Sejak awal memulai kehidupan, kita memiliki jiwa sendiri-sendiri. Mati nanti pun juga sendiri. Lalu bagaimana bisa kita dengan mudahnya menjalin ikatan dengan orang lain? Memiliki rasa empati bahkan simpati. Padahal tidak selamanya kita akan selalu bersama, kan? Lalu apa gunanya ikatan yang bernama 'persahabatan' itu? Dan kenapa semua perasaan yang kita miliki begitu abstrak dan tidak konkrit seperti cinta...? Yang paling aneh... adakah batas antara persahabatan dan cinta dalam artian sesungguhnya itu?
Naruto © Masashi Kishimoto
Batas © Kuas tak bertinta
Warning : OOC(maybe), AU, Typo(s), FemNaru, etc.
Special for Akihiko Fukuda 71
.
.
.
Happy Reading
Naru sibuk cengar-cengir gaje. Mata birunya bahkan berbinar-binar seperti baru saja melihat keajaiban dunia yang muncul mendadak di hadapannya. Dia abaikan dorongan bahkan himpitan siswa-siswa lain yang ikut menyeruduk brutal apapun di sekitarnya hanya untuk sekedar melihat kertas pembagian kelas yang terpampang di papan pengumuman itu. Nama Namikaze Naru tercetak jelas di kelas X MIA 4, kelas yang sama dengan Sasuke. Uchiha Sasuke, sahabat sejak kecilnya
Lalu dengan cepat dia menarik Sasuke yang kini ada di sebelahnya dengan tarikan yang tidak bisa dibilang manusiawi. Masa bodoh dengan keanggunan tarik-menarik yang dia lakukan, yang penting selamatkan diri mereka berdua dulu dari kerumunan banteng-banteng yang mengerikan itu. Ahhhhh, entah mengapa dia merasa sangat lega karena bisa sekelas dengan Sasuke lagi seperti SMP dan SD dulu.
Ck, tidak seperti sebelum penempatan jurusan ini, dia dan Sasuke pisah kelas kemarin... dia di X-3 dan Sasuke di X-8. Setidaknya walaupun kurikulum sekolah mereka dan sekolah se-Konoha berubah menjadi lebih tidak menyenangkan dikarenakan keminiman hari libur dan hujanan tugas-tugas kamvret, dia tetap bisa mendapatkan hikmah dengan memilih jurusan sejak awal. Sekelas dengan Sasuke lagi...
"Ck, Apa sih? Aku bahkan belum melihat kelas mana aku ditempatkan tapi kau sudah main tarik begini. Hah, masuk kembali ke kerumunan itu susah tau! Baka!" Sasuke sibuk berkoar-koar memarahi kebodohan Naru. Bagus, bagaimana caranya dia bisa kembali ke tempat tadi kalau manusia di sekolah ini sudah berkerumun di beberapa titik tempat papan pengumuman dipasang semua? Ck, salahkan papan pengumuman sekolah yang hanya beberapa buah itu, penuh semua lagi.
"Hey, Tuan Baka yang mengatai orang baka! Dengar, ya? Aku dan kau itu satu kelas! X MIA 4! IPA! Puas?! Hahhhh... tidak sia-sia kau membantuku masuk kelas IPA macam itu kemarin saat ujian. Kalau saja cara-cara mencontek kita ketahuan kemarin, mungkin kita berdua sudah didepak paksa sama pengawas killer jelek itu..."
Naru melipat kedua tangannya di depan dada dengan seringaian bangga. Bangga karena kerja keras hasil menconteknya membuahkan hasil maksimal. Sasuke sendiri pening melihat sahabat sejak kecilnya ini yang bisa-bisanya memasang raut bangga begitu dalam konteks contek-mencontek. Mungkinkah Naru akan menjadi bibit baru calon koruptor di masa depan? Hah... abaikan pikiran lebay Sasuke barusan.
"MIA 4? Oh... ya sudah, kalau begitu kita langsung ke kelas sekarang..." Naru mendadak kicep terhadap ajakan Sasuke barusan. Ke kelas mereka yang sekarang? Kelas MIA 4? Errr... tunggu, sepertinya Naru melupakan sesuatu? Ah, jangan bilang...
