A NaruSasu fanfiction

Diclaimer : Masashi Kishimoto

Pair : Seme!Naruto Uke!Sasuke

Rate T

Shounen-Ai

.

.

.

.

Happy Reading

.

.

.

"Sensei! Sensei! Ceritakan lagi tentang "mark" yang ada pada setiap manusia."

Seorang anak berambut pirang menatapnya dengan sepasang iris sapphire yang berbinar, membuat wanita muda itu terkekeh. Daripada bermain bersama teman-temannya di ruang bermain, anak ini lebih memilih menghampirinya yang duduk di kursi sembari mengawasi para murid asuhnya.

"Hahaha ... kau sepertinya suka sekali dengan cerita itu. Baiklah, Naruto, aku akan menceritakan kembali tentang mark."

"Setiap manusia memilki tato di salah satu bagian tubuh mereka, yang disebut mark. Dengan tanda tersebut kita dapat menemukan seseorang yang menjadi takdir kita atau lebih tepatnya soulmate. Dan biasanya mark yang dimiliki oleh sang soulmate merupakan lawan dari mark kita."

Naruto kecil memandang bingung, "huh, sour-sourumate? Apa itu?" tanyanya dengan aksen khas Jepang.

Shizune tersenyum geli mendengar pertanyaan bernada polos itu, "Soulmate. Artinya pasangan hidup."

Naruto mengangguk-angguk antusias. Manik terangnya memantulkan keingintahuan.

"Lalu bagaimana cara menemukan sourumate dengan mark, sensei?"

"Saat bertemu dengan soulmate ataupun berada di dekatnya, mark yang terdapat di tubuh kita akan terasa perih dan bersinar. Ketika kau bertatapan dengannya, dadamu akan terasa berdetak kencang. Kau akan mendambanya. Dan kau akan yakin kalau dia adalah orang yang tepat untukmu."

"Kapan kita akan bertemu dengan seseorang yang disebut sourumate, sensei?"

"Kau bisa saja bertemu dengannya setelah ini, esok, ataupun di tahun-tahun berikutnya. Tidak ada yang tahu kapan pastinya." Sang sensei mengedikkan bahunya, memasang ekspresi misterius. "Tapi yang pasti, kau akan bertemu dengannya." Lalu satu kedipan mata diberikan wanita muda itu.

Uzumaki kecil itu tercengang, sebelum menepuk kedua tangannya dan berseru, "woah, itu keren sekali! Aku jadi tidak sabar bertemu dengan si sourumate!"

Shizune hanya tertawa kecil melihat tingkah lucu sang anak didik.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

DRAP ... DRAP ... DRAP ...

"Naruto-kun ... ! Ganbatte ... !"

"Ayo Konoha! Hajar!"

"Ayo Naruto!"

Sorak-sorai penuh semangat penonton bergema di lapangan indoor di mana pertandingan basket antar sekolah menengah dilaksanakan. Seorang pemuda berambut pirang mendribble bola dengan lincah. Sambil menghindari hadangan lawan, ia melakukan tipuan. Sesekali mengoper kepada rekan setimnya.

Sebenarnya konsentrasinya agak terganggu. Ucapan sang guru TK beberapa tahun lampau sering terngiang-ngiang di benaknya, bahkan ketika melakukan kegiatan yang butuh fokus tinggi seperti sekarang.

Dengan cekatan Naruto menghindar, menyadari ada pemain lawan yang mencoba merebut si bola oranye di tangan. Setelah berhasil, Naruto mendribble bola mendekati ring, dan melakukan lay-up.

Shoot~

PRIIT!

Babak kedua selesai. Papan skor menunjukkan angka 33 - 30 dengan kemenangan untuk Konoha High School.

Teman-teman setim Naruto bersorak, berkumpul untuk saling tos dengan wajah gembira. Berbanding terbalik dengan Naruto yang suasana hatinya keruh. Menghiraukan ajak tos dari rekan satu tim, Naruto berjalan menuju bench.

Sambil mengelap keringat dengan handuk, Naruto mengistirahatkan tubuh. Ingatan yang muncul di saat pertandingan barusan kembali terlintas.

