Langit menampakkan birunya yang mulai sedikit memudar menjadi sedikit oranye. Begitu halnya dengan sang mentari, sinar teriknya berangsur-angsur mulai beralih menjadi sinar hangat, bahkan hampir-hampir sosoknya tenggelam di sudut barat sana.
Beberapa orang nampak menikmati sendunya senja sambil berjalan santai di taman. Beberapa lainnya malah tidak hanya sekedar berjalan disana, tapi juga berolah raga dengan riangnya. Taman terlihat cukup ramai sore itu, dihiasi kumpulan anak-anak kecil di wahana permainan, lengkap dengan penjual makanan ringan sebagai peramainya.
"Hei, Im Soyoung!"
Sebuah suara tiba-tiba saja mengejutkan seorang gadis berambut panjang kecoklatan dari lamunannya. Kepalanya langsung menoleh ke sumber suara.
"Eoh, Hyun Ae-ya? Ada apa?", tanya Soyoung, gadis yang baru saja kembali dari dunia lamunannya.
Gadis yang memanggilnya tadi, Hyun Ae, berdecak kesal, "Aku sudah memanggilmu berkali-kali, dan kau bahkan tak menggerakkan bola matamu ke arahku", burunya.
Soyoung tertawa kecil, "mianhae", katanya, "Jangan marah begitu, eoh. Kau jelek sekali. Hahaha"
Dan godaan Soyoung sukses membuat gadis berambut pendek di depannya merengut semakin kesal, "Aku tahu kau cantik", ujarnya.
Mata sipit Soyoung membulat bingung, "Cantik?".
"Iya, tentu saja cantik"
"Cantik darimana, pabo", Soyoung kali ini ganti berdecak dan memukul pelan lengan gadis yang lebih tinggi beberapa centimeter darinya itu.
"Kalau kau tidak cantik, bagaimana mungkin kau mendapat 25 coklat, 5 boneka. 10 mawar dan 20 kado pada hari valentine, huh?"
Soyoung terkekeh geli, " Kenapa kau mengingatnya sampai sedetail itu? Hahaha Lupakan saja. Kenapa kau memanggilku tadi?"
"Aish, aku sudah mengatakannya berkali-kali padamu, dan kau tetap bertanya?"
"hehehe"
Hyun Ae menghela nafas, "Aku harus pulang duluan sore ini. Appa sudah menunggu laporan hasil ujian kemarin", katanya malas.
Sooyoung ber-oh-ria tak menanggapi.
"Kau kenapa, sih?!"
"Lho? Apa? Aku kan diam?"
"Wajahmu menyebalkan. Pasti kau mendapat peringkat satu lagi, ya?"
"Ada yang salah?"
"AAAHHHH! Im Soyoung! Bagaimana mungkin ada gadis sesempurna dirimu? Cantik, pintar, suaranya merdu, baik, dan kaya.. dan... dann... AH! Pokoknya aku membenci orang sepertimu!", Hyun Ae berteriak-teriak kesal sambil mengacak rambutnya frustasi, sementara Soyoung lagi-lagi hanya tertawa melihatnya.
"Bagaimana mungkin kau mendapat peringkat satu di setiap tahun sekolah kita?"
Soyong angkat bahu, "Tidak mengerti juga. Mungkin guru salah menilai lembar soalku"
Mata Hyun Ae membulat sempurna, "Maksudmu, seharusnya nilaimu tak sebagus itu?"
"Bukan, seharusnya lebih bagus malah. Kkkkk~"
"Yak! Sombong sekali kau!"
"Miaaannnnnn!", Soyoung menjerit saat tangan sahabatnya mulai mencubiti pipinya tanpa ampun.
Dua sahabat itu pada akhirnya saling mencubit hampir selama dua menit, sampai kemudian Hyun Ae berdiri, "Aku benar-benar harus pergi, Soyoung. Sampai bertemu lusa di sekolah!", serunya lalu langsung berlari pergi tanpa menunggu jawaban Soyoung.
Soyoung tertawa lagi. Kali ini, alih-alih meneriakkan jawaban pada sahabatnya, ia memilih untuk berdiri, mengibaskan roknya beberapa kali dari serpihan rumput, kemudian menghampiri seorang penjual es krim di pinggir taman.
"Chocolate, please"
Penjual es itu menoleh bingung.
Soyoung menatap laki-laki di sampingnya dengan bingung. Yang benar saja, masa laki-laki itu baru saja mengucapkan pesanan yang sama dengan yang Soyoung inginkan?
Lelaki jangkung di sampingnya menoleh ke samping, menatap Soyoung sesaat, lalu kembali menatap si penjual es seolah meminta jawaban akan pesanan 'kembar'nya.
"Ta-tapi, yang rasa coklat hanya tinggal untuk satu cone", jawab sang penjual ragu-ragu.
Ah, sial. Soyoung terlambat memesan, seharusnya ia membeli es daritadi tanpa perlu menunggu Hyun Ae pergi.
Soyoung baru saja menyatakan dalam hati bahwa dirinya siap bertempur demi mendapatkan satu cone es krim coklat dengan pembeli saingannya saat sang pembeli jangkung itu tiba-tiba saja angkat bicara.
