dulu." gumam Deidara. "One Day on The Onsen, un. Bagaimana?"

"Apa genrenya?"

Deidara terdiam sesaat, sebelum kemudian seulas senyum lebar mengembang di bibirnya. "Romance dan Ecchi. Sasori no Danna pasti su—"

Sebuah spatula mendarat pelan di kepala pemuda berambut pirang itu sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. "Tidak. Kau saja yang nonton sendiri." Balas sang pemuda berambut merah galak.

"Hei..hei..santai saja, Danna! Lagipula, ecchi-nya cuma sedikit, kok.."

"—Tidak."

Deidara menghela nafas kecewa. "Ya sudah kalau begitu. Kalau Fast and Curious 6, bagaimana?" usulnya.

Kali ini, Sasori mengangguk. "Baiklah. Sekarang, selesaikan pekerjaanmu dulu, bocah."

Pemuda berambut pirang itu segera mengambil sapunya yang tadi terlupakan di sudut dapur. "Oke, Sasori no Danna!"


.

Sudah jam 1 lewat. Sakura melangkahkan kakinya perlahan menuju jalan masuk ke flat, dan memasukkan kunci begitu tiba di depan kamarnya.

"Tadaima."

Seperti biasa, flat itu kosong melompong. Sakura menyalakan lampu, dan menaruh tasnya di sudut ruangan. Sebuah pesan yang ditulis di atas kertas bekas bungkus kentang goreng menempel di atas kulkas. Gadis berambut merah muda itu memicingkan mata sejenak untuk membacanya.

Sakura,

Aku tak pulang dulu sore ini. Ada hal yang ingin kukerjakan.

.

- Kakakmu yang kece.

Sakura menahan keinginan untuk memutar-mutar bola matanya selesai membaca pesan itu. Cih, kakaknya itu terkadang kelewat narsis juga. Meskipun tak bisa dipungkiri kalau ia memang kece, sihtapi tetap saja..

Gadis berambut merah muda itu membuka kulkas, dan menemukan acar dingin serta sup miso di rak kedua. Pasti kakaknya baru saja memasak ke dalam. Dikeluarkannya kedua hidangan itu, dan dihangatkannya di atas kompor.

Ia menyantap hidangan itu pelan-pelan. Hmm. Enak.

Tapi tetap saja, makan sendirian di kamar flat yang sunyi bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Sakura menghela nafas dalam hati. Kira-kira kakaknya itu sudah makan belum ya..?

Disingkirkannya pikiran tadi dari dalam benaknya. Ah, tenang saja—Kakaknya itu pasti bisa mengurus dirinya sendiri, kok. Pikiran Sakura kembali mengembara ke hal-hal yang lain.

'Seperti apa ya, rupa Ayah dan Ibu..?'

Ya, Sakura tak pernah mengetahui wajah mereka. Baginya kedua orang itu sedikit banyak mirip seperti tokoh dalam dongengada, tapi diragukan keberadaannya. Kakaknya juga tak pernah bercerita satu hal pun tentang merekakecuali tentang soal kecelakaan mobil itu. Gadis berambut merah muda itu menghela nafas.

Terkadang, ia suka memergoki kakaknya memandangi jendela dengan tatapan menerawangketika ia terbangun di malam hari. Pemuda berambut merah itu langganan insomnia. Dari dekat, Sakura tahu kalau kedua mata hazel itu pucat dan berkantungnamun kakaknya itu tetap keras kepala.

Dan gadis kecil itu juga tahu, kalau setiap kali iris hazel itu menerawangada sorot kesepian yang samar disana.

.

Ditepisnya pikiran itu dari benaknya, dan ia pun kembali melanjutkan makan siangnya. Dalam hening.


"Kau yakin bisa jalan sendiri?"

Pemuda berambut merah itu mengangguk datar. Jalannya terhuyung-huyung, dan matanya memerah serta berair. Semua orang yang melihatnya pasti langsung tahu kalau ia sedang dalam kondisi mabuk.

"Mmm..bisa," gumamnya hampir tak jelas. Deidara mendecakkan lidahnya, diam-diam merasa ragu.

