Disclaimer : Masashi Kishimoto, Something About Lola and some ideas are from GTV^^ -akibat kebanyakan nonton drama Taiwan yang ditayangin di TV tiap Sabtu n Minggu- *sapa yang nyuruh loe promosi????* juga terinspirasi dari videoklip endingnya Naruto Shippuden yang Nagareboshi… trus juga terinspirasi dari fic-nya Raven-sama yang judulnya Some Necklases, Some Promises… sumpah… bagus banget, senpai….saia terharu bacanya….
Summary : And so they fought.
Rate : T
Genre : Romance/Sport XDD
Warning : AU. POV yang berubah-ubah terus, jadi harap teliti. OOCness yang amat sangat sekali. ^^ . Untuk warning-warning lain coba cari tahu dengan baca ini fic… ahaha~
Pairing : Not mean to be straight^^
Inspired by : judul-judul lagunya Something About Lola dan salah satu drama Taiwan yang tadi saia sebutin di atas…nyohohoho… trus jangan lupa juga ama fic-nya Raven-sama…^^
Thank's to : Yoshizawa Sayuri n Nae Rossi-chan. Makasii uda menemani saia di saat-saat WB ketika menulis ini fic gaje. Haha. XDD
And all readers in ffn!! Just UNLEASH OUR IMAGINATION…^^
-
-
-
Seiba Asuka a.k.a Chiba Asuka is back!!!
Lagi-lagi saia bikin T-fluff!!!
XD
Hehehehe… moga-moga kali ini sesuai dengan apa yang readers inginkan…^^
-
-
-
Keterangan :
*Italic* = normal's POV
-
-
-
_Seiba Asuka's Present_
_The Best Part of This Life is Him_
_Chapter 1_
-
-
-
And so they fought.
And so they laughed.
Friends.
Before they knew it,
They were inseparable.
-
-
-
"Kalau aku bisa mengalahkanmu dalam pertandingan one on one ini, kau harus bergabung ke tim basketku, bagaimana?"
[Sasuke's POV]
Cih, percaya diri sekali cowok pirang tolol itu. Aku mendengus ketika kata-kata yang dilontarkan seorang cowok pirang bodoh padaku seminggu yang lalu itu kembali terngiang di telingaku. Kalau tidak salah nama cowok menyebalkan itu Uzumaki siapa gitu. Aku tidak peduli. Tapi tantangannya itu benar-benar membuatku panas. Mengingat aku adalah mantan anggota tim basket nasional Jepang. Memang hanya 'mantan', sebenarnya aku masih bisa bermain kalau saja ayahku tidak melarangku dan langsung memindahkanku ke universitas sampah yang tidak punya tim basket dan terletak di pelosok Jepang. Hal itu langsung membuat tekadku untuk bermain basket menurun.
Sampai aku bertemu cowok itu di hari pertamaku di universitas itu.
Cowok yang bahkan mendrible bola pun tak bisa, tapi aku tahu dia punya kekuatan yang luar biasa. Terutama semangatnya untuk bermain basket yang sudah sampai pada taraf menyebalkan. Tapi aku tak bisa menolak tantangan konyol itu, imejku bisa hancur. Dan sebagai seorang Uchiha, aku tak akan melarikan diri.
Mungkin di dalam hatiku masih ada keinginan untuk bermain basket lagi, walaupun untuk tim rendahan seperti tim universitas yang akan dibentuk si Dobe itu. Ayahku tak akan bisa melarangku lagi. Aku mencintai basket.
Maka di sinilah aku, masih duduk di dalam jok mobil Porsche silver-ku yang kuparkir di seberang lapangan tempat perjanjianku dengan si Dobe. Aku sudah datang sejak dua jam yang lalu. Tapi aku belum mau turun dari mobil. Sekarang si Dobe dan teman-temannya yang tidak kalah bodohnya sedang berkumpul di lapangan, jelas sekali kelihatan mereka sedang mengeluhkan kedatanganku yang terlambat.
