Kira !

" Akhh! Apa yang kau lakkan pada bayiku?", terlihat seorang wanita yang mengandung tengah berusaha untuk menggapai seorang lelaki. Dia terus saja disingkirkan oleh lelaki tersebut. Tapi dia tidak menyerah, dia ingin menghentikan semua ini.

" Itu bayi kita kau ingat. Bukan hanya bayimu. Kita tidak bisa tidak melakukan hal ini. Ini harus, demi bayi kita sendiri.", lelaki itu terus berusaha untuk menghindar. Dia terus saja mengibaskan tangan wanita yang berusaha menggapainya. Dia juga tidak menyerah untuk bisa lepas dari wanita itu. Karena dia punya sesuatu yang harus dia lakukan.

" Omong kosong! Kau membuatnya menjadi barang percobaan!", wanita itu terus berusaha, dia tidak menyerah. Dia ingin keluar dari dalam kamar sepi yang dia tempati, tempat dia terkurung. Untuk menyelamatkan anaknya. Anak yang bahkan belum sempat dia lihat. Anak yang diembil paksa oleh lelaki di depannya ini.

" Tenanglah. Tidak akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi padaya. Percayalah padaku.", lelaki itu terus membujuk wanita itu. Apa yang dia katakan adalah apa yang diharapkannya. Dia hanya tidak punya pilihan selain menyerahkan anaknya sendiri untuk dijadikan bahan penelitian. Dan dia sangat ingin segera keluar dari tempat itu dan melanjutkan pekerjaannya.

" Kembalikan bayiku Ulen Hibiki.", wanita itu tidak menyerah. Dia sebenarnya tahu apa yang dilakukan lelaki itu adalah atas dasar tidak adanya pilihan lain yang bisa dimbil. Dia juga tahu bahwa itu semua adalah agar kedua anaknya bisa selamat. Dia hanya tidak rela, dia masih tidak yakin akan semuanya.

" Diamlah. Lagi pula kau masih punya satukan. Kita berbagi kau Satu dan aku juga punya satu. Itu adil.", lelaki itu terus ngotot. Dia akan terus berusaha mengambil salah satu anak mereka. Semua inni adalah apa yang harus mereka lalui dan jalani.

" Itu tidak adik untuk mereka. Mereka satu Ulen. Apa yang akan terjadi jika kau memisahkan mereka?", wanita itu mulai pasrah, dia tidak mungkin bisa melawan lelaki itu. Lagi pula dia memang harus segera mengikhlaskan anaknya, karena dia tidak akan bisa merawat mereka.

" Tidak akan terjadi apa-apa." Ulen Hibiki mencoba untuk meyakinkan Via Hibiki, istrinya tercinta agar merelakan anak mereka. Dan berakhirlah percakapan mereka dengan ditinggalnya Via Hibiki, menangis seorang diri ditemani oleh janin yang masih ada dalam kandungannya di kamarnya yang sepi. Ditinggalkan oleh suami tercinta yang membawa satu dari dua buah hati mereka.

Tit tit tit

Terdengar bunyi suara dari sebuah mesin berbentuk tabung berisi cairan dan janin berusia 7 bulan di dalamnya. Janin tersebut sudah menyerupai bayi. Dia terlihat tenang seperti tertidur. Entah bagaimana dia bisa ada dalam tabung tersebut. Tapi dia tidak sendiri, banyak tabung-tabung lain berjajar disekelilingnya. Namun saying mereka bukan janin yang lengkap, entah apa yang terjadi pada mereka.

Terlihat seseorang yang menghadap sebuah monitor besar ditemani beberapa orang lain di sekalilingnya yang masing-masing menghadapi monitor kecil mereka sendiri-sendiri. Lelaki itu terus memperhatikan apa yang ditampilkan layar monitor tersebut. Layar yang sepertinya terhubung dengan satu tabung dimana tempat janin yang disebutkan di awal berada.

Rupanya dia adalah Ulen Hibiki, suami Via Hibiki, seorang lelaki yang dengan sangat terpaksa menjadikan anak partama mereka menjadi bahan percobaan. Semua telah dipikirkannya dengan matang. Dan akhirnya inilah yang terjadi. Dia memutuskan dan merelakan anak pertamanya untuk dijadikan bahan percobaan. Dia terus mengingatkan pada dirinya sendiri bahwa apa yang dilakukannya adalan benar dan ini adalah satu-satunya cara.

