Naruto © Masashi Kishimoto

This is for your entertainment only, no money making here!

AmiiNina proudly presents:

.

KAKUZU SEDANG GALAW

.

Attention!

For AV! AC! AND! Event

Rate T

Kaku X Saso pair centris. Slight Kaku X ….. err, yah, you'll see.

Little bit yaoi, but trust me…it's not! Mhehehehe..

Half formal, hal non-formal language.

Very long twoshot!

1 ryo = Rp 1000

"…." = usual talk

'blablabla' = inner's talk, thinking

blablabla = flashback

Happy Reading, minna!

.

********************************* CHAPTER 1 ********************************

.

Kota Townsville….

Kota aman dan damai dimana penduduknya dilindungi oleh tiga bidadari kecil yang berwarna merah, hijau, dan biru…..

.

.

.

kriik..kriik…krik..

.

.

Okeh, salah fandom…

Back to normal..

.

.

Ini adalah cerita di sebuah desa bernama Terpencilgakure, dimana di tempat itu terdapat goa super besar nan MEWAH (MEpet saWAH). Kenapa harus di goa? Kenapa bukan di rumah? Karena biaya bikin rumah mahal, mamen! Salahkan Yamato yang gamau berbagi jurus dengan sesama!

Yamato: "Loh, kok, gue?"

Yah, kita kemari bukan masalahin goa. Yang kita masalahin sekarang adalah para penghuninya. Goa itu merupakan markas jagoan-jagoan kecil kita -RALAT!- sekelompok Ninja kriminal tingat S, yaitu Akatsuki. Jangan ditanya tentang kelompok termasyur dengan kekuatannya dan terornya. SELURUH alam semesta pun bergetar ketika mendengar kata Akatsuki. Kesuksesan Akatsuki tidak terlepas dari kesolidan dan dukungan penuh dari kesepuluh anggotanya. Mereka itu…hmm…bagaikan wafer T*ngo, renyah di luar, garing dan lembut di dalam. Di luar aja keliatannya galak, tapi di dalemnya…uuh, bahkan pewangi dan pelembut cucian pun kalah lembutnya!

Sebenernya kegiatan anggotanya kalau lagi senggang itu biasa aja, kok. Kayak manusia normal pada umumnya. Semisal Itachi Uchiha bereksperimen bikin sushi dari Samehada millik Kisame Hoshigaki? Itu biasa.

Semisal Deidara ngebom goa tengah sampai-sampai membuat badan kugutsu Akasuna Sasori berserakan? Itu juga biasa.

Semisal Konan mojok dengan Pein sambil nonton film 'Gairah Pocong'? Itu (masih) biasa.

Semisal Tobi main kecapi pakai panci dan Zetsu hitam-putih saling adu gombal? Itu….biasa, kok…biasa.

Semisal Kakuzu ngasih duit 100 ryo ke setiap member Akatsuki dan membuat Hidan mampu mem-meni pedi kuku dengan sabit miliknya? Biasa lah…

Eh? Tunggu dulu!

Kakuzu ngasih duit? KAKUZU yang kikir itu NGASIH DUIT ?

.

"Kuz, ini buat apa?" Tanya Hidan, sang partner Kakuzu, memasang muka ketakutan. Takut-takut Kakuzu berubah pikiran dan ada maksud lain.

"Ya, buat lu lah!" jawab sang rentenir, Kakuzu, "Dan buat kalian juga! Sebentar lagi hari Valentine. Alangkah baiknya kalau kalian memberikan sedikit saja perhatian sama orang-orang sekitar kalian. Dan itu adalah salah satu wujud kasih sayang gue ke kalian. Belilah hadiah dengan ongkos kecill-kecilan itu, ya!"

Semua anggota yang berkumpul di ruang tengah saat itu hanya bisa cengo, tak terkecuali Pein, sang ketua Akatsuki.

"Kok, jadi kayak lu sih pemimpinnya? Baydewei, lu kesambet apa, sih, Kuz?" tanya Pein.

"Aaah, udah jangan banyak tanya! Pokoknya terima aja!"

Bahkan seorang Pein yang notabene-nya adalah pemimpin Akatsuki, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya tentang si Kakuzu yang mendadak lebih wibawa darinya dan lebih sholeh dari Hidan itu. Reaksi kesembilan (Zetsu diitung dua) anggota lainnya juga ga jauh beda dengan Pein. Mereka hanya melongo melihat Kakuzu berjalan lurus ke arah kamarnya. Fenomena yang amat-sangat-langka-sekali ini tentu saja membuat heboh markas itu dalam hitungan….

1 detik…

2 detik…

2,5 detik…

2,75 detik…

.

HUASSSSEEEEEEKKK! WOOOOHOO!

.

Dalam hitungan beberapa detik, markas berubah menjadi arena perayaan besar-besaran. Pein saja sampai ngadain hajatan besar dengan mengundang tetangga sebelah sambil potong tumpeng.

"Hhh…sesuka kalian, lah!" Kakuzu hanya buang hajat….err..maksudnya mendengus mendengar kehebohan teman-temannya kini. Memangnya salah, ya, kalau sekali-sekali ingin berbaik hati sama teman sekentut seperjuangan?

Dengan hati ga karuan, Kakuzu membuka save deposit box miliknya yang bahkan Hidan, temen sekamarnya pun, tak berani menyentuhnya. Ditekannya tombol kotak itu dan terbukalah.

