LIMP
Author : Pinkmilk Monster
Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Byun (Oh) Sehun
Genre : Drama (maybe), Romance (I'm not sure)
Summary : Baekhyun merupakan seorang berandal kecil yang membuat banyak orang mengutuk kehadirannya. Hal itu dibenarkan oleh Chanyeol yang terpaksa berada di dekat Baekhyun. Kesialan pun selalu datang pada Chanyeol hingga dia berniat untuk mengakhiri hidupnya. Terlebih karena Chanyeol menanamkan benihnya pada tubuh Baekhyun. [ChanBaek]
.
.
.
.
Terik panas tak menghalangi pemuda bertubuh tinggi itu untuk berlari memasukkan bola oranye ke dalam ring basket. Itu adalah salah satu cara agar amarahnya hilang. Walaupun dia harus menahan sedikit rasa laparnya. Sebab pemuda itu merasa bahwa amarahnya tidak akan hilang jika pergi ke kantin, pun dia terlalu malas untuk meninggalkan lapangan basket.
Hatinya masih merasa panas jika dia bertemu dengan pemuda berkulit pucat yang telah merusak hubungannya dengan pac—mantan pacar. Dia menangkap basah mantan pacarnya tengah berciuman di sudut perpustakaan dengan pemuda vampire itu.
Pemuda bernama Chanyeol itu terdiam, menarik napas. Mengenyahkan semua pikiran yang membuatnya kembali naik darah. Dia kembali mencoba memasukkan bola ke dalam ring, namun sedikit meleset karena ia merasakan sebuah tarikan kuat pada telinga lebarnya.
Mulutnya bergumam, mengeluarkan perkataan sedikit kasar. Sungguh dia bersumpah akan membunuh pelaku penarikan telinga indahnya.
"Park Chanyeol, apa yang telah kau lakukan pada Sehun?" Pelaku penarikan itu merupakan sang kakak yang kebetulan menjadi salah satu guru di sekolahnya. Musnah sudah rencana untuk membu—oke lupakan.
"Kak, aaku tak melakukan apa pun." Chanyeol meringis seraya mencoba untuk menjauhkan tangan sang kakak.
"Bohong!" Bentak Yoora, "Kau tahu, sekarang siswa yang kau pukuli itu tak sadarkan diri di ruang kesehatan."
Mata bulat Chanyeol sedikit melebar detak jantungnya sedikit lebih cepat dari biasanya. Sungguh dia tak menyangka jika sang adik kelas yang menyebalkan itu akan tak sadarkan diri di ruangan kesehatan. Padahal dia hanya memukul perut dan rahangnya Sehun. Dan itu tidak keras, sebab Sehun cukup dekat dengannya.
Bukankah wajar jika memukul lakilaki yang telah merebut pacar kita? Baiklah, itu di luar kewajaran. Coba saja jika kalian berada dipihak Chanyeol yang telah merancang masa depan bersama sang pacar lalu melihat pacarnya berciuman dengan lelaki lain. Siapa yang tak kesal. Semua orang pun akan kesal.
Meski dia sebenarnya sadar, sangat sangat sadar jika itu bukan salah pemuda itu, tetapi salah pacarnya. Mungkin juga salah dia sendiri karena berpacaran dengan gadis murahan.
"Benarkah?" Yoora mengangguk. "Noona, bisa 'kah kau melepaskan tanganmu?" Sedikit mendengus, wanita cantik itu terpaksa melepaskan telinga lebar adik kesayangannya.
"Aku pergi du—" Sebuah tarikan pada tangannya menghentikan langkah Chanyeol.
"Mau ke mana kau?"
"Ruang kesehatan. Aku akan menunggu hingga dia sadar dan meminta maaf padanya."
"Pergilah. Semoga kau selamat." Chanyeol mengangguk mendengar kalimat terakhir dari kakaknya dia sedikit berlari agar cepat sampai di ruang kesehatan.
Sejujurnya, Chanyeol merasa terlalu malas jika bertemu dengan Sehun. Dia takut jika melihat wajah Sehun, amarahnya akan kembali sehingga dia lepas kendali lalu membunuh pemuda itu.