" Bagaimana perkembangan nya?", Tanya seorang lelaki yang kelihatannya berkuasa. Dia tidak memakai jas berwarna putih seperti orang-orang yang ada di sana. Dia seorang yang kelihatannya angkuh, memakai pakaian resmi. Kemeja, jas,dasi dan celana, yang semakin membuatnya terlihat menjadi seorang yang berkuasa, karena dia memang sangat berkuasa di sini.

" Apa yang kau harapkan?", Ulen Hibiki menanggapi pria itu datar. Dia malas menaggapi orang tersebut.

" Tentu saja aku mengharapkan yang terbaik. Apa yang kau pikirkan?", lelaki itu menyeringai. Dia sangat suka cara lelaki di depannya ini menaggapinya. Dingin.

" Semua berjalan lancar. Kita hanya bisa menunggu janin itu untuk cukup kuat.", dia mendesah. Menghela nafas bosan. Tiap hari pria berjas itu terus mengecek apa yang dia kerjakan.

" Bagus. Jangan sampai dia gagal seperti pendahulunya.", lelaki itu sangat berharap dengan apa yang dikatakan orang di depannya. Dia sangat menantikan perkembangan janin itu agar segera menjadi bayi.

" Hn.", tanggapnya datar.

" Dan terima kasih atas sumbangan besarmu." Ulen tahu apa yang dimaksud oleh laki-laki itu. Dan selanjutnya laki-laki itu melenggang pergi dengan seringai yang mengerikan. Lelaki bernama Gilbert Durandalf itu pergi tanpa menoleh. Benar-benar orang yang sombong.

Tiba-tiba seorang lelaki mendatanginya lagi. Di terlihat marah. Dan dia memang sangat-sangat marah pada sahabat dekat sesama penelitinya ini. Dia merasa tidak terima akan apa yang diperbuat Ulen Hibiki terhadap anak kandungnya sendiri. Dia merasa harusnya Ulen patut bersyukur karena dikaruniai anak. Karena dia tidak akan bisa memiliki anak.

" Apa yang sebenarnya kau rencanakan? Apa kau benar-benar akan menyerahkan anak mu pada mereka?", pria itu berujar marah. Dia sangat tidak habis pikir dengan apa yang orang di depannya ini lakukan.

" Tentu saja tidak Haruma." Ulen menjawab. Dia sangat tidak ingin membahas tentang ini. Dia pikir sudah cukup dengan hanya dia yang mengetahuinya. Tapi ternyata ada sesseorang yang ingin mencari tahu.

" Lalu apa yang sebenarnya kau rencanakan?" pria bernama Haruma Yamato itu, masih belum mengerti.

" Dia tidak akan selamat.", dia menjawab resah. Dia tidak ingin ada banyak orang yang terlibat.

" Apa?"dengan menajamkan pendengarannya dia kembali bertanya. Dia sangat tidak sabar dengan kalimat seperti apa yang akan dikelarka oleh sahabatnya ini.

" Via tidak akan bisa melahirkan mereka berdua. Dia terlalu lemah dan bayi ini sangat rapuh. Aku tak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya berharap mereka akan bahagia." Ulen menjelaskan. Banyak sekali beban yang kelihatannya dia tanggung.

" Apa kau pikir dengan berhasilnya penelitian ini bayimu akan bahagia. Dia tidak akan bisa bebas. Dia akan terus diotak atik. Dia akan menjadi kelinci percobaan selamanya." Haruma masih tidak terima akan keputusan sahabatnya.

" Aku akan menghentikan semua ini. Jangan khawatir. Jika waktunya tiba aku aka sangat membutuhkanmu. Apa aku bisa minta tolong untuk itu?" dia kembali menjawab. Suaranya semakin lirih. Dan dia membuat Haruma Yamato semakin tidak mengerti dengan apa yang dia bicarakan.

" Aku akan terus ada untuk membantumu. Tapi apa yang kau akan lakukan? Apa sebenarnya rencanamu?" dia sangat tidak mengerti dengan rencana sahabatnya ini. dia benar-benar tidak bisa menebak jalan pikirannya.

