-High Scholl First love. Intel First Love. High Scholl Cronicles-

Fanfict Naruto

Whats Up… Saya David EL Bueno

Ini Fanfict Pertama Saya

Bagi para readers dan penikmat Fanfict mohon dibaca dan salam kenal.

"High School Incident"

Disclaimer : Kisah di adopsi dari Komik Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, misstypo bertebaran dimana-mana, alur yang tidak jelas, cerita gaje..

Kritik dan saran akan sangat membantu untuk peningkatan tulisan saya.

Genre : Romance, Fiksi Fantasy, Triler

Pairing : Naruto X Hinata, Sakura X Sasuke, Shikamaru X Temari

Ririn Cross itu guru FF Q, hahaha.

Have fun… _


Bersaing Selamanya

"Ah, kenyang…!" pekik Naruto sampai menengadah menatap langit-langit rumah makan ramen sambil mengelus-elus perutnya yang penuh. Lima mangkuk mie ramen ichiraku telah bertingkat di mejanya. Di sampingnya ada guru Hachibi yang langsung menatapnya sengit. Ini kesempatanku. Naruto telah selesai makan, dompet kodoknya pasti penuh dengan uang receh.

"Yo Yo Yo… Datebayoo… Paman Ramen Ichiraku. Bocah kuning ini yang akan bayar..." Goyangan tangan rappernya menunjuk ke tempat Naruto. Saat itu juga Naruto terkejut dengan pekik kaget.

"Apa! Tapi kan guru yang makan lebih banyak…"

"Oe Naruto, kau masih menginginkan alamat Sasuke bukan…" sahut guru Hachibi. Sekarang kau mau berkata apa Naruto. Ancamankku ini, kau tidak akan bisa menolaknya. Hachibi mendekati pintu keluar, mendorongnya dan keluar dari rumah makan Ichiraku.

Naruto menggerutu dengan bibir terkatup. "Orang tua yang tak tahu diri," pikirnya. Dengan berat hati Naruto mengeluarkan kantong kodoknya. Hijau muda dan berbentuk kodok bengkak yang matanya melotot keluar. "Ahh.. gurita itu.. kenapa dia selalu seenaknya saja.."

Naruto melihat tangan Paman ramen telah siap menerima uang di depannya. Naruto mendesah panjang. Padahal uang sakuku bulan ini tinggal sedikit. Apa aku harus berpuasa?

"Jadi berapa semuanya, Paman?"

Ia memberikan beberapa uang kepada Paman ramen dan keduanya tersenyum. Paman memang satu-satunya orang yang selalu baik dengan Naruto. Ia mungkin tahu, Naruto tak punya tempat lain yang dituju selain rumah ramen ini.

"Makanmu begitu banyak Naruto. Kau harus tumbuh besar dan jadi orang hebat." Paman mengangkat beberapa mangkuk mie ramen dan mengelap meja Naruto.

"Paman. Jangan khawatirkan aku.. aku pasti akan menjadi seorang yang hebat nantinya. Tunggu saja sampai saatnya tiba dan Paman harus menyiapkan mie ramen untukku setiap hari.."

Paman tersenyum. "Ya.. selama usaha Paman belum bangkrut, paman akan selalu menyiapkan ramen untukmu, Naruto." Naruto pun tertawa. Mengusap rambut belakang — teringat bahwa ia harus mengejar guru Gurita atau Gurita itu akan kabur dan melupakan janjinya.


Bocah itu, apa dia begitu bodoh sampai tidak tahu alamat saingannya. Udara yang keluar dari mulutnya terlihat jelas bersama dinginnya malam. Ah.. yo yo yo… yang penting malam ini aku makan gratis. Di belakangnya Naruto berlari mengikutinya.

"Guru, sekarang kau harus tepati janjimu.." teriak Naruto yang kemudian berhenti di belakangnya, memegangi lutut karena lelah.

Hachibi terhenti, menoleh dan menatap tajam pada Naruto. Seolah akan segera membisikkan mantra-mantra menggairahkan. Ia mendekat. "Apa kau yakin Naruto?" Mata Naruto berbinar-binar berharap cepat guru Hachibi memberitahu alamat rumah Sasuke.

