Kristal tidur © Dini Amanda
Naruto © Masashi kishimoto
Warn: gaje, abal, typo, rush, semi-canon, InoDei
Enjoy!
.
Kristal tidur? Apalah artinya bagi seorang kunoichi medis konoha ini? Berartikah sangat? Apakah sebuah kenangan? Heh, kunoichi berumur dua puluh tahun ini masih menyimpan kenangannya?
Mari kita lihat, pada waktu 16 tahun yang lalu...
Flashback
Pada suatu malam di desa daun tersembunyi –konoha , terlihat seorang gadis kecil bersurai pirang tengah menangis ketakutan, dibawah lampu jalan konoha itu. Lampu –yang lebih mirip disebut lampion besar itu adalah satu-satunya penerangan di konoha. Manik biru cerahnya tak henti-hentinya mengeluarkan air mata, berjongkok menunggu sebuah keajaiban. Tak satupun warga konoha yang peduli akan keberadaanya, karena waktu yang menunjukan setengah sebelas malam.
"eh? Anak kecil kenapa menangis disana?" tanya seorang remaja. Ia memiringkan kepalanya, bingung.
"Aku hiks- aku tak- takut..." ujarnya sambil mengucek matanya
"takut?" tanya remaja itu memiringkan kepalanya, masih bingung.
"I-ibuku baru saja meninggal dirumah sakit... hiks... ayahku dalam perjalanan misi..." jelas anak itu sesenggukan
"hm... Kalau begitu kenapa tidak pulang kerumah dan tidur?" tanya remaja laki-laki itu berjongkok. Mecoba melihat anak tersebut lebih dekat
"Aku... takut... rumahku sangat gelap" ujar anak tersebut. Hening pun menguasai atmosfer keduanya
"K-kau sendiri ke-kenapa disini?"tanya anak itu mengusir hening
"ooh, aku sedang dalam perjalanan pulang dari misi. Yah... misi penelitian hasil tambang di dekat sungai" ujar remaja itu. Umurnya sekitar 10 tahun lebih tua dari pada gadis kecil bersurai pirang tadi
"um... bagaimana kalau kita melihat-lihat dibalik bukit? Tadi pagi aku dapat kabar kalau disana banyak kunang-kunang dimalam hari?" tanya remaja tersebut. Gadis bersurai pirang itu pun mengangguk sambil menyeka air matanya. Entah kenapa hati kecil sang gadis menuruti remaja itu begitu saja. Mana tahu remaja itu penjahat, kan?
Gadis kecil itu pun meraih tangan remaja yang terulur padanya, membantu gadis yang mengenakan kaos oranye dan celana putih tersebut untuk tegak.
"namamu siapa?" tanya sang remaja. Dia menuntun gadis itu dengan tangan kokohnya, menuju 'sesuatu' dibalik bukit
"I-Ino... Yamanaka Ino" jawab gadis bermanik biru tersebut "kau?" tanya Ino balik
"Deidara" jawabnya singkat. Sebelah tangannya yang bebas ia masukkan kekantong meminimalisir bekunya udara malam konoha
"Deidara-nii" ucap Ino melafalkan nama Deidara
"hm? Ada apa Ino?" tanya Deidara melirik Ino melalui ekor matanya. Memastikan anak itu baik-baik saja dalam genggaman tangannya
"Lie.. Daijobou..." ucap Ino kembali menatap tanah ditempat ia berjalan. Kaki-kaki kecilnya terus berjalan mengikuti langkah kaki Deidara. Sepanjang perjalanan, keduanya bergeming, tenggelam dalam hitamnya dalam. Ino masih saja terus menunduk, menatap kerikil yang menuntun perjalanan mereka
"nah, Ino sudah sampai" manik biru Ino menatap takjub pemandangan indah didepannya. Terdapat sungai bebatuan kecil dan jembatan yang menghubungkan antara seberang sungai. Dipinggir sungai itu terdapat pohon ceri yang kelihatannya teduh. Sinar rembulan yang sangat cerah pada malam itu pun menerangi tempat itu. Tak mau kalah, kunang-kunang –yang memang dikatakan deidara tadi juga bersinar, berterbangan tak beraturan. Dan Ino kira, jumlahnya mencapai ratusan
