Tak ada warna dalam hidupku selain hitam dan putih sebelum kau datang ke hadapanku.
Aku bahkan tak mengerti apa itu kasih sayang, apa itu cinta, sebelum kau yang mengajarinya padaku.
Aku tak pernah tahu seperti apa cemburu itu, sebelum kau menunjukkannya padaku.
Aku juga tak tahu, kalau warna mata seseorang dapat menyeret orang lain begitu dalam, sebelum kau yang memperlihatkannya padaku.
EJEY series Present
MONOCHROME
Chapter 1-Ice Queen and Golden Yellow
BLEACH by Tite Kubo
-SMA Soul Society, April 2008-
"Ice Queen?" Seorang pemuda berambut hitam dikepang mengernyitkan dahi. Temannya yang bermata cokelat mengangguk. Sekedar info, dua sekawan ini sedang mengamati seorang gadis yang sedang asyik bertanding kendo di seberang kelas mereka. Suara pedang kayu yang saling adu terdengar jelas hingga ke kelas mereka, menandakan bahwa pertarungan itu sudah mencapai klimaksnya. Pemuda berkepang itu memicingkan mata emasnya, agar bisa melihat sang Ice Queen dengan lebih jelas. "Apa dia sebegitu dinginnya, sampai-sampai dijuluki Ice Queen, Tesla?" tanya pemuda itu penasaran.
Tesla mengangkat bahu. "Entahlah. Tapi aku dengar, dia punya bakat yang bukan main. Sayang sekali kalau gadis berbakat seperti dia tersia-siakan begitu saja."
"Hmm..." Pemuda itu menggumamkan sesuatu yang tak jelas. Sepasang mata emasnya belum juga beralih dari sosok gadis itu. Kemudian senyumnya merekah. "Terserah dia punya bakat atau tidak, tapi kalau memang dia sedingin julukannya, pasti akan menarik sekali." kekehnya.
Tesla tertawa kecil. "Kau tertarik padanya, Ggio? Tumben. Kupikir kau bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta. Ternyata dugaanku salah."
Ggio menyusupkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Diabaikannya sindiran Tesla barusan. Yang ada di pikirannya kini hanya satu, yaitu sang Ice Queen. Dari cara gadis itu mengayunkan pedang dan menghantam musuh, Ggio menarik satu kesimpulan yang juga menjadi awal takdir dua insan berbeda karakter: gadis itu menarik.
Dari situlah, kisah bergulir.
-Pada waktu yang sama, di ruang klub Kendo-
"IPPON!" seruan sang wasit mengakhiri pertarungan dahsyat antara gadis berambut Lilynette dengan Soifon, yang tentu saja dimenangkan oleh Soifon. Napas dua gadis itu memburu, menatap tajam lawan masing-masing. Hasrat bertarung masih membekas di iris mereka berdua. Setelah beberapa detik berlalu, Lilynette tertawa kecil, mencairkan ketegangan. Soifon menghembuskan napas pelan seraya menurunkan pedang kayunya.
"Lagi-lagi aku kalah. Kau memang kuat, Soifon." puji Lilynette, tawa masih menghiasi wajahnya.
"Hanya lumayan." Soifon menanggapi dengan nada datar, tanpa maksud menyombongkan diri. Namun sayangnya, tak semua orang beranggapan sama. Selagi Lilynette asyik merecoki Soifon dengan luapan pujian yang tiada henti, beberapa anggota klub Kendo lainnya berbisik-bisik tentang Soifon. Gosip yang bisa membuat telinga orang panas, bahkan 'membusuk'.
"Kau dengar kata-katanya tadi? Sombong sekali dia." ejek Apache dengan nada rendah. Ia memutar bola matanya, muak.
"Aku ingin muntah." Sun Sun menimpali.
"Walaupun dia kuat, tapi sikapnya membuatku jengkel!" desis Milla Rose.
Apache mendelik pada Milla Rose. "Dia tidak kuat!" geram gadis itu, mengacungkan pedangnya pada Findor. "Persetan dengan Soifon." Kebencian menyala-nyala di matanya yang kontradiktif. Ia ingin sekali memukul kepala Soifon, setidaknya sampai gadis itu hilang ingatan. Tapi ia masih trauma dengan rekor kalah telak dari Soifon sebanyak dua kali. Makanya, untuk sekarang ini, ia mengurungkan niat 'mulia'nya itu. Perhatian: untuk sekarang ini.
