-Reinkarnasi-
.
.
.
.
Seorang balita bersurai raven berdiri tegak memegangi payungnya yang semakin lama semakin berat karna guyuran hujan. Bibir mungilnya berkomat-kamit menggerutui ibunya yang terlambat menjemputnya. Sangat terlambat. Hingga membiarkannya berdiri di pinggir jalan di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Sasuke -balita itu- tak mau kembali masuk ke lingkungan sekolahnya karna terasa menyeramkan di dalam sana jika sendirian. Teman-temannya sudah pulang sejak satu jam yang lalu. Dia menyesal menolak tawaran salah satu gurunya yang berniat menemaninya tadi. Ck, harusnya dia tak berlagak berani tadi.
Dhuarrr! Refleks Sasuke berjongkok karna terkejut mendengar kuatnya suara petir. Tubuh kecilnya gemetaran. Tangannya mencengkeram kuat gagang payung sementara bibirnya yang bergetar terus saja memanggil ibunya.
Dhuarrr. Jdeeer. Berulang kali petir di atas sana saling sambar dan berbunyi nyaring. Sosok kecil itu menggigit bibirnya menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk agar tidak jatuh. Egonya menolak untuk menangis. Tidak mengakui adanya ketakutan yang merong-rongnya lebih dalam.
"Kaa-chan... cepatlah datang... di sini menyeramkan..." Lirihnya. Onixnya bergerak ke sana kemari memindai apapun dalam suasana suram itu. Dia merasa ada yang mengamatinya.
Sasuke memejamkan matanya saat angin kuat menerjangnya. Angin itu membuat pegangannya pada payungnya terlepas. Sasuke panik karna sekarang tubuhnya mulai basah. Dia merasa satu-satunya tempat berlindungnya hilang. Sekarang Sasuke harus berhadapan dengan petir yang saling bersahutan, juga angin yang seolah siap menghempaskan tubuh kecilnya.
"Kaa-chan..." Sasuke menyerah pada ketakutannya. Kini dia merengek agar ibunya datang. Dia ketakutan dan kedinginan.
Sasuke menoleh saat merasakan seseorang mendekat ke arahnya. Onixnya membulat melihat sosok berhelaian merah muda panjang yang nyaris menyentuh tanah. Yukata merah muda dengan motif bunga tsubaki yang di kenalannya memesona Sasuke. Harusnya Sasuke takut pada orang asing, tapi dia sama sekali tak merasakannya. Justru sosok itu seolah mengembalikan semua ketenangan yang di miliki Sasuke.
"Uuh Kau pasti kedinginan kan?" Ucap sosok itu membungkuk di hadapan Sasuke. Anak lelaki yang dua bulan lagi berusia lima tahun itu mengerjap terpesona menatap manik emerald di bingkai wajah seputih porselen itu.
"Bukankah 'Dia' sangat jahat mempertemukanku denganmu yang masih sekecil ini? 'Dia' jelas menyiksaku yang membayangkan menciummu dan menarikmu ke ranjang di pertemuan pertama kita." Gerutunya yang sebagian besar tak dimengerti Sasuke. Bocah itu hanya diam terus menatap sosok yang baginya sangat menakjubkan di depannya.
Sasuke baru menyadari jika Sosok di depannya sama sekali tak basah meski berada di tengah hujan badai. Itu sungguh menciptakan pertanyaan besar di kepala ravennya.
"Setidaknya aku senang sudah bertemu denganmu." Gadis cantik di depannya mengulurkan tangan dan menyentuh sayang wajah chubby Sasuke. Sorot matanya menyiratkan kerinduan yang dalam. Sasuke merasa seperti di sayang saat onixnya bertumbukan dengan emerald menakjubkan dihadapannya.
Bukan hanya itu, sentuhan gadis itu menyalurkan kehangatan keseluruhan tubuh Sasuke. Entah bagaimana pakaian Sasuke mengering dengan cepat. Dan dia tak merasakan satupun tetesan hujan mengenainya.