"i...indah..." ujar Ino terpana
"Hahaha, kau benar Ino... memang indah" ucap Deidara terkikik memerhatikan ekspresi polos Ino "bagaimana kalau kita duduk dibawah pohon itu?" tawar Deidara sambil menunjuk salah satu pohon ceri. Lagi-lagi, Ino mengangguk setuju
"Kau tahu Ino?" jeda Deidara membuka pembicaraan "terkadang kita harus bersiap menerima suatu keadaan. Ada kalanya kita harus berada di kegelapan. Ada kalanya kita akan berada di tengah-tengah cahaya yang indah" ujar Deidara menatap bintang-bintang
"Namun, jangan pernah takut. Karena didalam tempat yang paling gelap sekalipun, pasti ada cahaya kecil disana. Layaknya bulan dan bintang yeng menerangi langit malam. Layaknya matahari yang menjadi cahaya paling besar di tata surya. Menerangi benda langit disekitarnya" ucap Deidara
"engh... apa Deidara-nii tahu? Kenapa matahari itu sangat panas?" tanya Ino mendongak. Menatap Deidara yang lebih tinggi beberapa senti disampingnya
"Matahari itu, adalah sesuatu yang menjadi penyemangat. Membakar semangat siapa saja yang berada disampingnya" jawab Deidara tenang. Lalu ia merogoh saku rompi ninjanya, mengeluarkan sesuatu yang menarik perhatian Ino. Lalu Deidara menarik tangan Ino dan meletakannya diatas telapak mungil Ino
"Ini apa, Deidara-nii?"tanya Ino bingung terhadap benda bulat yang berada ditangannya itu.
"Itu adalah bebatuan yang mengkristal dipinggir sungai. Aku menemukannya saat sedang meneliti dipinggir sungai" jelas Deidara. Ino pun terus memandangi batu kristal yang bercahaya itu. Warnanya biru, sama seperti mata Ino
"Itu bercahaya dalam gelap. Reaksi kimianya yang menyebabkan kristal itu bercahaya" jelas Deidara lebih detail
"Indah..." ujar ino yang terpukau sekian kalinya.
Lalu mereka berdua berbincang-bincang yang lebih didominasi oleh Deidara. Deidara pun menyandarkan kepala Ino kedadanya ketika menyadari Ino yang sudah berkelana ke alam mimpi. Ia pun juga menyandarkan punggungnya pada batang pohon ceri yang kokoh itu. Dibiarkannya tangan mungil Ino menggenggam kristal biru yang bersinar itu
"Oyasumi, Ino" ucap Deidara mengistirahatkan matanya juga.
.
Saat Ino tersadar dipagi hari, Ino sudah berada diranjang kamarnya. Tangannya masih dengan posisi tadi malam. Menggenggam kristal biru tersebut
.
Sepertinya kedua anak manusia itu tidak sadar. Sepercik rasa kasih sayang tumbuh dihati mereka. Bukan, bukan sayang sebagai adik-kakak.
Bisakah kalian menebaknya?
.
End of Flashback
.
"er... Ino... maukah kau jadi istriku?" tanya seorang pemuda yang sebaya dengan gadis yang dipanggil Ino itu. Sejenak, amarah meliputi perasaan Ino. Tapi, untuk apa lambang Jounin kalau menguasai emosi saja tidak bisa?
"Sasuke-kun," jeda Ino mengambil nafas
"Hanya karena sahabatku –sakura telah menikah dengan Sai-kun, kau melamarku? Tidakkah kau menjadikanku pelarian?" tanya Ino pada Sasuke
"Ino-"
"Hanya karena perasaanmu tidak terbalas, kau jadikan aku pelampiasan? Kau kira seberapa sakit aku saat kau mengabaikanku dulu? 12 tahun selama aku jadi ninja kau terus mengacuhkan ku? Menganggapku hanyalah angin? Pikirlah lagi Sasuke." Skak mat!
"Lagi pula, aku punya seseorang yang lebih tulus, dan aku selalu menunggunya untuk kembali kepadaku"jleb! Tamatlah kau Uchiha!
