Summary : Rukia menjadi bos Ichigo. dan ichigo jatuh cinta dengan bosnya sendiri? Tapi bosnya seperti seorang nenek sihir. Tapi apa yang sebenarnya terjadi? Dapatkah Ichigo menaklukan Si Penyihir? #plak

Gak pandai bikin summary, so check this out.

Desclaimer Om Tite Kubo

Warning AU, Abal-abal, Typo, Gaje dsb.

Pairing : Ichigo K. and Rukia K.

Genre : Romance, hurt, action? Sebenarnya genrenya gak ada dipilihan

Rating : T

Seperti kata senpai "DON'T LIKE, DON'T CLICK"

Bukan, itu bukan kata senpai, itu kata saya wkwkw#plak #losemymind

I DO

By. N-scorpio18

Sepucuk kertas berwarna merah jambu tergeletak di sebuah meja. Tepatnya meja seorang gadis mungil bernama Kuchiki Rukia. Tidak hanya sebuah surat tapi disana pula ada setangkai bunga mawar yang indah. Diletakakan tanpa sepengetahuan sang empu meja tersebut. Entah siapa orangnya, namun terlihat ada tujuan baik dari itu semua. Tak berapa lama sang pemilik meja itu datang. Melihat suatu benda di mejanya. Dengan langkah perlahan mendekati mejanya kemudian mengambil dan membaca sepucuk kertas itu. Setelah beberapa saat mata ungu-nya yang senada dengan bunga lavender itu menggambarkan rasa terkejut dan sedikit bingung.

Di tempat lain...

"Yah, apa sudah rapi? Bagaimana dengan dasiku? Dan sepatuku? Bagaimana kalau aku lupa harus bilang apa?!" omong seseorang dari nada bicaranya sangat gugup. Seperti akan menyanyi di Grammy award.

"Sudah, semua akan baik-baik saja oke!" ucap temannya menyemangati. Mereka sedang mempersiapkan momen yang istimewa untuk menyatakan cinta. Seorang pria dengan wajah yang cukup tampan, bertubuh tinggi dan rambut jabrik berwarna jingga mencolok. Dan hari ini akan segera menyatakan perasaannya kepada gadis yang dia suka sudah cukup lama. Tempat dan segala sesuatu sudah dipersiapkan. Dentingan musik dari sebuah piano juga sudah dimainkan. Dan suasana romantis berlahan-lahan tercipta dengan dimatikannya semua lampu dan tinggal lilin-lilin gelas warna-warni. Sekarang tinggal menunggu sang pemeran utamanya datang. Keigo sahabat Ichigopun sudah meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian terdengar suara sepatu seseorang. Ichigopun semakin gugup. Jari-jarinya tak bisa diam saling mengusap satu sama lainnya. Dan tokoh yang telah ditunggupun datang juga. Berpakaian rapi, maksudnya masih mengenakan pakaian kerjanya sebagai seorang jurnalis. Mengenakan kemeja putih dengan jas hitam, celana hitam dan sepatu hitam. Style tombois dan aura kharismatik terpadu sempurna. Ditambah rambut pendek-nya yang belum lama ini. Itulah daya tarik sang editor majalah DN. Kuchiki Rukia.

"Ada apa ini Reporter Kurosaki?" tanyanya formal penuh kharisma.

"Anu ini...Sa...ya...ada yang ingin Saya sampaikan." Kata Ichigo terbata-bata karena rasa gugup yang sekarang mendera luar biasa.

"Bukankah bisa kita bicarakan lewat telpon atau di kantor saja? Kenapa harus serepot ini." Ucap Rukia enteng.

"Tapi ini sedikit pribadi. Jadi tidak bisa di bicarakan di kantor." Timpal Ichigo. Atmosfer yang ada bisa dirasakan meski alunan musik piano terdengar tapi Ichigo tidak bisa merasakan telinganya menangkap nada-nada itu. Atmosfer yang tadinya romantis dan penuh dengan warna merah jambu sekarang menjadi tegang dan kaku.