Setelah memastikan bahwa aku benar-benar terlambat lima belas menit, aku turun dari mobilku dan berjalan pelan ke arah lapangan.
"Ah! Akhirnya kau datang juga, Teme! Kupikir kau takut padaku sehingga tidak datang!" seru Dobe pirang itu. Aku tidak menanggapinya. Mata onyx-ku menyapu ke seluruh lapangan, ia bawa tiga temannya yang lain, satu yang berkelakuan mirip anjing dan selalu bawa anjing kemana-mana, satu yang sok cool dan berambut coklat panjang, dan satunya yang selalu memasang senyum palsu kemana-mana. Aku tidak tahu nama mereka. Ada juga seorang perempuan yang mungkin sedikit lebih tua dari kami semua yang berambut pirang dan dikuncir empat, aku mengenalinya sebagai pelatih NBA terkenal dan kakak dari pemain yang merebut posisiku di timnas begitu aku pergi, Sabaku no Temari. Bagaimana orang penting macam dia bisa berada di tempat ini bersama orang-orang bodoh macam mereka?
"Kau sudah siap untuk kukalahkan, Uchiha Sasuke Teme???" seru Uzumaki Naruto, ah, iya, itu namanya, aku ingat sekarang. Ia memainkan bola basket dengan tangannya, bersikap sok keren.
"Naruto, belum tentu juga kau bisa mengalahkannya kan?"
Suara yang berasal dari balik bahuku itu membuatku menoleh. Benar saja, sosok seorang gadis berambut pink sebahu yang sangat manis berada di belakangku. Ia mengerling ke arahku dan tersenyum, senyumnya yang sangat kusukai itu. Gadis itu Haruno Sakura. Setelah ayah memindahkanku ke kota kecil ini, ia mempekerjakan gadis yang merupakan anak dari pembantu kepercayaan ayahku dan temanku sejak kecil untuk meladeniku, dan gadis itu adalah Haruno Sakura ini.
"Ah! Sakura! Kau datang!" seru Naruto cerah. Ia melambai dengan bersemangat ke arah Sakura sambil memamerkan senyum ala gigi pepsodent-nya. Wajahnya yang semula sebal karena melihatku langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Aku mengerling Sakura, ia membalas sapaan Naruto dengan bersemangat juga dan langsung berlari menghampirinya. Berbeda sekali dengan senyum simpel yang ditujukan padaku.
Hal ini juga yang membuatku sebal. Aku sudah menyukai Sakura sejak kecil. Ia adalah satu-satunya teman mainku yang tidak memandangku dari kekayaan, status dan tampangku. Tapi status kami sebagai majikan dan pembantulah yang membuat perasaanku tidak tersampaikan. Dan sekarang aku melihat Sakura dekat dengan cowok lain yang sok, benar-benar membuatku emosi.
"Nah, Teme, kau siap tidak??" tanya Naruto, menatapku dengan ekspresi menantang dengan mata birunya yang sama cerahnya dengan langit di atas.
"Hn," jawabku singkat dan berjalan ke arahnya.
-
Kami sudah berdiri berhadapan di tengah lapangan. Ia memandangku dengan tatapan sok stoic, yang gagal total, tak ada apa-apanya dibandingkan tatapanku. Ia melakukan sesuatu yang ia pikir adalah mendrible bola, tapi menurutku bukan, dan menyeringai ke arahku.
"Kalau aku menang, maka kau harus mau jadi anggota kelima di timku, Teme," katanya.
Aku diam saja, menatap mata birunya itu. Heran, tidak bisa basket tapi ingin membentuk tim basket dan seenaknya menantangku begitu tahu aku pernah main di timnas. Benar-benar tidak tahu diri.
"Ayo! Semangat, Naruto!!" Sakura yang duduk di samping cowok berambut coklat panjang yang bermata tanpa pupil itu berseru menyemangati.
