"Selamat ulang tahun Jimin eonni..."

Jimin yang masih berada dalam keadaan setengah sadar. Di pinggir ranjang, seorang yeoja kecil berusia tujuh tahun itu memberikan senyuman tulus dan ada seorang yeoja yang setahun lebih tua dari dirinya memegang kue yang terdapat lilin dengan angka 26 yang sedang menyala.

"Selamat ulang tahun adikku..."

"Gomawo." Jimin tersenyum dan memejamkan mata meminta permohonan. Kemudian ia meniup lilin dan dihadiahi tepuk tangan dari yeoja kecil disampingnya.

"Jin eonni, Jihoonie, sekali lagi gomawo."

"Sama-sama eonni. Tapi Jihoonie boleh tau tidak apa permohonan eonni?"

"Rahasia." Jimin mengusap rambut Jihoon dengan sayang dan tersenyum bahagia. Berbanding terbalik dengan sang kakak yang tersenyum pahit.

.

Rutinitas mereka adalah Seokjin yang memasak sarapan pagi dan Jimin membantu Jungkook untuk bersiap-siap ke sekolah. Seokjin bekerja sebagai produser bersama kekasihnya di salah satu agensi. Sementara Jimin mengelola cafe miliknya. Setiap mengantar Jihoon ia akan memarkirkan mobilnya di cafe dan mengantar Jihoon dengan berjalan kaki karena jaraknya hanya lima belas menit perjalanan.

"Es krim strawberry untuk Jihoonie yang cantik." Jimin memberikan satu cup es krim dengan berbagai topping kesukaan Jihoon dan es krim tersebut diterima dengan senang hati. Kemudian ia duduk di hadapan Jihoon.

"Terima kasih eonni."

Jihoon menikmati es krimnya. "Enak! Eonni mau?"

"Tidak. Jihoonie habiskan saja. Eonni sudah bosan."

"Eonni harus mau." Jihoon menyuapkan es krim tersebut dan Jimin hanya menerimanya. Jimin tersenyum melihat Jihoon yang kembali menikmati es krimnya. Tatapannya tiba-tiba tertuju pada seorang anak laki-laki yang begitu antusias menuju meja pemesanan. Matanya tampak berbinar melihat es krim disana.

"Eomma, aku mau yang coklat."

"Baiklah anak eomma yang tampan."

"Soonyoung!" Jihoon berteriak memanggil nama anak laki-laki tersebut. Sontak anak itu pun menoleh dan berlari menghampiri Jihoon.

"Jihoonie, kok kamu bisa ada disini?"

"Ini cafe milik eonniku."

Tangan Jimin tergerak mengusap rambut Soonyoung. Tak lama kemudian sang ibu menghampiri anak lelaki tersebut sambil membawa nampan berisi dua cup es krim.

"Eomma, aku mau duduk dekat Jihoonie."

"Tapi kan masih ada tempat yang lain sayang."

"Tidak apa nyonya. Anak-anak memang suka duduk dekat temannya. Nyonya bisa duduk di samping saya."

"Maaf merepotkan."

"Tidak apa-apa."

Soonyoung terlihat bahagia dan langsung duduk di samping Jihoon. Ibunya pun memberikan cup es krim untuknya.

"Jihoon adik anda?"

"Eoh? I-iya."

"Kalian berdua terlihat sangat mirip. Apa ayah anda berkulit pucat seperti dia?"

"Tidak ahjumma. Eonni bilang kulit Jihoonie seperti harabeoji."

"Tapi kalian berdua terlihat lebih cocok sebagai ibu dan anak."

"Apa saya terlihat tua?" Jimin tersenyum karena candaan ibu dari teman Jihoon.

"Mungkin."

Jimin terkekeh sejenak. "Mungkin karena perbedaan umur kami."

"Berapa?"

"Sekitar sembilanbelas tahun."

Wanita itu berbisik ditelinga Jimin. "Ayah anda iseng juga ya?"

Jimin meringis dan menggaruk tengkuknya. Cepat-cepat ia mengalihkan tatapan kepada Jihoon dan Soonyoung yang tengah asyik menikmati es krimnya.

"Kalian sangat dekat di sekolah juga?"