" Aku akan menghentikan projeck ini!" dia menjawab mantab. Tak ada keraguan sama sekali. Semua benar-benar dipikirkannya dengan sangat matang.

" Apa yang kau rencanakan sebenarnya? Aku sangat bingung dengan semua ini." Haruma kembali mengulang pertanyaannya. Dia sangat bingung sekali. Dia ingin temannya ini segera menceeritakan apa yang akan dilakukannya.

" Setelah anak ini siap. Aku akan menghancurkan projeck ini. Dan saat itu aku mohon bantuanmu untuk merawat anak ini." Ulen menjawab dengan harapan temannya ini akan mengerti.

" Apa maksudmu dengan menyerahkan anak ini padaku?", tapi ternyata temannya ini tetap tidak mengerti, atau mengerti tapi pura-pura tidak mengerti dan berharap tidak akan mengerti. Entahlah.

" Aku tahu kau sangat menginginkan seorang anak, jadi aku mohon rawatlah dia. Kurasa kau bisa merawatnya dengan baik.", sekali lagi Ulen menjelaskan. Dia tahu temannya ini mengerti, tapi pura-pura tidak mengerti. Dan dia yahu mengenai perasaan temannya ini.

" Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan. Bagaimana mungkin kau akan menyerahkan anakmu kepadakku. Lalu apa yang akan kau lakukan setelah itu.", dia terus bertanya berusaha mendapatkan sebanyak-banyaknya dari temannya ini. Dia tidak akan melewatkan hal sekecil apapun.

" Aku akan meledakkan lab ini, bersamaku. Hanya itu yang bisa kulakukan." Tanpa beban Ulen menjawab. Dia tidak akan mengubah keputusannya.

" Hah, kurasa kau harus memikirkannya lagi, ini sangat tidak masuk akal. Kau gila, kau pikir dengan apa yang kau lakukan ini kedua anak mu akan bahagia?" dia terus berharap apa yang didengarnya ini adalah salah. Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa pendengarannya masih normal.

" Kumohon hanya anak ini. kau harus merawatnya. Aku tidak ingin dia diambil oleh keluarga Attha." Dia terlihat putus asa. Dia tidak tahu harus menyerahkan ini pada siapa lagi. Karena dia tidak mungkin menyerahkan anaknya pada keluarga Attha, keluarga besar istrinya. Dia benar-benar tidak bisa memikirkan jalan lain untuk semua ini.

" Entahlah aku tidak tahu. Aku senang aku akan memiliki anak tapi kalau harus mengambilnya darimu? Aku benar-benar bingung. Lalu bagaimana dengan Via?", dia tidak berbohong ketika dia bilang senang, hanya dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Via setelah tahu semua ini

" Keluarganya. Mungkin dia akan kembali bersama dengan keluarga Attha. Keluarganya memang seperti itu. Dan aku tidak akan menyerahkan anak ini pada mereka." Keluarga Attha adalah keluarga bangsawan yang penu dengan segala aturan. Dari luar dia bisa melihat bahwa keluarga ini adalah keluarga yang arogan. Dia tidak peduli apabila Via bersama salah seorang anaknya memilih untuk kembali pada keluarga Attha. Dia hanya berharap, anaknya yang satu ini akan hidup di keluarga biasa. Dan dia tidak bisa membawanya ke sana, oleh karena itu dia ingin meminta bantuan temannya ini.

" Bukanlah lebih baik kau juga menyerahkan anak ini pada mereka? Kurasa itu lebih baik." Dia berusaha member solusi, meski dia akan kecewa bila temannya ini mengikutinya. Tapi dia benar-benar merasa belum pantas untuk merawat anak sahabatnya ini.

" Tidak. Aku lebih percaya padamu untuk merawatnya. Itu terserah pada Via kalau dia ingin kembali pada keluarganya." Tidak ada yang bisa dikatakan lagi oleh Haruma. Ulen benar-benar sudah mantab akan keputusannya.

" Masih ada waktu untuk merubah keputusanmu. Kurasa ada yang lebih baik dari ini. aku akan meninggalkanmu." Dia benar-benar berharap iini bukanlah jalan satu-satunya, maka dia meninggalkan Ulen untuk kembali memikirkan apa yang sudah dia putuskan