Cih.
"Aku pasti bisa mengalahkanmu, Uchiha," kata Dobe dengan soknya. Masih melakukan drible-nya yang menyedihkan.
"Jangan banyak bicara, kau bahkan tak akan bisa melewatiku dengan drible-mu yang payah itu," ucapku sinis.
Perkataanku sontak membuat ekspresi pasti-menang yang menghiasi wajah coklatnya lenyap. Ia tahu kata-kataku benar. Ia menghentikan drible-nya, memegang bola dengan tangan kanannya dan menatap mataku dengan garang. Jujur, ia berhasil dengan tatapannya itu.
"Mungkin memang begitu," katanya. "Aku memang tak bisa menggiring bola melewatimu yang sudah profesional ini."
"Senang kau menyadarinya."
"Jadi, Teme, yang perlu kulakukan adalah : tidak usah mendrible melewatimu kan??" tanyanya, dengan cengiran khasnya.
Aku mengernyit, tidak sepenuhnya memahami jalan pikiran cowok bodoh itu. Dan sebelum aku sempat menyadarinya, dia sudah melompat melewatiku, lompatan luar biasa yang kulihat ketika pertama kali bertemu dengannya, lompatan yang membuatku tertarik dengan kemampuan cowok ini. Dan dalam sekejap aku paham apa yang dia pikirkan, ia memang tidak perlu mendrible melewatiku, ia hanya perlu melompat melewatiku dan langsung melakukan shoot. Sial.
Aku melompat menyusulnya, dan nyaris berhasil meraih bolanya kalau dia tidak berputar di udara, dan langsung melakukan dunk yang, dengan enggan kuakui, sangat bagus. Ia bisa mengalahkanku hanya dalam sekali gerakan.
Ia mendarat dengan sempurna di bawah ring, dan aku mendarat satu meter di belakangnya, memunggunginya. Sial.
"Wow…"
Aku bisa mendengarnya mengucapkan kata bodoh itu.
"A-aku…" ia tergagap. Aku mempertahankan muka stoic-ku.
"Aku berhasil mengalahkan Uchiha!!! YEAH!!! YEAH!!!" ia bersorak seperti anak kecil, berlarian memutariku dan melambai ke arah Sakura.
Aku bergeming, cengok melihat kelakuan kampungannya. Tiga temannya bersorak juga untuknya dan Temari tersenyum, ini pertama kalinya aku melihat pelatih bertangan dingin itu tersenyum. Tapi yang paling menyebalkan adalah, Sakura ikut bersorak untuknya. Kuso.
Tanpa menoleh ke arah euforia yang sedikit menyebalkan itu, aku berbalik dan berjalan meninggalkan lapangan. Sakura membuat konsentrasiku buyar. Dan ternyata kemampuan usuratonkachi itu boleh juga.
Setengah jalan menuju mobilku,
"Uchiha Sasuke!!!"
Seruan bodoh itu membuatku menghentikan langkahku.
"Itu berarti aku mengalahkanmu kan? Kau bergabung di timku kan?" serunya lagi. Bahkan tanpa melihatnya pun aku bisa tahu ia mengatakan itu semua dengan tampang sok yang membuatku ingin meninju wajah tan-nya kapan saja.
"Terserah kaulah," jawabku dingin, dan langsung masuk ke mobilku, memacunya kembali ke apartemenku.