"Tentu saja ahjumma. Jihoonie anak yang baik dan cantik. Aku suka. Oh ya, teman-teman bilang, kami pacaran. Tapi pacaran itu apa ya?" Soonyoung terlihat berfikir.

"Kamu benar Soonyoungie. Eonni tau pacaran tidak?"

"Pacaran itu, lebih kepada sepasang kekasih. Dimana ada laki-laki dan perempuan saling menyukai lalu menyatakan perasaan mereka."

"Kalau begitu, Jihoonie pacaran dengan Soonyoung ya eonni?"

"Penjelasan eonni tadi itu untuk orang yang sudah dewasa."

"Seperti Jin eonni dan Namjoon oppa?"

"Begitulah. Kalau untuk kalian, namanya sahabat."

Sepasang anak kecil itu hanya mengangguk-angguk.

.

"Makan siang sudah siap." Seokjin membuka kotak bekal yang berisi masakannya di meja kerja kekasihnya. Ia kesal dan mengerucutkan bibirnya karena sang kekasih tidak merespon dan masih sibuk dengan komputernya. "Aku benar-benar akan memutuskanmu kalau kau sampai dirawat di rumah sakit lagi."

Namjoon tersenyum dan memutar kursinya. "Kekasihku ini manis sekali kalau sedang merajuk. Tapi lebih manis lagi kalau tersenyum." Ia berdiri dan mengecup bibir wanita yang telah menjadi kekasihnya sejak dua tahun yang lalu sebelum duduk di sampingnya. Mau tak mau Seokjin tersenyum. "Suapi aku."

TUK!

Sumpit yang dipegang Seokjin sukses memukul kepala Namjoon dengan sayang sebelum ia menyuapi kekasihnya.

"Oh ya..."

TUK!

"Kenapa?" Namjoon juga tidak bisa terima kalau dia dipukul terus-menerus.

"Telan makananmu sebelum berbicara."

Namjoon menuruti perkataan Seokjin.

"Aku akan menjemput Yoongi. Kau mau ikut?"

Yoongi adalah sahabat namjoon. Mereka berteman sejak berada di universitas yang sama dan sama-sama menyukai musik. Mereka juga bekerja diperusahaan ini sudah hampir tiga tahun lamanya. Yoongi pergi karena ada urusan keluarga.

"Boleh. Aku juga sangat merindukannya."

.

Seokjin duduk sendirian di bangku ruang tunggu bandara. Sementara namjoon sedang membeli minuman untuknya dan kembali setelah lima belas menit.

"Kantin bandara sangat ramai. Maaf terlalu lama." Ujar Namjoon sambil membuka minuman untuk Seokjin dan langsung diteguk oleh Seokjin.

"Tidak apa-apa." Seokjin menutup kembali minumannya dan menjilat bibirnya yang terdapat sisa minuman. Ia melihat Namjoon menatapnya dengan intens. "Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Cuma penasaran bagaimana bibirmu kalau sudah terkena minuman itu."

"Namjoon!"

Panggilan seseorang membuat Namjoon selamat dari amukan Seokjin. Ia pun beranjak menghampiri Yoongi dan diekori oleh Seokjin.

"Kau terlihat kusut."

"Aku ingin melupakan masalahku disini."

Namjoon merangkul bahu Yoongi. "Aku mengerti."

.

"Jiminnie? Kau disini?" Seokjin membangunkan Jimin yang tertidur di sofa ruang tamu.

"Eonni?" Jimin mengusap matanya dan duduk. "Aku khawatir karena eonni pulang sangat terlambat. Eonni darimana saja?"

"Tadi namjoon mengajakku menjemput temannya. Tapi kami malah jalan-jalan dan tidak terasa sudah malam. Aku tidak menghubungimu karena aku fikir tidak akan lama seperti ini. Saat aku akan menghubungimu tadi, ponselku kehabisan baterai. Begitu juga ponsel namjoon dan temannya."

"Aku fikir eonni kemana."

"Tidurlah di kamarmu. Kau pasti sangat lelah."

"Tapi eonni terlihat ingin membicarakan sesuatu."

"Besok saja."

"Baiklah."

