Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto, but the story is purely mine..

Warnings: fic pertama saya, M for language, AU, OOC, typos. Don't Like, Don't Read. You've been warned

Haruno Sakura : 23 tahun

Namikaze Naruto : 30 tahun

Sai : 27 tahun

Endlessly

Sakura mematikan lagu dari iPodnya, matanya memandang sebuah pintu kayu yang kini ada di hadapannya. Menghela nafas,dia memasukkan kunci dan memutarnya perlahan. Krieeeet.

Dia membiarkan pintu terbuka sempurna,melangkahkan kaki ke ambang pintu, membiarkan mata emeraldnya menjelajahi ruangan.

"Sial!" gumamnya

20 jam perjalanan naik pesawat dari London ke Tokyo, dan hal pertama yang harus dia lakukan ketika sampai tujuan adalah harus membersihkan tempat tinggal barunya sendiri?.

Gadis muda itu melanjutkan langkah kakinya ke kamar mandi, dia melihat bathup yang terlihat menggoda. Hey, 20 jam naik pesawat itu melelahkan bukan? Yosh! Bersih-bersih bisa menunggu. Sakura membongkar tas dan mengambil peralatan mandinya dan setengah berlari menuju kamar mandi, dengan ceria memutar keran dan..eh?mana airnya? Apa-apaan ini? Sakura mengutuk ayahnya yang begitu saja menyerahkan urusan mencari tempat tinggal baru untuk anaknya pada teman lama jaman SMA nya.

Jiraiya-jii sang pengurus flat adalah orang pertama yang harus ditemui Sakura saat ini. Apa daya, sekali lagi Sakura menggerutu-dan menyumpahi kemalangannya- ketika dia tidak berhasil menemukan Jiraiya-jii di manapun. Ketika dia menyusuri lorong untuk kembali ke ruangannya, dia melihat seorang pria berkulit pucat berdiri di depan kamar flat yang berseberangan dengan miliknya. Pria itu terlihat sedang mengaduk tas ranselnya.

"Konnichiwa." ragu, Sakura menyapa dengan logat Jepangnya yang aneh, tentu saja. Sakura memang orang Jepang asli. Tapi 21 tahun tinggal di Inggris praktis membuatnya hampir kehilangan jati dirinya sebagai orang Jepang.

Pria itu menolehkan kepalanya, melempar tatapan menyelidik dan urung membuka pintu meski tangannya sudah menyentuh handle.

"Haruno Sakura, saya tetangga baru anda."

"Kebetulan flat kita bersebrangan." Sakura mengerling ke pintu flatnya.

"saya sedikit ada masalah, keran air di tempatku macet dan saya rasa, saya tak bisa menemukan Jiraiya-jii di manapun..." Lanjutnya. Rasa lelah yang teramat sangat membuatnya malas untuk berbasa-basi.

Cklek,

Sakura bahkan belum menyelesaikan kalimatnya ketika pria itu membuka pintu dan masuk ke dalam flatnya. Mati gaya, Itu yang Sakura rasakan saat ini. Laki-laki macam apa itu? Ada gadis yang minta bantuan,Pria itu malah mengabaikannya. Fine, Sakura masuk ke dalam flatnya, mungkin berbaring sebentar bisa meredam emosinya.

Tidak memperdulikan badannya yang lengket belum mandi dan sprei berdebu yang ditidurinya, Sakura mulai memejamkan mata. Nyaman sekali bisa meluruskan punggungnya yang -sangat- terasa pegal . Sakura mulai melayangkan pikirannya. Dia disini, tanpa keluarga. Jauh-jauh dari Inggris pulang ke tanah kelahirannya Jepang untuk melanjutkan pendidikan masternya. Haaah, belum belum dia sudah merindukan kamarnya yang hangat.

Sakura hampir tertidur ketika mendengar suara ketukan di pintu flatnya. Terbangun, dia berharap itu adalah Jiraiya-jii. Bergegas dia membuka pintu flatnya dan..melihat tetangga depan flatnya -yang tadi- kini berada di depan pintunya sambil tersenyum.

"Maaf atas ketidak sopananku tadi, aku Sai. Aku tadi mengambil ini," Sai menujuk perkakas yang dibawanya.