"Ehhhh, I-itu Teme... ke kelas ya? MIA 4?" Naru mengucapkan kata demi kata dengan hati-hati sambil mengamati intens kalau-kalau raut wajah Sasuke berubah garang karena tidak suka dengan ucapannya.
"Iya, MIA 4... memangnya kenapa? Kau ingin masuk IPS mendadak karena tahu sekelas denganku? Kau tidak suka?" Naru sukses sweatdrop di tempat mendengar argumen melankolis Sasuke barusan. Oh ayolah, seberapa sarkastiknya sih, Sasuke ini sampai bisa-bisanya mengeluarkan kalimat menusuk begitu?
"Sebenarnya lebih buruk dari masuk kelas IPS yang sejak kemarin-kemarin aku takutkan... ada hal yang lebih aku takutkan dari itu untuk sekarang..." Naru melirik takut-takut ke arah papan pengumuman yang semakin meramai itu. Kemudian kembali menatap Sasuke. Berusaha keras memberikan kode dan enggan berbicara apa yang terjadi sebenarnya sedikit pun.
Sasuke menatap heran Naru. Sejak kapan cewek alay ini menjadi sok penakut begini? Apa ada orang lain yang ia takuti dan sekelas dengannya sekarang? Tapi... siapa? Oh ayolah, seharusnya orang-oranglah yang ngeri padanya karena sebelum pemilihan jurusan kemarin dia sibuk membuat onar dengan berkelahi hanya karena masalah sepele, kan? Oke, hipotesis pertama salah. Ah! Atau sebenarnya...
"Jangan bilang kalau kau lupa melihat denah letak kelas kita ada di mana, Dobe?" Jdeeer. Sumpah demi kian dan terima kasih, sepertinya ikatan persahabatan antara Naru dan Sasuke tidak perlu diragukan lagi. Bagaimana bisa Sasuke setepat sasaran itu?! Ahhhh! Naru stress! Bagus... karena sepertinya ikatan persahabatan mereka memang sangat kuat, Naru pun sudah sangat tahu apa yang akan Sasuke lakukan padanya untuk beberapa waktu ke depan...
'twich' kening Sasuke berkedut melihat cengiran tanpa dosa Naru yang entah kenapa terlihat menjijikan di matanya sekarang. Kami-samaaaa! Bagaimana bisa engkau membuat Sasuke tahan bersahabat dengan makhluk dobe macam Naru?
"Jadi, benar...? Kenapa kau dobe, sekali sih bisa-bisanya melupakan hal sepenting itu?!" jitakan cantik pun mendarat tepat di kepala kuning Naru.
"Ehhh Sas... awwww! Sorry! Aku terlalu senang sampai lupa, aduuuh! Jitaknya sekali saja, Teme!"
"Bodoh! Pokoknya kau masuk lagi ke kumpulan babi-babi kelaparan di dekat papan pengumuman itu sekarang! Aku tidak sudi ke sana lagi hanya karena kebodohanmu!" Sasuke mendorong ganas Naru ke arah kumpulan para pencari kelas tersebut.
Ck, Dobe ya tetap saja dobe. Sebenarnya bisa saja mereka bertanya pada siswa lain atau siapa kek tanpa harus kembali ke tempat pemanggil maut itu. Hanya saja, Sasuke benar-benar iseng ingin mengerjai Naru dan ingin melihat Naru sesusahan masuk kembali ke kerumunan karena kesalahannya sendiri. Hah, biar dia tahu rasa! Dan bodohnya, Naru masuk saja menuruti perintahnya barusan dan menarik diri kembali mendekati papan tersebut. Benar-benar baka kuadrat.
Namun di sisi lain Sasuke merasa senang. Tidak sia-sia dia dengan suka rela menyelamatkan Naru dengan memberikan banyak bantuan di ujian penempatan kemarin. Bahkan sebenarnya Sasuke tidak peduli jika harus masuk kelas IPS kalau tetap bersama Naru. Tapi sayangnya mimpi Naru terlalu besar. Masuk jurusan IPA agar bisa menjadi dokter yang sangat dia harapkan itu. Ah yang jelas Sasuke tidak peduli, yang penting dia sekelas dengan Narudobe itu sekarang. Entah rasa persahabatan yang tinggi atau apa, yang jelas dia benar-benar tak ingin berpisah dengan Naru.