Jimin beranjak dan tiba-tiba tangannya ditahan oleh Seokjin.

"Kenapa eonni?"

"Namjoon mengundang kita ke acara ulangtahunnya. Dia tidak ada keluarga. Jadi dia mengajak kita makan malam. Dia juga sudah memesankan gaun untuk kita."

"Termasuk Jihoon?"

"Tentu saja."

.

"Pagi-pagi begini kau sudah termenung."

Namjoon meletakkan kopi buatannya dihadapan Yoongi yang sedang sibuk dengan komputernya. Ia pun duduk di samping Yoongi.

"Terima kasih."

"Apa yang kau fikirkan?" Namjoon menyesap kopinya.

"Pacarmu."

Namjoon meletakkan gelas kopinya dengan sedikit keras dan membuat Yoongi terkekeh. "Apa maksudmu? Kau mau merebutnya? Aku tidak akan segan-segan menendangmu dihari kerja pertamamu."

"Santai kawan. Aku hanya seperti pernah melihatnya."

"Bukankah kau sering melihatnya?" Namjoon berfikir Yoongi ini bodoh atau apa. Padahal mereka bertiga adalah rekan kerja. "Jangan lanjutkan pembicaraan ini. Kau berkata memikirkannya saja sudah membuat moodku hancur."

"Selamat pagi Namjoonie. Ups!" Seokjin langsung menutup mulutnya. Ia seharusnya ingat kalau Yoongi sudah kembali. "Selamat pagi juga Yoongi."

"Selamat pagi." Yoongi menjawab dengan begitu manis dengan maksud agar Namjoon cemburu. Namjoon memberikan tatapan matilah-kau-min-yoongi!

.

Seokjin, Jimin, dan Jihoon memakai gaun dengan model yang sama. Namun yang berbeda hanyalah warna. Seokjin diberikan gaun berwarna pink pastel dan Jimin serta Jihoon mengenakan gaun berwarna cream. Rambut mereka pun disanggul dengan bentuk yang sama dan ditambah dengan mahkota kecil. Menambah kesan manis tetapi imut jika untuk Jihoon. Namun, kebingungan terpancar di wajah mereka.

"Eonni, bukankah namjoon oppa bilang hanya makan malam? Tapi kenapa kita diantar hotel mewah ini? Lihat! Aku melihat seperti banyak orang-orang penting disini."

"Namjoon pewaris satu-satunya Jiminnie. Tentu saja mereka akan menyiapkan pesta yang meriah untuknya. Tapi dimana namjoon? Anak itu memang menyebalkan."

Jimin terkekeh pelan. "Tenanglah eonni." Lalu, seorang lelaki dengan stelan jas yang sangat rapi tersenyum ramah kepada mereka.

"Permisi. Kalian sudah di tunggu oleh tuan namjoon. Mari saya antar."

"Ayo Jihoonie."

.

Mereka bertiga diantar ke sebuah ruangan dimana namjoon sedang menunggu mereka sambil menikmati pemandangan kota Seoul di jendela besar. Sebuah kamar yang lumayan mewah. Mereka melihat Namjoon tampak begitu tampan dan berkharisma dengan kemeja berwarna merah hati dengan jas dan celana yang berwarna hitam. Jangan lupakan sepatu yang ia kenakan yang begitu mengkilat.

"Selamat ulangtahun namjoon oppa." Jihoon langsung berlari dan namjoon langsung memeluknya bahkan menggendongnya. "Terima kasih Jihoonie. Kado untuk oppa mana?"

"Ini."

Jihoon menunjukkan kotak kecil berwarna hitam dengan pita abu-abu. Namjoon menerima kotak tersebut dan menurunkan Jihoon.

"Buka oppa!"

"Baiklah!" Namjoon mengusap pipi Jihoon dengan gemas dan membuka kado miliknya. "Eoh?"

"Oppa suka tidak?"

Seokjin dan Jimin hanya menahan tawa melihat reaksi Namjoon. Sementara yang menerima kado memaksakan diri untuk tersenyum. Sticky notes dengan gambar keroppi.

"Kata Jin eonni, oppa itu pelupa. Jadi kata eonni kasih hadiah itu aja."

