Dimana suara rintik hujan menjadi sebuah lagu pengiring kematian,

Dimana guguran daun oak menjadi saksi tangisan yang memilukan,

Dia, pergi saat aku mulai mencintainya. Dan aku tahu bahwa penyesalan ini tiada akhirnya,

walaupun esok Tuhan Memberikanku seribu keberuntungan,

penyesalan itu masih akan menghantuiku sampai aku kembali menjadi tanah dan dilupakan.

Tokyo, 8 Juni

Sepoi angin musim semi masih menyisakan rasa sejuk kala langit cerah berwarna biru itu mulai berganti putih.

Lalu-lalang pejalan kaki sepanjang trotoar menjadi hiburan tersendiri untukku, aku bahkan bisa tersenyum saat menghitung satu persatu orang yang lewat didepan sebuah toko diseberang jalan sana. Sebuah Toko buku tua yang sudah berdiri bahkan sebelum aku terlahir didunia ini. Dan aku mencintai seseorang yang kini tengah mengunyah permen karetnya didalam sana, si kecil anak pemilik toko buku tua itu.

Namanya Baekhyun, bertubuh mungil dengan mata yang melengkung kebawah juga rambut sehitam arang yang kontras dengan kulit seputih saljunya. Umurnya diangka duapuluh empat tahun ini, yang berarti aku dan dia lahir di tahun yang sama. Alasan kenapa diriku mencintainya adalah,

Tidak ada.

Aku tidak memiliki alasan kenapa bisa jatuh hati pada malaikat tanpa sayap itu. Yang ku tahu, Tuhan memberiku rasa ini setelah melihatnya untuk pertama kalinya di dalam toko buku milik ayahnya yang telah meninggal dua tahun lalu itu. Dan rasa ini masih ada tanpa pernah aku mencoba untuk mendekatinya.

Aku bodoh, dan aku tahu itu. Memangnya siapa aku? Aku bukan seorang seperti Edward cullen yang tampan dan gagah, bukan juga James arthur yang punya suara Bagus.

Aku hanya Park Chanyeol, si tuna wicara yang hanya bisa duduk di atas kursi roda karna syaraf kaki hingga pinggangku lumpuh.

Orang bilang aku menyedihkan, dan aku tahu, mereka berkata bahwa aku terlalu menyedihkan hingga orang tuaku mengasingkan diriku di negara yang bukan tempat asalku. Aku tidak pernah ingin terlahir seperti ini, tidak. Aku juga ingin mempunyai sepasang kaki yang normal, aku juga ingin bisa berbicara seperti manusia normal lainnya, tapi pada kenyataannya aku kembali disadarkan bahwa semua itu hanya ada didalam mimpi dan anganku saja.

"Dia manis sekali jika dilihat terus, jantungku rasanya ingin keluar saat melihatnya tersenyum seperti itu." dan apa diriku pantas mendekati seorang seperti Baekhyun saat disampingku ada pria normal dengan segala kesempurnaanya juga menyukai Baekhyun?

"Hei, kupikir aku akan cocok dengan Baekhyun, bagaimana menurutmu? "

Sehun terlalu sempurna jika digambarka dengan kata-kata. Angka sembilan puluh sembilan adalah angka untuk segala yang ada pada diri pria itu. Tampan, kaya, dan pastinya dia normal, jika dibandingkan dengan diriku yang hanya seonggok sampah dikursi, aku bahkan hanya seperti debu untuknya.

"Apa dia sudah punya pacar, Yeol? " aku menunduk, jikalau Baekhyun belum punya pacar lantas kau mau apa? Ingin jadi pacarnya? Haah, tentu saja.

"Jika aku bisa mendapatkannya, aku pasti akan membelikanmu banyak takoyaki dan udon, atau jika kau mau kau bisa makan apapun itu yang kau inginkan, bagaimana?" aku hanya tersenyum mendengar celotehan Sehun, tawarannya begitu menggiurkan bagi seorang yang hanya makan ramen dan roti isi setiap hari layaknya diriku.

Oh, bahkan aku sudah lupa bagaimana rasanya takoyaki gurita walau tinggal dinegara asalnya.

Empat tahun tinggal di Tokyo bersama sepupuku bukan hal yang mudah, kami tinggal di sebuah flat kecil dengan harga sewa miring yang terletak disebelah tempat pengolahan limbah dan sampah, jadi jangan tanyakan keadaan maupun udara yang aku cium disetiap detiknya karna itu sudah telalu jelas untuk digambarkan.

Sepupuku bukan anak baik-baik yang bekerja dengan upah minimum disebuah kantor, dia hanya si gila yang mencari uang dengan bermain casino lalu jika menang ia akan menyewa seorang pelacur dengan harga tertinggi semalaman dan pulang dengan membawa sebungkus ramen instan juga air mineral, atau jika ia mempunyai uang lebih, dia akan pulang dengan membawa telur oven sebagai tambahan.

Lalu apa yang aku lakukan? Tidak, aku tidak semenyedihkan itu. Aku yang lumpuh dan bisu ini akan membawa sekotak permen karet dipinggir trotoar dengan kertas yang tertuliskan harga per bungkus permen ini.