Tetapi karena Chanyeol mempunyai rasa bersalah, dengan amat terpaksa dia akan bertanggungjawab menunggunya hingga sadar. Walaupun, mungkin sebelum melangkahkan kakinya ke ruangan kesehatan, kakak dari Byun Sehun akan menghajarnya terlebih dahulu.
Chanyeol terdiam di depan pintu ruangan kesehatan. Terlihat beberapa kali dia menghirup napasnya menenangkan kinerja jantungnya yang berdegup kencang. Perlahan dia mendorong pintu bercat putih itu.
Matanya melebar ketika dia melihat korban kekerasannya tengah berbaring di ranjang seraya suapi oleh sang kakak, Byun Baekhyun. Demi Tuhan, ingin rasanya dia menenggelamkan Yoora karena telah membohonginya.
"Oh, hyung kau datang ke mari?" Sudut bibir Sehun terlihat sedikit terangkat, menyeringai samar.
"Untuk apa kau datang kemari? Mau membunuhnya?" Terdengar nada ketus berasal dari mulut pemuda mungil di samping Sehun.
Chanyeol sedikit menghela napas, mengabaikan perkataan Baekhyun yang sedikit memancing emosinya. "Kudengar kau tak sadarkan diri, maka dari itu aku datang kemari."
"Terima kasih karena telah mengkhawatirkan adikku. Sekarang kau boleh pergi. Karena sebentar lagi kau akan membusuk di penjara." Sehun mencubit pelan tangan Baekhyun.
"Ayo hyung, duduk di sini." Sehun menunjuk bangku kosong di sebelah Baekhyun. Membuat pemuda mungil itu tak percaya menatap adiknya.
"Tidak terima kasih, lebih baik aku pergi."
"Chanyeol hyuuuungggggg..." Sehun mengeluarkan suara yang menurut Chanyeol menjijikkan, sehingga dia ingin segera pergi ke toilet. Tapi melihat sebuah titik air di sudut mata Sehun membuatnya tanpa sadar Chanyeol melangkahkan tungkainya ke dalam ruang itu.
Sebuah tindakan yang sangat tolol sehingga dia dengan sukarela duduk di samping orang yang sangat dibenci—sekaligus ditakuti oleh hampir seluruh murid di sekolahnya.
Siapa yang tak mengenal Byun Baekhyun, dia adalah pimpinan sekelompok berandalan kelas teri yang tak henti-hentinya untuk berbuat sebuah kekacauan di mana pun mereka berada bahkan terdapat kabar bahwa Baekhyun pernah terlibat pembunuhan. Entah itu benar atau tidak, Chanyeol tidak tahu. Bukan itu saja, tingkahnya yang arogan, membuat dirinya semakin tak disukai oleh banyak murid.
"Baekhyun hyung, bisa kau ambilkan air? Masakanmu terasa sangat pedas."
Baekhyun membulatkan matanya, "Benarkah?"
"Lihatlah aku bahkan mataku berair karena memakan masakanmu." Baekhyun mendekatkan wajahnya untuk melihat mata Sehun. Kemudian jemari lentik itu menyusut lembut air mata Sehun.
BEDEBAH. Ingin rasanya Chanyeol mengumpat dengan sangat keras, tapi dia masih sayang nyawa. Dalam hati ia terus menggerutu.
Baekhyun menyodorkan satu kotak susu stroberi miliknya, "Mengapa kau tak bilang jika masakan ini pedas?"
"Aku ingin merasakan masakanmu, hyung."
"Sebuah tindakan yang sangat bodoh." Suara berat di samping Baekhyun, membuat wajah Sehun sedikit murung.
"Siapa yang kau sebut bodoh?" Tanya Baekhyun, sinis.
"Adikmu. Tentu saja." Oh tidak, Chanyeol bodoh itu memancing emosi Baekhyun. Sedang Sehun, dia hanya menyedot susu pemberian Baekhyun, mengindahkan perkataan Chanyeol sebab dia merasa tidak tersindir akan perkataan Chanyeol.