"SIAPA YANG BERANI BILANG BEGITU?" Jeritan marah Lilynette, dan pedang yang teracung ke hidung mereka bertiga, menghentikan keasyikan trio penggila gosip itu. Perhatian seluruh anggota klub kini tertuju sepenuhnya pada Lilynette dan Apache cs. Sementara itu, sang objek gosip, Soifon, malah memasang tampang datar, sedatar talenan. Ia sudah sering mendengar gosip seperti itu tentang dirinya. Terlalu sering, malah. Gosip-gosip itu selalu mengiringinya setiap kali ia melangkah. Ke kelas, ke ruang klub, ke kantin apalagi.
Sudut bibir Apache berkedut, ia berdiri dan balik mengacungkan pedangnya pada Lilynette. "Kau menantangku? Ayo!" balas Apache tanpa rasa takut. Atmosfer klub mulai memanas, kental akan nafsu bertarung. Ketegangan yang tadi sempat mereda, kini tersulut kembali akibat dua belah pedang yang saling terhunus itu. Walau hampir setiap minggu mereka melihat dua gadis ini bertarung -dengan alasan yang selalu sama di setiap pertarungan- tetap saja membuat mereka bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Keduanya termasuk deretan lima terkuat di klub.
Kalau sudah begini, ruang klub bukan lagi sekedar ruang klub biasa. Namun, menjelma menjadi sebuah medan perang antara dua kepentingan.
"Sudahlah, Lilynette. Kita keluar." cela Soifon yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Tapi, Soi..." keluh Lilynette.
"Cukup." ujar Soifon tegas, dan keluar dari ruangan itu. Lilynette mendecakkan lidahnya.
"Heh, pecundang." ejek Apache, cukup keras sehingga Lilynette bisa mendengarnya. Lilynette mengacungkan jari tengahnya, lalu berlari-lari kecil menyusul Soifon.
"Soifon! Kenapa kau nggak melawan, sih? Padahal kau tahu sendiri, kan, bagaimana busuknya si Apache dan kawan-kawannya itu?" seru Lilynette, menyamai langkahnya dengan Soifon.
"Justru karena busuk, mereka tak berharga untuk dilawan." balas Soifon datar.
"Tapi...!" Lilynette mendesah frustasi, tak tahu apa lagi yang harus ia katakan untuk membantah argumen sahabatnya. "Soifon, memangnya kau tidak kesal? Kau tidak marah, terus-terusan diperlakukan seperti itu? Jujur, Soifon. Aku tak tahan melihatmu yang seperti ini. Kau sudah berubah. Terutama sejak..." Ucapan Lilynette langsung dipotong oleh Soifon.
"Aku sudah pernah bilang, jangan ungkit-ungkit hal itu lagi. Kau paham, Lily?" tegasnya tanpa menolehkan kepala.
"Ukh... baiklah..." Lilynette mendesah.
-Kantin-
"Dengar-dengar, Ulquiorra dari kelas 2-2 bakal jadi Ketua Teater." Tesla memulai percakapan.
Ggio yang sedang meneguk teh apelnya mengernyitkan dahi. "Ulquiorra? Aaah, yang kulitnya putih itu, ya?" Ggio mengangguk-anggukan kepala. "Darimana kau tahu?" tanya Ggio kemudian.
"Ketua angkatan sebelumnya yang memberitahuku." ujar Tesla sambil membuka bungkusan keripik kentangnya.
"Tch, kukira aku yang bakal dipilih." gerutu Ggio, menjetikkan jarinya.
"Hah, kalau kau Ketuanya, klub Teater bisa hancur." cibir Tesla sebelum memasukkan keripik kentang ke dalam mulutnya.
Ggio tertawa hambar. "Hahaha, minta dihajar, ya?" Ia mengepalkan tangannya.
Tesla mengibaskan tangannya dengan santai. "Aku hanya mengatakan faktanya."
Tiba-tiba perhatian Ggio teralihkan oleh sosok seorang gadis berkepang dua yang berjalan memasuki kantin bersama temannya yang berambut hijau terang. Mata emas Ggio terus mengikuti langkahnya, lalu berhenti ketika gadis berkepang itu duduk di meja dekat stand masakan China. Tesla yang menyadari perubahan sikap temannya langsung bertanya, "Hei, kenapa kau bengong begitu? Mengerikan, tahu."
Pertanyaan Tesla tak mendapat tanggapan dari Ggio. Pemuda itu bangkit dari kursinya dan melangkah pelan ke arah sang Ice Queen yang sedari tadi mencuri perhatiannya. Tesla mendesah dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia memilih untuk duduk sendiri itu, menikmati keripik kentangnya dibanding menemani Ggio menggoda gadis itu.
"Hei." Ggio menepuk pundak gadis itu dari belakang. Gadis itu menoleh, menatapnya tanpa ekspresi.
