Chapter One
Pemukiman Vampir
"Kenapa aku tidak boleh melihat matahari?"
"Karena itu akan sangat menyakitimu, Sakura..."
***
Sakura menyibak tirai jendela kamarnya. Di luar langit gelap berawan, dan tetes-tetes air hujan menutupi semburat samar kemerahan di langit sebelah timur. Pagi yang suram. Sakura menghela napas. Pagi ini dia harus sekolah. Matahari tidak terbit, dan pengawasnya pasti tahu kalau dia membolos.
Semburan air hangat dari shower membelai Sakura, seolah mencoba memberitahu bahwa semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang salah. Sakura tersenyum. Ya, tidak ada yang salah. Dia pasti bisa mengendalikan diri hari ini. Tidak akan ada korban lagi atas ketidakmampuannya menolak darah. Saat bercermin, Sakura melihat seorang gadis cantik berambut pink di sana. Tapi mata hijau gelapnya yang dalam, kulit pucat kehijauan, dan tatapannya yang hampa membuatnya berbeda. Dia bukan seorang gadis biasa. Dia vampir, penghisap darah yang memiliki keabadian.
Sakura menghela napas lagi. Bukan keinginannya menjadi sesosok makhluk yang hina seperti ini. Dia tidak memiliki orang tua, tidak tahu darimana asalnya, dan dia juga tidak tahu apa yang membuatnya menjadi vampir. Yang dia ketahui hanyalah dia sudah tinggal di Black Roses sepanjang yang bisa diingatnya. Black Roses adalah sebuah perumahan elit yang mewah, atau begitulah anggapan orang-orang luar. Sebenarnya Black Roses adalah pemukiman yang didirikan pemerintah atas ketakutannya terhadap vampir. Puluhan vampir di Tokyo dikumpulkan di sini, seluruhnya, tidak terkecuali anak-anak kecil dan orang tua. Tujuannya hanya satu: mengumpulkan mereka, mengawasi, dan mencegah jatuhnya korban lebih banyak.
"Apakah aku cukup berharga untuk hidup?" bisik Sakura lirih. "Aku hanyalah seorang pemangsa yang hina..."
***
Awalnya kelas 1-7 ini ramai, tapi begitu Sakura melangkahkan kaki ke sana, suasana langsung berubah menjadi sunyi dan tidak enak. Keberadaannya memang terlihat tidak diinginkan di sini. Sebenarnya Sakura adalah gadis yang cantik. Penampilannya memukau, kemampuan otaknya di atas rata-rata. Tapi pandangan matanya yang menusuk dan sikap misteriusnya membuat banyak orang segan. Sakura terlalu anggun, terlalu berbeda.
"Lihat, Sakura masuk," bisik Ino.
"Dia kelihatan tidak sehat," balas Tenten, "apa kita harus menyapanya?"
"Kurasa tidak perlu," bisik Ino lagi. "Dia tampak begitu... mengerikan."
"Sudahlah, biarkan saja dia sendiri."
Waktu bergulir dengan lambat. Sakura berusaha mengikuti pelajaran dengan serius, tapi bisik-bisik teman sekelasnya membuat konsentrasinya pecah, dan seperti biasa, Sasuke melempar tatapan aneh padanya. Tapi untunglah akhirnya jam makan siang datang juga. Sakura berjalan ke kantin. Tentu saja vampir tidak makan. Makanan bagi mereka tidak ada rasanya. Hampa. Kosong. Tapi sesekali Sakura harus datang ke kantin untuk mencegah kecurigaan. Saat berjalan di depan laboratorium, dia berpapasan dengan Shikamaru dan Hinata.
"Jangan ke kantin hari ini, Sakura," kata Shikamaru. "Menunya onion pizza."
Sakura mendesah. "Kalau begitu seharian ini orang-orang akan berbau bawang putih..."
Seperti Sakura, Shikamaru dan Hinata adalah vampir. Mereka juga tinggal di Black Roses dan hanya masuk sekolah saat cuaca mendung. Dan sama seperti Sakura, mereka juga tidak memiliki banyak teman. Memang Shikamaru terlalu cuek dan Hinata pendiam, tapi lagi-lagi bukan karena itu mereka dijauhi. Hinata manis dan berambut biru gelap. Dia selalu berdandan ala gothic, dengan gaun hitam berenda yang anggun, sepatu bot selutut dan pita bergaris-garis hitam-putih. Shikamaru selalu tampil cuek dan keren. Hari ini dia mengenakan celana hitam dan kemeja putih yang dilapisi sweater hitam ketat. Sedangkan Sakura mengenakan rok hitam berlipit dan baju tanpa lengan. Apapun yang dikenakan, mereka selalu memancarkan daya tarik yang aneh.