-
Sejak itulah aku menjadi salah satu pemain dari tim bodoh itu, yang kuakui lama-lama tidak terlalu bodoh juga. Temari yang merupakan pelatihnya benar-benar handal. Aku belum pernah bermain basket di bawah pelatihan seorang wanita sebelumnya, tapi Temari membuatku tak bisa meremahkannya, ia tahu apa yang dia lakukan dan dia bahkan lebih hebat daripada pelatihku sebelumnya. Selain itu ada Hyuuga Neji, cowok berambut gondrong yang bertampang jahat itu, daya analisisnya luar biasa sekali, walaupun kemampuan mainnya biasa saja, tapi otaknya cemerlang, ia pengatur strategi yang bisa diandalkan. Lalu cowok sok manis bernama Sai Entahsiapa –dia tak pernah mau mengatakan nama belakangnya-. Di balik senyum sok polosnya itu, ia cukup licik dan kemampuannya hebat juga. Dan jangan lupakan cowok anjing itu, Inuzuka Kiba. Ia sangat hebat, tekniknya sempurna, satu kelemahannya adalah dia terlalu cepat emosi. Hal itulah yang membuat semua tekniknya sia-sia.
Dan ternyata, Usuratonkachi ini punya bakat terpendam juga. Setelah percakapan dengan Temari mengenai hubunganku dengan Naruto yang sama sekali jauh dari kata baik, ia mengatakan kalau aku menganggap rendah Naruto itu berarti aku yang bodoh. Nenek dan ayahnya adalah pemain basket yang handal, dan bakat mereka menurun pada Naruto. Aku tahu itu, sialnya kemampuan hebatnya hanya keluar di saat-saat kepepet.
Seperti ini contohnya.
"Ayolah Bu Pelatih, biarkan aku latihan shooting bersama yang lainnya, kau tahu tembakanku keras dan akurat, tak ada gunanya kau menyuruhku latihan drible tak berguna begini…" Naruto memohon-mohon kepada Temari, tidak mempan dengan death glare yang diberikan oleh pelatih kami itu.
"Kau bilang drible tidak berguna? Kalau kau bisa mendrible melewati Neji satu kali saja aku akan membiarkanmu latihan shoot," kata Temari bersikeras.
Aku yang saat itu tengah tiduran di pinggir lapangan menonton perdebatan itu dengan asyik. Merasakan tatapanku, Naruto melirik ke arahku dan mendengus sebal, aku nyaris tak bisa menahan senyum kemenanganku. Naruto sebal sekali padaku. Hanya aku di tim yang diijinkan melakukan apapun yang kusuka, seperti saat ini, aku hanya tiduran sementara Neji, Sai dan Kiba latihan dan Naruto memohon-mohon pada Temari.
"Bu Pelatih! Kau mengijinkan Sasukebe itu tiduran sementara aku kau suruh latihan bodoh macam ini? Ayolah…" Naruto merengek lagi. Aku menyeringai mendengar panggilannya untukku.
"Tidak, turuti kata-kataku atau kau hanya akan berlatih drible sampai akhir tahun ajaran," kata Temari tegas, menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Naruto tak bisa membantah, aku tersenyum puas.
"Ini tidak adil!" seru Naruto, membuang bola basketnya ke tanah dengan tampang marah dan berbalik pergi, memberiku tatapan -yang maksudnya- membunuh sambil berjalan keluar lapangan. Neji, Kiba dan Sai menghentikan latihan mereka untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Seringai puas menghilang dari wajahku dalam sekejap. Dalam sekali pandang pun aku tahu kalau amarah si Dobe itu lebih daripada biasanya. Aku mendudukkan diriku, bertukar pandang dengan Temari.
Temari mengambil bola basket yang dijatuhkan Naruto, memegangnya dengan tangan kanannya. "Uzumaki Narutoooo!!!" serunya galak sambil melemparkan bola basket yang ada di tangannya. Bola itu tepat mengenai kepala pirang Dobe. Aku ternganga, dalam hati tentunya, dari luar tetap tanpa ekspresi.
Lemparan itu menghentikan langkah Naruto. Ia bergeming, ekspresinya aneh, ada sesuatu yang terjadi dalam pikirannya, apa mungkin lemparan itu melukai otaknya yang hanya pentium satu itu?
