Kurang lebih–pukul tujuh lewat tigapuluh menit tiba di apartemen. Dan dikejutkan dengan kopor coklat berukuran cukup besar di depan pintu kelabu.
Setelah didekati, ukiran rumit tertambal apik di setiap sudut kopor, berwarna kuning keemasan–entah terbuat dari kandungan besi, kayu, atau plastik murahan.
Di bagian tengah, ukiran mawar kecil keemasan yang merekah mengilat indah dan di proteksi dengan empat mata tombak yang setiap ujungnya melengkung artistik. Sedangkan di lubang kunci terpatri huruf R kapital dalam font Old English yang terbelah di dalam lempengan persegi panjang.
Sepasang garis alis datar menekuk dalam.
" ... "
.
Shingeki no Kyojin by Hajime Isayama
Rozen Maiden | Rozen Maiden Traümend | Rozen Maiden Zurückspulen [2013] by Pitch-pit
Rate : T
Peringatan : Modern!AU. Tidak menjamin IC. Typo bertebaran. Fiksi super abal.
.
Fiksi ini hanya bentuk ketidak puasan penulis–semata-mata karena kekurangan asupan RivaillexEren #dikick
.
.
.
'Ketika Anda selesai membaca surat ini, mohon letakkan di laci meja Anda. Pembuat roh Jaeger akan mengambil surat Anda di sebuah portal dimensi.'
Jentikan jarum detik menjadi penantian, berpuluh-puluh pasang mata mengamati. Lain halnya dengan sepasang mata kelabu gelap yang menyipit.
Secarik kertas menggantung di pergelangan tangan kanan. Bungkus surat berstempel lilin merah yang terbelah, tak diacuhkan di muka meja dan mulai mendingin diterpa udara mesin pendingin. Mata kelabu bergerak liar, meyakini alat visualnya tak mengalami disfungsi sesaat. Dan hasilnya sama, akan tetap sama. Tentu, tak ada catatan bahwa garis keturunan buyutnya mengidap Hiperopia.
'Pembuat roh Jaeger'? 'portal dimensi'?
Ia ingin tertawa. Tertawa keras-keras hingga terjungkal dari kursi putar. Tapi harga diri menekannya terlalu rapat. Tak mungkin Ia akan out of character hanya karena isi selembar surat kaleng. Tidak. Dan tidak akan pernah.
Ini sudah akhir bulan April. Dan juga masih jauh dari bulan Desember. Seseorang yang mengiriminya surat kaleng murahan macam ini pasti bosan melakukan aktivitas respirasi.
" –Rivaille. Kau lembur?" alto seseorang menginterupsi.
Tak perlu repot untuk mengalihkan arah pandang, Rivaille sudah mematenkan memori akan suara khas itu. Jemarinya tengah sibuk menekuk lembar surat kaleng. Jemari yang lain menarik-narik bentangan tisu.
"Tidak perlu mengurusiku, Hanji." tangan dibalik tumpukan tisu menyapu benda-benda mikro di atas meja kerja yang tidak berantakan. Tak lupa menaruh selembar kertas berlipat di laci meja sana. Ia tertantang, eh?
"Ahaa." bola mata coklat berputar malas dibalik bingkai kacamata oval, "jika Aku mengganggu, lebarkan pintu maafmu yang sempit itu. Aku 'kan hanya bertanya."
Sapuan tisu terhenti tepat di sudut meja, jemari Hanji memblokade aktivitas Rivaille. "Kau–"
"Aaaa~ satu menit berharga telah kulewatkan," perut Hanji berputar menjauhi pinggiran meja. Lengannya yang panjang mengait tas punggung dari meja seberang. "Semoga Golden week-mu menyenangkan, Ri-va-i."
"Androgini brengsek." hanya dengusan dan sambaran jas sebagai balasan.
.
.
.
Itulah seingat Rivaille, surat kaleng murahan sebelum pulang dan kini kopor misterius. Rivaille–lelaki kantoran yang akan menikmati detik-detik berharga waktu liburnya, dipusingkan dengan anomali berturut-turut.
Belasankali lirikan terlempar pada kopor coklat. Berkali-kali pula jemari menimang-nimang–ingin membukanya atau enggan. Logika berhipotesa kopor itu sengaja dilimpahkan padanya––mengingat tak akan mungkin seorang tukang pos super kampret yang tak teliti lepas tangan tanpa bubuhan mitomein.
Decakan kesal mengudara. Kopor coklat tersedak seketika. Kuku-kuku jemari berkilat-kilat. Desir keingin tahuan menyentuh bokong limit. Dengan tak merendahkan kewaspadaan, buku-buku jemari menari-nari di belahan font Old English.
Klek!
Fakta bahwa kopor itu tak terproteksi, kelopak mata kelabu gelap berkedip heran dan memperpanjang sumbu waspada.
Penampakan pertama yang tertangkap oleh kelabu gelap adalah tubuh mungil terbalut serat hijau tua bermodel abad pertengahan.