Open sesame! Diantara banyak uang dolar dan ryo yang berserakan dalam kotak itu, Kakuzu hanya bermaksud mencari satu benda keramat. Kakuzu mengubek-ngubek isi kotak dan akhirnya menemukan apa yang dicarinya. Selembar foto usang, bergambar dirinya yang puluhan tahun lebih muda, bersanding dengan seorang wanita yang jauh lebih pendek dari Kakuzu sendiri. Tangan Kakuzu merangkul pundak wanita tersebut, wajahnya tersenyum. Namun sayang, gambar wanita itu agak blur sehingga Author pun agak sulit mengenalinya. Yang jelas kulitnya putih, rambutnya sebahu, dan perutnya bolong…. *GAPLOK!* … dan perutnya rata, alias langsing banget! Hmmm….satu lagi, sepertinya latar belakang foto itu sedang berada di gurun pasir, deh..

Seketika, mata Kakuzu yang tadinya ijo berubah jadi biru, alias….Kakuzu sedang GALAW.

.

ooOoo

.

Keesokan harinya…

"Hoooaaaahm, semalem tidur gue nyenyak banget," Sasori Akasuna, si Puppet Master yang berpredikat cowo ter-unyu di seluruh Fanfic ini, berjalan gontai ke arah kulkas di dapur. Dirinya yang setengah sadar dari tidurnya ini bergumam ga jelas sambil garuk-garuk kepala, lalu menuangkan air putih (yang telah diketahui kalau itu adalah terpentin) ke dalam gelas, dan ia meminumnya. Seperti layaknya manusia normal, pagi hari pastilah melakukan ritual di toilet, kan? Sasori pun sama. Ia pergi ke toilet, dan sayangnya, udah ada penghuni lain yang mendahuluinya.

Tok! Tok!

"Sabar, oy! Dikit lagi…Uuuuugh!" terdengar suara cempreng khas penganut agama Jashin membahana di toilet itu.

"Hidan, cepetan! Gue mules, nih!" Sasori marah-marah di depan pintu.

"Sabar! Emangnya lo masih bisa buang hajat, yee?" jawab Hidan, dari dalam toilet.

"Emangnya lo pikir oli pelumas bekas gue tuh bukan hajat, yee, namanya?"

"Cih!"Hidan mendecih seiring ditariknya tuas flush kloset. Ia keluar seperti biasa dengan mata masih belekan dan menaruh beberapa koin receh ke dalam kencleng dekat pintu toilet.

"Sono! Buang hajatlah sampai puas sebelum buang hajat itu dilarang, nak!" Ujar Hidan, sambil menguap.

Gantian Sasori yang masuk ke toilet. Ia lalu melepas ikat pinggang dan merosotin celananya. Lalu membuka kenop pembuangan di tubuhnya. Duduklah Sasori di kloset sambil menghayati ritualnya. Mau ga mau, sambil ngeden, mata Sasori menatap tulisan di kertas usang yang ditempel di pintu.

Toilet Akatsuki

Kencing : 10 ryo / liter

BAB : 13 ryo / kg

Mandi : 20 ryo (bisa nego)

Cuci kaki, gosok gigi, cuci muka : 9 ryo

Jika memerlukan handuk, shampoo, odol, sikat gigi dan alat mandi lainnya, harap menghubungi Panitia. Terima kasih.

Indahnya berbagi

-Kakuzu-

Ah, tulisan itu, sih….udah biasaaaa *kibas-kibas tangan*. Apalagi untuk Sasori. Dia kan ga BAB, lebih tepatnya, dia itu buang limbah.

Namun, rasa tenang Sasori ga berlangsung lama. Matanya menelusuri ke bawah kertas, dan terlihatlah satu kalimat yang ditulis pake spidol. Kayaknya baru ditambahin tadi, deh…

….

….

Buang oli / mandiin ikan / mandiin keris / mandiin tindikan / mandiin yang aneh-aneh lainnya : 10.000 ryo

"SAY WHAT?" Sasori cengo, sambil berusaha keras menahan olinya supaya ga keluar terus. Mengejan dan mengejan. Uh, susah! Kalau bukan gara-gara tulisan sableng di bawah kertas itu, ga mungkin Sasori susah-susah nahan olinya supaya ga keluar! Segera saja ia mengelap saluran pembuangannya. Dipakai lagi celananya dengan kasar, nge -flush kloset, dan keluar toilet.

BRUK!

Tubuhnya membentur badan yang tinggi tegap gitu. Badannya terhuyung. Namun tepat sebelum dirinya jatuh, sebuah lengan kuat menahan badannya dengan mantap. Terkejut, Sasori pun mendongakkan wajahnya, hendak menatap siapa penolongnya ini.

"Lu gapapa?" tanya si penolong.

"Eh…." Sasori pun gabisa menahan semburat merah di wajahnya. Matanya silau menatap siapa laki-laki yang menolongnya karena cahaya lampu yang memandikan wajah si penolong itu. Si penolong pun menyeimbangkan tubuh Sasori agar Sasori bisa menahan badan dengan kakinya, bukan dengan kepalanya, bukan pula dengan kawat di perutnya.

Perlahan tapi pasti sosok penolong itu keluar dari jangkauan cahaya lampu sehingga dirinya terlihat jelas oleh Sasori sekarang. Dan…..

"HOEK! Kakuzu! Lepasin gue!" Sasori tak mampu pula menahan muntah ketika melihat siapa penolongnya, yang ternyata adalah Kakuzu. Yah, gagal deh acara romantis-romantisannya.