Perlahan, Naruto mengambil bola basket yang tergeletak di sampingnya. Tampaknya semua sudah membeku, mengamati apa yang dilakukan Naruto. Dalam sekejap, ia berbalik, menghadapkan dirinya ke arah Temari. "KAU MEMBUATKU TERINGAT AKAN NENEKKU, BU PELATIIIIIHHHH!!!!!" serunya disertai dengan lemparan balik Naruto. Tapi ini bukan lemparan biasa. Lemparan itu sangat-sangat-amat keras sekali dan telak mengenai wajah putih Temari, bahkan garis bolanya sampai membekas di pipinya. Pasti sakit sekali.
Saat itulah aku tahu kemampuan hebat itu hanya keluar kalau Naruto sedang sangat emosional, atau teringat akan neneknya yang baru saja meninggal beberapa hari sebelum aku tiba di kota ini.
"Tuan Muda~"
Aku sangat mengenali suara itu. Benar saja, ketika pintu kamarku terbuka, Sakuralah yang melangkah masuk. Ia tampak lebih cantik hari ini dengan jepit rambut kupu-kupu yang menghiasi rambut pink-nya.
"Pagi," sapaku dingin, walaupun aku tak bermaksud begitu.
Sakura tertegun. "Wah, tumben kau sudah bangun sebelum kubangunkan?" ejeknya, tersenyum jahil. Aku melemparnya dengan bantal. Ia hanya tertawa dan menangkap bantal itu.
"Aku semalaman tak bisa tidur," jawabku. Latihan super yang diberikan Temari sungguh luar biasa, sampai memejamkan mata pun aku enggan.
"Oh," komentar Sakura, mulai merapikan tempat tidurku.
Aku mengangkat alis. "Kau sendiri? Ini terlalu pagi untuk membangunkanku kan?" tanyaku, tak bisa menyembunyikan nada senang dalam suaraku.
Sakura berhenti dalam kegiatannya membereskan tempat tidurku dan tersenyum cerah. "Sebenarnya Naruto mengajakku keluar hari ini… mumpung Temari memberi libur latihan," katanya.
Aku merasakan sesuatu yang tajam menusuk hatiku. "Naruto? Kemana? Berdua saja? Mau ngapain?" tanyaku bertubi-tubi. Sakura memberiku tatapan mencela.
"Katanya dia mau mengajakku makan ramen, ngapain sih kau tanya-tanya begitu? Bukan urusanmu kan?" Sakura balik bertanya, bibirnya mengerucut.
Mataku menyipit. Tentu saja urusanku. Bukan rahasia lagi kalau si bodoh itu naksir kau kan? "Aku kan hanya tanya, sebagai majikan yang baik gitu…" aku mengelak, menyembunyikan rasa sakit di hatiku membayangkan mereka berdua kencan dengan seulas senyum tak tulus.
Tapi hal itu sudah menyingkirkan semua kecurigaan Sakura. "Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu ya, sampai nanti, Sasuke~ Jangan lupa makan," ia mengingatkan, melambai padaku dengan senyumnya yang biasa dan langsung keluar kamar.
Mungkin aku memang tak akan pernah mendapatkan gadis impianku itu sampai kapan pun juga…
-
Aku menghentikan mobilku di depan lapangan basket outdoor kampusku. Bosan di rumah, aku memutuskan untuk melakukan latihan sendiri walaupun sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Memang kemampuanku masih di atas rata-rata teman setimku, tapi tetap saja. Setelah selama hampir setengah tahun aku tidak bermain basket, aku harus lembur latihan untuk mengejar ketinggalan dari pemain-pemain profesional lainnya.
Aku turun dari mobil dan memandang lapangan basket yang masih berjarak sepuluh meter lagi dari tempatku berdiri.
"Kalahkan Teme!!!"