"Boneka?" tak ada yang bisa menghalangi kerutan bertumpuk-tumpuk di kening. Rivaille merasa dibodohi.
Namun, tingginya rasa ingin tahu benar-benar menyurutkan niat awal yang hendak membakar isi kopor.
Mata kelabunya terpaku. Menatap serat hijau membungkus tubuh mungil. Garis-garis sidik jari gatal ingin mencicip kulit kecoklatan yang berkilat.
Tak mengendurkan aura waspada, telunjuk memberanikan diri mengecup singkat bukit pipi kecoklatan. " ...Lembut."
Detik berikutnya Rivaille terperangah. Beringsut cepat, tangan-tangan Rivaille mengapit lekuk pinggang dan menarik objek dari himpitan dinding kopor. Mata kelabunya melebar maksimum–tapi tak berefek pada orang awam.
Saliva tertelan berisik. "Ini ... lumayan besar."
Rivaille mendekatkan wajah objeknya. Kelopak mata coklat itu tertutup. Bibirnya mengatup rapat, terlihat begitu menggoda untuk disentuh. Helai-helai poni jatuh ke kanan dan ke kiri–mendekati mata. Rambut coklat gelap terlihat bukan dari benang-benang sintetis. Ibu jari bergerak menyapu permukaan kulit pipi. "Mutu porselin yang tidak buruk."
Mengeksplorasi lebih jauh, Rivaille membalik tubuh boneka secepat membalik daging giling panggang. Jari-jarinya mengelus permukaan leher dibalik kerah hijau.
Kelabu gelapnya menangkap sesuatu ditengah punggung. "Lubang apa ini?"
Telunjuk Rivaille menyentuh bibir lubang keemasan itu. Secepat harimau menerkam mangsa, mata kelabunya menangkap benda asing di dalam kopor. Benda berbentuk hati bertongkat, berwarna emas dengan sulur-sulur mawar melingkar.
"Kunci putar?"
Gerak hati menuntun untuk mencocokkan kunci putar dengan lubang tadi. Rivaille memasukkan ujung tongkat lalu memutar searah jarum jam sebanyak tigakali.
Bunyi kepalan tangan terdengar seiring dengan pergerakan kaku boneka. Rivaille terkesiap. Melempar boneka ke langit-langit, bergerak mundur secara gesit hingga punggung menampar permukaan pintu.
Boneka itu terhempas ke lantai dengan posisi bokong di udara. Pergerakannya liar, membuat lipatan-lipatan di kening Rivaille bertambah. Mata kelabu tak mengalihkan arah pandang, tetap mengamati, tak melewatkan satu detik.
Pada satu momen boneka itu berhenti bergerak. Rivaille tetap bergeming, mengamati dalam senyap sejauh tiga meter. Status awas tak urung Ia surutkan semudah melenyapkan debu dengan mesin vakum.
Mata kelabu semakin menyipit ketika pergerakan teratur diperlihatkan objeknya di titik tiga meter sana. Punggung terbalut fabrik hijau tegap perlahan. Anak-anak rambut coklat gelap bergoyang lembut. Rivaille menyaksikan jauh di belakang.
Boneka itu terduduk seperti anak kecil. Rivaille menahan nafas.
Pergerakan leher si boneka yang tak Rivaille duga membuatnya merengut. Yang Rivaille tangkap adalah pancaran ketakutan yang kentara pada bola mata hijau di depan sana. Mereka saling tatap. Bibir mungil bergetar pelan. Rivaille mengamati.
"A-ano ... A–"
Rivaille tetap diam. Menerka-nerka kalimat apa yang akan dilontarkan bonekanya.
"–Siapa Anda? A-Anda kah yang telah membangunkan saya?"
Rivaille merilekskan diri. Namun tak tertangkap oleh sepasang mata kehijauan di sana. "Ya. Aku yang telah membangunkanmu. Perkenalkan dirimu terlebih dulu, mainan sial."
Kepala boneka menunduk takut-takut, mulut berucap pelan, "u-uh ... Rose Shiganshina kelima, Eren."
"Tatap lawan bicaramu kalau sedang bicara, Eren." Rivaille bangkit mendekat. Menangkup pipi porselin yang sedikit kecoklatan.
Kilatan ketakutan perlahan lenyap ditelan rasa nyaman. Eren memandang kagum.
"Iya–
Tangan porselin mungil menyentuh permukaan kulit pucat.
–Master."
.
.
.
TBC
Mitomein : stempel yang dipakai untuk keperluan sehari-hari yang tidak terlalu penting misalnya: saat menerima barang atau mengisi aplikasi. Dipakai oleh keluarga-keluarga di Jepang.
Hiperopia atau Hipermetropi : Rabun dekat.
Golden Week : periode di akhir bulan April hingga minggu pertama bulan Mei di Jepang yang memiliki serangkaian hari libur resmi.