Dia bahkan memanipulasi angket yang diberikan ke mereka beberapa waktu lalu oleh pihak sekolah. Memilih semua opsi yang sama dengan yang dipilih Naru. Dan yang lebih hebatnya lagi, dia juga menuliskan cita-cita untuk menjadi dokter padahal sebenarnya ingin masuk ke dunia bisnis atau teknik. Benar-benar pengorbanan masa depan.
Walau tes itellegency-nya kemarin mendapat nominal yang lebih dari cukup untuk kelas akselerasi, tapi dengan suka rela ia mencentang kelas reguler di angketnya kemarin. Demi seorang Namikaze Naru.
.
Kerumunan siswa para pencari kelas sudah semakin surut. Menyisakan beberapa orang yang masih belum mengetahui kelasnya termasuk seorang laki-laki berambut merah ini. Akasuna Sasori.
Bukannya dia kalah dari siswa-siswa brutal yang lain, hanya saja dia malas jika harus melakukan hal senorak itu. Oh, ayolah... benar-benar tidak elegan jika dia harus ikut-ikut berdesakan begitu. Toh akhirnya sama saja, cepat atau lambat dia juga tetap bisa melihat papan tersebut, kan?
Ditatapnya datar kertas yang mencntumkan namanya itu. Dengan perasaan yang tidak terima karena bisa-bisanya sekolah ini tetap ngotot memasukannya ke kelas akselerasi. Oh ayolah, bukankah di angket kemarin dia sudah mengisi kolom untuk kelas reguler? Apa sekolah ini sebodoh itu sampai memasukannya ke kelas yang tidak dia pilih sama sekali?
Bukannya apa. Dia bukannya dendam kesumat dengan kelas akselerasi ini. Hanya saja, dia sudah SMA sekarang. Masa di mana dia butuh ketenangan dalam menjalani kehidupan normal tanpa percepatan macam kelas aksel itu. Cukup saat SMP dulu percepatan itu dia alami. Dia ingin menjadi bagian dari kelas biasa. Setidaknya untuk SMA ini.
Jujur, dia sebenarnya senang-senang saja karena otaknya dihargai dan dianggap mampu untuk menjadi bagian dari kelas akselerasi itu. Hanya saja, dia sangat tidak senang karena keputusannya untuk menjadi siswa biasa tidak begitu diperhatikan sekolah ini. Sekolah hanya memperhatikan nominal angka di tes yang mereka buat tanpa mempertimbangkan kemauan siswanya.
Yah, sudah Sasori putuskan... dia akan menghadap ke kepala sekolah untuk memohon perpindahan kelas.
Yang sebenarnya tanpa dia sadari akan mengubah jalan cerita untuk ke depan. Jalan cerita yang awalnya hanya akan mengisahkan betapa konyolnya kehidupan Sasuke dan Naru, kini harus dimasuki dengan tokoh tambahan, yaitu dirinya.
Ya, semoga dengan hadirnya Sasori di kelas biasa tidak mengubah banyak jalan cerita untuk ke depan.
Semoga...
TBC
A/N: Yehhhh! Asdfghjkl! Sebenernya ini cerita mau dibuat dengan tokoh Sakura, Gaara, sama Sasori... tapi karena beberapa waktu lalu si Akihiko Fukuda 71 minta dibuatin cerita SFN lagi yah... sebenernya juga saya gak mau bikin SFN lagi, bukannya apa... Cuma pengen main ke pair sama fandom lain aja, kan jenuh juga kalo bikin SasuFemNaru terus hikssss. Tapi yah apa boleh buat, demi request-an orang ini (saya terlalu mudah luluh kayaknya huhu)
Akihikoooo! Ini ficnya udah saya bikininnn! Sorry ya rada abstrak idenya wkwkwk.
Dan buat autumn aoki (kalo baca ini), ficnya belom sempet dibikin sorrrryyy, nanti saya usahain deh seriusss. Tunggu dengan sabar dan ikhlas*?* ya wwwww.
Dan seperti biasa... yang namanya chapter 1, selalu dikit di semua fic saya buat multichap hehe, jadi jangan protes masalah kepanjangan fic ya?
Mind to review?
Kuas tak bertinta