"Kau siapa?" tanya gadis itu, dengan nada datar pula. Ya, datar... tapi bukan berarti dingin. Ada sesuatu dalam ekspresi maupun nada bicaranya yang membuat Ggio terusik.
Ggio memamerkan senyumnya yang paling menawan. Tapi kalau melihat ekspresi Soifon yang tetap sedatar talenan, tampaknya senyuman itu sama sekali tidak membuatnya terkesan. "Namaku Ggio Vega, kelas 2-4. Kau Soifon, sang Ice Queen itu, kan?" Ggio balik bertanya sambil duduk di hadapan Soifon.
"Kau sudah tahu namaku. Lalu apa maumu?" tanya Soifon tanpa perubahan ekspresi maupun nada bicara. Ggio mendesah pelan. Oke, sepertinya gadis ini ingin ia cepat-cepat angkat kaki dari hadapannya. Ggio Vega, kau harus sabar. Ggio membatin.
"Kalau kubilang aku tertarik padamu, apa kau percaya?" tanya Ggio langsung, menopang dagunya dengan tangan.
Soifon membisu sejenak. Begitu bibir mungilnya terbuka, yang keluar adalah satu kata tegas yang tak bisa dielakkan lagi, menusuk hati Ggio dalam-dalam. "Tidak."
"Kau benar-benar dingin, seperti yang kudengar." desah Ggio, setelah menata hatinya yang sempat retak mendengar pernyataan tegas dari Soifon.
"Semua orang mengatakan hal yang sama tentangku." Soifon mengangkat bahunya. Sekilas Ggio sempat menatap sepasang iris keabuan milik Soifon. Ia yakin, ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu di balik pancaran matanya yang redup. Tapi... sesuatu itu apa?
"Soifon! Maaf, lama nunggu. Ada sedikit masalah." Lilynette datang dan menaruh dua botol teh hitam di atas meja. Satu untuk dirinya sendiri, satunya lagi untuk Soifon. Kemudian tatapannya tertumbuk pada Ggio. "Soifon, siapa dia?" tanya Lilynette dengan kedua alis bertaut.
"Halo. Perkenalkan, namaku Ggio Vega." Ggio melempar senyum khasnya pada Lilynette.
"Oh. Namaku Lilynette Gingerback. Salam kenal juga." Lilynette tersenyum samar, duduk di sebelah Soifon.
Ggio terdiam selama beberapa jenak, mengamati Soifon yang sedang menyesap teh hijaunya sambil memikirkan sesuatu yang bisa membuat Soifon marah. Ggio tipe orang yang menyukai tantangan. Dan baginya, gadis dingin dan misterius seperti Soifon adalah tantangan yang sungguh menarik untuk ditaklukan. Sebuah celah terbuka bagi Ggio ketika sederet pertanyaan bernada ketus meluncur dari bibir mungil Soifon. "Apa yang kau lihat? Kalau urusanmu sudah selesai, lebih baik kau cepat pergi dari sini."
"Kau kenal Rangiku Matsumoto?" Bukannya menuruti kata-kata Soifon, Ggio malah balik bertanya.
"Kenal. Memangnya kenapa?" Dahi Soifon mengernyit samar.
"Dadamu rata, ya. Minta bagi sama Rangiku, gih." celetuk Ggio polos, yang sukses membuat empat sudut siku-siku muncul di pelipis Soifon. Lilynette lantas menutup mulutnya dengan tangan, agar teh yang baru saja diminumnya nggak muncrat gara-gara ketawa.
Kalau Apache, Milla Rose, dan Sun Sun mengejeknya, Soifon masih bisa tahan. Tapi kalau soal satu ini, sudah tak ada lagi toleransi dari Soifon. Ia menarik pedang kayu di balik pinggangnya dan...
DUAAAKKK!
Sukses menghantam kepala Ggio. Saking kuatnya hantaman Soifon, pemuda itu sampai jatuh ke lantai bersama kursinya. Tesla yang sedari tadi asyik dengan keripik kentangnya, tertawa terbahak-bahak melihat peristiwa naas yang menimpa Ggio kurang dari satu menit itu.
"Sialan kau, Tesla! Sudah tahu temanmu ini kena musibah, kau malah tertawa! Nggak ada yang lucu, tahu!" benta Ggio sambil mengusap-usap kepalanya yang kesakitan. Setidaknya, ia memperoleh hasil yang setimpal dengan penderitaannya hari ini: Soifon marah. Ggio terkesiap ketika melihat ujung pedang Soifon sudah menyentuh ujung hidungnya.