"Karena lama tidak terpakai, jadi aku agak lupa dimana aku menaruhnya, maaf sedikit lama..." Sai menghentikan ucapannya melihat wanita muda itu -Haruno Sakura- masih termenung melihatnya. "Jadi..Haruno-san, mana keran air yang mati?

Nyatanya Sai bukan hanya membantu Sakura membetulkan keran air yang mati, tapi juga membantunya bersih-bersih, meminjaminya sprei baru, serta menata barang-barangnya. Sai bukan orang yang suka berbasa-basi, tapi dia teman yang cukup menyenangkan untuk diajak bicara.

"Ne, Sai-san kau bekerja dimana?" Sakura memulai pembicaraan, tangannya tak berhenti menata pakaian-pakaiannya ke dalam lemari. Melirik pada Sai yang sedang melepaskan sarung bantal berdebu untuk diganti dengan yang bersih.

"Aku seorang Seiyuu, kau tahu kan? Pengisi suara dalam anime, game,drama cd, dan sejenisnya".

Mata Sakura membulat, "Seiyuu? Benarkah?"

"Aku pernah berharap menjadi seorang Seiyuu. Sai-san itu pekerjaan yang hebat!"

"Bolehkah aku melihatmu bekerja?" tanya Sakura penuh harap.

"Hmm..aku tidak yakin, proses recordingnya tertutup."

Tapi, kenapa kau tidak mencoba menjadi seorang seiyuu saja Sakura-san?"

"Kebetulan Agency ku sedang mencari seiyuu baru. Walaupun porsinya kecil kurasa itu cukup bagi seorang pemula. Kau juga bisa belajar jika kau benar-benar ingin menjadi seiyuu profesional."

"Sai-san, bukankah menjadi seorang seiyuu harus mengikuti sekolah khusus dulu? Aku tidak yakin aku bisa"

"Coba saja dulu Sakura-san, kau sudah sering menonton anime kan? Kalau begitu kau setidaknya sudah punya gambaran tentang pekerjaan seorang seiyuu. Lagipula kau tidak akan pernah tahu kalau belum mencoba kan?"

"Ah, kau benar sekali Sai-san" Sakura menutup pintu lemari setelah selesai memindahkan semua pakaiannya. "oh ya, panggil aku Sakura saja"

"Baiklah Sakura, tapi kau juga cukup memanggilku Sai." Senyum ramah itu kembali terukir di wajah Sai. Melirik jam tangannya.

"Ah, Sakura ayo kita cari makan malam!"

Sakura sekali lagi membaca alamat yang diberikan Sai kemarin padanya. Sakura yakin sudah mengikuti semua petunjuk –yang berhasil diingatnya- yang dikatakan oleh Sai. Seharusnya letak agency itu tak jauh dari stasiun, pria itu berkata butuh waktu 15-20 menit berjalan kaki dari stasiun untuk sampai ke agency tersebut. Tapi setelah 1 jam lebih dia berjalan, kenapa dia tak kunjung menemukan agency tersebut? Tunggu, jangan bilang kalau dia tersesat. Haaaah. Hari keduanya di Jepang pun tak berjalan mulus, entah dendam apa yang dipendam negara ini pada dirinya?

Tch, ini kali ketiga Sai tak mengangkat telfonnya. Mungkin Sai sedang recording. Sakura memandang berkeliling, banyak –terlalu banyak- orang bersliweran, Dia ingin menanyakan alamat ini, namun tak ada satu pun orang berwajah ramah, semua terburu-buru, semua dikejar waktu. Matanya kembali menjelajahi sekitar, dia melihat papan jalan, Hah...percuma, pikirnya. Sakura bisa mengenali hiragana yang terdapat di papan tersebut, tapi sialnya, ada beberapa huruf kanji yang tidak bisa dia identifikasi. Karena meski berdarah Jepang asli, kemampuannya membaca kanji bisa dibilang buruk.

Sakura menunduk pasrah, melangkah perlahan. Sakura tidak tahu arah menuju agency, bahkan dia pun tidak tahu kemana arah untuk pulang kembali ke flatnya. Sial...sial...sial... dia benar-benar tersesat. Dia berharap sebentar lagi dia bisa menemukan pos polisi.