"KAU..." Hampir saja Baekhyun melemparkan kotak nasi ditangannya ke wajah Chanyeol.
"APA? Benarkan adikmu itu bodoh, jika dia tidak kuat untuk memakan masakan pedas mengapa dia terus mencobanya? Apakah dia tidak takut sakit perut?" Baekhyun hanya mendengus mendengar perkataan Chanyeol. Sedangkan Sehun hanya termangu menatap Chanyeol.
"Jangan salahkah aku hyung. Salahkan saja Baekkie hyung yang memasakan masakan ini." Mendengar itu Baekhyun hanya memutar bola matanya. Diamdiam dia memasukkan satu sendok nasi ke mulutnya.
"Kudengar kau pingsan benarkah itu?"
"Aku tidak. Siapa yang mengatakannya?"
"Guru Park. Jika tidak pingsan lalu mengapa kau berada di ruang kesehatan?"
"Itu karena dia terjatuh dari tangga lantai dua. Jika lebam bukankah itu karena di pukul olehmu?" Baekhyun menjawab. "Sehun, makanan ini tidak pedas, mengapa kau sebut pedas?"
Chanyeol hanya bergidik. "Itu salah dia sendiri. Sudah tahu jika—"
Perkataan pemuda bertelinga lebar itu terpotong karena Baekhyun memasukkan potongan daging ayam berwarna merah ke mulutnya. Hingga Chanyeol tersedak. Dengan segera Chanyeol merampas susu stroberi milik Sehun yang sayangnya tinggal seperempat.
"Demi Tuhan—uhuk—Byun. Kau hampir—uhuk—membunuhku."
"Memang itu keinginanku." Baekhyun menyeringai.
ooo
...
...
ooo
Terik matahari masih cukup menyengat di kulit, belum saatnya para pelajar menengah di Korea untuk bertolak meninggalkan sekolahnya. Namun Chanyeol telah pergi meninggalkan gedung sekolah tercintanya bersama seorang bocah—Chanyeol memutuskan untuk memanggilnya seperti itu—yang tengah asyik bersandar di punggungnya.
Semua kesialan ini berawal dari Baekhyun, yang lebih memilih masuk kelas dibandingkan mengantarkan sang adik pergi ke rumah sakit, dengan alasan karena hari ini dia akan mengikuti remidial. Padahal Chanyeol tahu bahwa itu hanya akal-akalkan seorang Byun Baekhyun. Sialan memang si Pendek itu.
Dan sebelumnya Sehun meminta Chanyeol untuk mengganti pakaiannya dengan alasan dia tidak ingin mencium bau keringat Chanyeol. Perkataan itu membuat pemuda bertelinga lebar itu ingin menenggelamkan Sehun di sungai Han.
Terpaksa Chanyeol menggendong tubuh Sehun dari ruang kesehatan menuju gerbang sekolah—meninggalkan ranselnya di kelas. Jarak antara gedung dan gerbang sekolah itu cukup jauh menyebabkan sedikit peluh muncul di dahi Chanyeol.
Sebenarnya bisa saja Chanyeol tak acuh pada Sehun dan kembali mengikuti pelajaran—dia tidak ingin absen di pelajaran kakaknya, omongomong. Hanya saja dia tak tega sekaligus risi melihat Sehun yang terus merengek karena kesakitan, oleh karena itu guru kesehatannya menyuruh Chanyeol untuk mengantarkan Sehun ke rumah sakit.
"Hyung, apakah aku berat?" Sehun membuka perbincangan dengan Chanyeol.
"Yaa, kau sangat berat."
"Kalau begitu aku turun saja."
"Tak apa Byun, anggap saja ini sebagai rasa bersalahku karena tadi memukulmu."
"Benarkah?" Chanyeol mengangguk. "Kalau begitu aku ingin pergi ke toko sepeda di depan." Chanyeol melotot. Demi tuhan meski toko sepeda itu berada tepat di depan sekolahnya tapi jaraknya akan terasa sangat jauh sebab harus menyeberang belum lagi sebuah beban di punggungnya.