"Baiklah, apa yang anda ingin katakan." Jawab Rukia to the point. Tak ada yang bisa Ichigo katakan atau lakukan. Dialog yang telah dihapalkannya hilang dalam sekejap saja. Ichigo bingung kemana perginya baris-baris kata dan beberapa baris puisi yang tadi dia baca. Namun ada satu kalimat yang masih melekat di kepalanya.

"Aku menyukaimu Editor." Seperti kilat kata kata itu keluar yang pasti membuat kaget Si pendengarnya, sang Editor.

"Apa? Omong kosong apa yang tadi kau ucapkan? Sudahlah anggap saja tadi kau tak mengatakan apapun. Kalau kau sudah selesai aku akan kembali ke kantor masih banyak pekerjaan untuk deadline minggu depan." Kata Rukia santai memutar badan untuk pergi.

"Tapi...tapi itu bukan omong kosong! Aku benar-benar menyukaimu, Rukia!" tegas Ichigo.

Rukia mendengus dan menolehkan kepalanya dan memandang Ichigo yang tengah mengeluarkan seluruh keberanian yang dia punya sebagai seorang laki-laki dengan tatapan seperti berkata 'Apa Kau sedang Bercanda dengan KU?!'

-0ne1-with-eight8—

3 Bulan sebelumnya

Udara musim dingin sudah mulai terasa padahal masih beberapa minggu lagi. Hari ini kepolisian digemparkan oleh kematian seorang wanita. Polisi masih menyelidiki penyebab kematiannya apakah karena pembunuhan ataukah sebuah kasus bunuh diri.

Di kantor koran berita DN-news sibuk seperti biasanya. Hari ini akan ada tambahan reporter baru karena kurangnya tenaga kerja. Namun di jaman sekarang buakanlah hal mudah untuk mencari orang yang mau menerima upah pas-pasan dengan resiko besar. Siapa bilang reporter pekerjaan mudah. Ketika ada perang mereka bukan malah mengungsi tapi beramai-ramai menyongsong ketempat itu. Ketika ada tawuran antara warga dan polisi terkadang reporter bisa kena imbas dari kejadian itu. Hanya untuk memberikan informasi kepada orang-orang bahwa ada kejadian ini di tempat ini dan kejadian itu ditempat sana dan bla-bla-bla. Tapi apakah orang-orang peduli dengan nasib para reporter? Jawabannya tidak. Namun ada orang-orang yang peduli dengan hal itu. Peduli terhadap sebuah informasi.

"Bos, katanya hari ini ada reporter baru? Kenapa belum muncul juga? Padahal hari ini kita sedang sibuk sekali." Keluh seorang pria bernama Renji Abarai.

"Mungkin sedang terjebak macet. Kan sedang ditemukan mayat wanita." Kata lelaki berkacamata Uryu Ishida.

"Itu buakanlah sebuah alasan. Tak ada yang boleh terlambat di DN-news." Tegas seseorang yang tengah duduk di kursi terbalik kebelakang. Rambut pendek berwarna hitam dan bermata ungu tajam dan berpakaian gaya tombois dengan kalung identitas yang bertengger di lehernya bertulisan "Editor DN-news – Kuchiki Rukia".

Kuchiki Rukia atau sering dipanggil dengan Rukia, seorang wanita berumur 24 tahun. Keahlian bela diri Taekwondo dan Karate. Membenci warna merah jambu. Dan seorang Editor yang tegas. 'Tegas' bukan 'Jahat'. Disiplin tinggi dan menjunjung tinggi kejujuran. Beberapa menit kemudian datang seorang lelaki berambut jingga menyala. Bertubuh tinggi tegap. Dengan wajah sedikit sangar. Namun setelah tahu kelakuannya bertoak belakan dengan wajahnya. Memakai sweater putih dengan jas seragam koran DN-news. Sudah dapat dipastikan bahwa dialah reporter baru.

Semua mata yang ada diruanan itu tertuju hanya pada satu orang, tidak terkecuali kepala editor Kuchiki Rukia. Matanya yan tajam mengisyaratkan bahwa sekarang dia tidak senang.

"Perkenalkan saya reporter baru DN-news Kurosaki Ichigo." Katanya memperkenalkan diri. Itu semakin membuat Rukia semakin tidak senang. Tingakah lakunya seakan tidak terjadi sesuatu yang serius. Rambut jingganya semakin membuat Si Editor tak suka pada pandangan pertamanya. Begitu nyentrik dan tak indah.