Bruukk!

Sakura baru saja tersadar dari lamunannya ketika posisinya sekarang tidak lagi berdiri,

"Sumimasen, Nona..apakah anda baik-baik saja?" Terdengar suara seorang pria. Mendongak ke atas, emeraldnya bertemu dengan sepasang sapphire yang juga tengah menatapnya. Sakura bersumpah sudah pernah mendengar suara ini sebelumnya, suaranya familiar sekali tapi memorinya tak mampu mengenali sesosok figur pemilik suara tersebut.

"Haloooo...Nona? Nona? Tolong jawab aku!" Pemilik suara itu kini setengah berteriak sambil menggoyang-goyangkan tangannya di depan mata Sakura yang hanya menatapnya dalam diam. "Nona...Nona...Bicaralah.." Pria itu kini mulai menepuk-nepuk pelan pipi Sakura, berharap hal itu bisa menyadarkan gadis yang tengah terduduk di trotoar tersebut.

"Aah..Hai..hai saya baik-baik saja..arigatou" Akhirnya Sakura berhasil –sepenuhnya- tersadar dari lamunannya. Dia menyambut uluran tangan pemuda itu yang menariknya berdiri kembali.

"Yokatta! Saya terkejut anda tiba-tiba terjatuh ketika berjalan di depan saya, saya kira anda pingsan. Hampir saja saya berniat menelpon ambulans. Haaaah..saya lega sekali anda baik-baik saja..," Pemuda bermata sapphire itu menggaruk rambut pirang jabriknya sembari tersenyum lebar. Kemudian mengulurkan tangannya "namaku Namikaze Naruto." Lanjut pria berkulit tan tersebut.

Sakura mengangguk, jemarinya beranjak menyambut tangan Naruto, "Gomen, membuat anda khawatir.. aku Haruno Sakura"

"Baiklah Sakura, karena anda sudah baik-baik saja saya harus pergi." Senyum kembali terukir di wajah pria pirang tersebut, "Mata ne.." Dia mulai melangkah menjauhi Sakura, melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Sakura tiba-tiba teringat sesuatu, dia bergegas berjalan-cepat- mendekati pria pirang tersebut. Tangan Sakura berhasil meraih jaket orange yang dia kenakan.

"Tunggu sebentar, maaf sekali lagi merepotkan anda, tapi saya benar-benar perlu bantuan." Sakura menyodorkan kertas alamat agency ke hadapan Naruto. Matanya mengamati Naruto yang mulai membaca kertas tersebut.

"Mausu Promotion*?" Naruto mengalihkan pandangannya dari kertas ke wajah Sakura, "Kau mau ke Mausu Promotion?"

Sakura mengangguk, "Iya..dan aku rasa.. aku tersesat.."

"Heh? Kebetulan sekali aku bekerja disana, ayo kuantar."

Sakura mengerjap..sekali..dua kali.. "Arrrgh..Yokattaaaa! Arigatou!" Sakura nyaris lupa menahan diri untuk tidak lompat kegirangan. "Terimakasih Namikaze-san!"

Naruto terkekeh pelan "Saa...ayo kita berangkat..hehe"

Sakura duduk di lobby, Naruto sudah meninggalkannya sepuluh menit yang lalu. Dia mengamati orang-orang yang berjalan bersliweran, beberapa bahkan berjalan cepat setengah berlari. Telinganya berdengung, mendengar orang-orang saling menyapa dan berbicara dengan bahasa Jepang yang cepat. Hahh.. Tiba-tiba Sakura merasa asing.

"Haruno Sakura-san, anda sudah bisa masuk sekarang, saya akan mengantar anda ke ruangan audisi." Resepsionis tersebut membuka pintu dan masuk ke dalam.

Sakura mengikuti langkah respsionis tersebut, telapak tangannya kini terasa dingin, sesaat dia mulai ragu, apakah keputusan untuk mengikuti audisi ini sudah benar? Dia di Tokyo untuk kuliah kan? Bagaimana kalau orang-orang ini menolaknya? Bagaimana kalau dia malah mempermalukan dirinya sendiri?

Bruk.