Seruan aneh itu membuatku mengernyit. Aku menyipitkan mataku dan mencoba memandang lebih jelas karena lapangan basketnya hanya dilengkapi lampu remang-remang. Tak salah lagi. Sosok yang sedang bermain basket dengan semangat yang menyebalkan dan meneriakkan kata-kata tak jelas pasti adalah cowok pirang bodoh itu. Benar saja, ketika aku berjalan mendekat ke arah lapangan, tampak Dobe sedang berlatih shoot yang luar biasa jelek, baik dari segi teknik maupun gayanya yang sama sekali tidak keren. Aku mendengus melihat tingkahnya.
Dobe yang baru saja bisa melakukan dribble dengan cukup baik langsung disuruh latihan shoot oleh Temari. Aku menduga dia latihan shoot sejak tadi siang di sini. Kalau ada yang bisa dibanggakan dari seorang Dobe macam dia, ya hanya staminanya itu.
"Aargh! Sial! Kenapa dari tadi tidak masuk-masuk sih!" keluhnya sambil menyeka keringat yang mengalir turun dari keningnya. Kelihatan sekali kalau ia terengah-engah kelelahan.
Aku tidak beranjak dari tempatku berdiri, mengamatinya dari jauh sambil tersenyum geli. Sebenarnya dia ini bisa main tidak sih? Melakukan shoot saja tidak becus. Dia bisa menang dariku kemarin itu pasti keajaiban atau memang aku yang sedang sial.
Dobe mengambil bolanya yang meleset jauh dari sasaran, mendriblenya sesaat, kemudian langsung mengambil ancang-ancang untuk menembak. Bahkan sebelum ia melepaskan bola dari tangannya pun aku sudah tahu kalau tidak bakal masuk.
"Payah!" keluhnya lagi. Ia membungkuk, bertumpu pada kedua lututnya dan mengatur napasnya. "Latihan begini capek juga ya…" dan dengan disertai kalimat itu, ia ambruk ke tanah.
Aku membelalak dan langsung berlari mendekat, untuk melihat seberapa parah keadaannya. Ia, terengah-engah, berbaring telentang di tanah, dengan kedua mata terpejam.
"Ternyata Teme benar juga. Aku memang bodoh dan tidak berbakat. Mana bisa aku mengalahkannya kalau begini terus," gumamnya, masih dengan mata terpejam. Aku mendengus geli. Ternyata selain bodoh dan tidak berbakat, dia juga suka berbicara pada dirinya sendiri. Konyol. Dengan pikiran itu, aku berbalik dan kembali ke mobilku.
-
[Naruto's POV]
Jantungku berdetak lebih cepat daripada biasanya. Napasku tidak mau teratur. Terang saja, aku sudah berlatih sejak jam dua siang. Jam berapa sekarang? Aku sendiri juga tidak terlalu tahu. Aku tak punya arloji. Mungkin sudah lebih dari beberapa jamlah. Aku menarik napas dalam-dalam, masih menutup mataku, membiarkan tubuhku rileks.
Istirahat sebentar juga tidak apa-apa kan? Yang penting setelah ini aku latihan lagi dan pastinya aku akan bisa mengalahkan Teme!! Kalau aku bisa mengalahkannya, maka ia tidak akan lagi sempurna, cewek-cewek tidak akan mengelu-elukan dia dan langsung berpaling padaku!! Terutama Sakura…
Pikiran itu membuatku tersenyum sendiri. Di saat-saat seperti ini aku malah jadi membayangkan Sakura yang tiba-tiba datang sambil membawakan air minum untukku, menyemangatiku… hehehe… Sakura pasti akan lebih memilihku daripada Teme itu.
Pluk.
Tiba-tiba sesuatu yang hangat, lembut dan beraroma sedikit maskulin menimpa wajahku. Aku membuka mata, tapi keadaan tetap gelap. Aku menyingkirkan sesuatu yang menghalangi pandanganku itu, ternyata handuk berwarna biru tua. Aku mendongak. Teme berdiri di atasku, memandangku dengan senyum sok cool-nya yang biasa. Hal itu langsung membuatku mendudukkan diri.
"Teme…" gumamku.