"Sekarang jam berapa? Kenapa terlambat?!" setelah diam beberapa saat Rukiapun angkat bicara.

"Maaf, Aku terlambat. Terjadi kemacetan dan aku sedikit tersesat tadi." Ucapnya santai sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Memangnya ini kantor berita milik nenek Moyangmu apa?!" tambah Renji.

Suasana menjadi menegangkan ketika semua orang diam. Menunggu reaksi dari Si Editor. Ishida dan Renji bergantian memandang dan akhirnya pandangan mereka berdua menuju ke Editor yang menatap marah ke Si Reporter baru, Ichigo.

"Lakukan push-up 500 kali!" perintah hukuman telah diucapkan olehnya.

"Apa!? Kenapa hanya 500? Aku dulu pernah terlambat kau menyuruhku 1000 kali?!" protes Renji.

"DIAM!" suara keras Rukia membuat telinga mereka berdenging. Sontak keadaan sunyi lagi. Dengan sigap Ichigo melakukan push-up yang diperintahkan. Entah karena bersalah, memang dia takut kepada Si Editor atau menjauhi atmosfir yang tidak nyaman disana.

Karena kejadian yang tidak terduga tersebut. Mereka menghabiskan waktu yang seharusnya lebih bermanfaat untuk mengerjakan tugas-tugas mereka. Kejadian yang seharusnya sudah diluput jadi tergeser jadwalnya. Seorang Editor disini. Bertanggung jawab atas semua stafnya. Jikapun ada kejadian berbahaya yang harus diliput maka sudah kewajibannya untuk menemani reporter dan kameraman dan fotografernya. Bukan seperti bodyguard namun lebih seperti seorang Ibu yang memastikan anaknya mengerjakan PR-nya. Seperti itulah tugas berat yang dipikul para jurnalis. Sebenarnya ini adalah tugas yang lebih berat dari tugas seorang polisi, dokter atau bahkan jaksa. Tentu saja, semua orang tahu bagaimana jadinya jika seorang jurnalis salah menulis berita, salah menganalisis dan salah dalam berpihak. Satu bacaan dalam sebuah surat kabar dan televisi akan menghancurkan atau mengubah hidup seseorang menjadi sangat baik. Itu disebut The Power of Mass.

Berberapa minggu setelah hari pertama Kurosaki Ichigo yang lebih akrab dipangil Ichigo menjadi hari-hari yang penuh cobaan. Dari Si Editor Rukia dia selalu medapatkan tugas-tugas yang berat. Area peliputanya-pun mencakup seluruh halaman dan setiap program berita. Memang seharusnya sudah tugasnya, namun tak ada yang membantu tugasnya. Yang dilakukan Rukia hanyalah mengawasi saja. Seperti anjing penjaga rumah. Awalanya Ichigo memang sabar menghadapi semua yang telah dilakukan Editornya. Tapi setelah di dirasakan itu tidak adil. Dia bekerja melebihi pekerjaan yang harus ia kerjakan dengan upah yang sama. Sedangkan Renji dan Ishida bisa santai-santai saja. Setelah makan siangnya Ichigo menemui Rukia yang sedang sibuk di meja kerjanya. Kacamatanya yang terpasang di wajahnya membah kesan sangat serius dan ya kau tahu cantik.

"Tok...Tok...Tok..." suara pintu diketuk. Rukia mempesilahkan masuk. Dengan langkah ragu dan juga keinginan yang telah disimpannya. Ichigo melangkahkan kakinya menemui editornya. Pertama sepatuhitamnya masuk disusul rambut jabriknya yang berwarna jingga.

"Ada apa Ichigo?" tanya Rukia yang mengagetkan Ichigo padahal Rukia sekarang sedang fokus pada lembaran kerjanya.

"Hmm,.." Ichigo hanya mengatakan suara yang biasa digunakan orang-orang yang tidak mengerti pertanyaan yang ditanyakan. Kenapa ada yang ia rasakan sangatlah janggal. Aha benar cara editornya memanggilnya. Kenapa dia memangil dengan "Ichigo". Bukan "kurosaki".