"Kalau begitu, untuknya saja"
'eoh?', Soyoung menelengkan kepalanya bingung. Bagaimana mungkin ada orang yang dengan relanya menyerahkan es krimnya pada orang lain begitu saja? Hey, apa kau tak tahu bahwa cone ini bisa kau bayar dengan nyawa?
Nyawa Soyoung seorang, mungkin.
Gadis itu hampir saja menjerit senang dan mengucapkan 'gomawo' pada orang misterius itu saat kemudian dilihatnya wajah lelaki itu begitu sendu sewaktu 'menyerahkan' es krimnya pada orang lain.
Penjual es, yang entah kapan sudah menyiapkan cone es krim coklat itu, menyerahkan cone es krim dengan topping berwarna pada Soyoung. Yang diberikan es krim termenung sesaat begitu menerimanya.
"Makan saja. Aku tak apa", ucap si lelaki hampir melangkah pergi. Wajah yang sebelumnya sendu itu kini nampak semakin mendung.
"ch-chankamman!", seru Soyoung, "ahjussi, boleh aku minta satu cone kosong lagi? Aku akan membayarnya", lanjut Soyoung pada penjual es krim. Si penjual mengangguk bingung, menyerahkan cone lalu menerima uang bayarannya begitu saja. Kemudian, ia mulai angkat kaki dari tempat itu membawa tempat dagangan yang isinya sudah habis terjual.
Soyong meletakkan cone kosong itu diatas es krimnya, si lelaki misterius menatapnya aneh. Dengan hati-hati, Soyoung membalik cone tersebut, membuat es krim tadi terbagi menjadi dua di dua cone yang berbeda. Gadis itu mengulurkan tangan kanannya pada sang lelaki.
"Ini untukmu", kata Soyong.
Entah tersambar apa, tapi Soyoung rasa, laki-laki itu tampak lebih menginginkan es krim ini, dibanding Soyoung.
Si lelaki menatapnya semakin aneh.
"Apa, sih? Aku takkan meracunimu atau memeras uangmu hanya karna es krim cone ini!"
Akhirnya dengan ragu, pembeli yang sempat mengalah pada Soyoung itu mengambil cone dari tangan Soyoung yang terulur.
"gomawo", gumamnya.
Soyoung mengangguk, "Duduk disana, yuk", ajaknya.
Si lelaki hanya mengikuti. Ah, anggap saja menemani gadis itu dihitung sebagai bayaran karna sudah memberikannya es krim gratis, pikir si lelaki.
"Im Soyoung", Soyoung mengulurkan tangannya pertanda mengajak berkenalan.
Laki-laki itu mengerutkan keningnya, LAGI.
"Namamu siapa?"
"Hm.. Jun. Wen Junhui", jawabnya.
"Kau Chinese?"
Laki-laki itu, Jun, mengangguk samar, "Aneh?", tanyanya.
Soyoung buru-buru menggeleng, "Tidak ada yang aneh", jawabnya sambil tersenyum.
Jun membalas senyuman gadis itu tipis.
"Kau tinggal dimana?"
Jun berpikir sebentar seolah mengingat-ingat sesuatu, "Disana, dekat blok D", jawab Jun, kali ini tangannya menunjuk ke arah ujung jalan.
"Blok D? Kau kenal Jeonghan?"
Jun menggigit bibirnya pertanda ia berpikir lebih keras sekarang, "Oh, eum, laki-laki yang poninya panjang?"
Soyoung mengangguk cepat.
"Hanya tahu wajah dan nama. Aku tak pernah bicara padanya", jelas Jun tanpa diminta, yang diberi penjelasan langsung mengangguk lagi, "Rumahmu dimana?"
"Blok A"
"Tunggu. Namamu siapa tadi?"
"Im Soyoung. Waeyo?"
"ah, ani. Kupikir namamu mirip seseorang"
Soyoung tertawa kecil, "Pasti maksudmu adalah Kwon Soonyoung kan?"
Jun mengangguk, "Teman basketku. Kau kenal?"
"Iya, dia tetanggaku. Dia tinggal di blok A juga, pemain basket. Pantas saja kau kenal"
Jun tak menanggapi, matanya lurus menatap ke depan. Entah menatap mentari senja yang sedang terbenam, atau justru menatap sekumpulan bocah kecil yang asik berebut ayunan.
"Terimakasih untuk es krimnya. Mungkin lain kali, aku harus..."
"Kenapa wajahmu sedih?"
"Maaf?"
"Wajahmu. Kau terlihat sedih. Apa kau punya masalah?"
"A-aku tidak mengerti..", wajah Jun menampakkan kebingungannya.
"Kau terlihat sedih sejak tadi. Awalnya, kupikir karna kau menginginkan es krim itu. Tapi, aku sudah memberikannya padamu, dan kau masih terlihat sedih. Sebenarnya ada apa?"
Kali ini Jun tercekat. Bukan, bukan karna pertanyaan dari Soyoung. Tapi karna seseorang yang berdiri di belakang Soyoung. Seseorang yang menatapnya dengan tatapan yang – Ah, Jun benci mendeskripsikan ekspresi wajah orang ini.
Soyoung berpaling ke arah pandangan mata Jun,
"D-Dino?"