Bukan hal yang mudah untuk melihat orang lain di Tokyo iba padamu, mereka terlalu sibuk memikirkan diri mereka sendiri juga bagaimana pekerjaan mereka akan mendapat pujian dari atasan daripada memikirkan rasa iba atau belas kasih untuk orang lain yang kau temui dipinggir jalan. Tapi sebagian dari mereka akan melirikku dan tersenyum, seolah memberikan satu semangat lewat gerakan kecil diwajah lelah mereka.

Apa yang aku dapat dari menjual permen karet ini tidak seberapa besar, hanya cukup untuk membeli dua potong roti isi dan tiga bungkus oat sachet, mungkin akan sisa beberapa sen yang kumasukan kedalam kaleng biskuit bekas yang kutaruh dibawah kolong lemari.

"Chanyeol!" suara lengkingan dari seberang jalan membuyarkan lamunanku. Itu Baekhyun yang tengah melambaikan tangannya padaku dengan senyuman manisnya, dan Sehun yang masih berdiri disampingku membawa kursi rodaku berjalan kearah Baekhyun yang masih melambaikan tangannya sembari melompat-lompat kecil.

"Kemarin aku menunggumu tapi kau tidak datang, padahal aku ingin membeli banyak permen kemarin." Baekhyun memajukan bibir kecilnya dengan suara merajuk, tingkah lucunya kadang membuatku lupa jika kami seumuran.

"Dia sakit demam kemarin, juga anemianya kambuh lagi." Sehun menjawab pertanyaan Baekhyun dengan sebuah senyuman tulus, anak itu memang dasarnya orang baik yang berhati polos, dia adalah orang yang membelikan dua kotak permen karet setiap tiga hari sekali yang akan aku jual kembali disini.

"Oh, apa sekarang sudah baik-baik saja? Ayo masuk, aku akan membuatkan kalian teh hangat." aku hanya mengangguk saat tangan kecil Baekhyun memegangi dahiku lalu membawa kami masuk kedalam toko tua yang sepi pengunjung itu.

"Ah, Sehun kau bisa duduk dulu, aku akan menyeduhkan teh untuk kalian di belakang." Baekhyun berjalan menuju sebuah pintu disamping meja kasir, yang kutahu itu adalah pintu menuju rumahnya yang memang menjadi satu dengan toko buku ini.

"Lihat, dia benar-benar tipeku sekali! Yeol, kau harus membantuku untuk mendapatkan dia!" Sehun berujar dengan semangat, aku bisa melihat bagaimana mata dengan tatapan tajam itu terlihat berbinar. Dia benar-benar menyukai Baekhyun dan itu semakin membuatku takut, takut akan kehilangan Baekhyun padahal jelas-jelas aku bukan siapapun untuknya. Tapi disatu sisi, hatiku mengatakan bahwa Baekhyun pantas mendapatkan seorang seperti Sehun daripada seorang sepertiku.

Aku mungkin egois untuk bisa memiliki Baekhyun, tapi itu semua karna Tuhan tidak pernah memberikan satu Cinta untukku, bahkan kedua orangtuaku terlalu malu untuk merawat seorang cacat sepertiku, ibuku pernah berkata bahwa ia menyesal melahirkanku kedunia ini ribuan kali, tapi tidak dengan Ayahku karna beliau selalu sibuk dengan segala pekerjaannya sebagai pemimpin perusahaan retail terkemuka di Seoul, sedangkan adik laki-laki ku tidak pernah mau menyentuh kulitku walau satu inchi.

"Maaf menunggu lama, aku tadi lupa menaruh gula dimana jadi aku harus berkeliling dapur dan menemukannya di bawah rak." Baekhyun kembali dengan nampan berisi sepoci teh, tiga buah gelas kecil juga mangkuk yang terisi empat kotak gula padat. Aku memperhatikan bagaimana tangan lentiknya menaruh nampan lalu menuangkan teh pada tiga buah gelas didepannya, dan hanya dengan itu aku bisa merasakan jantukngku berdetak tidak beraturan.

"Chanyeol Ingin pakai gula tidak? " aku mengangguk pelan dan tersenyum, dia balas tersenyum lalu membawa sekotak gula padat pada gelas yang kemudian ia berikan padaku dengan hati-hati.

"Itu panas, kau harus meminumnya dengan perlahan." manis, sangat manis hingga membuatku rasanya ingin pingsan saja. Perhatian kecil yang Baekhyun lakukan adalah hal pertama kali yang pernah kurasakan, saat aku akan meminum teh panas, tidak ada seorangpun yang mengatakan bahwa aku harus berhati-hati tentang suhu airnya.

Tapi kini Baekhyun mengatakan sesuatu yang sangat ingin kudengar, walau hanya sebentuk perhatian kecil, ini sudah lebih dari cukup untukku.

"Apa permen karet yang rasa stroberi masih ada?"

Ada Yang Minat? Kalo Minat Aku lanjut. Thanks For Reading Ya'All! Story Ini juga diupload di Wattpad dengan judul yang sama.