"Yee… Ditolong ngambek! Ga ditolong disangka homo!" Author pun bingung dengan apa korelasi antara kata-kata Kakuzu barusan. Lalu Kakuzu melanjutkan ngomel-ngomelnya sambil berkacak pinggang, "Repot kalo lo jatoh! Badan lo bisa rompal dan berserakan kemana-mana, tauk! Minggir, gue mau pipis!" Didorongnya tubuh Sasori dengan kasar dan hendak masuk ke toilet. Sasori hanya bisa mendecih, dan lagi, ia harus melakukan hal paling menyebalkan yang tak ikhlas dilakukannya.

Memasukan uang ke dalam kencleng.

"Lo ga perlu nyumbang, deh," kata Kakuzu, tiba-tiba dari arah toilet. Serta merta Kakuzu mengeluarkan spidol, dan mencoret dua kata di daftar tarif penggunaan toiletnya.

*coret*buang oli*coret*

"Ngerti, kan? Nah sekarang, pergi!" BLAM! Kakuzu membanting kasar pintu toilet. Sasori masih cengo depan pintu. Ga mau ambil pusing, ia pun berlari ke dapur untuk sarapan.

.

oo0oo

.

Di ruang tengah…

"Eh, Jeung, Jeung! Tau ga siiiyh?" Deidara tergopoh-gopoh menghampiri rekan sejawatnya yang lagi pada sibuk ga jelas. Sebut saja Hidan yang lagi motong kuku pake sabitnya

"Eh, apa sih cyiiiin?" sahut Hidan (ZRAAK!) sambil tak mengalihkan perhatiannya dari kuku.

"Ih, najis dah! Ga usah monyong-monyong gitu, Dei! Emangnya ada afah, seh?" Pein sekarang mulai ambil bagian sambil makan kripik depan meja.

"Bentar lagi hari Palentin,un! Kalian udah ada rencana mo beli apa aja?" kata Deidara.

"(kriuk…kriuk..) Ya rahasia dong, Jeung! Udah banyak, sih yang mau dibeli ama gue," ujar Pein yang masih mengunyah kripiknya.

"Tapi tumben-tumbenan, yak, si Kakuzu itu mau ngasih duit cuma-cuma ke kita. Jangan-jangan ntar kudu dibalikin 100 kali lipat lagi," sambung Kisame, yang sekarang setia menina-boboin ikannya.

"Entahlah. Hidan, lo kan partnernya. Emangnya lo ga liat ada gejala aneh dari Kakuzu? Ayan gitu, misalnya?" Pein si ketua mulai merapikan koleksi piercingannya.

"Hmm…engga deh kayaknya. Prasaan kemaren-kemaren sama aja pelitnya. Eh, tapi pada nyadar ga sih kalo setiap deket-deket Palentin pasti dia jadi gini?" ZRAAT! Hidan berhasil motong kuku terakhirnya dengan sukses pake sabit ritual.

"Apa jangan-jangan dia udah punya pacar?" Itachi kali ini ikut nimbrung, mengamati dengan kagum beo peninggalan Sasuke yang bernama Sasumprit.

"Mana mungkin! Pacarnya itu cuma duit, un!" Deidara kembali menimpali.

"Bener banget! Liat aja kelakuannya di daftar tariff toilet! Masa cuci keris aja bayarnya bujubuneng muahal bener? Dan lagi, dia tuh orangnya tertutup banget! Rapet, serapet Deidara dan Sasori! Serapet gue dan Maemunah, gitu," Itu yang ngomong Hidan, partnernya Kakuzu. Dia sendiri bingung ama kelakuan partnernya, apalagi anggota lain? Oiya, siapa itu Maemunah? Bukan OC, kok, sodara-sodara.

"Masa cuma buang oli aja yang gratis di situ? Ga adil banget! Ikan-ikan gue kan perlu mandi!" Kisame ngelus-ngelus akuariumnya.

'Lo pikir ikan berenang gitu bukan mandi namanya?' Pein mendecak kesal dalem hati. "Eh, ngomong-ngomong soal buang oli, biasanya kan yang suka buang oli cuma Sasori doang."

"Iya, ya! Kenapa cuma Sasori aja yang digratisin? Apa dia udah ngelunasin utang, ya?" Itachi keder duluan pas ngebayangin dirinya kalah daya saing soal kepemilikan finansial.

"Iya nih! Mana yah sekarang anaknya?" Pein celingukan.

Dan, panjang umur! Yang lagi diomongin akhirnya muncul juga!

"Kalian lagi ngomongin apa sih?" Sasori muncul tiba-tiba ke ruang tengah dengan memalukannya sambil ngemut daun sirih. Para gossipers di sana langsung keder.

"Eh, Sor! Mhehehehe.. Baru bangun?" Itachi memecah keheningan.

"Udah dari tadi! Hayoloooh, kalian ngomongin gue yaaa, hmm? Nang ning…ning nang…eeeuy…Nang ning…ning nang…eeuy!" Sasori jaipongan gaje. Hadeuh, merinding banget deh kalo ngebayangin mukanya yang datar sambil Jaipongan gitu.

"Pede lo! Kita cuma lagi ngegosipin Danna! Bukan ngomongin kok, un!" Deidara ngomong dengan bangganya sambil nunjuk-nunjuk Sasori.

'Ya sama ajee, kunclung!' Sasori sweatdrop.