"Kau siapa?" Satu pertanyaan yang muncul di kepala Sasuke melihat semua keajaiban yang terjadi sejak gadis di depannya muncul.
"Aku orang yang selalu mencintaimu. Ah ku harap kau tidak selingkuh selagi proses menuju besar." Kekeh Sakura. Jenis kekehan yang menularkan senyum pada Sasuke.
"Kau di jemput. Maaf, kau harus basah-basahan lagi." Sasuke mengerjap tak mengerti saat gadis itu mengecup sayang keningnya. Rasanya sangat menyenangkan. Bukan seperti ibu yang melakukannya atau siapapun. Rasa senang ini seperti... Sasuke tak tahu.
Bocah kecil itu menoleh saat mendengar deru mesin mobil mendekat ke arahnya. Senyumnya mengembang mengenali jika itu mobil keluarganya. Sasuke berlari ke arah mobil yang pintunya terbuka.
"Maaf Sasu-chan, ada kecelakaan yang membuat kaa-san terlambat menjemputmu. Dan tadi nii-san bermain ke tempat Sasori. Maaf, seharusnya nii-san tak menerima ajakan Sasori. Kau pasti ketakutan." Sasuke menggeleng kecil tak mempermasalahkan lagi keterlambatan kaa-sannya atau nii-sannya.
"Aku baik-baik saja." Sahut Sasuke. Tentu saja dia tak akan mengakui jika dia ketakutan. Kakaknya akan mengejeknya suatu saat nanti kalau sampai tahu.
"Ah kau sampai basah begini. Cepatlah masuk." Itachi mengusap sayang kepala adiknya dan membawanya masuk ke mobil.
"Tapi nii-chan, aku..." Sasuke terdiam melihat sosok yang tadi menemaninya dengan banyak keajaiban tak ada lagi di sana. Tempat itu terlihat menyeramkan di bawah badai tanpa sosok bersurai merah muda tadi. Onix Sasuke berlarian ke sana kemari mencari sosok itu.
"Cepat masuk Sasu-chan. Kau bisa sakit nanti." Itachi menarik Sasuke masuk ke mobil dan menyuruh supirnya menjalankannya mobilnya.
Sasuke masih menatap keluar jendela. Mencari sosok yang memesonanya tadi. Sayangnya tak ada yang lain kecuali hujan badai di luar sana. Bocah raven itu mengerjap membenarkan duduknya. Dia tak mengerti kenapa, tapi ada sesuatu yang seolah melarangnya menceritakan pertemuannya tadi pada siapapun. Sasuke hanya... ingin menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri.
Sasuke terbangun dari tidurnya mengusap wajahnya kasar. Mimpi itu lagi. Mimpi tentang masa lalunya yang tak pernah diceritakannya pada orang lain. Sasuke mendesah menatap langit-langit kamarnya. Dia tersenyum menatap lukisan seorang gadis dengan helaian merah muda panjang yang tersenyum berdiri di tengah hujan badai.
Sasuke tak mengerti, dari banyaknya kenangan saat dia kecil hanya sosok itulah yang tak terlupakan sedikitpun. Terlalu jelas tanpa ada sedikitpun bagian yang kabur di ingatannya. Ini terasa menakjubkan mengingat waktu tiga belas tahun tak mampu menggerus sosok itu dari ingatannya.
"Sasuke, kau tak akan dapat tumpangan jika terlambat!" Seru Itachi yang melewati kamarnya.
"Aku tahu." Balas Sasuke.
Dengan cepat pria yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun itu meraih handuk dan masuk ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama dia sudah berada di depan cermin merapikan pakaiannya. Menambahkan sedikit gel di rambutnya agar terbentuk sesuai dengan keinginannya. Sasuke tersenyum puas melihat penampilannya. Setelah menyemprotkan parfum di beberapa bagian tubuhnya, Sasuke meraih tasnya dan berlari keluar kamar.