"Apa kalian tahu Sasuke Uchiha?" tanya Sakura. Mereka kini berjalan berdampingan. Beberapa orang yang berpapasan dengan mereka melempar pandangan aneh dan langsung menyingkir memberi jalan.
"Uchiha?" bisik Hinata. "Dia sekelas denganmu, kan?"
"Iya," desah Sakura. "Entahlah, dia selalu melempar pandangan aneh padaku. Matanya mengerikan. Menusuk dan seolah tahu segalanya."
"Barangkali dia hanya suka padamu," kata Shikamaru. "Tapi kadang-kadang dia juga memandangku dengan tatapan aneh... Hinata juga."
"Kurasa... entahlah... barangkali dia tahu sesuatu," kata Sakura.
Shikamaru mengangkat alisnya. "Kalau memang benar... kurasa kau harus..."
"Jangan!" kata Hinata. "Eh... maksudku..."
"Aku tahu," kata Sakura. "Sesuai peraturan, manusia yang tahu keberadaan kita selain pemerintah harus dilenyapkan."
***
Langit sudah gelap. Sakura melangkahkan kaki perlahan menyusuri jalan yang sepi. Jalanan berbatu-batu yang dikelilingi pepohonan ini akan berujung di Black Roses. Dari jauh orang sudah akan melihat tembok setinggi lima meter yang membatasinya dengan jalan, begitu tinggi seolah mengancam. Sakura harus melapor pada penjaga di depan gerbang sebelum diperbolehkan masuk. Setelah itu gerbang dibuka, dan perumahan luas dengan aura gelap yang menyelimutinya langsung menyambut Sakura. Rumah-rumah di sini semua besar dan bergaya Eropa. Beberapa anak kecil, anak-anak vampir, berlari melewati Sakura ketika dia terus berjalan sampai ke rumah nomor sembilan belas.
Rumah Sakura kecil dan terletak di paling pojok. Saat Sakura hendak memutar gagang pintu, tiba-tiba sesosok bayangan melompat dari tembok pembatas. Aroma manis yang lezat langsung tercium oleh Sakura. Bau darah. Itu artinya... ada manusia di sini. Sakura bergerak cepat, dan dia menemukan seseorang di halaman belakangnya. Dia terbelalak. Di sana, terengah-engah dan terlihat kepayahan, berdirilah Sasuke. Dia memegangi bahu dan perutnya yang terluka parah. Darah merah kental mengalir dari lukanya, merembes, dan segera saja bajunya yang biru bernoda darah.
"Apa yang kau...?" bisik Sakura bingung.
"Kau... kau... vampir!" kata Sasuke. Setelah itu dia terjatuh ke tanah, pingsan.
Sakura mendekati Sasuke dengan bingung. Dia terluka sangat parah. Napasnya putus-putus dan banyak luka torehan di tubuhnya. Dan lagi, aroma darah Sasuke seolah membius Sakura. Baginya aroma itu manis dan lezat sekali, menggoda tapi terlarang. Tidak boleh disentuh. Tapi dia harus bergerak cepat. Aroma darah ini pasti sudah tercium oleh vampir lainnya, dan Sasuke terlihat sangat kesakitan. Dia tampaknya akan meninggal kalau tidak segera diberi pertolongan. Tapi apa Sakura bisa membawanya ke dokter? Dia masih harus melewati gerbang dan kerumunan vampir yang haus...
Perlahan Sakura menjatuhkan diri di sebelah Sasuke. Kemudian dia mengangkat tubuh Sasuke, memandanginya sejenak, lalu menancapkan taringnya ke leher Sasuke. Aroma darah ini semakin membuatnya gila. Dia tidak bisa berpikir lagi, hanya nafsu yang memandunya. Dia hanya bisa merasakan taringnya merobek kulit Sasuke, dan dalam sekejap cairan merah kental yang lezat itu menyentuh lidahnya...
***
Vampir! Akhirnya saia nulis fic tentang vampir juga...
Sebenarnya saia lebih suka kalau vampirnya Sasuke, tapi saia pikir, Sasuke udah keren dan kalau jadi vampir tokoh utamanya dia bakal jadi lebih keren lagi, dan keberadaan Sakura dilupain. Terus ntar Sakura bakal jadi pihak yang lemah deh... Nggak, saia nggak pingin gitu.
Gomen nasai...
Saia nggak bermaksud nggak bertanggung jawab dengan nambah satu fic bersambung lagi, padahal masih ada beberapa fic bersambung yang belum saia selesaikan (ehm... dengan ini total 4). Tapi sumpah, saia kehabisan ide buat ngelanjutin. Tapi tenang aja, saia bakal berjuang buat namatin semuanya. Maaf buat yang kelamaan nunggu...
Ok, review ya! Terutama buat pakar vampir, Furukara Kyu, saia tunggu kesannya.