"Maafkan aku Ino. Aku salah." Ujar Sasuke menunduk
"Mungkin ini menyakitkan hatimu, tapi aku tidak bisa jadi istrimu." Ucap Ino beranjak pergi. Meninggalkan Sasuke yang membisu, menyesali perbuatan masa lalunya. Kakinya Ino kini menuntunnya, pada suatu tempat kenangan.
Ya, sungai dibalik bukit. Kenangan bersama 'seseorang'. Kenangan bersama sang pria yang memiliki warna manik yang sama sepertinya.
"Dei-nii... aku tahu kau tidak akan kembali" ucap Ino menatap langit. Kini ia tegak di pohon ceri yang sama, saat ia bersama Deidara dulu. Bajunya yang berlengan panjang dan celana selutut berwarna ungu-putih melindunginya dari panas matahari –setidaknya sebagian badannya.
"Aku tahu kau seorang ninja pelarian yang kini bergabung dengan Akatsuki. Mustahil kau bisa menemuiku. Itupun kalau kau ingat padaku, ya kan?" tanya Ino tersenyum entah pada siapa. Untung saja disitu tak ada siapapun. Jadi Ino tak perlu dicap sebagai Jounin gila.
"Kau pasti sudah bertambah kuat. Kudengar kemarin kau bertarung dengan para anbu... dan kau setidaknya berhasil kabur dengan jumlah mereka yang banyak" Ino pun akhirnya duduk di 'pohon kenangan' dan menyandarkan punggungnya
"Bolehkah aku berharap Dei-nii?" ucap Ino sambil menggenggam kristal. Ia pun menutup mata. Menggenggam penuh harap pada bola kristal itu. Seakan kristal itu adalah benda yang dapat mengabulkan semua harapan Ino.
"Bolehkan aku berharap akan bertemu denganmu? Bolehkah aku mencintaimu? Bolehkah aku berharap bahwa kau juga membalas perasaanku?" ujar Ino sambil menutup mata. Ia tak sadar bahwa seseorang sedang memerhatikannya. Seseorang itu pun berjalan kesamping bagian pohon itu
"Boleh, Ino" ujar seseorang. Ino pun tersenyum
"Dasar kunoichi bodoh. Ino no baka! Mana mungkin Dei-nii akan mendengar harapan idiot itu" ujar Ino membuka mata, menampilkan sepasang mata aquamarine itu. Ia teresenyum kecut
"Kau tidak bodoh, Ino" ujar seseorang itu, lagi.
"Hah dasar kunoichi pemimpi. Bangunlah Ino! Ini siang" rutuk Ino. Ia merutuki dirinya sendiri, dengan satu tangannya yang menggenggam kristal dan tangannya yang lain mencubit pinggangnya, memastikan ia tidak dalam mimpi.
"Kau tidak bermimpi Ino. Aku ada disini" ujar seseorang. Ia pun menarik dagu Ino dan berjongkok disampingnya. Betapa bodohnya Ino tak menyadari keberadaan Deidara. Ino terlalu serius dengan dunianya, hingga tak menyadari chakra dengan aura membunuh yang kuat ada didekat dirinya
"Dei-nii!" muka Ino sontak memerah, menyadari Deidara mendengar ucapannya tadi. Malu, terkejut dan tak percaya, Ino memalingkan mukanya. Namun dagunya tertahan oleh tangan Deidara
"Deidara. Panggil aku Deidara" ujar Deidara
"Eh? Bukannya itu tidak sopan?" tanya Ino -mati-matian menahan malunya- masih terkunci pada warna manik yang sama dengan matanya. Dengan jarak yang sebegitu dekat ini, siapa gadis didunia yang tidak malu?
"Tentu saja sopan. Untuk seorang calon istri,eh?" ucap Deidara mengecup pelan bibir Ino. Mereka pun melepaskan kecupan itu setelah beberapa lama dan tersenyum, seperti ada sesuatu yang akan meledak dihati keduanya.
Keberhasilan akan datang pada orang yang sabar, kan?
.
FIN.
Ampun minna .
Ini fic kedua laven, yang ancur dan gaje.
er beteweh, laven bingung, apakah mau dibuat prolognya ato enggak?
hehe, minta pendapatnya, neeee? #puppy_eyes
seperti sebelumnya, laven minta reviewnya. Laven menerima semua saran dan kritik para readers.
Salam,
Laven ^^