"Kau gila, Byun Sehun. Badanmu itu berat Butuh banyak tenaga untuk mengangkatmu ke toko itu." Walaupun tinggi badan Sehun lebih pendek dari Chanyeol tetapi berat badannya cukup untuk membuat punggung Chanyeol kesakitan.
"Aku bercanda hyung. Lagi pula supir pribadi keluargaku sudah ada di depan."
"Sialan kau Byun, mengapa kau tidak bilang bahwa supirmu itu sudah ada di depan?" Pemuda pucat itu hanya terkekeh. Rasanya Chanyeol ingin melempar tubuh Sehun ke aspal, hingga tubuhnya terlindas oleh bus.
"Anggap saja sebagai balas dendam karena tadi kau memukul wajah tampanku. Lagi pula supir pribadi kami sudah tua, beliau tidak akan sanggup untuk memapahku dan juga bisa kah kau mengantarkanku hingga rumah? Itu pun jika kau masih mempunyai hati."
Chanyeol hanya menghela napas, "Aku memukulmu karena kau mencium pa—ehm—mantan pacarku bodoh. Dan maaf aku tidak bisa mengantarka—"
"Kau sungguh tak punya hati Park, Tuan Moon itu sudah tua." Ketusnya, "Dan juga kau itu bersyukur putus dengan pacarmu. Sebab kau mengetahui busuknya pacarmu."
"Dia tidak seperti itu Sehun, ia tipikal orang yang setia."
"Terserah jika kau tak percaya. Yang harus kau ketahui adalah banyak orang yang memakai topeng untuk mempertahan hidupnya." Sehun menyeringai melihat wajah keruh Chanyeol.
"Kau tahu, aku telah mengenalnya cukup lama. Dan aku yakin dia adalah orang yang setia." Sekitar delapan tahun Chanyeol mengenal gadis itu, tentu saja dia merasa telah mengenal baik dia.
"Sifat seseorang dapat berubah, kau tahu?"
"Terserah kau saja."
...
Chanbaek
...
Pemuda sipit itu terdiam, menatap bosan kumpulan angka serta rumus di papan tulis yang sulit ia pahami. Ia menganggap semua ini sangat tidak berguna, sebab cita-citanya tidak akan berhubungan dengan rumus yang tertera di sana.
Pernah ketika masih duduk di sekolah menengah pertama Baekhyun bertanya kepada salah satu guru matematikanya, mengapa matematika dijadikan sebagai mata pelajaran padahal matematika tidak berguna. Namun guru hanya tersenyum dan mengabaikan pertanyaan bodohnya.
Menyerah dengan rumus di depannya. Baekhyun merebahkan kepalanya di meja, tak lupa sebuah buku paket dia tegakkan guna menutupi wajahnya dari sang guru, tak lama pemuda itu tertidur.
Tiga menit...
Tujuh menit...
Sepuluh menit...
Lima belas menit...
"Silahkan kalian kerjakan soal di papan tulis." Guru Han mengakhiri pembelajaran mengenai salah satu rumus kepada murid didiknya.
Sontak kata keramat itu membuat hampir seluruh siswa mengerjakan—purapura mengerjakan sekelumit angka di papan tulis. Perhatiannya tertuju pada sebuah bangku yang terletak di jajaran ke dua dari belakang.
Guru itu menghela napas, sekian tahun mengajar tentu saja dia hafal bahwa murid berandalnya itu tengah tertidur.
Wanita bermarga Han itu pun memerintahkan teman sebangku Baekhyun untuk menyingkirkan buku paket dari hadapan Baekhyun, tak lupa beliau menyuruh beberapa siswa di hadapan Baekhyun untuk menjauh.
TUK... TUK
"Sialan." Pekikkan itu berasal dari bibir tipis Baekhyun yang terjaga karena sebuah penghapus papan tulis mendarat di kepala indahnya. Membuat sebagian rambutnya memutih terkena debu kapur. Hampir seluruh murid menahan tawa akan penderitaan Baekhyun sedang sebagian menatap kasihan padanya.
"Byun Baekhyun."