Keduanya saling bertatapan. Mata tajam Hachibi memancarkan keyakinan yang mendalam pada Naruto dan Naruto tak sadar bahwa ia terbawa dalam permainan kata. Malam yang dingin kini di temani salju yang mulai turun perlahan. Jatuh di antara guru dan murid itu.

"Ikuti aku."

"Em!" Naruto mengangguk mantap dan berjalan mengikuti guru Hachibi.

Kedua bocah ini ternyata sangat berbeda. Tapi mau bagaimana lagi karena Naruto memang begitu bodoh. Sasuke juga, ternyata benar apa kata guru Gay. Bocah ini sangat misterius. Apa karena itu banyak gadis-gadis menyukainya. Mm.. mungkin aku perlu sedikit menirunya.

Yo Yo Yo… tanpa alasan yang jelas guru Hachibi berteriak di jalanan yang padat pejalan kaki. Naruto di belakangnya sampai mengeluh melihat tingkah konyol gurunya itu. Sepertinya musim dingin ini tak membuat gaya rappernya mengkerut. Mungkin jaket tebal dan syal putih yang ia kenakan telah menghangatkan tubuhnya. Meski rambutnya telah ubanan pada umur 50 tahun, tapi gaya perlentenya tetap tak terkalahkan.

Ia semakin bersemangat untuk melihat persaingan sengit kedua muridnya ini. "Naruto.. kau harus mengalahkan Sasuke. Pria macam itu tak seharusnya mendapatkan Sakura dan lolos menjadi penerima benih. Apa kau akan membiarkan pria sedingin Sasuke menginjak-injakmu?! Hem!" ia terus berjalan tanpa menunggu Naruto.

Perlahan wajah lelah Naruto berubah serius. Ia berlari melewati Hachibi dan berhenti beberapa meter di depannya. "Guru… ini adalah janji lelaki. Kau harus percaya padaku.. aku tidak akan mengecewakanmu…." Ia mengepalkan tangan kanan ke depan. Hachibi memiringkan kepala. Salju di kepalanya pun terjatuh. Bocah ini, apa ia benar-benar mampu melakukannya?

Jaket hitam Naruto terkibar oleh angin malam. Kaos singletnya terlihat transparan hingga kulitnya terlihat. Dasar bocah, penampilan seperti premanmu itu membuatku tidak yakin… Hachibi melewati Naruto yang masih tegak dengan tekadnya. Kau berjanji sambil tersenyum. Kau pikir aku akan meremehkanmu. Kau pasti bisa melakukannya Naruto. Suatu hari nanti.

"Oi.. apa kau tidak dingin membiarkan dadamu terbuka?!" Teriak Hachibi. Secepat itu seulas angin menyentuhnya dan Naruto langsung mengigil hingga giginya terkatup-katup.

"Benar apa katamu guru." Ia mengkerut. Membungkuk dengan menarik jaket mengikuti gurunya memasukkan tangan ke dalam ke dua saku jaketnya.


Keduanya berdiri di depan rumah besar yang sudah ia kenal sejak pertama kali masuk High School Government Academy. Rambut landak yang berwarna kuning itu telah bersarang salju sampai membentuk topi gunung. Dahi Naruto berkerut tak jelas. Alisnya naik turun tak percaya dengan apa yang ada di depannya.

Tubuhnya lemas dengan apa yang ia sadari. Melihat kenyataan di depan matanya membuat ia semakin dongkol. "Kenapa ke rumahku?! Bukankah dari tadi guru bilang akan memberi tahu dimana rumah Uchiha Sasuke! Kenapa sekarang malah ke rumahku!"

Salju yang turun perlahan itu tersapu semilir angin yang melintas di depan mereka. "Guru Hachibi, kau pasti bercanda bukan?!"

Hachibi mengamati Naruto yang menyeringai kesal. "Aku serius Naruto."

"Tapi kenapa rumahku, guru?! Kau gurita payah, kau mempermainkanku... Jangan-jangan kau hanya ingin makan gratis saja, iya kan..!" tuding Naruto kesal. 'Guru gurita ini, sepertinya dia hanya memanfaatkan uangku untuk makan malam. Arghh… kenapa aku bisa percaya dengannya..' batin Naruto. Ia mengacak-acah rambut hingga salju yang bersarang di sana berjatuhan.

