[Jeno: Move On]

Rate: T for normalization of same sex relationship

Disclaimer: NCT Dream belongs to SMEnt.

Cast (per chapter): Lee Jeno, Lee Donghyuck, Mark Lee, Na Jaemin

Ada satu sosok yang diimpi-impikan seorang Lee Jeno siang malam. Sosok yang entah mengapa selalu dapat dengan mudah mengubah arah fokus pandangannya di manapun, kapanpun. Sosok mungil yang dia pikir butuh proteksinya. Sebut saja nama sosok itu Na Jaemin.

"Rasanya aku ingin memberitahu semua orang kalau aku suka dia," kata Jeno di sela helaan napasnya.

Donghyuck, sahabatnya sejak SMP hanya tertawa datar mendengarnya. "Sebelum itu, kau harus lakukan sesuatu tentang berita Jaemin pacaran dengan Mark hyung –semua orang lebih tahu itu."

Jeno lalu mengulas senyum miris. Semua orang tahu itu. Tak terkecuali dia.

Dia baru menyadari perasaannya saat kelas 3 SMP. Tiba-tiba saja dia merasakan suatu dorongan untuk mendekapnya erat tiap melihat punggungnya ketika dia berjalan membelakanginya. Belum lagi ketika sosok itu kemudian menolehkan kepala ke arahnya.

Tapi tentu saja, jika membahas tentang kelas 3, kata ujian langsung muncul di pikiran. Jeno juga punya masa depan untuk dikhawatirkan. Dia tidak mau masa depannya harus ditangguhkan lantaran dia harus mengulang setahun lagi di bangku menengah pertama.

Jeno menetapkan hati untuk menyatakan pada Jaemin di tahun pertama menengah atas.

"Aku sekarang sudah punya pacar~" ucap Jaemin dengan senyum lebar sumringah. Dia baru saja mengumumkan berita berbahagianya pada Jeno dan Donghyuck. Keduanya hanya saling tatap dengan mata terbuka lebar.

Jaemin memang memiliki paras manis dan tidak aneh jika banyak yang mengincarnya. Tapi Jeno sendiri tidak percaya jika sudah ada yang berhasil mendapatkan Jaemin bahkan ketika baru sekitar dua bulan mereka memegang status sebagai murid SMA.

"Namanya Mark Lee~ dia dulu kakak kelas yang sepatunya pernah tertukar dengan punyaku yang modelnya sama waktu SMP."

Hal seperti itu mana Jeno ingat, tapi sebagai murid di sana, hampir 100 persen kemungkinan untuk mengenali seorang Mark Lee, anggota klub basket yang sudah masuk tim regular sejak kelas 1.

Berbeda dengan Donghyuck yang memang sudah mengenal Mark sejak lama dan terbilang dekat. Bisa dilihat dia juga kaget mendengarnya. Dia tidak menyangka di antara teman-temannya ada yang saling mengincar. Donghyuck mau tidak mau jadi membahas tentang bagaimana kagetnya dia perihal jadiannya Jaemin dan Mark ketika yang dibicarakan sudah tidak tahu ke mana.

"Aku tidak pernah tahu ternyata Mark hyung ada rencana seperti itu. Sejak kapan dia terpikir mendekati Jaemin... –Jeno? Kamu kenapa?"

Rasa kagetnya ternyata cukup besar sampai-sampai dia lupa kalau sahabatnya yang satu ini juga punya perasaan untuk teman mereka yang manis itu. Sontak dia menutup mulutnya ketika ingat.

"Donghyuck, Mark sunbae ini orangnya seperti apa?"

Terdengar ada nada tidak suka dari caranya bertanya. Donghyuck hanya bisa menangkupkan wajahnya seraya menangkal prasangkanya.

"Kuberitahu ya. Dia termasuk orang terbaik yang pernah kukenal. Coba saja bicara dengannya sebentar," jelas Donghyuck, sempat memberi jeda sebelum kembali melanjutkan kata-katanya. "Jangan langsung membenci dia gara-gara dia mendahuluimu."

Jeno tidak langsung menjawab karena kata-katanya lumayan tepat sasaran. Dia seketika tidak suka dengan si Mark Lee ini yang bisa-bisanya sepatunya tertukar dengan Jaemin. Dalam keadaan seperti apa sepatu mereka bisa tertukar? Memang, di SMP-nya, dilarang mengenakan sepatu di dalam kelas. Sepatu dilepas di luar dan ditata rapi di rak. Tapi mereka berbeda angkatan. Rak tiap kelas saja berbeda, apalagi angkatan? Dalam hati, Jeno menuduh Mark sengaja menukar sepatunya sebagai bentuk modus.

