Seorang gadis tengah berlari di tengah hiruk pikuk kota London di hari Minggu yang cerah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang, lalu menelan ludah dan berusaha mempercepat langkah kaki yang terseok itu. Berusaha tidak memedulikan peluh sebesar biji jagung yang menetes di pelipisnya dan napas yang mulai terengah-engah.

Selama orang-orang intelek-blah-blah-blah-bodyguard berjas hitam itu masih mengejarnya, dia tidak akan berhenti berlari.

Yah, meskipun gaun pernikahan ini sesekali mengganggu kedua kakinya.

Gadis itu mendengus. Betapa bodohnya orang-orang yang mengaku intelek itu. Kalau mereka memang benar-benar intelek, seharusnya ia sudah tertangkap daritadi. Apa guna mobil diciptakan?

"Itu dia! Kejar terus! Tuan Weasley akan memenggal kepala kita hidup-hidup jika Nona Granger tidak bisa tertangkap!"

Bunuh aku sekarang!

Hermione Granger berusaha―kembali―mempercepat langkah kakinya. Untung saja sepatu heels setinggi 12 cm yang di pakainya sudah dilepas begitu saja. Sepatu seharga jutaan dollar itu termasuk salah satu sepatu favoritnya sepanjang masa. Dalam hati gadis itu menyayangkannya. Tapi untuk saat ini ia lebih sayang pada nyawa. Sepatu seperti itu masih bisa di produksi kembali, sedangkan nyawa?

"Sial. Kalau begini sih bisa-bisa aku yang terpenggal," gumam Hermione.

Sepasang cokelat madunya berlarian kesana kemari, berusaha mencari pertolongan ketika sepersekian detik kemudian matanya menatap sesosok pemuda yang tengah bengong di hadapannya. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung menyambar lengan pemuda yang tengah tergantung bebas itu dan membombardirnya dengan kalimat tumpang-tindih.

"Tuan! Tolong aku―manusia intelek bodoh―dipenggal―tolong―nyawaku diujung tanduk―tidak mau dipenggal―hahh hahh hahh―"

Pemuda itu terlonjak kaget―tentu saja, siapa yang tidak kaget semisal kau sedang asyik bengong dan tiba-tiba ada seorang pengantin wanita menggaet lenganmu dan terengah-engah dengan tidak elitnya.

"SIAPA KAU?!"

"AKU JELASKAN NANTI! Sekarang tolong aku! Please―oh, sial.."

Orang berjas hitam itu semakin dekat.

Maka, tidak ada pilihan lain bagi Hermione Granger selain turut menyeret pemuda itu dan membawanya lari. Ia nyaris putus asa, sepasang kakinya sudah terasa melepuh akibat berlari tanpa henti di atas aspal dengan kaki telanjang. Ia juga mulai sempoyongan, pandangannya mulai kabur dan perlahan-lahan pandangannya hitam.

Hermione Granger jatuh pingsan.

.

.