Disclaimer: All of this Character bellongs to J. K. Rowling,

A/N: Cerita ini non-HBP. Dumbledore gak mati/meninggal. Settingnya di tahun ke-enam sama ke-tujuh mereka(1996-1998). Hermione headgirl, sedangkan draco prefect. Dan ini adalah fanfic pertama gue yang gue publish. Masukan atau saran silahkan. So, Read and Review.


Unspoken

Prolog

Terkadang kita akan berpikir ulang mengenai rencana kita. Mungkin karena kita merasa takut, kurang teguh pendirian, atau entahlah.. apapun alasan kita untuk itu. Tapi, yang jelas aku tak mungkin merasakannya. Karena aku seorang Malfoy, dan seorang Malfoy tak pernah meraskan hal-hal sepele seperti itu. Mengapa aku percaya itu? Karena Ayahku yang berkata demikian dan dia selalu mengatakannya padaku, sebagai pengingat katanya.

Tapi disinilah aku memikirkan ulang semuanya. Semua hal yang pernah ayah ajarkan padaku. Segala hal tentang tetek-bengek mengapa Malfoy memiliki derajat yang lebih tinggi dari siapapun. Oh ayolah, gadis itu jauh lebih baik daripadaku. Tentang status darah adalah segalanya. Tapi, aku tahu apa yang lebih baik dari status darah sialan itu, gadis itu. Yep, gadis itu. Ia mampu merubahku. Entah apa saja yang sudah ia perbuat untuk menyadarkanku. Seakan ia mencuci bersih segala kesalahan jalan pikiranku selama ini. Yea..walau itu benar, jika kau melihatnya dari sisi yang kumaksud.

Kau tahu, aku tak ingin melakukannya. Melakukan ini. Mungkin jika kulakukan berbulan-bulan lalu, aku akan dengan senang hati melakukannya. Tapi sekarang? Tak mungkin. Tapi apa lagi yang bisa kulakukan? Tak ada. Pangeran Kegelapan telah mengeluarkan ultimatum. Dan siapa aku untuk tidak mematuhinya. Sebut aku pengecut, atau apa pun yang kau mau, aku sudah sering mendengar yang lebih buruk. Yang pasti untuk saat ini harus kulakukan. Aku tak dapat melakukannya, pikirku lagi. Mereka bilang hidup ini pilihan namun, sepertinya itu tidak berlaku dalam kamusku. Jalanku telah dipilihkan sejak aku belum lahir! Sangat tidak adil bukan? Apa yang dapat kuperbuat? Hanya ada dua pilihan, menjalankan tugasku selayaknya yang harus aku lakukan berbulan-bulan lalu. Dan pilihan lainnya adalah nyawa mereka. Dan aku tidak bisa membiarkan pangeran brengsek itu merenggutnya bukan? Ya, aku harus melakukan ini. Maka dengan perlahan kuputar knop pintu yang sudah kupandangi selama beberapa waktu ini.

Pintu itu terbuka dengan derit pelan, menampakkan ruangan dengan siraman bulan dibaliknya. Kulangkahkan kakiku menuju tempatnya berbaring, dengan tongkat teracung kearahnya. Yang pertama kali kulihat adalah wajahnya. Ia tampak polos dan tenang. Terlelap. Tarikan nafas pelannya hanya pengisi suara diruangan ini –jika kau tak menghitung degupan jantungku yang keras karena aliran adrenalin. Degup jantungku semakin cepat. Oh Tuhan, atau siapapun diatas sana, bantu aku. Aku tak yakin mampu melakukan ini.

Kuhela nafas, untuk menenangkan degupanku yang semakin liar. Aku harus melakukan ini, demi mereka, demi gadis ini. Maka dengan enggan kuayunkan tongkatku.

"Maafkan aku Granger. Oblivate," right, demi mereka pikirku.


a/n: That's the prolog guys. Too fast? Too confusing? Please leave a review. So, I know what I'm doing.