Pemuda mungil itu terdiam seolah sadar akan kesalahannya, meski begitu dia mencoba tetap tenang. "Ya, Guru Han?"
"Sialahkan anda kerjakan soal di papan tulis ini."
Baekhyun tersenyum, "Dengan senang hati Guru Han."
Baekhyun pun berjalan pelan mengambil kapur dari tangan guru Han. Mata sipitnya tak lepas dari soal matematika di hadapannya. Dahinya sedikit mengerut ketika dia mengerjakan dengan rumus yang ia ketahui.
Tak lama, pemuda itu pun selesai mengerjakan soal matematika di hadapannya. Beberapa siswa takjub dengan kepintaran otak Baekhyun. Sebab mereka tak menyangka pemuda itu bisa mengerjakan soal dari Guru Han.
Guru itu terdiam melihat jawaban Baekhyun. Dia menggeleng pelan, "Jawaban yang anda kerjakan salah. Dan juga mengapa anda memakai rumus fisika bukankah kita sedang belajar matematika?"
"Seharusnya kau bersyukur Guru Han karena aku mengerjakan soal ini. Sebab aku lebih berani dari mereka." Baekhyun menunjuk sekumpulan orang di hadapannya.
"Saya sangat mengapresiasi itu Tuan Byun. Dan silahkan anda keluar hingga pelajaran selesai."
"Kenapa aku harus keluar?" Dia tidak terima di keluarkan.
"Jika Anda bertanya dikeluarkan jawabannya karena anda tertidur ketika saya menerangkan pelajaran."
"Itu salah anda Guru Han. Mengapa anda melakukan pembelajaran matematika ketika siang hari. Bukankan itu sangat tidak berguna? Sebab konsentrasi kita mulai menurun."
"Setidaknya saya telah melakukan kewajiban saya Tuan Byun. Lagi pula, kelas kalian sedang tidak ada guru. Bukankah tidak ada salahnya jika saya mengisi waktu kalian dengan hal yang bermanfaat?"
"Mungkin bagi anda itu bermanfaat. Tapi maaf bagi kami itu tidak, karena siang tidak cocok untuk matematika." Seluruh siswa mengamini perkataan pemuda mungil itu.
"Mengapa tidak Tuan Byun? Senior kalian saja bisa melakukan pembelajaran kimia pada malam hari."
"Itu berbeda, Gu—"
"Saya paham kelas ini hanya berisi orang-orang malas tetapi saya harap kalian bisa berubah dan Tuan Byun anda bisa meninggalkan kelas ini atau saya tidak akan memberikan anda nilai."
Baekhyun mengumpat dengan sangat keras, ia pun membalikkan badannya untuk mengambil ransel putih kesayangannya mengabaikan beberapa alat tulis yang berserakan di atas meja. Toh, itu semua bukan miliknya.
Kaki pendek itu melangkah menuju gerbang depan sekolahnya. Lebih baik dia membolos toh kelasnya akan bubar satu jam lagi.
Biasanya jika Baekhyun terlambat atau ingin kabur dari sekolah—membolos, dia akan meloncati pagar belakang. Tetapi karena dua bulan yang lalu Baekhyun beserta komplotannya terpergok oleh Kepala Sekolah dan tiga hari kemudian seluruh pagar dipasangi kawat berduri agar tidak ada murid yang membolos lagi.
Sayangnya itu tidak berlaku bagi Byun Baekhyun. Walau orang tuanya bukan pendiri sekolah, tetapi karena keberaniannya untuk membakar sekolah membuat pihak sekolah pasrah akan kelakuannya.
Seperti saat ini, pemuda mungil itu tengah berdiri di luar gedung sekolahnya. Dia berencana untuk pergi menuju pergi menuju sebuah apartemen yang tak jauh dari tempatnya berpijak.
Langkah kaki mungil itu harus terhenti tatkala sebuah tangan keriput menarik kerah seragamnya, hingga membuat pemuda itu tercekik.
"Mengapa kau membolos, Baekkie?"
Sialan, siapa yang memberitahu nenek—batinnya berteriak.
"Aku tertidur di dalam kelas nenek." Baekhyun menjawab seraya memamerkan senyum manisnya, berharap sang nenek melepaskannya.