"Dobe," balasnya. "Aku tahu kau itu kuat atau apalah kau menyebutnya, tapi kalau begini terus kau bisa sakit. Pulang sana," katanya dengan nada memerintah dan kedua tangan berada di saku celana training hitamnya. Pantat ayamnya sedikit berkibar ditiup angin.
Aku langsung bangkit berdiri. "Kau ini penguntit ya? Kenapa kau ada di sini?"
"Cih," katanya mencemooh. "Memangnya aku kurang kerjaan apa? Menguntit orang bodoh sepertimu? Aku ke sini juga mau latihan."
Aku menggelembungkan pipiku, tanda aku sedang cemberut. "Latihan saja di tempat lain. Aku pakai lapangan ini," kataku, tidak mau kalah dengannya.
Teme mendengus. "Mood latihanku juga jadi hilang setelah melihatmu. Aku pulang saja," katanya sambil membalikkan badan dan berjalan menuju mobilnya yang rupanya terparkir tidak jauh dari sini. Bagaimana aku tidak menyadari kedatangannya? Padahal jaraknya hanya sepuluh meter kurang.
"Eh, Teme," panggilku, mengalahkan egoku. Teme berhenti berjalan, tapi tidak menoleh ke arahku. "Umm… kau bisa beri sedikit tips agar shoot-ku bisa masuk?" tanyaku akhirnya. Tak ada salahnya kan meminta saran? Nanti sarannya kukembangkan sendiri untuk mengalahkannya!
"Lenturkan pergelangan tanganmu. Gunakan tangan kiri untuk membidik sasaran dan dorong bolanya dengan lembut. Jangan dilempar, tapi dorong dengan penuh perasaan," jawabnya.
"Oohh…" wah, tak kusangka cowok ayam-stoic macam dia mau juga memberikan saran.
"Dan satu hal lagi," Teme menambahkan. Aku langsung memandangnya penuh harap. "Jangan lupa cuci handukku sebelum kau kembalikan. Aku tak mau bekas keringatmu menempel di situ," katanya sambil ngeloyor pergi.
Aku terdiam selama beberapa detik dan, "TEME!!" seruku setelah sadar yang dia ucapkan barusan sama sekali tidak ada hubungannya dengan teknik melakukan shoot. "Siapa juga yang butuh handukmu, hah!"
Tapi bukannya melemparkan handuk biru itu ke kepala ayam Teme, aku mengalungkannya di leherku dan memandang Teme dengan sengit. Aku membalikkan tubuhku juga, mengambil bolaku dan bergumam, "Trims, Teme."
-
*" Sama-sama, Dobe," kata Sasuke lirih. Walaupun ia tidak mendengar ucapan terimakasih Naruto, tapi ia yakin Naruto baru saja mengucapkan itu.*
-
_To be Continued_
-
_Omake_
~Possibility conversation between Uchiha Sasuke and Naruto Uzumaki~
Sasuke : Where do humans go after they die?
Naruto : Heaven.
Sasuke : I want to be the sky. So I always know where you are and what you do.
Naruto : Like a stalker.
Sasuke : (smiles)
Naruto : Clear skies mean you are happy. Rain will mean you are crying. Sunset means you are embarassed. Night will mean you are gently holding me.
-Adapted from KOIZORA, which is directed by Natsuki Imai-
-
-
-
XDD
Fic-nya fluff banget!! Mana disclaimer-nya banyak banget lagi…-.-… Chiba Asuka ganti pen name jadi Seiba Asuka loh…
Kenapa saia ganti nama???
Salahkan saja Nae Rossi dan Yoshizawa Sayuri!!! DX
Mereka selalu memanggil saia dengan 'Chi' atau bahkan diplesetin jadi 'Chibi' dan 'Bi'… T.T… teman macam apa mereka itu… memangnya saia banCHI? Memangnya saia pembantu? Dipanggil Bi' kemana-mana…~.~
Ya sudah… jangan lupa ripyu!!! XDD
