Joonmyeon-Yixing: Histoire!
Su-Lay / Joon-Xing
Romance-Friendship-School life
#Disclaimer: Daddy-Joon sama Mommy-Xing bukan punya saya. Saya yang punya ide, plot dan cerita ini. Ide cerita diambil dari kisah nyata saya di sekolah baru –silahkan percaya atao nggak/? Pokoknya, ini fic dibawah kuasa Hwang0203
.
Our story part 1: Handsign
.
Ketika bel berdering nyaring sampai membuat telingaku sakit, ratusan anak baru berpenampilan bodoh keluar dari aula besar menyerbu orang-orang yang memakai jas kuning.
Melihat banyak dari mereka menodong sebuah halaman kosong yang ada di buku mereka bersama pena hitam. Sedangkan aku menjadi penonton disini. Tidak berniat seperti sekumpulan lebah yang ada di sarang mereka.
Aku berencana menjauh. Tidak tertarik pada kegiatan yang dikatakan wajib –tetapi tidak ada untungnya sama sekali bagi ratusan anak baru disini.
Aku berjalan berkeliling. Tidak peduli jika kakiku menapaki koridor yang seharusnya diperuntukkan senior (dan ini mungkin berlaku bagi mereka yang masih mengutamakan senioritas).
Aku sadar, penampilan mencolok untuk terlihat bodoh bagi anak baru. Aku sadar, tetapi hanya punya sedikit nyali untuk melawan.
Mereka yang memakai jas kuning almamater itu; berlaku seperti dewa dan kami hanyalah manusia budak yang pantas dipermalukan. Walaupun aku masih merasa mereka punya rasa kemanusiaan.
Tidak sadar aku melewati garis umum. Berada di sekitar tempat asing tanpa disadari adalah kesalahan besar. Aku tidak tahu aku berada dimana. Satu-satunya petunjuk jika ada orang lain berpapasan denganku dan bisa dimintai tolong.
Tapi siapa peduli jika tersesat di tempat yang bagus; taman dengan air mancur terawat dan juga hijaunya tanah oleh rumput? Aku berjingkrak girang dalam hati lalu segera menduduki bangku kosong yang tersedia.
Leganya saat aku merenggangkan tubuhku yang letih oleh kegiatan tidak berguna. Aku mengeluh sendiri dalam banyak hal. Sistem tiga hari pengenalan yang tidak bermutu, penampilan bodoh yang diwajibkan oleh Jas-Kuning-Almamater, juga tugas-tugas yang sama sekali tidak ada manfaat ilmu sama sekali.
"Kalo gitu jangan sekolah. Meski udah dihapus, pihak kami masih ingin bersenang-senang." seseorang datang, sepertinya menguping keluhanku.
Seketika tubuhku menegang.
Salah satu anggota Jas-Kuning-Almamter yang wajahnya tidak pernah kulihat baik dihari pertama dan kedua. Ekspresi datar yang tidak bersahabat. Nilai plus hanya ada pada kesan badboy mengundang rasa kagum para gadis. Detik berikutnya aku meremehkan, lagaknya macam tebar pesona dan aku benci orang setipe itu.
Ya, bersenang-senanglah sementara kami menanggung harga diri rendah karena dipermalukan, teriakku. Nyali yang besar –entah darimana kudapatkan nyali itu. Mungkin karena hanya ada kami berdua? Ya, hanya ada aku dan si 'Jas-Kuning-Almamater-dan-Pemegang-Kamera'.
Bukannya menyahut, (mari sebut saja dia si Pendek. Terlalu panjang menyebutnya 'Jas-Kuning-Almamater-dan-Pemegang-Kamera') si Pendek itu malah terkekeh dan mengambil duduk persis di sebelahku. Aku menggeser sedikit tubuhku menjauh. Dia terlalu jauh bertindak untuk membalas perkataanku.
"Kenapa bisa disini? Nggak banyak murid disini yang tahu tempat ini." katanya. Sebagai jawaban, aku hanya bergumam kalau aku tersesat.
Tanpa ada rasa sopan atau seijinku, dia menarik buku tulisku yang halamannya masih bersih. Aku berseru kesal karena dia sudah lancang.
"Nggak denger seniormu tadi nyuruh ngumpulin tanda tangan? Masih kosong gini," remehnya sembari membayangkan bahwa buku tulisku adalah sampah yang menjijikkan.
Aku tidak peduli, balasku dengan sengit. Lagi-lagi dia mengambil pena milikku dan membubuhkan tanda tangannya disana.
'Kim Joonmyeon'
Ah, jadi itu namanya? Sangat berbeda antara harapn dari namanya dan lagaknya.