"Ikut nenek sekarang!" Perkataan tetua Byun membuat Baekhyun merinding, ketakutan.
...
...
...
...
.
Setelah pulang dari rumah sakit terkemuka di Seoul, tak lantas membuat Chanyeol, pulang menuju rumahnya. Sebab Sehun mengajaknya bermain playstation hingga langit berubah warna. Beruntung, dia telah mengirimkan sebuah pesan—lewat ponsel pintar Sehun—pada kakaknya.
Chanyeol, Sehun, beserta Tuan Byun tengah berada di ruang makan, menikmati sajian special buatan Tuan Byun. Walaupun hanya sup tahu dan sup rusuk sapi mereka berdua sangat bersemangat untuk menghabiskan masakan di hadapannya itu.
Awalnya Chanyeol sempat merasa ragu untuk memakan masakan Tuan Byun. Dia berfikir bahwa pria seperti Tuan Byun akan membuat sebuah masakan menjadi tak karuan. Beruntung sebelum memasak Tuan Byun menceritakan bahwa beliau memiliki hobby memasak sejak usia muda. Bahkan beliau bercitacita untuk menjadi seorang juru masak. Tetapi karena orang tuanya tidak menentang keinginannya.
Menurut Chanyeol Tuan Byun sangat berbeda dengan anak sulungnya. Tentu saja, Byun Baekhyun adalah pemberontak nomor satu di sekolahnya. Chanyeol menggeleng pelan, mengenyahkan pemikirannya tentang Baekhyun.
"Ayah, apakah kau sudah mengantarkan makan malam ke kamar Baekhyun hyung." Sehun membuka pembicaraan dengan sang ayah.
"Tentu. Ayah tidak akan tega untuk membiarkannya menangis karena kelaparan." Ujar Tuan Byun, diselingi tawa di akhir ucapannya.
"Mengapa ayah mengurung Baekhyun hyung?"
"Dia berbuat ulah lagi. Ayah berharap dia akan dewasa setelah ayah melakukan hukuman kepadanya."
Sehun melotot, "Hukuman apa yang ayah berikan kepadanya?"
"Hanya hukuman ringan. Hari ini ayah akan menginap di kantor." Tuan Byun berdiri dan meninggalkan Sehun dan Chanyeol di ruang makan.
Mendengar perkataan ayahnya wajah Sehun berubah menampilkan raut cemas. Pemuda pucat itu takut jika sang ayah melakukan kekerasan pada sang kakak.
"Chanyeol hyung, bisa kah kau menggendongku sampai kamar Baekhyun hyung?" Chanyeol mengangguk, pasrah dengan keinginan Sehun.
Pemuda bertelinga lebar itupun sedikit menggeser kursi yang di dudukinya dan berjongkok di hadapan Sehun. Lalu dia pergi menuju kamar Baekhyun di lantai dua.
Sehun terus mengoceh bahwa dia mengkhawatirkan Baekhyun, membuat telinga Chanyeol sedikit berdengung.
Bahkan dari ocehan Sehun, dia mendapatkan informasi jika Baekhyun itu membenci hampir seluruh pelajaran di sekolah—terutama matematika, sangat menyukai kekerasan dan tidak tahan pada dingin.
Chanyeol tak heran jika berandal itu suka dengan kekerasan dan anti terhadap semua mata pelajaran, dan dia hampir tertawa ketika mendengar bahwa Baekhyun tidak tahan dengan dingin.
Langkah kaki Chanyeol telah sampai di depan pintu kamar Baekhyun, tangan kanannya terulur untuk membuka pintu kamar Baekhyun.
Chanyeol sedikit terjekut ketika melihat kamar Baekhyun, sedikit berantakkan—buku pelajaran yang berserakan serta selimut berada yang tidak pada tempatnya. Sedangkan Baekhyun terlelap di kasurnya dengan tubuh yang hanya berbalut celana pendek. Chanyeol menurunkan Sehun di kursi coklat dekat meja belajar.
"Chanyeol hyung bisa kah kau periksa punggung Baekhyun hyung?"