"Sooor! Oy, Sasori! Temenin gue belanja, nyok!" Dan lagi, Kakuzu muncul dengan tiba-tiba di tengah mereka. Dia mengambil mantel Akatsuki-nya yang digantung dekat sofa. Sontak membuat semua gossipers pada melongo.

"Eh, cuma gue?" Sasori menunjuk pipinya sendiri. "Napa cuma gue, sih? Pan ada Hidan!" Sasori berusaha ngeles.

"Iya, nih! Terus gue mau dikemanaiiiin, Kakuuuuuz!" Mata Hidan meler-meler.

"Yaelah, bentar doang, kok, Sor! Cuma satu jam aja. Satu jam sajaaaa…ku telah bisa. Cintai…kamu..kamu..kamu…kamu…kamu…kamu…kamu…kamu…kamu…" Kakuzu nunjuk temen-temennya satu persatu.

'Konslet ni anak! Lagu ST12 dibawa-bawa' Hidan nepok jidat, sampai akhirnya dia hilang kesabaran, "Kakuz, stop deh! Aku tak sanggup mendengarnya! Bikin hancur hancur hancur hatiku!" Hidan jatuh lemas. Sementara Sasori nepok jidat.

Kakuzu ga meduliin triakan Hidan. Dia malah fokus sama Sasori, "Ikut ga, lo?" Dan Kakuzu men-deathglare Sasori seolah mengatakan ikut-atau-gue-perkosa! Sasori merinding, dia ngelirik si Pein yang sama melongonya.

"Emang boleh, ya, Pein?" Sasori menatap Pein, memohon agar dia ga dibolehin pergi ama partner orang lain. Serem….lebih serem daripada nonton 'Genderowo Binal' semaleman.

"Eh…" Pein masih melongo, "Ya, kenapa enggak? Kan ini Palentin! Sana jalan-jalan lah, nak!" Pein berseloroh ga nyaman setelah ngeliat deathglare Kakuzu.

Hidan bunuh diri dan Deidara meledakan diri sendiri saat itu juga.

"Nah, gitu dong! Dan kalian!" Kakuzu nyemprot temen-temennya yang laen, "Kenapa masih pada diem di sini, sih? Sono belanja! Ini mau Valentine! Orang mah pada belanja, ini malah pemalesan di markas! Sono pergi!" Kakuzu melengos keluar markas, "Sor, cepetan yeee! Gue-ga mau-nunggu-terlalu-lama!" Kakuzu ngasih isyarat ke Sasori dengan nada kayak anak-anak G4h0EL.

"Itu kata-kata gue! Uuuugh," Sasori mual.

"TE-TA-PI!" Pein berdiri tiba-tiba dan nada suaranya menggelegar kayak pembawa acara 'Injek! Investigasi'.

"Apa? (gulp)" Kakuzu dan Sasori kompak nanya.

Pein berjalan mendekati Sasori. Diberikannya segenggam uang miliknya ke tangan Sasori dan membisiki anak buah berambut merahnya itu, "Lu udah tau selera gue, kan? Mhehehehe…. Cari yang bagus, yah!" Pein berceloteh di kuping Sasori sambil mengacungkan jempolnya. "Karena kamu, begitu berharga!"

Kakuzu menatap sebal ke Pein dan dan memberi tatapan lu-lunasin-utang-dulu-baru-jajan-bokep!

Pein membalas tatapan itu tak kalah sengitnya, lu-kira-sapa-ketua-di-sini?

Suasana mencekam tersebut pecah karena tangis Bombay Hidan, "Hiks…Kemana Kakuzu yang selama ini gue kenal? Kemanaaa? Kemanaaaa…kemanaaa…kemanaaaa…." Hidan menggalau di tebing. Ombak samudra bergulung di bawahnya.

"Hiks…Ternyata Kakuzu ga cuma ngerampok duitku, tapi juga ngerampok Danna-ku,un!" Deidara gabung dengan Hidan.

'Danna tuh maksutnya siapa, sih? Kalo Dana Umum, baru gue tau!' Jiaaaah, Bandar Monopoli nih si Kakuzu. Lalu ia memberi isyarat pada Sasori untuk pergi dan Sasori pun segera mengekorinya.

.

oo0oo

.

Di pasar…

"Bu, coklat ini berapa?" Sasori ngangkat coklat yang dijual oleh ibu-ibu di pasar.

"50 ryo, Bang!" jawab si Ibu.

"Wuidih, mahal bener! Saya aja beli di onlen sop cuma 100 ryo!" Sasori ngelempar coklat yang tadi diangkatnya.

'Ni anak lulusan mana sih?' batin si Ibu, keki dengan Sasori yang imut cakep tapi 'agak-agak' itu. Lalu si Ibu merekomendasiin salah satu coklat, "Yang ini aja, nih! Cuma 75 ryo!"

"Wuih, murah yah!" Sasori kegirangan dan menjambret coklat dari tangan si Ibu.

Ibu itu cuma bisa nepok jidat dan terduduk lemas, 'Oh, Kishimoto-sensei, jangan sampe anak saya naksir ama Abang-Abang ini!'

"Bungkus satu deh yang itu!" perintah Sasori.

"Ada lagi, Bang?" Tawar si Ibu, sambil ngebungkus coklat yang tadi ditunjuk Sasori.

Tangan Sasori mengambil coklat yang kelihatannya paling mahal, bungkusnya oke punya, mirip perhiasan emas yang disusun rapi berjejeran dalam satu kotak, "Kalo yang ini berapaan?" tanyanya.