"Dengarkan aku Naruto.." Hachibi mendongak ke langit. Bintang di atas sana memberinya inspirasi agar dapat memberitahu Naruto apa yang seharusnya ia perjuangkan. Namun Naruto seperti tak mau lagi peduli apa yang akan di katakan guru Hachibi. Ia bersila tangan dan memalingkan wajahnya kecut ke arah lain.

Hachibi menunjuk sebuah rumah besar yang persis ada di depan rumah Naruto. "Kalau kau mau memperjuangkan wanita, lihat dulu modalmu." Naruto memiringkan kepala. Wajah polosnya terlihat tak memahami maksud perkataan guru Hachibi. Benar-benar tak paham. Kosong. "Haaa…?" mulut Naruto terbuka. Mata berkedip-kedip bingung. "Kau ini kenapa bertele-tele guru.. Dari tadi kau hanya membuatku bingung dengan semua perkataanmu." Dengan santai Naruto berkacang pinggang. Menggelengkan kepala. Ia benar-benar tak tahu apa yang ia remehkan dari ucapan Hachibi.

Dagu Naruto tergerak maju. "Sebenarnya apa yang ingin guru katakan?" Otaknya tak mampu mengikuti maksud Hachibi. Orang tua ini, kenapa dia membawaku ke rumahku sendiri. Memang kenapa dengan rumah di seberang jalan itu?

Dengan cepat Hachibi pasang kuda-kuda selebar mungkin untuk mengangkang dan langsung meneriaki Naruto. "Kenapa kau begitu miskin Naruto!"

"Haaaa! Kenapa kau menyalahkanku?! Miskin juga bukan keinginanku.. Kau seharusnya memberitahuku dimana rumah Sasuke! Tapi kenapa kau malah bicara yang tidak-tidak Guru…." Hachibi berdiri tegak di depan Naruto. Ia menatapnya serius, menampakkan horor di malam salju. Sedang Naruto jadi menggigil karena takut oleh tatapan serius guru Hachibi yang tiba-tiba.. "Asal kau tahu. Itu adalah rumah Sasuke!"

"Haaa…!"

Naruto tercengang menatap tak percaya. Rumah besar itu, selama ini adalah rumah keluarga Uchiha Sasuke. Selama tiga tahun ia menempati rumah kecil ini, ia tak pernah mengetahui bahwa rumah Sasuke ada tepat di seberang jalan depan rumahnya. Lagi-lagi mata Naruto berkedip-kedip. Masih tak percaya bahwa itu rumah Sasuke seperti kata Hachibi.

"Rumah megah itu milik Sasuke?" Namun tiba-tiba tangan Hachibi menjitak kepala Naruto dari belakang. "Aduh!" ia jongkok sambil memegangi kepalanya yang sakit. "Apa yang kau lakukan guru? Kenapa kau memukulku?!"

"Wanita manapun tak akan ada yang menyukaimu bila mereka telah mengenal Sasuke!" teriak Hachibi yang langsung melipat tangan di dada dan mengamati rumah Sasuke sambil memikirkan betapa kalah saing muridnya ini.

Naruto tertawa tipis. "Tenang saja guru. Kau tak perlu menghawatirkanku." Ia berdiri sambil tersenyum. Telah menguatkan tekad dan mengambil kesimpulan dari ucapan guru Hachibi. "Bukankah yang dibutuhkan untuk mendapatkan hati wanita adalah hati itu sendiri." Ia berdiri tegak menatap langit malam. Salju tipis jatuh di kening. Hatinya yang tenang oleh tekad membuat ia percaya diri dan yakin bahwa ia mampu memperjuangkan hati Sakura.

"Asal kau mau berjuang untuk orang tersebut. Aku yakin ia akan merasakan dan mengerti. Bukankah itu yang selalu kau ajarkan, Guru." Ia tertawa sambil mengusap-usap rambut belakangnya. Hachibi menatapnya dalam. Tersenyum tipis. "Kau sudah semakin dewasa rupanya," gumam Hachibi.