"Kalau kau berani muncul di hadapanku lagi, kujamin kau pulang hanya dengan nama saja!" ancam Soifon, menatap Ggio dengan mata yang disipitkan. Ggio menelan ludah. Perempuan itu kalau sudah marah memang mengerikan sekali. Tapi satu hantaman di kepala tidak menyurutkan niat Ggio untuk mendekati Soifon. Yang ada malah menambah rasa antusias Ggio untuk menaklukan karang es yang menyelubungi hati gadis itu.
Soifon menurunkan pedangnya ketika Tesla sudah sampai di sana. "Poor Ggio." sindir Tesla.
"Berisik!" seru Ggio gusar.
Sebelum Soifon benar-benar meninggalkan kantin, ia mengingatkan ancamannya barusan pada Ggio. "Camkan kata-kataku tadi!" Kemudian, ia pun pergi diikuti oleh Lilynette.
"Kau benar-benar tertarik padanya, ya." sahut Tesla, menatap Ggio dari sudut matanya.
"Begitulah." ujar Ggio tanpa pikir panjang. Tiba-tiba matanya melihat sesuatu yang bersinar di bawah meja. Ia berjongkok dan meraih benda mungil itu. Setelah mengamati benda itu sejenak, seulas senyum terukir di wajahnya.
"Sepertinya pemuda bernama Ggio itu suka padamu." kata Lilynette geli.
"Aku tidak tertarik!" seru Soifon ketus, mempercepat langkahnya. Ucapan Ggio masih membekas dalam kepalanya. Ya, membekas dengan sangat jelas! Untungnya Soifon masih punya hati nurani. Kalau tidak, Ggio sudah tewas di tempat.
Lilynette tertawa kecil. "Mungkin aku harus berterimakasih pada Ggio."
Soifon melirik Lilynette tajam. "Berterimakasih untuk apa?"
"Yah, berkat Ggio, kau menunjukkan ekspresimu lagi setelah sekian lama. Menyenangkan melihat kau marah dan menghantam kepala Ggio dengan penuh emosi." Lilynette tersenyum lebar.
"Aku benci laki-laki sialan itu!" seru Soifon kesal, menghentakkan kakinya ke tanah.
"Hee... hati-hati lho, pepatah bilang, batas benci dan cinta sangatlah tipis." Lilynette terkekeh.
Mendadak air muka Soifon menjadi mendung. 'Cinta', sesuatu yang sudah lama hilang dari dirinya. 'Cinta', satu kata yang kini begitu asing di telinganya. "Cinta, ya? Sudah lama aku melupakan... bagaimana caranya mencintai seseorang..."
-Kelas 2.4-
"Masih sakit?" tanya Tesla, melihat Ggio yang terus-terusan mengusap-usap kepalanya.
"Yeah. Kekuatannya mengerikan sekali." gerutu Ggio.
"Kenapa harus Soifon? Aku sih, lebih suka dengan tipe yang seperti Lilynette," ujar Tesla, membayangkan sosok Lilynette. "sudahlah, menyerah saja. Masih ada banyak gadis menarik di luar sana."
Ggio menyeringai. Ia memainkan benda mungil yang tadi ditemukannya dengan jari-jarinya. "Nggak ada alasan buat menyerah."
"Wow," Tesla pura-pura terkesan. "ngomong-ngomong, apa boneka itu punyamu?" Ia menunjuk boneka mungil berwarna emas yang asyik dimainkan oleh Ggio.
"Bukan. Tapi dengan boneka ini, Soifon pasti akan datang padaku." Ggio tersenyum lebar.
Hei, sungguh membosankan bila hidup tanpa diselingi tantangan dan petualangan.
Aku pun hampir mati kebosanan karena hidupku selalu sama. Datar.
Tapi begitu melihat sosokmu yang bertarung sekuat tenaga dengan pedang kayu dalam genggamanmu, ada sesuatu yang membakar dadaku.
Naluriku berkata, kau sungguh menarik. Apalagi saat melihat matamu.
Hal menarik apa yang kau pendam di balik iris abumu itu?
Semua hal misterius dalam dirimu, akan dibongkar olehku, Ggio Vega.
-To be Continued-
A/N: Akhirnya jadi juga my first GgioSoi. Awalnya sih bingung, sama alurnya. Enaknya dibikin kayak gimana, ya? Sempat putus asa sebelum mulai ngetik, karena ide nggak muncul-muncul juga di kepala saya. Tapi karena ngebet banget pengen bikin fic GgioSoi, akhirnya saya nekat publish fic abal begini. Gomen kalau ceritanya terkesan maksa *bungkuk-bungkuk*. Saya nggak tahu mesti ngomong apalagi, jadi ya sudahlah... *langsung nyanyiin lagunya Bondan*
Read and Review, please?