Tidak mau kedua sahabatnya yang tidak saling mengenal ini bermusuhan, Donghyuck segera menyusun rencana untuk bagaimanapun caranya, mereka harus berteman. Tidak harus muluk mengharapkan mereka bisa bersahabat dekat. Hanya dengan Jeno memaafkan, Donghyuck juga terima.

Rencananya dimulai dengan mengarahkan Jeno agar berpapasan dengan Mark ketika kelasnya keluar dari ruang kelas tertentu menuju kelas pelajaran berikutnya. Awal-awalnya, Donghyuck hanya memberitahu Jeno yang mana Mark Lee itu, dan sesuai dugaan kalau Jeno hanya memandangnya sinis sebelum membuang muka.

Hari-hari berikutnya, saat jam makan siang, Donghyuck akan menyeret Jeno agar mau ikut makan bersama Mark dan Jaemin di kantin sekolah. Tentu saja Jeno menunjukkan perlawanan, tapi Jaemin yang senang melihat dua temannya mendatanginya langsung mempersilakan mereka. Mark? Tentu saja dia juga senang melihat Donghyuck, temannya yang jarang terlihat duduk di kantin karena biasanya Donghyuck akan segera menghabiskan makanannya sambil keluyuran.

Makan siang berempat itu berlangsung seminggu. Dalam seminggu itu, Donghyuck melihat kemajuan dengan Mark yang memang berinisiatif melibatkan Jeno dalam pembicaraan. Jeno yang tahu sopan santun dengan kakak kelas juga tidak asal mendinginkan orang yang repot-repot menjaga agar topik pembicaraan tidak mengarah jauh-jauh.

"Yah, sausnya mengenai lengan bajuku," keluh Jaemin sambil mengangkat lengan bajunya agar yang lain bisa melihat. "Aku cuci dulu ya di wastafel."

"Aku ikut. Aku lupa belum cuci tangan." Donghyuck ikut beranjak dari tempat duduknya.

Jaemin hanya mengatainya 'jorok~' lalu pergi meninggalkan Jeno dan Mark.

Jeno tidak menyadarinya tadi, tapi barangkali Donghyuck sebenarnya sengaja mengikuti Jaemin agar dia bisa berdua saja dengan Mark. Belum cuci tangan? Sejak kapan Donghyuck cuci tangan sebelum makan?

Dia sebenarnya sudah merasa Donghyuck memang ingin membuatnya berteman dengan si sunbae yang memacari Jaemin ini, tapi dia tidak menyangka akan ditinggalkan berdua saja. Jujur, dia merasa itu terlalu jahat. Dia tidak tahu harus apa dengan kecanggungan di antara mereka saat ini.

Kecuali dia menggunakan kesempatan ini untuk memojokkannya.

"Sunbae, aku dengar dari Jaemin kalau dulu sepatu kalian pernah tertukar. Bagaimana bisa?" tanya Jeno dengan sedikit nada menyelidiki. Dia tidak menatap matanya karena dia rasa akan lucu kalau dia melihat tatapan paniknya lantaran tertangkap basah –yakin sekali dengan dugaannya bahwa Mark mengatur-atur agar mereka bisa berkenalan. Arogan.

"Haha."

Jeno mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah Mark yang tersenyum menahan tawa, bukan ekspresi bingung takut ketahuan seperti dugaannya. "Dia menceritakannya padamu? Oh, atau kamu dulu satu SMP denganku juga?"

"Aku dari SMP yang sama."

Mark mengangguk-angguk masih dengan senyum-senyum. Jeno tidak mengerti.

Akhirnya Jeno bertanya lagi bagaimana bisa mereka tertukar sepatu. "Rak sepatu kelasku dan Jaemin berbeda tempat dengan rak kelasmu, sunbae. Menurutku mustahil bisa tertukar."

"Iya, aku pikir juga begitu. Makanya Jaemin kok bisa ya salah ambil sepatuku."

"Hah?" Jeno dibuat makin bingung. Jadi Jaemin yang salah?

Mark kemudian menceritakan tentang penggalakan penataan sepatu di rak saat itu. Peraturannya memang harus menata rapi sepatu di rak, tapi bukan peraturan namanya kalau tidak ada yang melanggar. Tidak semua bisa menuruti peraturan setiap hari. Jangankan menata rapi, yang tidak meletakkan sepatunya sama sekali di rak juga banyak. Jaemin termasuk sebagai yang tidak meletakkan sepatunya di rak, menelantarkan sepatunya begitu saja di lantai dekat rak.

Di tengah-tengah ceritanya, Mark lagi-lagi tertawa melihat Jeno mengangguk-angguk setuju tentang Jaemin yang asal melepas sepatunya ketika masuk kelas.

