.
A Pandora Hearts Fiction
.
Warning! : Typo(s) may occur. Romance Straight.
.:.
Detik pertama, aku menangkap sosok dirimu,
Detik kedua, aku menatap lekat-lekat wajahmu
Detik ketiga, jantungku mulai berpacu lebih cepat dari biasanya
Detik keempat, aku telah kalah melawan pesonamu
Detik kelima, kau pergi.
.:.
Lima Detik © Kurotsune Ruuka
Disclaimer : Pandora Hearts © Jun Mochizuki
Enjoy!
Suara detikan jarum jam menggema di sebuah ruangan luas. Cat abu-abu yang menempel di dinding ruangan mulai mengelupas. Lantai marmer yang sudah berumur ratusan tahun diselimuti hamparan karpet beludru merah marun. Sebuah sofa empuk tertata rapi di salah satu sudut ruangan. Sebuah cermin berhias ukiran yang detil berdiri di dekat jajaran sofa.
Sebuah tangan asik memainkan pita biru yang terikat di leher sebuah boneka kelinci. Iris violet pemilik tangan itu nampak bosan. Bibirnya melengkung ke bawah, cemberut. Anak rambut cokelatnya yang panjang sesekali tertiup angin yang melewati jendela menara. Gadis itu mengangkat wajahnya dari boneka kelinci putih miliknya. Iris violetnya menatap datar ke arah semak belukar di bawah menaranya.
Angin kembali berhembus lembut ketika sebuah ide muncul di benaknya. Gadis itu melemparkan bonekanya asal-asalan ke dalam ruangan. Tangannya membantu tubuhnya agar bisa duduk di ambang jendela. Iris violetnya menatap dalam-dalam ke arah semak belukar di bawah sana.
Hup.
Bruuk.
Sraak.
Gadis beriris violet itu melompat dari ketinggian menara. Tubuhnya jatuh membentur tanah lalu terpental ke arah semak belukar. Untungnya tak ada luka yang serius, hanya ada beberapa lecet yang akan cepat sembuh. Dengan segera gadis itu berdiri di antara semak-semak dan membersihkan gaun lolitanya yang kotor. Iris violetnya sedikit berbinar senang ketika melihat sebuah jalan yang menjauhi menara tempat tinggalnya.
"Dunia luar..." ujar gadis itu pelan sambil berjalan maju tanpa memperhatikan semak belukar yang mengganggu jalannya.
.
.
.
.:.
Tahukah kau? Satu jam dapat terasa seperti satu detik.
Namun, ada yang lebih parah.
Satu hari dapat terasa seperti satu detik.
.:.
Sepasang iris violet itu berbinar senang ketika menatap indahnya dunia luar. Ia menatap keindahan dunia yang sesungguhnya. Buliran air segar terjun bebas dari ketinggian. Tebing-tebing curam membingkai air terjun itu. Pepohonan lebat tumbuh di sekitar sungai. Bunga-bunga cantik bermekaran dan dihinggapi para kupu-kupu, lebah dan burung kolibri. Suara deburan air yang membentur air sungai begitu memanjakan telinga. Gadis berambut cokelat itu masih membeku karena takjub akan keindahan alam.
"Ke-kenapa aku baru keluar sekarang? Padahal di luar sini begitu indah." gumam gadis itu sambil mendekati sungai yang meliuk-liuk.
Gadis itu menatap bayangan dirinya di air sungai. Entah mengapa, bercermin di air sungai yang menyegarkan lebih menarik daripada bercermin di cermin tua dengan bingkai yang diukir secara mendetil. Gadis itu mencelupkan jari tangannya ke air sungai yang mengalir. Rasanya segar dan menyenangkan. Seutas senyum tipis terukir di wajahnya.
"Rupanya kau senang bermain di luar menara, Alice?"
Senyum langsung sirna dari wajah gadis bernama Alice ketika melihat bayangannya di cermin yang berambut cokelat berubah menjadi putih seperti salju murni. Iris violetnya menatap tajam ke dalam iris violet bayangannya yang terlihat berbinar senang. Bibir Alice yang melengkung ke bawah menandakan rasa tidak sukanya pada bayangan berambut putih tersebut. Sementara itu, bibir bayangan Alice membentuk sebuah senyum senang.
"Pergi!" suara Alice keluar dengan nada yang mengancam.
"Yaah, aku tak akan mengganggumu lebih jauh kali ini," ucap bayangan Alice sambil tersenyum lebih lebar.
Alice terus menatap bayangan itu dengan raut wajah tidak suka. Ia menunggu warna rambut bayangannya di air kembali berwarna cokelat. Bayangan Alice sedikit terkekeh pelan sebelum pergi dari hadapan Alice.