"Ohayou..." Ucap Sasuke saat menuruni tangga menuju meja makan di lantai satu.
"Ohayou Sasu-chan." Mikoto menarikkan kursi untuk putra bungsunya. Nyonya Uchiha itu juga meletakkan roti di piring Sasuke lalu menuangkan jus tomat favorit Sasuke ke gelas.
"Terima kasih kaa-san." Sasuke mengecup pipi ibunya dan memulai sarapannya.
"Selesaikan dalam lima menit atau ku tinggal." Ucap Itachi yang mengelap mulutnya.
"Itachi, kau hanya akan membuat Sasu-chan tersedak." Protes Mikoto.
"Aku nyaris terlambat kaa-san. Putra bungsumu itu harus di ajari bangun lebih pagi." Itachi mencium pipi Mikoto dan melangkah keluar rumah.
"Aku berangkat." Sasuke menyusul Itachi setelah mendaratkan satu kecupan lagi di pipi wanita yang paling di sayangnya itu.
Keluarga Sasuke bukan keluarga yang berlebihan. Setidaknya setelah ayahnya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Kondisi perusahaan yang bisa di katakan bangkrut membuat keluarganya memutuskan menjualnya. Perekonomian mereka jungkir balik. Belum lagi sosok istri simpanan ayahnya yang muncul bersama sosok kecil yang seusia Sasuke meminta pertanggung jawaban. Maksudnya biaya hidup dan hak anak ayahnya dari ibu berbeda itu.
Sasuke harus bisa beradaptasi dengan semua hal baru. Kehidupan mereka memburuk. Setidaknya sampai Itachi lulus kuliah dan bisa bekerja full time, bukan part time lagi. Kakak yang lebih tua sepuluh tahun darinya itu berhasil memulihkan perekonomian mereka. Meski tidak kembali seperti dulu.
"Sasuke, fokuslah kuliah." Ucap Itachi sesaat setelah Sasuke keluar dari mobil.
Pria raven itu mendesah menyisir surainya kesal. Itachi memang melarangnya bekerja part time. Tapi apa salahnya jika dia bisa menghasilkan uang sendiri meski sedikit. Dan sekarang dia ketahuan melanggar larangan kakaknya itu.
"Tak bisakah kau hanya membiarkanku saja?" Keluh Sasuke menatap malas kakaknya.
Dua pasang onix itu saling menatap. Saling mengancam dan mempertahankan ego masing-masing. Hingga Itachi mendesah kalah. Pria itu mengusap wajahnya, dia benar-benar akan terlambat jika menghabiskan waktu untuk berdebat dengan Sasuke di sini.
"Oke. Jika nilaimu turun semester ini, kau harus benar-benar berhenti bekerja." Sasuke mengangguk antusias mendengar keputusan kakaknya itu. Senyumnya mengembang dengan manis di bibirnya. Senyum yang jarang di berikan pada siapapun.
"Aku pergi." Ucap Itachi lalu melajukan mobilnya meninggalkan Sasuke yang melambai padanya.
Pria raven itu melangkah masuk ke area Konoha University, kampus yang cukup bergengsi dinegri ini. Setidaknya tidak hanya butuh banyak uang untuk masuk ke sini, tapi juga otak yang memadai. Dan Sasuke berhasil mendapatkan separuh beasiswa. Itu sudah bagus karna kampus memberikan full beasiswa hanya pada satu orang tiap tahunnya. Tentu saja untuk pemilik nilai terbaik, dan Sasuke masih kurang pintar untuk itu
"Yo teme! Titipan dari Hinata." Naruto merangkul bahu Sasuke sembari mengulurkan kotak bekal yang dibungkus kain berwarna putih.
"Tak bisakah kau bilang padanya agar tak menyia-nyiakan waktunya seperti ini?" Sasuke mengibaskan tangannya acuh tak acuh. "Atau kau sama sekali tak pernah mengatakan jika aku selalu menolak pemberiannya?" Sasuke memicingkan matanya menatap sahabat berisik malangnya itu.