"Itu 100 ryo!" si Ibu mulai kesel. Nah, loh! Si Ibu kesel.

"Boleh dicobain ga, Bu?" Dengan lancangnya, tangan Sasori mencomot salah satu coklat dari tempatnya.

"Boleh!"

Sasori pun motong batang coklat lalu mengulumnya sampe lumer. Gerakan ngulumnya sengaja dilambat-lambatin kayak iklan coklat di tipi. Lalu menjilat jarinya dengan menggoda, dari pangkal jari ke ujung jari. Lalu gerakan slow motion itu diakhiri dengan suara decakan bibir Sasori yang ngemut jarinya. Hal ini membuat si Ibu blushing lebih cepat daripada lampu stopan, dari kuning, ke merah.

"Err…Gi-gimana? Enak?" tanya si Ibu, ga mau natap mata Sasori.

"Banget," jawab Sasori semangat, "Ini manis! Tapi bagi aku, ga ada yang semanis Ibu."

Si Ibu makin blushing, mimisan mulai menetes dari hidungnya sedikit-sedikit dan mengotori bajunya, "Eh…err…Ahahaha, bisa aja deh, Abang! Emm.. kalo gitu, cobain yang ini!" ia pun ngasih coklat Belgia ke Sasori. Sasori segera mencoba coklat yang diberikan si Ibu.

PLUK!

Saking saltingnya si Ibu, coklat yang dipegangnya jadi jatuh dan tangan sigap Sasori menangkap coklat itu. Dalam gerakan slow motion, tangan Sasori tak sengaja menyentuh tangan si Ibu sehingga kedua tangan mereka saling beradu memegang coklat yang sama.

Seketika lagu 'Mencintaimu' by Krisdayanti langsung mengalun sebagai bekson.

Si Ibu yang masih salting, gamau natap mata Sasori, "Eh, iya…i-itu…ambil aja."

"Eh, gapapa, nih?" tanya Sasori, girang, sambil ngejilatin krim coklat yang kebetulan nempel di tangan punggung tangannya. Si Ibu hanya bisa mengangguk pelan.

"Ah, makasih yah! Dan bener dugaanku, Ibu memang manis," Sasori kembali ngejilatin tangan yang baru aja bersentuhan ama tangan si Ibu.

Dan! Si ibu itu mulai mengerenyitkan dahi sambil rahang bawahanya melebar memperlihatkan rangkaian gigi serinya. Cukup sudah dengan kejijikan yang dipertontonkan si master depannya ini.

"Ieeyuuuh! Bang, kalo mo jilatin tangan, cuci tangan dulu sono! Gilak lo, mo cacingan yee?" Si Ibu nyemprot Sasori sampai terjadi badai ludah di sekitarnya.

GUBRAK!

"Jis, nyantai, Bu! Gausah muncrat gitu nape?" Songong Sasori.

"Bayar tuh coklat yang udah lo makan! Trus satu lagi, gue bukan ibu! Gue LAKI, tauk!" Si Ibu yang ternyata laki itu nunjuk idung Sasori.

'Ebuset! Pantesan kagak mempan ama pesona gue' "Ampun, Bang! Jangan cium saya!" Sasori mencicit sambil melambaikan tangannya untuk sekedar jadi tameng harga dirinya. Harga diri, Sor?

Dan ga lama setelah perdebatan itu, muncul tangan kekar nan burik mencengkram kerah belakang si Ibu,..eh...si mamang coklat tersebut.

"Ada yang salah?" Kakuzu berkata dengan dinginnya.

"Eh e-engga, Bang! I-itu temen Abang yah?"

"Iya. Kenapa?"

"Di-dia nyomot co-coklat s-saya sa-sambil ga cuci t-tangan, Bang!"

"Itu masalah buat lo?

"E-engga Bang," si mang coklat nyinyir, "Ka-kalo gitu, ambil aja semuanya dah! Gratis! GRATIS LHO!"

"Nah, gitu kek daritadi! Susah amat!"

Lalu Kakuzu melepaskan kerah si mang coklat kemudian mengeluarkan semacam karung untuk ngebungkus semua coklat di situ. Sasori menatap Kakuzu sambil melongo lalu pandangannya beralih ke mamang coklat tadi. Kemudian Kakuzu mengalihkan perhatiannya ke Sasori.

"Lo gapapa?"

"Eng-nggak...Thanks!" Sasori menatap heran Kakuzu sebentar, lalu akhirnya Kakuzu mengepotkan badannya ke arah yang berlawanan dengan Sasori.

"Yok, ah! Kita ke toko bahan-bahan kue, nyok! Pojok situ tuh!" Kakuzu berjalan ninggalin Sasori sambil terus natap daftar belanjaannya.

.

Sasori ga henti-hentinya menatap horror ke rentenir yang biasanya irit banget itu. Bukan! Bukan karena mukanya yang emang horror dari sononya. Dan bukan! Bukan karena hari ini si Kakuzu berubah drastis jadi seneng belanja. Bukan! Tapi….. daftar belanjaannya itu, lho!

Coklat batangan, gula, tepung, telur, susu, krim instan, vanili, pewarna makanan, cetakan kue, kertas kado, pita, dan bahan makanan bulanan.

'Bukan Kakuzu banget! Ini alien yang nyamar jadi Kakuzu!' Batin Sasori. Dia serentak mengehentikan langkahnya. Kakuzu yang tersadar menoleh ke temen belanjanya itu.

