Compunction
1
WOOSHH… Salju pertama mulai turun. Indahnya seperti kapas putih bertaburan. Sangat menyenangkan bila berjalan-jalan bersama seseorang, hmm.. tidak, dengan keluarga. Hahaha, dengan siapalagi, apalah aku masih menyendiri.
Terlihat dari kaca gedung besar, anak-anak, remaja, dan orang tua yang menikmati salju pertama yang indah. Aku?
"Yak! Jiyong! Cepat kerjakan laporan keuangannya! Jangan mengulur waktu, waktu itu adalah uang kau tau! Jika kau ingin di gaji, kerjakan dengan benar dan segera kirim ke saya! Cepatlah!"
Aku bekerja sebagai pegawai dalam sebuah perusahaan yang saat ini menjadi yang terbesar di Korea. Sebagai petugas Administrasi.
Sungguh sulit ketika kau lupa dengan tugas yang bos mu berikan. Apalagi ketika akhir bulan, hhh.. akan sangat menumpuk. Lebih mengerikan lagi, matamu akan menyipit karena berhadapan dengan monster layar dari pagi hingga tengah malam. Siap sedia tetes mata. Ditambah, karena diriku yang seperti biting tak berdaya dan mudah terhempas angin sepoi-sepoi, tak lupa aromatherapy dan jaket tebal setiap harinya. Bayangkan dalam satu ruangan dihuni 4 orang dengan 2 AC. Mungkin bagi kalian ini pemandangan yang biasa, aku? Tidak dengan tubuh biting ku.
Keirian ku dengan warga di luar sana tak mematahkan semangat dan konsentrasiku untuk mengebut tugas. Demi kemakmuran mu Ji! Time Is Money! Fighting!
"SEND" /e-mail telah terkirim/ "Hufftt.." 23.00 Itulah angka yang ditunjukkan jam tanganku. Meneguk sisa white coffe yang mulai dingin dan meregangkan otot-otot yang sedari tadi kaku. Lekas aku berdiri, karena katanya duduk terlalu lama dapat menimbulkan ambeien.
"Hahh.. akhirnya selesai juga." Segera ku berkemas. Melewati beberapa ruangan yang telah kosong dan gelap.
/beep beep/ Bergegas pulang menggunakan mobil. Di luar sana terlihat banyak sekali orang yang tengah menikmati indah nya malam pertama turunnya salju ini. Alunan musik yang keluar dari radio mobilku yang menemani di sunyi sepi ku kini.
Mobilku berhenti di sebuah bar café. Meneguk segelas kecil soju one shot. Mengeluarkan sebuah dompet dan mengambil secarik kertas tagihan sewa apartement. Meneguk 2 gelas kecil soju lagi. "Kapan aku berhenti sepeti ini… hhh.."
Memandangi sebuah foto yang terpampang di dompet lusuh. "Appa1, We miss you. What are you doing there? Can you comeback home please. Your family missing you."
Appa ku berada di Europe untuk melakukan perjalanan bisnis 5 tahun lalu hingga kini. Tidak ada kabar sama sekali darinya. Hingga Eomma2 jatuh sakit. Terkadang ada perasaan kekesalan terhadapnya. Tidakkah ada rasa rindu atau khawatir terhadap keluarga yang ia tinggali. Hanya 3juta uang yang ia kirimkan setiap 2 bulan sekali. Bahkan tidak cukup untuk membayar biaya pengobatan Eomma sekaligus biaya kuliah adikku.
(1 : Ayah dalam bahasa Korea. 2 : Ibu dalam bahasa Korea.)
Ke Seoul untuk mencari penghidupan, berbagai pekerjaan aku coba, akhirnya menjadi pegawai tetap di perusahaan. Butuh banyak keringat untuk mencapai titik ini. Apalagi aku bukanlah orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi. Bermodalkan mengerti teknologi dan keuangan.
Mulai merasakan kekesalan terhadap diri sendiri. Selalu terpikir dalam benak, seberapa jauh aku harus bekerja keras di kehidupan yang kejam ini. Namun, aku selalu yakin semua akan berakhir baik.
/tulalit tulalit.. tulalit tulalit../ "Halo, dengan siapa?"/"ya saya sendiri"/ /…./
/Crack../ Smartphone-ku terjatuh. Badanku mulai melemas, air mata kembali menetes di pipi tembem ini. Bagaimana tidak, Eomma-ku dalam kondisi kritis saat ini.
"Eomma…Gidaryeo1 Eomma.." Segera ku memacu mobilku dengan cepat. Hingga sampailah di ruangan tempat Eomma ku berada. Disana sudah ada Adikku yang menangis sedari tadi.
"JiMin-ah! Kenapa kau tidak segera memberitahuku jika Eomma masuk rumah sakit?"
"Apa? Aku tidak ingin mengganggu pekerjaan mu. Dan dari mana saja kau? Minum? Oppa, neo michyeosseo2?"
"Eh.. Apa yang kau bicarakan?"
"Bagaimana bisa kau lupa dengan janji kau dengan Eomma. Kau bilang pukul 20.00 kau mengajak Eomma berjalan-jalan.
( 1: Tunggu ; 2: Kakak kau gila?)
Aku merasa menyesal. Bagaimana bisa aku lupa dengan janji ku.
"Eomma, Mianhae1…" Bisikku terhadap Eomma disertai titik air mata.
"Silahkan tunggu di luar"
Aku tertunduk lemas di kursi tunggu. Adikku mondar mandir dengan kegelisahan. Aku tau, dia sangat marah padaku.
"Oppa, Jangan kau ulangi lagi."
Aku menatap adikku yang membelakangi ku. Penuh rasa bersalah.
"Emm. Mianhae Ji min-ah."
"Dwaesseo2."
1 jam, 2 jam, … "Kalian bisa mengunjungi Ibu kalian. Kondisinya sudah membaik."
Kami terbangun dari lamunan panjang. Segera menyeka air mata yang sedari tadi mengalir hingga mata sembab.
"Eomma Gwaenchanha3?" Tanya adikku yang langsung memeluk Eomma. Yang hanya di balas senyum oleh Eomma.
Aku berjalan dan menatap Eomma dengan penuh penyesalan. Eomma menatapku dengan senyum menghiasi wajah nan lesu.
( 1: Maafkan aku; 2: Sudahlah; 3: Are you Okay)