Naruto adalah sepupu tiri Hinata sejak ayah Menma menikahi ibu Hinata. Pria itu jadi semakin kesulitan menyampaikan rasa sukanya yang sudah sejak dulu dimilikinya untuk Hinata. Dan Sasuke menganggap itu adalah suatu kebodohan. Terserah mereka bersepupu atau bermusuhan, jika suka ya katakan suka. Kenapa harus membatasi diri. Toh mereka bukan saudara kandung.
"Dia menyukaimu teme. Aku tak bisa menyakitinya begitu saja." Sahut Naruto lesu. Sasuke menghela nafas menepuk bahu sahabatnya.
"Mau sampai kapan kau menjaga perasaannya dengan melukai perasaanmu sendiri. Dan Naruto, jika suatu saat dia memiliki keberanian menemuiku, aku tak akan berbohong tentang apapun. Aku bukan sepertimu yang memikirkan perasaan orang lain."
"Kau tak akan mengerti. Kau akan menyesali ucapanmu saat mengalami apa yang ku alami nanti." Desis Naruto tak terima.
"Aku bisa meyakinkanmu jika aku tak akan terjebak dalam hal bodoh sepertimu. Pertimbangkan saja, lebih baik dia menangis karenamu atau karnaku?" Ucap Sasuke sebelum mempercepat langkahnya meninggalkan Naruto.
"Kau brengsek teme!" Jerit Naruto yang diabaikan Sasuke.
"Itu memang aku." Gumam Sasuke memasuki kelasnya. Dia hanya tak mau masuk dan ambil bagian untuk rasa sakit Naruto. Dia hanya ingin sahabatnya itu bukan menjaga perasaan Hinata, melainkan berusaha mendapatkan hati gadis itu.
Sekali lagi Sasuke menghela nafas menyingkirkan segala pikiran tak berguna nya. Memilih mendengarkan dosen dan mencatat poin-poin yang dianggap nya penting. Dan kelas pun berakhir. Tak ada bedanya hari ini dengan hari-hari sebelumnya.
Pria raven itu menyandarkan tubuhnya dan menatap keluar jendela, ini musim gugur pertamanya sejak menginjak bangku kuliah. Rasanya semua terlewati begitu sia-sia. Entah mengapa Sasuke merasa jika ada sesuatu yang seharusnya ada di kehidupannya, sesuatu yang ditunggunya hingga terasa melelahkan, sesuatu yang membuatnya tak sabar ingin melihat hal itu. Tapi apa?
Onix kelamnya tertutupi kelopak matanya, memberi waktu pada bayangan gadis pink untuk berkeliaran dikepalanya. Sebenarnya Sasuke merasa ngeri dengan dirinya yang masih saja mengingat gadis yang mungkin saat ini telah berubah menjadi seorang nyonya. Seolah tak ada gadis yang seumuran saja.
Menghela nafas, Sasuke membuka matanya dan terpaku. Di bawah sana, sosok berhelaian merah muda panjang berdiri dibawah pohon Sakura. Mendongak seolah menatap dan menikmati kelopak sakura yang berguguran bagai hujan disekelilingnya. Kedua tangannya terkait dibelakang tubuhnya. Pemandangan manis yang begitu memukau.
"Apakah setiap yang berwarna merah muda selalu mempesona?" Gumam Sasuke tak melepaskan pandangannya dari sosok itu.
Dan Sasuke harus terpaku lagi saat gadis itu menoleh kearahnya, entah bagaimana dari jarak yang cukup jauh ini Sasuke masih mampu melihat kilau emeraldnya. Senyum manis yang tersungging malu-malu seolah memang hanya diperuntukkan bagi Sasuke.
Tanpa menunggu lagi, Sasuke berlari keluar kelas, menyusuri koridor juga tangga dengan cepat. Perasaan membuncah itu semakin terasa saat kakinya menginjak rerumputan. Langkahnya melambat saat sosok itu terlihat, dan Sasuke benar-benar berhenti di jarak lima langkah dari gadis itu.