"Sampai jumpa, Alice."
Seiring dengan kalimat itu, warna rambut di bayangan Alice perlahan menjadi cokelat kembali. Semakin lama warna seputih salju itu hilang dari bayangannya. Ekspresi wajah bayangannya kembali mengikuti ekspresi wajah Alice yang sebenarnya.
Setelah kepergian bayangan dirinya yang berambut putih, gadis beriris violet itu tampak kembali senang. Iris violetnya berbinar senang ketika jemarinya menyiprat-nyiprat air ke segala arah. Rasa segar yang mengalir di tangannya begitu menyenangkan. Gadis itu hingga tak sadar dirinya sudah masuk ke dalam sungai yang tak terlalu dalam. Aliran air menyegarkan menerpa pinggangnya, sedangkan tangannya tetap sibuk menyipratkan air. Bagian bawah gaun lolitanya basah kuyup dan melayang-layang di sungai yang mengalir.
Tanpa Alice sadari, sepasang iris emerald menatap dari balik semak-semak. Sepasang bola mata dari tadi mengawasi setiap gerakan Alice, terus menerus menatapnya. Namun bola mata itu tak dapat melihat wajah Alice. Gadis berambut cokelat dengan iris violet yang sedang bermain air itu membelakangi orang misterius tersebut.
"Siapa gadis itu?" bisik sosok di antara rimbunan semak beri. Mata emeraldnya terus mengamati Alice dengan rasa penasaran.
Grosak.
Bruuk.
Semak-semak itu saling bergesekan hingga menimbulkan bunyi yang cukup jelas didengar. Seorang laki-laki berambut pirang panjang jatuh terantuk tanah. Badannya menelungkup di atas rerumputan hijau. Ia menengadahkan kepalanya untuk melihat ke arah sungai dimana seorang gadis tadi asyik bermain-main. Namun iris emerald itu langsung kecewa ketika melihat tak ada seseorang selain dirinya di daerah itu.
"Dia pergi begitu saja, padahal aku belum sempat melihat wajahnya." dengus laki-laki sedikit kecewa.
Iris emerald itu sedikit berbinar senang ketika melihat sesuatu teronggok di samping sungai dengan keadaan basah kuyub. Tanpa basa-basi laki-laki pirang tersebut berdiri dan menghampiri seonggok kain basah. Tangannya segera meraih kain itu dan dibeberkannya di udara. Ia sedikit terperangah. Yang ia pegang sekarang adalah rok gaun lolita yang dirobek secara paksa. Dan di atas rerumputan dimana sobekan gaun itu tadi tergeletak terdapat sepasang sepatu fantofel berwarna ungu tua berhias pita kecil.
"Jaacck!" pekik sebuah suara.
Srak.
Seorang wanita berambut merah muda muncul dari balik semak-semak. Iris ruby miliknya nampak kaget menemukan sosok yang dicarinya tengah memegang robekan sebuah gaun lolita. Wanita itu segera mendekat ke arah laki-laki pirang yang dipanggilnya Jack.
"Apa yang kau pegang itu?" tanyanya penasaran sambil memperhatikan kain yang dipegang Jack.
"Sobekan gaun, Charlotte." jawab Jack santai sambil tersenyum simpul.
"Aku tahu, tapi kenapa ada yang seperti ini padamu?" Charlotte bertanya balik dan merebut sobekan gaun itu. Jack hanya tersenyum kecil sambil mengendikkan bahu.
Ketika Jack membungkuk untuk memungut sepatu berpita itu, iris Jack menemukan sesuatu, sebuah jejak kaki yang mengarah ke hutan. Ia tersenyum tipis lalu menegakkan punggungnya. Dengan langkah santai laki-laki pirang itu segera berjalan mengikuti jejak kaki basah yang ditinggalkan gadis itu.
"Aku mau ke tempat gadis itu dulu, Lotti~" ujar Jack yang sudah menghilang di antara pepohonan hutan yang berdaun rimbun.
Gadis berambut merah muda itu terlambat menyadarinya.
"JAACCCK!" teriak Charlotte sebal sambil menghentakkan kakinya ke tanah.
Detik Pertama : Sosok – End
Arigato gozaimasu #bow.
Hiehehe, saya kembali ke FPHI semuaa :* #kicked, eheh, entahlah~ tiba-tiba ada inspirasi saja untuk menulis di fandom ini. Nah, soal fic ini. Memang sengaja chap awal dibuat pendek, heheh. Lalu, sesuai judulnya yang berbau lima, fic ini nantinya fiveshots! Yeahuhuhu~ #gaje.
Tapi, yah, minta pendapat aja dulu deh.
KEEP or DELETE?
No vote to keep this, then it means delete~ XD