"Tetentu."
Dengan gugup Chanyeol mendekati tubuh Baekhyun, jantungnya berdetak kencang dan kerongkongannya terasa kering ketika kulit panas Baehyun bersentuhan dengan kulitnya.
Demi Tuhan walaupun Baekhyun lelaki tapi kulitnya yang halus cukup membuat pikiran kotor Chanyeol muncul apalagi dengan bulir keringat sedikit muncul di wajah pucat pemuda mungil itu.
SE—SEXY, pikirnya. Chanyeol menggeleng ribut mengenyahkan pemikiran kotornya pelan, dia berdeham sebelum akhirnya pemuda tinggi itu membalikkan tubuh Baekhyun. Sehun tersenyum kecil melihat itu.
Terdapat beberapa lebam yang menghiasi punggung Baekhyun. Chanyeol tertegun melihatnya. Perlahan jemarinya mengelus lebam itu, hingga membuat Baekhyun meringis dan terbangun dari tidurnya.
"Apa yang kau lakukan, Park?" Tanya Baekhyun sedikit berbisik
"Apakah Tuan Byun memukulmu?" Chanyeol balik bertanya, dan pemuda itu hanya bergumam tidak jelas sambil memeluk tubuhnya sendiri. Menegaskan jika dia kedinginan. Dan Chanyeol berjalan menuju lemari mengambil sebuah piyama untuk dikenakan oleh Baekhyun.
Mengabaikan dadanya yang berdentum keras Chanyeol mengambil lengan Baekhyun, namun si mungil menepis lemah tangan Chanyeol dan merebut piyama itu dari Chanyeol.
"Apa yang kau lakukan, Park?" Bentak Baekhyun, ketika dia menyadari perbuatan Chanyeol. Sedangkan Chanyeol hanya menggeleng kaku. Baekhyun perlahan bangun dari tidurnya untuk memakai baju, walaupun kepalanya terasa memberat.
"Baekkie hyung, bolehkah aku tidur di sini?"
"Aku ingin tidur sendiri!" Baekhyun menyamankan posisi tubuhnya di ranjang.
Sehun cemberut, "Tapi kau sedang sakit, Baekhyunie."
"Kau juga sedang sakit bodoh." Baekhyun membentak Sehun, membuat pemuda pucat itu terisak pelan.
Chanyeol mendekati Sehun, mengelus sayang kepalanya. "Benar kata kakakmu. Kau sedang sakit, untuk berjalan pun kau tidak mampu. Lebih baik kau tidur di kamarmu sendiri."
"Tapi aku ingin tidur di sini hyung."Rengekan Sehun membuat kepala Baekhyun semakin berdenyut.
"Jika kau mau tidur di sini tidurlah, berhenti merengek." Mendengar perkataan itu Sehun langsung meminta Chanyeol untuk memapahnya menuju ranjang Baekhyun. Kemudian Chanyeol pun membawa selimut baru dari lemari Baekhyun.
"Chanyeol hyung, sebaiknya kau juga tidur di sini."
Chanyeol membulatkan matanya,"Maaf Sehun tetapi ku rasa aku harus pulang."
"Tapi hyung, ini sudah malam. Jika kau tidak mau tidur di sini sebaiknya kau tidur di kamarku saja."
Chanyeol menggeleng, menolak permintaan Sehun. "Ini masih jam setengah sepuluh Sehun. Bus pun masih beroperasi."
Chanyeol bergegas meninggalkan rumah keluarga Byun. Disertai harapan bahwa esok hari dia tidak akan berhubungan lagi dengan mereka. Walau terdengar mustahil sebab Chanyeol merupakan salah satu senior yang sangat akrab dengan Sehun.
.
TBC
...
...
...
...
Hallo, Saya author baru ini pertama kalinya saya menulis Fanfiction jadi jangan heran jikalau tulisan buatan saya sangat kacau. Karena saya masih belajar untuk mengembangkan imajinasi saya.
.
.
Berkenan untuk meninggalkan jejak?
Kritik dan saran sangat di butuhkan oleh saya