Sejak kecil Naruto sangat menantikan kemunculan tanda-tanda soulmate yang disebutkan oleh guru TK-nya. Bahkan sampai beberapa bulan sebelum ini, Naruto masih sempat memeriksa ke sekeliling, berharap jika soulmate tersebut berada di sekitarnya dan tanda-tanda pada mark-nya akan muncul. Nyatanya, selama tujuh belas tahun ia hidup, tidak sekalipun tanda-tanda itu tampak.

"Oi! Naruto! Sampai kapan kau mau duduk disana?!"

Seruan cempreng dari samping mengugurkan lamunannya. Naruto mengalihkan arah pandang dan menemukan seorang pemuda berambut coklat memandang penuh semangat. Di sisi kanan sang pemuda, seorang siswa berambut hitam model nanas menatap dengan muka mengantuk. Yang satu memakai baju basket, sedangkan yang satu lagi mengenakan seragam sekolah.

"Ada apa?" tanya Naruto tanpa minat. Tak berniat beranjak sedikit pun dari bench.

"Aku dan anggota tim lain berencana ke kedai kaki lima untuk merayakan kemenangan tim kita. Ayo ikut!" ajak Kiba tak sabaran.

Naruto hanya melambaikan tangan cuek. Suasana hatinya memburuk sejak ingatan itu datang. Padahal acap kali Naruto yang akan memimpin rekan-rekan setimnya merayakan kemenangan mereka.

Setelah mendapat jawaban dari Naruto, mereka meninggalkan lapangan. Terburu mengikuti rombongan tim basket yang sudah berjalan lebih dulu di depan.

Naruto tersenyum kecil. Kiba dan Shikamaru itu teman sekelasnya. Mereka juga ditakdirkan menjadi soulmate. Masih lekat sekali di ingatan Naruto suatu kejadian dramatis pada awal kelas sepuluh. Di mana Kiba, yang notabenenya teman Naruto sejak kecil, bertemu dengan sang soulmate.

Hari itu, ia dan Kiba berjalan tergesa di koridor kelas-hampir berlari-demi mengejar upacara bendera yang dimulai dalam hitungan menit. Saking terburu-burunya, si pemuda Inuzuka tidak memperhatikan jalan di depan dan menabrak pengguna koridor lain. Keduanya terhuyung dan jatuh dengan posisi Kiba yang berada di atas Shikamaru. Dan sedetik kemudian mengaduh bersamaan dengan mark masing-masing yang bercahaya. Tanpa sengaja bertatapan. Sungguh klise sekali.

"Uhmm ... ano ... N-Naruto-kun, i-ini minuman untukmu."

Dua kali. Sudah dua kali dirinya diusik. Hey, apa Naruto tidak boleh melamun?!

Mengangkat wajah, si bungsu Uzumaki menoleh. Telah siap memarahi siapa pun yang mengganggu. Namun urung, kala menemukan seorang gadis bersurai indigo dan beriris lavender tengah berdiri di samping. Sebotol minuman isotonik disodorkan dengan tangan gemetar. Wajah gadis itu sedikit bersemu dan malu-malu.

"Terimakasih, Hinata-chan."

Naruto melempar senyum tiga jari. Ia terima botol minuman yang diberikan sang kekasih lantas mereguknya rakus. Mood-nya lumayan membaik akibat perhatian Hinata.

Akhirnya, karena harapan yang semakin lama makin memudar, Naruto memutuskan membuka hati. Dan great! Satu bulan ini ia menjalin hubungan dengan salah satu gadis seangkatan yang cantik namun pemalu. Hyuuga Hinata.

"Nah, Hinata-chan, hari sudah mulai sore. Ayo ku antar pulang."

"H-hai', Naruto-kun."

Sebuah pikiran terlintas dibenaknya.

Barangkali Naruto memang tidak ditakdirkan untuk memiliki soulmate ataupun sekadar dipertemukan. Dan bisa saja mark bergambar "Taiyo" di punggung tangannya tidak berarti apa-apa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Naruto ..., kau sedang apa?"