"Lu knape?"

"Balikin engga!" Sasori nunjuk-nunjuk Kakuzu dengan lantangnya.

"Apaan, sih?" Kakuzu mengerenyitkan alis.

"Balikin Kakuzu! Lu pasti alien yang nyamar jadi Kakuzu, kan?"

"Yaelah, Sor! Nyebut nape? Ini emang gue, tauk! Cepetan jalan," Kakuzu merintahin Sasori, tapi yang diperintahin malah brengut ga jelas. Ngeliat tingkah temen belanjanya, Kakuzu ngebalikin badannya lagi, "Ayo cepet jalan! Mo pulang engga?"

Sasori jalan dengan tergopoh-gopoh ke arah Kakuzu, "Lu mo ngasih coklat ke sapa? Hayoloh, ngaku lo!"

Kakuzu blushing, "Eeeh…itu bukan urusan lo!"

"Beneran?" Sasori malah ngedeketin mukanya ke Kakuzu. Padahal Sasori tau tingginya ga seberapa dibanding Kakuzu, tapi tetep aja doi berusaha jinjit pake kaki kayunya agar bisa menyamai tinggi Kakuzu.

"Tau dari mana lo? Sok tau!" Kakuzu kesel mundurin wajahnya dari Sasori.

"Bahan belanjaan lo! Aneh bener! Hayoloooh, nang ning…ning nang…eeuy! Nang ning…ning nang…eeuy!" Lagi-lagi Sasori jaipongan.

"Jauhin muka lo dari gue! Ato mo gue tambah kas bon lo karena telah menodai diriku dengan nafasmu yang nista itu! Aku ga terima, Farel! Enyahlah!"

Sasori sweatdrop 'Napa ni anak jadi pesinetron gini?'. Tapi akhirnya, otaknya berhasil nyambung dengan satu kemungkinan yang mungkin akan terealisasikan, "Ato mungkin…Lo mau ngasih ke Hidan, yaaa? Hayolooooh….nang ning..ning nang…eeuy!"

Plis jangan jaipongan lagi, Sasori!

"Idih, najis bener! Ogah! Ayo pulang!" Kakuzu sekarang berjalan cepat meninggalkan temen belanjanya di belakang.

.

oo0oo

.

Keesokan harinya, sejak belanja di pasar…

Keanehan demi keanehan terus meradang di goa besar markas Akatsuki itu. Tak biasanya dapur Akatsuki (itu juga kalau bisa disebut dapur, sih..) begitu harum menguarkan bau coklat sedap yang sedang dipanggang. Namun ga lama setelah si coklat matang, sang pembuat coklat tersebut malah mencicipinya sedikit lalu membuangnya dengan kasar.

GLONTANG!

"Euuuh! Gagal maning, gagal maning! Ga nyeni, nih, rasanya!" Ternyata itu adalah suara menggelegar Kakuzu yang prustasi coklat buatannya gagal. Ia pun mengulangi pembuatan coklatnya dari awal. Bibirnya menggumamkan bahan-bahan kue yang ia baca dari buku resep. Perlahan-lahan, tahap demi tahap dilakukannya untuk membuat coklat terbaik.

Aneh… Kenapa Kakuzu ga minta tolong Deidara ato Sasori aja, yang punya darah seni yang kental? Ato Konan, yang kemampuan masaknya di atas rata-rata itu?

Sudah jelas bahwa Kakuzu hendak membuat coklat ini dengan jerih payahnya sendiri, spesial untuk orang terspesial.

Tiga makhluk, yang satu berwarna merah, satu berwarna kuning dan yang satu lagi berwarna hijau (taulah siapa mereka ini, kan?), mengintip dari balik tembok dapur. Mereka menatap ga percaya dengan fenomena di dapur itu.

"Itu beneran Kakuzu, un?" tanya si kuning, Deidara. Dia tetep ga percaya seraya moto-motoin Kakuzu dengan eye scope miliknya.

"Sumfah, deh, itu Kakuzu," ujar Sasori si merah, mengacungkan tanda peace ke Deidara dan ke Zetsu si hijau, "Awalnya gue juga ga percaya, tapi beneran itu dia! Galaknya tetep sama, kok!"

"Gue penasaran, siapa orang sial yang bakal dapet coklatnya, yah?" tanya Zetsu.

"Jangan gitu, dong, un! Dia kayaknya buat dengan sepenuh hati, tuh!" tanggap Deidara, sambil terus motoin Kakuzu.

"Aneh banget kalo ngeliat Kakuzu jadi agak mellow gini. Kayak bukan dia," ujar Zetsu lagi.

"Iya, sih. Tapi gue bodo amat, dah! Yang penting ga ada kasbon-kasbonan lagi di sini! Nyahahahaha!" Sasori terkikik penuh kemenangan di hadapan dua temannya itu. Sontak, Deidara dan Zetsu terbelalak menatap Sasori.

"Emang kasbon lo udah lunas, Danna?" tanya Deidara, yang sekarang berenti dari kegiatan moto-motonya.

"Engga, kok! Dia yang ngapus utang gue. Kan hari Palentin katanya," Sasori menjelaskan dengan seksama dan dia makin terbingung pas ngeliat dua temannya itu masih melongo tak percaya padanya, "Utang kalian diapus juga, kan?" lanjutnya.