Lamunan Sakura membuatnya tak menyadari resepsionis di depannya sudah berhenti berjalan. Wanita itu membuka ruangan tersebut, "Haruno-san, silahkan masuk."

"Ha-hai...arigatou". Sakura tersenyum kepada resepsionis dan kemudian mengedarkan pandangannya sekilas ke dalam ruangan, tampak beberapa orang duduk di dalam. Terlihat tiga orang pria dan seorang wanita yang sedang duduk dan terlihat sibuk mencermati berkas di tangannya"

"Ah..kau pasti Haruno Sakura kan? Silahkan duduk, namaku Sarutobi Hiruzen." Seorang pria berwajah ramah menunjuk sebuah kursi di depan orang-orang agency tersebut.

Sakura sedikit membungkukkan badan, beranjak menuju kursi dari tempatnya berdiri. "A-arigatou"

"Santai saja Haruno-chan," Sarutobi Hiruzen menunjuk wanita berambut hitam yang duduk paling ujung "namanya Yuuhi Kurenai, sedangkan pria yang di sebelahku ini Hatake Kakashi, dan yang berambut pirang itu... Namikaze Naruto"

Terkejut mungkin bukan kata yang pas untuk Sakura, keadannya sekarang mungkin lebih tepat digambarkan dengan "kepanikan-mendadak". Bagaimana tidak, setengah jam yang lalu dia baru saja jatuh tepat di hadapan salah satu orang yang kini akan mengaudisinya. Benar dugaannya tadi, belum-belum dia sudah mempermalukan dirinya sendiri.

"Hai...nampaknya kita memang ditakdirkan untuk bertemu lagi ya Sakura-chan?" Naruto terkekeh ringan, sorot matanya terlihat...antusias. "Saa.. Sakura-chan, kita bisa mulai audisinya"

Sakura keluar ruangan audisi, lututnya terasa gontai, menuju lobby untuk menunggu hasil keputusan yang sedang dirundingkan oleh orang-orang tadi. Dia tidak berharap banyak dengan hasil audisi ini. Dia mengeluarkan ponselnya, mencoba menelepon Sai. Masih tidak diangkat.

Sejak kecil Sakura selalu beranggapan bahwa pekerjaan seiyuu itu keren. Seiyuu lah orang yang berjasa membuat karakter-karakter anime favoritnya menjadi hidup, memiliki jiwa, memiliki emosi. Berbeda dengan aktor film, yang menggunakan ekspresi dan gerak badan, seiyuu bisa menghanyutkan penonton hanya dengan suara. Dan satu lagi, yang membuat Sakura berpikir kalau menjadi seorang seiyuu itu menyenangkan adalah, seorang seiyuu tidak perlu repot-repot dandan dulu kalau mau berangkat bekerja. Sakura terkekeh pelan, menyadari dia mulai melamunkan hal-hal yang aneh.

Sakura sedikit terkejut ketika dia merasakan sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Dan lebih terkejut lagi ketika dia melihat ternyata tangan tersebut milik Namikaze Naruto. Pria pirang bermata biru yang membuatnya panik setengah mati tadi saat audisi.

"Sakura-chan, masuklah ke ruang audisi lagi, kami akan memberitahukan hasil audisimu", Naruto mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, dia merasa deja vu karena hal ini persis seperti kejadian di trotoar ketika tadi pagi pria itu membantunya berdiri setelah terjatuh. "Hahaha...tidak usah memasang wajah aneh seperti itu Sakura-chan..."

Dan Sakura merasa lututnya kembali lemas ketika dia merasakan Naruto mendekat padanya dan berbisik di telinganya. "..semua akan baik-baik saja.."

...To Be Continue... –

Keterangan:

*) Mausu Promotion, nama agency yang bergelut di bidang voice talent yang saya pakai di sini memang benar-benar ada di Shinjuku, Tokyo, Jepang

Author Notes:

Yihaaaa..akhirnya saya bisa publish fic jugaaaa.. *sobs*. Terimakasih untuk Shin2054 yang sudah banyak sekali membantu author.. ^^

Jadi.. reader-san.. Tolong bantulah author baru ini untuk memperbaiki diri.. Mohon review nya..