Naruto sedang berbaring santai di ranjang seraya memainkan PS ketika sang ibu tiba-tiba melongok dari balik pintu kamar. Wanita itu berjalan mendekat. Lengkungan semanis madu diulas. Mendadak Naruto mendapat firasat buruk.

"Sepertinya kau tidak sibuk. Kalau begitu, kau pasti bisa membantu Kaa-san, ne?"

"Membantu apa?" Naruto menyahut santai, meski hati waspada.

"Tolong belikan rainbow cake di Haruno's Cake, ya? Persediaan Kaa-san habis."

Nah, benar, bukan? Kushina kalau sudah memasang senyuman manis, pasti ada maunya. Biasanya dia juga cerewet. Hampir setiap hari mengomeli Naruto dan Kyuubi.

"Tapi Kaa-san, aku mau mengerjakan tugas setelah ini. Kenapa tidak menyuruh Kyuubi-nii saja? Aku yakin dia free," ujar Naruto. Mencoba mengelak meski sudah menduga hasilnya.

"Aku tidak bisa. Aku memiliki janji."

Sesaat setelahnya, seorang pemuda berambut crimson berdiri di depan pintu yang terbuka lebar. Kakaknya itu sudah rapi dan siap pergi. Ia pamit sebentar pada Kushina sebelum berlalu. Tanpa Kushina tahu, Kyuubi sempat melempar seringai penuh kemenangan padanya.

Naruto mendecih sebal. Pasti mau pergi kencan dengan soulmate-nya yang disebut-sebut Si Keriput itu.

"Nah, kau lihat sendiri, kan?" retorik Kushina begitu ia berbalik. Kedua tangan terlipat di dada. Pertanda tak dapat dibantah.

"T-tapi Kaa-san-"

"Tidak ada penolakan."

Naruto hanya dapat menghela napas dan beranjak dari kasurnya yang nyaman. Hancur sudah rencana untuk menghabiskan waktu seharian di pulau kapuk kesayangan. Tetapi biarlah, daripada melihat si Harbanero Merah mengamuk.

.

.

.

.

.

Jalanan Tokyo ramai oleh hilir-mudik masyarakat. Karena sekarang hari libur internasional, banyak yang menghabiskan waktu di beberapa tempat terkenal di pusat kota. Termasuk seorang lelaki bersurai secerah mentari yang menjinjing sebuah kantong setelah keluar dari toko kue.

Naruto habis menuruti permintaan ibunya; membeli rainbow cake. Kushina selalu menyuruh Naruto membelinya di sini dengan alasan short cake-nyalebih enak dibanding milik toko lain. Padahal toko itu berjarak cukup jauh dari rumahnya.

Ah, benar juga. Sekarang ia punya banyak waktu luang. Bukankah lebih baik dihabiskan bersama kekasih?

Naruto segera merogoh saku, mengeluarkan ponselnya. Diutak-atik beberapa kali sebelum menempelkannya ke daun telinga. Kernyitan timbul kala mendapati respon agak lama dari perkirannya.

PIP

"Halo, Naruto-kun."

Senyuman lebar tercipta di wajahnya ketika suara lembut sang kekasih menyapa. "Hinata-chan! Akhirnya kau menjawab juga," serunya riang.

"M-maaf, Naruto-kun. T-tadi aku harus bersih-bersih rumah dulu. Ada apa?" tanya Hinata tergagap.

Naruto terkekeh. Bisa dibayangkan wajah gadisnya saat ini. Pasti dia brekspresi malu-malu dengan pipi merona merah. Manis sekali.

"Begini, dattebayo. Hari ini aku punya waktu luang, jadi aku- Ouch!"

"Ouch!"

Brukk

"Naruto-kun?"

"Sebentar, Hinata-chan."

Mengabaikan suara cemas Hinata, Naruto mengangkat lengan kiri. Ugh, perih sekali, ia berpikir. Hampir saja smartphone-nya jatuh kalau tangan kanannya tidak sigap menangkap. Kemudian ia terbelalak, melihat mark "Taiyo" di punggung tangannya bercahaya.

Naruto menatap ke depan, di mana arah suara ringisan serta bunyi benda jatuh tadi terdengar. Terlihat seorang pemuda berambut raven menunduk. Tubuh agak merunduk dan leher yang dicengkeram erat.