"Gomawo Jihoonie. Oppa sangat menyukainya. Hadiah darimu lucu sekali."

"Oppa, ini untukmu."

"Apa ini benda yang sama?" Namjoon menatap Jimin dengan tatapan penuh selidik. Masalahnya kotak hadiah dari Jimin berukuran lebih kecil dari milik Jihoon.

"Jangan negatif thinking oppa. Jangan melihat segala sesuatu dari luarnya saja."

Namjoon akhirnya menerima kado dari Jimin dan membukanya. Sebuah jam tangan yang setahu namjoon cukup mahal.

"Apa ini tiruan?"

"Apa? Tiruan? Seorang bos sepertiku membeli barang tiruan? Kalau tidak mau kembalikan saja." Jimin hendak meraih hadian itu kembali namun namjoon segera meninggikan tangannya.

"Aku hanya bercanda. Gomawo?" Namjoon menggoda Jimin yang mulai cemberut.

"Huh!"

Seokjin yang masih tertawa mendekati namjoon dan memberikan hadiah darinya. Namjoon langsung menerimanya.

"Aku sebenarnya tidak bisa percaya kepadamu juga."

"APA?"

"Tidak-tidak. Aku hanya bercanda." Namjoon membuka hadiah dari Seokjin. Sebuah frame dengan potret mereka berdua. Yang menjadikan foto itu berharga ialah foto itu diambil saat pertama kali mereka jadian. Tentu saja hal itu menjadi hadiah terindah bagi namjoon. "Gomawo." Namjoon mengecup kening Seokjin.

"Oppa! Mau sampai kapan kita disini?"

"Sebenarnya aku sedang menunggu seseorang lagi. Dia datang tepat waktu itu seperti matahari mengitari bumi."

"Bukankah sejak dia kerja disini, dia datang lebih dulu darimu?"

"Masalah pekerjaan dan pribadi berbeda sayang."

"Oppa mempunyai rekan kerja baru?"

"Iya. Baru dua hari yang lalu. Pasti jinnie sudah bilang padamu kan?"

"Eonni hanya bilang menjemput temanmu oppa." Jimin menatap kakaknya yang sedang meringis dengan kesal. Tetapi ia tersenyum saat Jihoon mengajaknya melihat pemandangan kota Seoul dari jendela besar disana. Jimin pun menghampiri Jihoon.

"Eonni! Lihat! Cantik sekali!"

BRUKK!

Sontak mereka berempat menoleh ke asal suara. Sosok pria yang mengenakan stelan yang sama persis dengan namjoon. Lelaki itu tampak terengah-engah.

"Kau lama sekali."

"Aku ketiduran karena kelelahan mencari hadiah untukmu." Yoongi dengan tampang datarnya memberikan hadiah untuk namjoon.

"Thanks bro. Oh ya, Jiminnie, ini orang yang aku bilang tadi. Rekan kerjaku dan juga Jinnie selama tiga tahun belakangan ini."

Namjoon dan Seokjin tampak bingung dengan Jimin yang terpaku. Begitu juga saat mereka melihat Yoongi. Suasana menjadi tegang seketika.

"Oppa manis sekali!" Jihoon langsung berlari ke arah Yoongi. "Namaku Park Jihoon. Adiknya Jin eonni dan Jimin eonni. Oppa namanya siapa?"

Senyuman emas Yoongi terpancar saat melihat dan mendengar kepolosan Jihoon. Ia berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Jihoon.

"Nama oppa, Min Yoongi."

"Wah! Pipi oppa lembut ya?" Jihoon malah mengusap pipi Yoongi dan Yoongi langsung meraih tangan mungilnya kemudian mengecupnya. "Salam kenal, Jihoonie."

"Ayo oppa! Kenalan dengan Jimin eonni."

Tangan Yoongi ditarik oleh tangan mungil Jihoon dan mereka berjalan mendekati tempat Jimin berdiri. Yoongi mengulurkan tangan. Namun Jimin tersenyum dan membungkukkan badannya sejenak. "Salam kenal. Aku Park Jimin. Oppa, eonni, aku ke toilet sebentar. Kalian bisa turun terlebih dahulu." Pandangannya beralih kepada Jihoon. "Jihoon ikut mereka ya?"