Senyum merekah di bibir Sasuke saat gadis itu berbalik menghadapnya. Sasuke merasa sesak nafas melihat pesona gadis didepannya. Begitu indah dan menakjubkan.
"Uchiha Sasuke." Tanpa ragu Sasuke mengulurkan tangannya, menawarkan perkenalan. Benar, pria raven itu tak akan mau terjebak dalam kebodohan seperti sahabatnya. Dia akan selalu jujur jika itu mengenai perasaannya. Dan saat ini dia ingin menjadi bagian dari hidup gadis berambut merah muda didepannya.
Sasuke semakin terpesona melihat kekehan lembut yang memanjakan pendengarannya. Gadis itu menutupi mulutnya, raut geli jelas terukir diwajahnya. Mungkin tingkah Sasuke tak masuk akal dan patut ditertawakan. Dan Sasuke tak peduli.
"Haruno Sakura." Gadis itu menyambut uluran tangan Sasuke setelah kekehan gelinya mereda.
Meski sederhana, nyatanya perkenalan ini mampu membuat Sasuke tersenyum puas. Onixnya seolah tak mau melepaskan keindahan sosok didepannya. Tidak, setiap sendi tubuhnya terasa memuja Sakura. Apakah terlalu cepat jika di pertemuan pertama Sasuke sudah merasakan hal itu?
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Sasuke mengekori Sakura yang duduk bersandar dipohon sakura. Pria itu memilih duduk dengan sedikit jarak. Dia tak mau terlalu jauh, tapi juga tak mau terlalu dekat agar Sakura merasa nyaman.
"Menikmati musim gugur, mungkin." Sahut Sakura menoleh, menatap tepat di onix pekat Sasuke.
Sasuke terlena oleh tatapan teduh emerald Sakura. Mungkin saja Sasuke berhalusinasi saat melihat kerinduan dan binar senang dimata Sakura. Bahkan senyum gadis itu begitu manis memikat, seolah dia benar-benar sedang bahagia.
Selanjutnya pembicaraan ringan mengalir begitu saja, seolah mereka sudah lama saling kenal. Mereka tak bisa melepas senyum dari bibir masing-masing saat bersama.
Bahkan Sakura tak menolak saat Sasuke menawarkan mengantarkan gadis itu pulang. Karna Sasuke tak memiliki kendaraan, mereka menaiki kereta menuju rumah Sakura. Seperti bagaimana gadis itu pulang pergi ke kampus setiap hari.
"Huufft di jam segini memang selalu penuh." Keluh Sasuke tak nyaman saat mereka harus berhimpitan.
"Apa tak masalah buatmu?" Sasuke terkekeh melihat kekhawatiran dimata Sakura. Maksud Sasuke mengeluh adalah untuk Sakura. Dia pikir tubuh kecil Sakura akan habis tergencet di kondisi penuh sesak seperti ini. Belum lagi banyaknya kasus pelecehan seksual di kereta. Dan Sakura terlalu menarik untuk terlewatkan setiap mata. Itu terbukti dari perhatian orang-orang yang harus Sasuke pelototi agar tak menatap Sakura secara berlebihan. Itachi akan menertawakannya jika melihatnya berubah menjadi anjing galak seperti sekarang.
"Ugh." Keluh Sasuke tak nyaman saat tubuhnya terdorong kedepan. Kearah Sakura yang kini berada diantara dinding dan dirinya. Bahkan kedua tangan Sasuke sudah berada di kanan kiri tubuh Sakura, menahan dirinya agar tak menghimpit gadis itu.
"Kau baik-baik saja Sasuke?" Sakura mendongak menatap Sasuke khawatir.