Hachibi kembali menatap langit. Ia mengingat masa lalu Naruto yang selalu diejek oleh yang lainnya karena ia berambut kuning di sekolah. Di tambah lagi Naruto yang suka seenaknya saja. Membuat citranya sedikit buruk di depan teman-temannya.

"Terserah apa katamu Naruto." Naruto masih menatap rumah Sasuke. Meratapi kebodohan selama ini. "Tapi berjanjilah padaku kau akan mengalahkan si bocah Uchiha itu. Aku sendiri muak melihat mukanya yang tak pernah mau beradu tinju lelaki denganku." Ia pun menjauh meninggalkan Naruto, hendak pulang ke rumahnya.

Naruto kaget saat melihat ke samping ternyata guru Hachibi sudah tidak ada. "Kau mau kemana guru?!" Tangannya membersihkan jidatnya yang dijatuhi salju.

"Tentu saja pulang bodoh."

"Tapi kita belum selesai guru…!"

` "Kau urus saja sendiri, Naruto.." ia melambai tangan pada Naruto dan menghilang oleh gelap di bawah pohon sakura di pertigaan jalan itu.


Di lantai dua di dalam kamar berdinding kayu—Naruto menyalakan lampu, mendekati meja, melepas jaket kulit berwarna hitam, dan melepas sarung tangannya. Kaos singlet yang ia kenakan telah basah di bagian dada oleh keringat setelah makan mie ramen. Di atas meja belajar dekat jendela, ada sebuah cermin yang berdiri tegak membias bayangannya setengah tubuh.

Ia kesal. Mengacak rambut keras-keras. "Apa yang selama ini kau lakukan Naruto! Kenapa Sakura masih belum mengerti perasaanmu. Kau ini.." ia berbicara sendiri kepada cermin.

"Guru Hachibi juga payah! Kenapa kau tak memberi tahuku dari dulu kalau rumah Sasuke ada di depan rumahku. Payah!"

Hoaaaah… ia menguap, merentang tangan lebar-lebar—melirik kasur lantai yang selimutnya acak-acakan. "Hei kasur, kenapa kau tak pernah mau membantuku. Sekali-kali bantulah dirimu sendiri bila kau mau menghangatkanku setiap malam. Hoe.. selimut dan seprei, apa kau juga tak bisa merapikan diri? "

Ia membuka kancing celana dan melepasnya. Melemparnya ke atas kursi belajar. Kini hanya mengenakan celana pendek motif dan kaos singlet yang tipis. Ia mendekati jendela. Menatap keluar melihat rumah Sasuke yang semakin membuatnya kesal. Sampai kapan pun aku akan berusaha mengalahkanmu Sasuke...

Beberapa saat ia terdiam dengan rumah itu. Saat melihat lantai tiga, tepat pada jendela yang masih belum di tutup tirai itu. Sasuke duduk bersama seseorang yang kepalanya tertutup tudung hitam.

"Woo..! Sasuke…" Secepat itu ia keluar menuju balkon dan berteriak-teriak pada Sasuke. "Hei Sasuke… Kau sangat keterlaluan! Selama ini kau tinggal di seberang jalan tapi kau tak mau memberi tahuku… kau benar-benar pelit Sasuke.."

Di dalam kamar itu terlihat Sasuke mengamatinya. Menyipitkan mata pada Naruto. Namun Sasuke tak mendengar teriakan Naruto—ia menggeleng kepala dan menutup tirai di sampingnya.

"Hei hei, hei! Tunggu. Kenapa kau kabur?! Apa kau takut denganku? Hem.." Payah, kupikir kau punya nyali untuk menghadapiku. Naruto pun masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya pada kasur lantai. Menarik selimutnya menutupi seluruh tubuh hingga tinggal kepalanya yang terlihat. "Ternyata rumahmu di depan sana, besok kau harus melawanku Sasuke…"


Di atas meja belajar ini notebook itu menyala. Sasuke tengah bermain game bersama kakaknya. "Kau tak akan mengalahkanku, Kak." Itachi mengerutkan jidat menaikkan ujung bibir. Ia mengambil susu botol di dekat notebook dan meminumnya dari sedotan bengkok. "Itu yang kutunggu-tunggu Sasuke. Tapi kenapa kau bisa kalah jauh dariku?"