"Iya eonni."

Semua pandangan teruju pada pintu yang baru Jimin tutup.

"Kalian bisa turun duluan." Kata Yoongi dengan pandangannya yang tetap menuju pada pintu yang barusan ditutup. Ia pun keluar dan mengundang kebingungan dari orang yang masih ada di dalam ruangan. Seokjin memancarkan senyuman untuk mencairkan suasana.

"Jihoonie, ayo kita turun."

Jihoon tersenyum ceria. Seokjin memegang tangan kirinya dan namjoon tangan kanannya kemudian keluar dari ruangan tersebut.

"Kapan ya kita punya Jihoon dari perut istriku?" Namjoon seakan-akan berkata pada dirinya sendiri padahal ia ingin menyinggung seokjin.

"Apa yang kau katakan?!" Seokjin menyadarinya dan marah. Padahal pipinya sudah merona merah.

"Iya eonni. Kapan aku bisa punya adik? Aku bosan main sendiri terus."

"Segera Jihoonie!" Namjoon menjawab dengan lantang dan membuat Seokjin tidak tahan lagi untuk tidak memukuli Namjoon.

.

Namjoon menyuapkan cake pertama kali kepada Seokjin yang memang ia minta untuk menemaninya selama acara inti berlangsung. Mulai dari tiup lilin hingga pemotongan kue. Kecupan didahi tidak lupa namjoon berikan. Kemudian kepada Jihoon dan ia memberikan usapan lembut dirambutnya.

"Dimana Jimin dan Yoongi?"Bisik namjoon.

"Entahlah." Jawab Seokjin dengan berbisik pula.

"Maaf aku terlambat oppa, eonni." Jimin naik ke atas panggung dan disusul Yoongi di belakangnya.

"Tidak apa Jiminnie." Namjoon tersenyum dan tersenyum kepada semua tamu yang hadir. "Baiklah! Saya Kim Namjoon, ingin melamar seseorang yang begitu setia menemani saya selama dua tahun belakangan ini. Park Seokjin."

"Eoh?" Seokjin begitu terkejut. Bahkan Jimin dan juga Yoongi. Namjoon dengan santai mengeluarkan kotak beludru berwarna biru tua dan membukanya. Memasangkan cincin yang begitu indah ke jari manis seokjin. Tepuk tangan yang meriah terdengar.

"Eonni akan menikah dengan namjoon oppa ya? Berarti aku bisa punya adik kan?"

Sontak para tamu tertawa mendengar penuturan polos Jihoon.

.

Jihoon terus berceloteh tentang apapun yang pernah terjadi di sekolah di perjalanan menuju sekolahnya. Jihoon akhirnya menyadari bahwa Jimin sama sekali tidak menanggapi pembicaraannya seperti biasa. Perubahan sikap Jimin terjadi sejak hari ulangtahun Namjoon seminggu yang lalu.

"Eonni kenapa? Lapar ya?" Jihoon bertanya seperti itu mengingat Jimin yang tidak menyentuh sarapan. Jimin tersenyum dan menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang sekolah Jihoon.

"Sudah sampai. Jihoon belajar yang rajin ya?" Jimin mengecup dahi Jihoon cukup lama bahkan tidak seperti biasanya. Jimin juga memeluknya begitu erat kemudian melepasnya. Ia menatap Jihoon seakan-akan takut kehilangannya. "Kalau sudah pulang, tunggu eonni dan jangan kemana-mana."

"Iya eonni." Jihoon terlihat tersenyum malu-malu.

"Jihoonie mau mengatakan sesuatu?"

"Iya!" Jawab jihoon semangat. "Jihoonie mau ketemu yoongi oppa. Boleh tidak?"

"TIDAK! Kau tidak boleh pergi dengan siapapun. Hanya eonni, jin eonni, dan namjoon oppa!" Jimin tanpa sadar membentak Jihoon. Melihat Jihoon terkejut, raut wajah Jimin melembut. "M-maaf Jihoonie..."

Jihoon menggeleng dan tersenyum lembut. Walaupun sebenarnya ia sempat takut. "Tidak apa-apa eonni. Tapi eonni jangan kayak tadi. Jihoonie takut."