"Baiklah kalau begitu. Mata ashita, Sasori no Danna!" seru sang pemuda berambut pirang sembari melambaikan tangannya, sebelum kemudian mereka berpisah di persimpangan jalan. Sasori meneruskan perjalanannya yang tinggal beberapa blok lagi, tangannya berpegangan pada tembok di sisi jalan.

"Sakura..tadaima," ia memberi salam, suaranya serak. Pintu segera dibuka.

"Niichan, kau pulang malam sekali—Niichan, kau mabuk?!" seru gadis berambut merah muda itu kaget. Sasori terhuyung sesaat, sebelum kemudian berpegangan pada sisi pintu.

"Gomen ne," gumam pemuda berambut merah itu pendek, dan ia segera jatuh terduduk di sofa. Sakura menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kakaknya itu barusan. Pulang hampir jam 2 pagi, dengan kondisi hampir setengah sadar? Wow, bagus sekali.

"Mm…Sakura?" bisiknya dengan mata setengah terpejam. "Bisa tolong am..bilkan aku su-su?" katanya tak jelas.

"Ehm, oke." Gadis berambut merah muda itu segera bergegas ke dapur dan menuangkan susu kotak ke dalam sebuah gelas. Disodorkannya gelas itu ke kakaknya.

Tapi iris hazel itu tak juga membuka.

"Hmmm..gomen, gomen ne..." bisik pemuda berambut merah itu parau dengan mata terpejam. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Tangannya gemetaran.

Sakura terpaku.

"Niichan, kau kenapa..?" panggilnya cemas sembari mengguncang-guncangkan tubuh kakaknya. Badannya dingin.

"Hm..bukan salahmu, itu..bukan.." desis kakaknya lagi, kali ini dengan suara serak. Gadis berambut merah muda itu terdiam, ekspresinya khawatir.

"Niichan? Sasori-niichan!" ia menepuk pundak kakaknya keras, berusaha menyadarkannya.

Sasori segera tersadar, matanya memerah.

"Mm? Sakura..?" bisiknya lemah begitu menyadari kehadiran adiknya. "Aku ti..dak apa-apa. T'nang saja." Ia memaksakan sebuah senyum tipis. Jemari kurusnya terangkat, dan mengacak helai rambut merah muda milik adiknya itu perlahan.

Sakura tersenyum.

"Kuharap begitu. Minumlah," katanya pelan sambil menyerahkan gelas di tangannya. Sasori meraih gelas berisi susu itu dengan tangan gemetaran, dan meminumnya.

"Hm. Arigatou," balasnya sembari meletakkan gelas itu ke meja. Ia meluruskan posisi duduknya.

"Niichan, kau habis darimana?" tanya Sakura cemas. Ia mengernyitkan kening.

"Tempat kerja," jawabnya pendek. "Kau belum tidur jam segini?"

Gadis berambut merah muda itu menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku menunggu Niichan pulang," katanya keras kepala. Sasori tersenyum samar.

"Anak kecil harus sudah di tempat tidur jam segini, tahu," tukasnya sambil berdiri dan menarik Sakura ke futon-nya. Didorongnya gadis itu perlahan hingga ia jatuh terduduk, dan dibaringkannya ke bantal di belakang kepalanya.

"Ish, Niichan!" gerutu gadis itu hampir memprotes. Namun mulutnya keburu ditutup dengan sebuah jari telunjuk yang mendarat disana.

"Sssh," desis sang kakak pelan. Ditariknya selimut hingga sebatas leher adiknya. "Oyasumi, bocah."

Ia mencondongkan badannya, dan sebuah kecupan lembut mendarat di kening gadis berambut merah muda itu. Bau alkohol yang samar menyeruak dari bibir tipisnya.

"Uhm.." Sakura tersenyum, sebelum kemudian memejamkan matanya.

"Oyasumi, Niichan."


.

.

Bersambung..

.

Notes: Percobaan nulis fanfiksi bergenre drama keluarga pertamaku. Maap kalau Sasori-nya jadi rada OOC disini. ._.v *lirik Sasori*

Pertamanya fanfiksi ini sudah pernah di-publish sebelumnya. Namun, karena tanggal event-nya masih jauh, akhirnya fanfiksi ini aku hapus. T.T Gomen. Tapi tenang saja, ada beberapa scene yang aku tambahkan kok. ^^

.

Terima kasih sudah membaca. Kritik atau komentar kalian, jika berkenan? :)