Naruto refleks mendekati lelaki itu. Lewat celah-celah jari yang menutupi leher kirinya, terlihat sebuah mark "Tsuki" berpendar. Tanpa diduga, dia mendongak. Tatapan mereka pun bertemu. Naruto tercekat. Detakan jantung bertalu tak beraturan.

"Halo, N-naruto-kun?! Kau baik-baik saja?!"

Sebuah suara nyaring yang berasal dari ponselnya membuat Naruto tersadar. Lekas ia memutus kontak mata sembari merutuki diri.

Kenapa bisa Naruto melupakan panggilannya dengan Hinata yang masih tersambung?

Naruto pun mengangkat ponselnya.

"Ya, Hinata-chan. Aku baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu. Aku pikir terjadi sesuatu pada Naruto-kun."

Kehawatiran sang gadis tidak ditanggapi, justru Naruto menyampaikan hal lain. "Oh, ya. Soal perkataanku tadi, aku mau kita putus," tukasnya cepat.

Entah mengapa, saat tatapannya bertemu dengan sepasang manik seindah langit malam, ada sesuatu mengganjal. Semua tentang Hinata yang sebelumnya dianggap manis, berubah hambar.

Apakah ini efek dari pertemuan dengan lelaki di depannya?

"A-apa?!"

Sambungan ponsel diputus. Naruto tak lagi menghiraukan respon Hinata kemudian hari. Usai menyimpan ponsel ke dalam saku, Naruto menghampiri lelaki berambut raven yang kini tengah memunguti barang belanjaannya. Beberapa tampak berceceran di paving block sedang sisanya masih berada dalam kantong.

Persetan kalau nanti Hinata mencapnya brengsek. Yang terpenting, urusan ini harus selesai dulu.

Saat sampai di dekat lelaki itu, Naruto berjongkok. Dibantunya sosok tersebut memunguti barang-barang belanjaan yang berserakan di jalan. Tak bisa menahan rasa ingin tahu, iris Naruto terarah pada leher putih di depannya, di mana mark "Tsuki" tertera. Mark itu masih terus memendarkan cahaya putih walau tak seterang sebelumnya. Tetap saja, cantik.

Rasa penasaran membuncahi dada Naruto. Pelan-pelan, ia mencoba merangkai kata-kata.

"Hei, kau tahu kan, maksud dari tanda-tanda tadi?" tanya Naruto hati-hati. Belum pernah ia segugup ini saat berbicara dengan orang tak dikenal.

"Hn."

Naruto meringis samar mendengar deheman singkat itu. Ia ragu mereka akan cocok. Orang ini bahkan tidak berniat mengeluarkan satu kata pun. Apa mungkin pertanda dari mark-nya itu salah?

"Jadi, sebagai permulaan, kita harus saling mengenal dulu." Kendati demikian, Naruto tetap mencoba bersikap ramah, "Aku Uzumaki Naruto."

Tangan tan terulur ragu.

Awalnya si lelaki raven berpikir keras, sebelum membalas uluran tangan. Detik yang sama, dia mengangkat wajah. Tatapan keduanya saling bertemu, lagi.

"Uchiha Sasuke."

Ketika itu Naruto paham maksud kata-kata yang pernah diucapkan guru TK-nya. Senyum simpul pun terlukis dibibir, menertawakan pemikiran bodohnya di dalam hati.

Bagaimana bisa ia meragukan takdir?

Dan ketika kau bertatapan dengannya, dadamu akan terasa berdetak kencang. Kau akan mendambanya. Dan kau akan yakin kalau dia adalah orang yang tepat untukmu.

Sebab Naruto tengah merasakan hal yang serupa sekarang.

Tbc

Hai-hai, ini ff narusasu pertama di akun ini :D

Sebenarnya ide bikin fict ini terinspirasi dari doujin USUK " Emergency Call" dengan tema cardverse. Tapi miripnya cuma satu persen lol

Dan makasih buat yg udah mampir, mudah-mudahan gak aneh...wkwkwk... :3

Kalau ada kritik dan saran sampaikan saja ;D