"Masuklah." Suruh Rukia ramah.

'Hohoho ada yang tidak beres memang dari awal.' Pikir Ichigo.

"Ada sesuatu yang ingin aku katakan." Kata Ichigo ragu menatap Rukia. Dan kemudian melanjutkan setelah mendapatkan kode 'Apa?' dari wajah Rukia.

"Bukankah ini sangat tidak adil. Aku bekerja lebih banyak dari yang seharusnya aku kerjakan. Kita sama-sama bekerja, bukan? Kenapa hanya aku yang begini?" protes Ichigo banyak sekali.

"Jika kau tak mau, maka jangan lakukan. Lakukan saja yang kau anggap wajar." Jawab Rukia enteng. Dengan membetulkan letak kacamatanya. "Dengar Ichigo, ini bukan masalah kita sama-sama bekerja atau bukan, tapi ini masalah kau mengabdi dengan pekerjaanmu. Jika memang kau memilih pekerjaan ini, maka lakukan dengan sebaik-baiknya. Tidak peduli temanmu mengerjakan hal yang sama denganmu atau tidak. Ini tentan dirimu." Lanjut Rukia menatap tajam Ichigo. Meski Ichigo tak paham apa yang dia maksud. Mata violet Rukia memancarkan kesungguhan, keyakinan dan secercah harapan. Dan tak disangkanya jantungnya berdetak sedikit lebih kencang dari biasanya. Mata violet itu terus menatap mata musim gugur Ichigo sebelum sang rambut jabrik keluar tanpa mengatakan satu katapun.

-0ne1-with-eight8-

Sekarang dimulailah aksi para jurnalis. Dimana tugas berat menunggu mereka. Tentu saja setiap kali meliput kasus kriminalitas akan ada semacam game 'tarik tambang' dengan pihak kepolisian. Belum lagi ketika wawancara dengan keluarga korban, dan mengungkit hal yang sebenarnya tidak ingin dibicarakan. Caci maki akan menghujani mereka. Sempurna sudah penderitaan mereka. Jangan dibayangkan, hal buruk akan lebih buruk dalam bayanganmu. Namun para jurnalis melakukan ini demi keadilan, menjadi pilar keempat bukanlah hal yang mudah. Penuh perjuangan dan juga pengorbanan. Namun, banyak juga orang yang masa bodoh dengan mereka. Mereka seorang jurnalis bukannya paparazi. Namun banyak orang yang tak bisa membedakan arti kedua kata itu.

"Ah, selamat datang kerikil-kerikil tajam." Ucap Renji sedikit mengeluh.

"Jangan mengatakan kata itu." Sanggah Ishida.

Ichigo hanya mengikuti mereka dari belakang dan di awal oleh Sang Editor. Langkah mereka pasti menghampiri gerombolan orang. Ketika sang mayat sudah tak ada lagi disana. Sebenarnya sebagian dari mereka orang-orang kepolisian dan para wartawan. Garis kuning bertuliskan "POLICE LINE" menjaga tempat itu.

"Ucapkan selamat datang kepada hidupmu yang baru Ichigo." cetus Rukia. Nada bicara yang seakan mengingatkan bahwa pilihanmu adalah hal yang berat. Dan berjalan meninggalkan Ichigo di belakang.

Ichigo hanya melirikkan matanya kepada Sang Editor. 'Benarkah akan seberat itu?' pikirnya.

"Benar, selamat datang di jalan yang baru, Huh..." ucapnya. Dan berlari mengejar teman kru-nya.

To be contined...

Author's Corner

I'm back...I'm back...#jingkrak2

Dengan fic baru. Sebenarnya ini fic udah lama di laptop, tapi belum selesai-selesai karena saya terkena penyakit M. Malezzz.

Ada yang menunggu fic saya yang Rebellion. Karena udah lama jadi sepertinya fic-nya udah gak ada yang minat baca... hehehe...

Berita bahagia lagi saya sekarang udah jadi anak kuliahan,... hihihi #pamer #plak

Oke, gimana reader ceritanya? Sebenarnya yang paling mikir lama adalah judulnya. Saya paling buntu kalau disuruh buat judul. So, mau dilanjutkah?

To the point, klik review dibawah ini dengan semangat!