"Kelasku sepertinya selesai lebih lama dari kelas kalian, karena rak kelas kalian sudah kosong melompong begitu aku keluar. Lalu aku tidak melihat sepatuku di tempat aku menaruhnya. Aku bertanya pada teman-temanku barangkali mereka sedang ingin bertindak lucu dengan menyembunyikan sepatuku tapi semuanya mengaku tidak tahu. Lalu ingat bapak-bapak yang sering mengepel kamar mandi gedung kelas?"

Jeno mengangguk. Dia masih belum begitu menebak arah pembicaraannya.

"Bapak itu bertanya padaku 'sepatunya ditaruh di rak tidak?'. Kujawab dengan anggukan, yang langsung dijawab kalau memang ada di rak, seharusnya sepatuku masih ada. …dan kau ingat Park-seonsaengnim?"

Jeno mengangguk lagi. Diam. Diam. "…Oh." Dia sekarang mengerti.

Park seonsaengnim ini dulu pernah mengambil kebijakan untuk menyita sepatu yang tidak ditata rapi di rak. Memang, selama beberapa hari, pemandangan luar kelas begitu rapi tanpa sepatu berserakan, tapi beberapa murid ada yang hanya menganggap peraturan baru itu hanya gertak sambal dan mulai tidak mengindahkan lagi rak sepatu. Lepas sepatu, lempar. Lagi-lagi, Jaemin adalah salah satunya.

Jaemin sempat mencari-cari sepatunya saat itu. Tentu saja dia panik ketika melihat sepatu-sepatu yang awalnya berhamburan tidak ada ketika mereka keluar. Panik, mengetahui ternyata guru yang entah kenapa dipanggil Leeteuk itu ternyata serius dengan ancamannya.

Jeno ingat jelas melihat teman-temannya menjerit-jerit. Yang tidak dia ingat adalah bagaimana caranya ekspresi Jaemin berubah dengan cepat, dari yang awalnya keringat dingin lalu langsung tersenyum meledek. Ngomong-ngomong, dia baru saja dari rak kelas 3.

Ah, dia ingat. Ada yang diucapkan Jaemin padanya seraya menepuk pundaknya.

"Kamu, ya. Kalau mau usil, yang lebih lucu dong."

Jeno tidak pernah mengerti maksudnya, paling tidak sampai sekarang.

"Sunbae, Jaemin sepertinya mengira aku menyembunyikan sepatunya di rak kelas 3 dan salah ambil sepatu milik Sunbae berpikir itu miliknya –sedangkan sepatu miliknya sendiri disita…."

Mark tidak bisa menahan tawanya juga akhirnya.

"Kenapa malah tertawa…. Lalu apa yang Sunbae lakukan?"

"Yah…, bagaimana ya? Tak lama setelah itu, ada pengumuman dari speaker yang menginstruksi agar semua yang merasa kehilangan sepatu segera mendatangi ruang guru. Temanku menyarankan untuk pergi saja dan menjelaskan, tapi ternyata tidak segampang itu. Aku memang menemukan sepatu dengan model persis sama, tapi sulit juga meyakinkan Park seongsaengnim kalau sepatu itu bukan punyaku dalam keadaan aku sendiri tak beralas kaki," jelas Mark sambil berkali-kali mengusap tengkuknya berusaha mengingat-ingat. "Akhirnya sih, aku bisa mengambil sepatu itu dengan berjanji menemukan pemilik asli sepatu itu dan membawanya ke ruang guru esoknya –walau aku yakin, Park seonsaengnim sebenarnya yakin aku berbohong dan sebenarnya tinggal menunggu waktu saja sampai dia bisa menghukumku."

"Lalu? Bagaimana cara Sunbae bisa menemukan Jaemin?"

"Aku awalnya mencari di sekitar lapangan, lalu ke parkiran. Sebenarnya sih aku tidak terlalu bisa berpikir saat itu. Aku hanya asal berlari saja mengikuti di mana orang kelihatan berkumpul. Lalu aku akhirnya ke kantin, mau duduk sambil mendinginkan kepala. Eh, di sana aku melihat ada laki-laki yang duduk tanpa mengenakan sepatu. Di sebelah kakinya ada sepatu yang modelnya sama denganku –yang memang punyaku."

"Jaemin."

"Yap."

Mark kemudian melanjutkan ceritanya tentang bagaimana dia mendekati Jaemin dan bagaimana Jaemin langsung mengerti ketika melihat sepatu yang dikenakan Mark. Ya, modelnya sama, tapi ikatan tali dan ukurannya berbeda.

Ketika ditanya, Jaemin baru menyadari itu bukan sepatunya ketika tali sepatunya lepas dan melihat pattern ikatannya berbeda dari biasanya –apalagi ketika dia sedari tadi merasa kalau sepatunya terasa renggang. Dia tambah panik ketika mendengar pengumuman dari speaker. Dia tidak berani pulang membawa sepatu orang –yang kemungkinan besarnya adalah kakak kelasnya, mengingat ia mengambil sepatu itu dari rak kelas 3 –dan jadilah dia hanya duduk di kantin, tidak tahu harus apa.