Deidara dan Zetsu gentian menatap dari saling menatap satu sama lain lalu menatap Sasori, "BORO-BORO!" Keduanya teriak bersamaan. Zetsu melanjutkan, "Boro-boro diapus! Sekarang buang napas di area kamarnya aja kita kudu bayar! Pajak perbatasan, katanya!"

"Iya, un! Masa tariff toilet ama tariff sewa tanah jadi naek limapuluh kali lipet, un? Ga adil!"

"Emang lu gatau, Sor?" tanya Zetsu.

"Sumfah, gue baru tau! Selama ini gue biasa-biasa aja, tuh!" Sasori sedikit terpekik, syok denger kenyataan ini.

"WADAOW! PUANAAS!" Teriakan Kakuzu dari dapur sontak membuat tiga makhluk merah kuning ijo itu terkejut. Perhatian mereka sekarang terenggut ke fenomena Kakuzu, yang sekarang lagi nyiramin tangannya di wastafel. Lalu rentenir itu ngelap tangannya. Ia menopang badan dengan kedua tangannya di tepi wastafel. Pandangannya, walaupun sekilas banget, keliatan sendu.

"Kalo kayak gini terus, selamanya gue ga akan bisa ngomong ke dia," Kakuzu bergumam pelan, tapi itu cukup terdengar oleh tiga makhluk di balik dapur tersebut.

"Eh, Kakuzu galau, ya, un?" Deidara membisiki Sasori.

Hening sejenak. Lalu tiba-tiba,

"Gue tau lo ada di situ, Sasori!" Suara tegas Kakuzu membuat Sasori kaget. Eh, kenapa cuma Sasori yang dipanggil? Ini kesempatan, Deidara dan Zetsu langsung kabur begitu nama mereka ga diabsen oleh Kakuzu.

Sasori keluar dari tempat persembunyiannya. Kakuzu berjalan menghampiri Sasori dan menatap mata si iris hazel itu lekat-lekat.

"Apaan, sih?" Sasori merasakan sensor bahaya datang dari Kakuzu. Lama, iris uang duapuluh ribu rupiah menatap iris hazel itu. Mata Kakuzu seakan menyiratkan beribu-ribu pesan, mulai dari pesan-pesan redaksi, pesan-pesan akuntan, pesan-pesan 'berikut ini', sampai pesan-pesan morse. Yah, pokoknya menyiratkan pesan yang tak terkatakan lah! Akhirnya, Kakuzu memecah keheningan.

"Lu kenapa sembunyi? Anak kecil ga boleh sembunyi, tauk! Mendingan daritadi lu bantuin gue, dah!" Kakuzu melempar celemeknya dengan kasar ke lantai dapur dan melengos ninggalin Sasori yang masih cengo, "Beresin, ya! Lu kan tangannya bisa banyak!" Kakuzu dengan santainya bilang gitu ke Sasori sambil melenggang dengan santai, yang sontak dibalas Sasori dengan lemparan kompor ke muka Kakuzu.

.

oo0oo

.

"Gue cape diikutin terus, Pein! Huuuuu!" Sasori merengek mengadu ke Pein sang ketua, sementara wajahnya dibekepkan ke pangkuan Konan. Konan pun membelai kepala Sasori dengan lembut. Seluruh ruang tengah penuh sama suara Sasori.

'Cih, cari kesempatan nyium-nyium paha Konan!' Pein sentiment.

"Cup..cup! Udah dong, jangan nangis lagi, Sasori!" ujar Konan, iba.

"Si Kakuzu itu kenapa, sih? Kagak tau yak dia kalau dilarang serong ke partner pasangan lain? Gue udah menduga yang kayak gini bakal kejadian!" Pein marah-marah sendiri, prustasi. Prustasi ngeliat kepala Sasori menggeliat-geliat manja di paha Konan.

"Eh, jadi maksud kamu, kamu udah tau kalo ada apa-apa sama Kakuzu sebelumnya, Pein?" kali ini, pertanyaan Konan menusuk, seperti halnya dengan pandangannya ke arah Pein.

"Eh…itu…itu…' Pein salting. Sekarang giliran Sasori yang juga menyipitkan pandangannya.

"Sori, gue gabisa bilang kalo bukan Kakuzu yang bilang sendiri. Ini demi kelancaran organisasi," Pein berasa nyesel, "Tapi sumfah, deh, gue ga nyangka kalo reaksi dia bakal lebay kayak gini!" Pein tau. Tapi dia sama sekali ga nyangka kalau Kakuzu ternyata ga segarang perkiraannya di awal. Lebih sensitif daripada cewe yang lagi dateng bulan.

Gimana ga heran? Pagi-pagi Kakuzu buatin sarapan omelet buat Sasori, sementara yang lainnya cuma dapet jatah lobak satu iris. Terus siangnya, Sasori dibantuin bikin kugutsu, bahkan nangkep shinobi buat dijadiin kugutsu. Terus sorenya, dia eksperimen sama coklatnya. Malemnya, yaaa…tidur. Belum lagi kemarin-kemarinnya, kemarinnya lagi, lusa dari kemarin, Kakuzu sering muncul tiba-tiba di depan Sasori terus saling menyentuhkan jari telunjuknya (Itu looh, Hinata style) udah gitu langsung pergi lagi tanpa ngomong apa-apa. Horor, kan? Bagi Sasori yang straight, hal itu membuatnya merinding, selain dengan Deidara, tentunya. Itu pun kalo bener begitu.