Sasuke tak menjawab. Wajah serius terparas di kedua orang itu. Saking seriusnya dengan permainan sampai Sasuke membiarkan handphonenya berdering.

"Kenapa tak kau angkat?" Itachi menghentikan permainannya. "Itu hanya Sakura. Tak akan kubiarkan ia mengganggu permainan kita." Itachi mengangkat kepala melihat keluar jendela.

"Hei, bukankah itu Naruto! Apa yang dia lakukan?"

Sasuke melihat ke jendela mengikuti wajah kakaknya. 'Bocah itu, apa maunya? Apa kau mau menantangku lagi Naruto!' batin Sasuke. Ia tersenyum sinis kemudian menggeleng kepala dan menutup tirai jendela. "Dia hanya bocah bodoh. Tak ada gunanya memperdulikan."

"Kakak, apa besok kau akan kembali ke kantor?!" Sasuke mengerutkan kening. Ia khawatir dengan kakaknya yang harus mengurus masalah sebesar itu, apa lagi harus menyamar. Bila ia sampai ketahuan, ia pasti akan dikeluarkan.

Itachi melempar kotak susu ke tempat sampah. "Kenapa kau melihatku seperti itu? Tenang saja. Kau tak perlu mencemaskanku Sasuke. Kau tahu posisiku sekarang bukan? Posisi itu adalah kemungkinan terbesarku untuk membuktikan diri di hadapan ayah. Kau juga harus berjuang di jalanmu." Ia melepas tudung jubahnya dan tersenyum pada Sasuke. Senyuman hangat ini selalu membuat Sasuke khawatir karena ia yakin kakaknya sedang kesulitan. Seperti waktu itu ia tersenyum simpul, di esok harinya ternyata ia diturunkan dari posisinya.

"Kalau kau perlu sesuatu katakan saja padaku. Aku juga sehebat dirimu untuk hal-hal macam ini. Jadi kau jangan meremehkanku, Kak." Entah apa yang membuatnya berkata demikian. Mungkin dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia berusaha menyemangati kakaknya untuk terus berjuang dan semangat.

Kembali Itachi tersenyum simpul. Ia berdiri dan mendekati pintu. "Aku mau tidur. Kau juga istirahatlah." Sasuke mengangguk dan ia pun menutup pintu.

Sasuke mamatikan notebook dan mendekati jendela. Ia membuka tirai yang tadi ia tutup. Hujan salju sepertinya semakin deras. Jalanan sudah penuh bertumpuk salju. Wajah dingin yang diperlihatkan Sasuke bahkan melebihi dinginnya malam salju ini.

"Kasus kematian itu apa akan selalu menghantuimu? Meski kau akan menghentikanku, tapi aku tak akan memperdulikannya dan terus berusaha untuk membantumu menyelesaikan kasus yang membuatmu tak bisa melanjutkan kuliah. Ayah juga sangat keterlaluan. Kenapa kau tak mau mempercayai anakmu sendiri!"

Karena begitu kesal, Sasuke memukul tembok beberapa kali. Mata tajamnya mengisyaratkan tujuan besar. Geram di tangannya masih belum reda.

Dulu ayah sangat membanggakan kakak. Selalu membelanya. Tapi setelah peristiwa tiga tahun silam. Sampai sekarang ayah tak mau peduli dengannya lagi. Lalu untuk apa kau mengeluarkannya dari penjara, Ayah.

Tak peduli apa pun tujuanmu, Ayah. Tapi aku tidak akan tinggal diam. Dari dulu sampai sekarang ayah juga belum mengakui kemampuanku. Orang-orang itu, aku yakin mereka dalang dari semua ini. Mereka penyebab kacaunya kehidupan kakak!


-To Be Continue-


Reader yang terhormat, tolong RnR-nya ya untuk FF ini ^^

Semakin banyak RnR dari kalian maka FF ini akan segera dilanjutkan… Please, Read and reviewnya ya… kekurangan kelebihan, kritik, saran bagi FF ini, agar author (David El Bueno) tahu apa kekurangannya atau apa yang readers inginkan… Makasih bagi yang udah mau baca dan mampir… ^^

Doumo arigatou..~ *deep bow

Kita jumpa di next chap ^^