"Nih. Bisa aja dapat nilai plus." katanya sebelum menghilang kembali di balik tembok bata tersebut meninggalkanku sendirian lagi.
Aku melirik jam tanganku. Ah, lima belas menit lagi acara sudah dimulai dan aku harus kembali ke aula. 'Jas-Kuning-Almamater' tidak suka jika aku dan anak baru lainnya terlambat sedikit saja. Mereka tidak punya rasa kasihan untuk memberi kami kesempatan sedikit saja.
Kenapa aku lupa untuk bertanya jalan kembali ke aula pada si Pendek itu ya?
Biarlah, aku bisa mencari sendiri.
.
.
xx
.
"Peserta bernama Zhang Yixing, harap maju ke meja Panitia sekarang juga."
Baekhyun –yang duduk di sebelahku dan menjadi temanku– hanya bisa menebak-nebak apa kesalahanku hingga panitia bisa ikut campur. Sedangkan Kyungsoo –yang duduk di sebelah kiriku– hanya bisa berdoa semoga bukan hal buruk yang diberikan 'Jas-Kuning-Almamater' tersebut.
Salah satunya menunjukkan kertas lusuh berbubuhkan tanda tangan si Pendek itu padaku. Ujung kiri kertas lusuh itu terdapat namaku. Mereka bertanya, darimana aku dapat tangan tangan milik 'Kim Joonmyeon'? Terdengar seperti mendongeng kala aku menjelaskan rincian kejadian beberapa belas menit yang lalu. (Oh, tentu saja aku tidak bisa menjelekkan rekan si Panitia jika tidak ingin bernasib buruk)
"Ini kan tanda tangan Kim Joonmyeon; Ketua Umum Organisasi Siswa selain Panitia disini. Kami semua sepakat siapapun yang dapat tanda tangan Joonmyeon akan dapat nilai plus. Jadi sebagai nilai plus itu, kami tambahkan satu susu kotak di minggu pertama saat jam makan siang. Bagaimana, Yixing-ssi?"
Apa...?
Dari kejauhan pintu di balik punggung si Panitia cantik (tag name-nya bertuliskan Xi Luhan), dapat aku lihat tubuh tegapnya yang berdiri.
Dengan kamera Nikon yang kelihatannya berat untuk diposisikan tepat di depan wajahnya.
Aku tahu kemana arah lensa itu.
Arahnya ada padaku. Mataku terus terkunci pada lensa dan juga tubuh pendek itu.
Klik.
Dan selesai.
Omake:
Aku tersenyum geli ketika melihat hasil foto yang kudapat tadi. Beberapa jepret si anak baru itu sewaktu di taman belakang sekolah.
Wajahnya yang cemberut, marah dan juga... merasa kesepian; membuatku tertarik untuk mengambil ekspresi wajahnya.
Harusnya aku marah padanya karena terpisah dari kelompok, tetapi mendengar keluhannya sebelum sempat amarahku datang, aku sedikit jinak padanya.
Yahh... sesekali tidak apa-apa kan?
"Ada untungnya kami nggak memperkenalkan kamu ke murid baru. Akhirnya ada yang dapet tanda tangan kamu; meskipun satu orang yang berhasil."
Ya, pihak panitia sengaja dari awal tidak memberitahu siapa yang menjabat Ketua Umum. Dan hari ini dipaksa mencari si 'Ketua Umum' untuk dapat tanda tangan jika ingin poin plus.
"Aku nggak pernah lihat kamu setertarik ini sama anak baru. Apa ada yang naksir ya?" celutuk Sungjae.
Masih tetap mempertahankan senyumku, aku menggeleng. Dan ketika melirik ke dalam aula, disana aku dapat melihat si anak baru berhadapan dengan Luhan.
Sigap, kamera siap untuk menjepret detik dirinya yang berubah setiap waktu.
Tercengang; iya! Tubuhku serasa berada di lomba balapan F1.
Mata itu... langsung ke arah lensaku.
Klik.
Dan selesai.
.
.
|| end ||
.
.
A/N: Hanya keisengan dan ide aku dapatkan dari moment saat LOS kemarin. Awalnya aku mau ini HunHan; tapi inget senior itu ramah orangnya nggak kayak Sehun yg kurang ajar banget. Apalagi kan ini karakter-ku sama senior itu kalo digabung persis Joon-Xing.
Anggep aja ini drabble-oneshot. Tiap chapter berbeda kasus. Aku nggak tahu sampe chapter berapa. Tiapkali aku ada moment/ide tentang senior itu, pasti aku langsung bikin fic-nya (dgn rata2 20% adalah khayalan semata :v)
See ya!
P.S: Maafkan untuk 'Finding Mr. Destiny'. Aku minta waktu lama untuk melanjutkannya.