"Jadi sekarang gimana?" tanya Konan, khawatir ngeliat Sasori yang sekarang udah nangis oli.

"Yah, kita tunggu aja tanggal mainnya. Hari Valentine," jawab Pein, serius.

Benar, sodara-sodara. Kita tunggu saja tanggal mainnya. Siapa orang beruntung (atau sial?) yang ngedapetin coklat Kakuzu? Hmm..Kita gatau, tapi Akatsuki yang lain hanya bisa berangan-angan seandainya saja setiap hari adalah 14 Februari (karena hanya di hari itulah mereka dapet jajan dari Kakuzu).

.

oo0oo

.

Keesokan harinya, a.k.a. sehari sebelum Val Day…

'Bener-bener susah hidup gue. Sehari-hari dikejar monster mie goreng penuh OOC, euuh!' Sasori mengeluhkan tentang Kakuzu –si Monster Mie Goreng- yang kerapkali selalu menguntitnya. Kenapa disebut Mie Goreng? Itu karena Kakuzu suka ngeluarin benang-benang jantung dari mulutnya. Itu benang, berwarna hitam dengan diameter kira-kira 1 sentimeter dan panjangnya yang tak terukur dan Sasori tak mau ambil pusing berapa panjangnya. Itu benang, tapi di mata Sasori benang itu seperti mie.

'Aaah, jadi laper' batinnya. Lalu ia lari ke dapur, berusaha mencari bahan makanan apa saja yang bisa dimasak.

Di dapur ia ngubek-ngubek isi kulkas, di kulkas cuma ada mata Sharingan yang diawetkan di tabung (?), daging segar (?), lollipop, uang receh (?), tasbih (?), satu tabung penuh bisa ular (?) dan coklat beku yang baru jadi.

"Ga ada yang normal apa isi kulkas ini?" Sasori mengumpat pada kulkas yang membisu dan si kulkas pun sweatdrop (?). Putus asa ngeliat isi kulkas, akhirnya dia bangkit berdiri dan menutup kul-

TEP!

"HUAAAAA!"

Tiba-tiba sebongkah tangan hangat mampir di bahu Sasori, dan tangan itu mencengkramnya sehingga Sasori terlonjak kaget.

Bekson: JRENG!

"Ini gue! Lo ga usah sekaget itu kale!" Oh, ternyata itu tangannya Kakuzu toh.

'Dia lagi, dia lagi!' "Eh, lu kalo dateng tu bilang-bilang dooong!" Sasori menepis kasar tangan Kakuzu.

"Yaudah, deh," Kakuzu balik badan terus berjalan keluar dapur. Pas nyampe pintu dapur, dia balik badan lagi dan ngetok tembok.

TOK! TOK! TOK! "Spadaa!" Kakuzu dengan bodohnya ngulangin ngetok pintu ala salesman.

"Ga ada orang, Bang!" Dan dengan lebih bodohnya lagi, Sasori menjawab Kakuzu.

"Lu kira gue salesman? Gue tadi jadi orang yang nawarin barang face to face ama konsumen, tauk!" Sama aja, Kakuzu!

"Sama aje! Terserah dirimu lah, Nak! Eh, ga ada makanan, nih?" Sasori dengan galak nyemprot ke Kakuzu.

"Ga ada! Sampe akhir bulan, kalian makan lobak! Eh…ma-maksud gue, semua anggota kecuali lo, yang makan lobak! Minggir, gue mau ngambil sesuatu!" Kakuzu mendorong dengan kasar tubuh Sasori yang mungil itu. Sasori sedikit terjengkang, dia bisa saja jatuh kalau tangannya ga nahan ke tepi meja dapur.

"Sesuatu? Syahrono-kah?" tanya Sasori, sebal.

"Mo tauuuuu aja!" Kakuzu ngebuka kulkas, lalu tangannya berturut-turut menunjuk ke tasbih, ke daging segar, Sharingan, dan berakhir di coklat beku.

"Coklat?" Sasori bertanya seraya menaikkan alisnya, keheranan.

"Berisik! Anak kecil ga boleh tau!" Kakuzu ngambil coklat dan ngebanting kulkasnya.

"Ih, pelit! Lagian gue bukan anak kecil! Dasar aki-aki!" Sasori lagi-lagi ngelemparin kunai dari tangannya, tapi kunainya berhasil ditangkep Kakuzu pake mulut, "HUP!" katanya.

Dan sesampainya Kakuzu di luar dapur, 'Fiuh, ga ngira gue kalo dia ada di dapur! Harus cepet-cepet dibungkusin, nih!' batin si Monster Mie Goreng, Kakuzu. 'Gue ga abis pikir, gimana reaksi dia, yah, pas udah tau kenyataannya?'

Wah, kenyataan apa nih, Kuz?

Ehem…mending liat chap depan yang beberapa detik lagi bakal Author Aplot. Okeh!

.

.

.

To be continued

Okeh, cukup dulu. Mo dilanjutin takut keburu bosen, mending lanjut ke chap 2 aja deh! Janjiii, cuma 2 chap kok… -_-" Tadinya mo bikin oneshot aja, tapi karena ternyata kok jadi berkembang banyak gini. Duassar…mhuahahaha

Yasudahlah, yang penting semoga Reader-tachi dan Senpai-tachi pada suka..heu..

Makasih banyak udah nyempetin waktu buat mampir di fic ini! ^0^

See you next chap!

But please, leave some REVIEW for this fic ya, minna!

*** AmiiNina ***