"Selama aku berlari keliling sekolah, aku terus-terusan merutuki siapapun yang mengambil sepatuku. Aku terus bersumpah akan menyeretnya ke depan guru Park itu." Mark terkekeh pelan, lalu memandang ke arah wastafel kantin yang sedang disibuki Jaemin. "Tapi ketika melihatnya meminta maaf berkali-kali sambil menyalahkan dirinya sendiri, aku juga jadi tidak tega."

"Sunbae tidak mengadukannya?"

Mark menggeleng. "Besoknya, aku ke ruang guru sendirian. Aku menyerahkan sepatuku –yah, walaupun ternyata memang penyitaan itu hanya gertakan saja. Hanya peringatan. Sepatuku dikembalikan, tapi poin sikapku dikurangi."

Jeno termenung. Dia membayangkan jika saja Jaemin tidak repot-repot melihat rak kelas 3, dia akan langsung diarahkan ke ruang guru dan Mark tidak akan terlibat. Tapi apa yang akan Jeno lakukan? Dia hanya akan mengatakan semuanya salah Jaemin yang tidak menuruti peraturan. Bagaimana dengan Mark? Mark melindunginya.

Jaemin dan Donghyuck terlihat berjalan mendekat. Mark lalu berbisik pada Jeno. "Rahasiakan yang tadi ya. Melihat dari bagaimana dia cerita padamu, sepertinya dia tidak pernah terpikir bagaimana caranya aku bisa mengambil sepatunya dari ruang guru –dia hanya ingat soal tertukar sepatu saja, tidak soal penyitaannya."

"Hm? Kalian bicara soal apa?" Jaemin terlihat tertarik. Tangannya merangkul lengan Mark. Yang ditanya hanya mengalihkan pembicaraan.

Di jalan pulang, Donghyuck terus memperhatikan Jeno. Sedari jam makan, Jeno hanya terlihat menjawab orang sekenanya saja.

"Bagaimana? Sedang berpikir soal apapun-itu yang dikatakan Mark hyung tadi siang? Aku melihat kalian bicara banyak."

Jeno hanya menolehkan kepala, tidak terlalu menjawab pertanyaan Donghyuck. "Sebenarnya kamu memihak siapa?"

Donghyuck tertegun mendengar pertanyaan Jeno. Siapa dan siapa? Jeno dan Mark? Sahabatnya dan sahabatnya?

"Jeno, kamu sahabatku. Tentu aku mendukungmu," jawab Donghyuck, yang Jeno yakini jawabannya masih belum selesai sampai di situ. "Begitu juga dengan Mark hyung. Dia juga sahabatku. Aku juga mendukungnya."

"Itu artinya kamu tidak memihak siapapun."

"Memang. Katakan saja begitu."

Jeno hanya menghela napas keras-keras. Rasanya dia ingin berteriak saja untuk melampiaskan rasa frustrasinya. "Oke, oke. Aku kalah. Aku menyerah soal Jaemin." Dia acak-acak rambutnya sambil merutuki dirinya sendiri. "…Mark sunbae… bukan orang yang bisa kutandingi."

Dongyuck tidak berkata apa-apa. Dia tidak begitu yakin apakah ini yang dia inginkan dari rencananya membuat kedua sahabatnya bicara empat mata.

.

.

TBC

a/n. HALO INI TATA! Kemarin saya TO SBMPTN dan hahaha susah ya;;;. Nangis-nangis. Ini buat refreshing ya. Sedih juga masih belom ada fic NoRen yang baru hmmm.

Iya, jadi ini mau jadi fic multichapter yang… rada banyak. Chapter ini awalnya Cuma mau prolog… tapi ternyata buat jelasin hubungan mereka berempat makan 1k+ words. Jadi… gimana ya.

"Ini fanfic pairingnya apa sih. Tagnya NoRen tapi dari ujung sampe ujung NoMin." Ini endgamenya NoRen iihh yang sabar atuh :'((

Dan soal honorifics di korea… saya masih awam. Saya aslinya wibu. Jadi taunya jepang doang haha. Takut salah, jadi gak berani pake ah, ssi, ya, dsb.

n.b saya mau ganti username jadi 'pacarnyaHaechan' jangan pada ngamuk ya. Fic saya NCT dream semua, jadi biar lebih afdhol pake namanya si savage ganteng itu hehehe dan tidak, saya tidak cerai sama Taeil;;; saya poliandri tapi saya sm Haechan sama-sama minor jadi belum bisa nikah (delusinya mbak). istrinyaTaeil nanti comeback jadi acc baru lagi kalo ada ide bikin fic pake pair yang pada tua-tua itu hahaha.