"Ya." Sahut Sasuke menahan nafasnya tanpa sadar. Jarak wajah mereka terlalu dekat hingga Sasuke tak bisa tak berimajinasi saat menatap bibir semerah darah gadis itu. Terlebih saat aroma manis merasuk kedalam indera penciumannya. Suhu tubuh Sasuke meningkat drastis.
"Kau berkeringat, apa benar-benar tak nyaman?" Emerald yang menatapnya cemas serta jemari lentik yang bergerak mengusap keringat di pelipisnya nyaris membuat Sasuke gila. Tak tahukah Sakura jika bukan kondisi kereta yang membuat Sasuke seperti ini? Melainkan gadis itu sendiri. Sasuke merasa jadi pria paling bejat karna berimajinasi liar tentang Sakura di pertemuan pertama.
Gggrtt. Sasuke mengeratkan giginya saat lagi-lagi tubuhnya terdorong. Membuatnya seolah sedang memeluk Sakura. Dia harap gadis itu tak berpikiran buruk tentangnya. Seperti Sasuke sengaja mencari kesempatan atau apa. Karna Sasuke sangat tersiksa dengan kondisi yang membuatnya harus bertahan dari keinginan menyeret dan membuat Sakura mengerang dibawah kungkungannya dalam keadaan telanjang. Sasuke berharap Sakura tak menyadari bagian selatan nya yang mengeras!
Pria raven itu baru bisa menghela nafas lega saat mereka keluar dari kereta. Dia bersumpah, lain kali akan mengantar Sakura menggunakan bus meski lebih jauh. Atau taksi, atau apapun yang tidak memiliki resiko berhimpitan terlalu tinggi.
"Terima kasih sudah mengantarku." Sakura membungkukkan tubuhnya sebentar sebelum tersenyum manis yang bisa membuat Sasuke meleleh.
"Bukan masalah." Sahut Sasuke berusaha mempertahankan ketenangan nya.
"Sebaiknya lain kali tak usah mengantarku Sasuke, kau terlihat sangat tak nyaman naik kereta." Ucap Sakura menyesal. Sasuke cepat menggeleng pelan.
"Tidak. Ku rasa lain kali aku harus memiliki kendaraan sendiri agar bisa mengantarmu. Aku tak bisa membayangkanmu naik kereta sesak tadi setiap saat." Tanpa sadar Sasuke menyelipkan helaian Sakura kebelakang telinga. Membuat wajah gadis itu dihiasi semburat merah muda menggemaskan.
Sasuke menarik tangannya dengan salah tingkah. Dia kelepasan. Tapi dia senang. Sakura menunduk sekali lagi mengucapkan terima kasih sebelum berbalik dan masuk kedalam gedung apartemennya.
"Sakura..." Panggil Sasuke membuat gadis itu kembali menoleh padanya. Sasuke cemas jika ini menjadi pertemuan terakhirnya. Dia benar-benar tak bisa jika tak bertemu dengan pemilik emerald itu lagi. "Sampai jumpa besok." Ucap Sasuke seperti orang bodoh yang tak sabar untuk bertemu pujaannya lagi.
Di sana Sakura terkekeh imut, Membuatnya terlihat makin menggemaskan dimata Sasuke. Ah sepertinya Sasuke benar-benar terpesona pada gadis ini.
"Ya, sampai jumpa besok, Sasuke-kun." Ujarnya lembut lalu menghilang kedalam lift.
Sasuke nyaris bersorak senang mendengar ucapan Sakura jika saja dia tak ingat tempatnya berada saat ini. Dia menggigit bibirnya demi menahan senyuman yang akan mengembang terlalu lebar di bibirnya. Dadanya terasa akan meledak karna terlalu senang. Sasuke butuh tempat sepi agar bisa berteriak-teriak melampiaskan rasa senangnya tanpa dianggap gila.
"Sampai jumpa besok Sakura." Bisiknya senang dan penuh harap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kemungkinan paling banyak akan jadi empat chapter. Jangan lupa review ya...
.
Coba juga baca ff ku yang lain ya...
.
Keyikarus
9/7/2017