"Iya." Jimin tersenyum dan mengusap rambut Jihoon.

.

"Hey bro!"

Yoongi begitu terkejut dan bahkan hampir melempar namjoon dengan mouse nirkabel ditangannya.

"Santai man! Kau terlihat aneh sejak hari ulangtahunku minggu lalu." Namjoon duduk di kursinya dan sedikit memutar kursinya agar menghadap Yoongi. Otak jeniusnya mulai bekerja. "Kau pernah mengenal Jimin sebelumnya? Atau bahkan kalian pernah punya hubungan? Seokjin mengatakan kalau Jimin juga bersikap aneh."

"Tidak. Dia hanya mirip dengan seseorang yang pernah aku kenal." Ujar Yoongi santai dan kembali fokus dengan layar komputer. Namun namjoon tau kalau sahabatnya itu sedang termenung. Ia langsung menutup program yang dibuka Yoongi dan menekan 'yes' saat ada perintah 'save'.

"What the hell tuan kim! Kau mengacaukan konsentrasiku."

"Dari tadi juga kau tidak berkonsentrasi. Bahkan sejak seminggu yang lalu tuan min!"

Yoongi tipe orang yang begitu sangat menjaga rahasianya. Bahkan selama bertahun-tahun namjoon bersahabat dengannya pun, ia baru mengetahui masa lalu Yoongi yang begitu pahit baru setahun yang lalu.

"Kau masih ingat dengan ceritaku yang pernah menghamili seorang wanita?"

Namjoon mengangguk samar. Entah mengapa ia merasa tidak enak.

"Wanita itu adalah Jimin."

"WHAT?!"

.

Senyuman Yoongi terpancar saat melihat sosok kecil anak perempuan yang terlihat tengah kebingungan. Itu Jihoon. Hanya seorang anak kecil yang memenuhi fikiran Yoongi selama seminggu ini. Ia pun menghentikan mobilnya dan keluar menghampiri Jihoon.

"Hai!"

"Wah! Yoongi oppa!" Jihoon langsung memeluk Yoongi yang sudah berlutut. "Kok Yoongi oppa bisa ada disini?"

"Oppa tadi jalan-jalan. Kebetulan lihat jihoon disini." Yoongi memang benar. Ia hanya ingin jalan-jalan karena otaknya yang terasa penuh bahkan hampir meledak. Sebuah keberuntungan besar ia bertemu Jihoon di sekolahnya. "Jihoon menunggu siapa?"

"Jimin eonni, oppa. Tumben Jimin eonni terlambat menjemput jihoon."

"Hm...kalau begitu, jihoon mau menemani oppa jalan-jalan?"

"Tidak oppa. Kata eonni, jihoon tidak boleh pergi bersama oppa. Eonni juga marah-marah waktu mengatakannya. Jihoon tidak suka eonni marah. Jihoon takut."

Yoongi sempat tertegun. Namun ia kembali tersenyum.

"Jimin eonni hanya khawatir. Apalagi kita baru bertemu. Kalau begitu, oppa menemani Jihoon disini saja ya?"

"JIHOON!"

.

Jimin membelalakkan matanya saat sosok yang tidak pernah ia inginkan keberadaan sedang bersama Jihoon. Ia segera mempercepat langkahnya.

"JIHOON!" Jimin berteriak dan segera menghampiri Jihoon. Tanpa sadar ia menarik tangan Jihoon dan membuatnya meringis kesakitan.

"Sakit eonni. Hiks..." Jihoon bahkan hampir menangis dan Jimin tidak memperdulikannya.

"Jimin! Jangan kasar padanya atau aku akan-"

Jimin menoleh ke belakang dan memberikan tatapan dinginnya yang cukup membuat Yoongi terdiam.

.

.

.

.

.

.

.

.

Yey! Akhirnya author bisa juga ngetik cerita ini. Btw, ide ini author dapat waktu nyuci baju juga. Jadi, buat para readers yang kesulitan mencari ide, sering-seringlah mencuci baju. Author harap bisa membuat ff yang lebih baik dari sebelumnya. Hehe...

Jangan lupa review ya para readers yang baik hati.

Bye~~~~~~~~~~~~~~