WTH (What The Heaven)!

Min Yoongi (Suga) x Park Jimin (Jimin) – YoonMin [BTS]

Genre: Romance, Comedy

T-M later

.

.

.

.

.

"Selamat pagi semuanya, namaku… Park Jimin."

.

.

.

Membosankan sekali. Laki-laki itu termanyun-manyun di bangkunya yang terletak cukup di belakang sebuah ruangan kelas sekolah menengah atas, dan dia hanya memutar-mutar penanya di pelajaran matematika yang sangat rumit. Min Yoongi, mengutuk kekuatan dunia untuk menjalankan konsepsi waktu. Intinya, dia begitu membenci bagaimana dalam sekejap mata, dia sudah jadi anak yang terpaksa duduk manis di kelas karena menginjak kelas dua belas. Ujian kelulusan di depan mata, dan dia juga harus menentukan harus masuk ke universitas mana…atau mungkin bekerja dimana. Laki-laki itu mendengus pelan ketika guru matematika di depannya mengusik lamunannya dengan lemparan spidol yang cukup kencang mengenai dahinya. "Min Yoongi, lagi-lagi kau melamun!"

"Errr jadi pak, apa bapak lebih suka saya mengobrol dengan Hoseok-ah sekarang?"

Teman seberang bangkunya, Jung Hoseok, seketika melambai ramai pada Yoongi, yang seketika langsung dicubit gemas oleh teman lainnya, Kim Taehyung. Awalnya Taehyung mencubit Hoseok untuk kembali duduk, namun justru kemudian dia ikut-ikutan ramai dengan teman atau kekasihnyaitu. dan tak perlu waktu lama, kelas menjadi ramai kembali, karena geng-nya dan kawan-kawan mulai berulah di kelas–Jung Hoseok, Kim Taehyung, Min Yoongi dan Jeon Jungkook di satu ruangan mulai beraksi, maka kelas akan seketika bubar karena para guru saja enggan bertindak pada ulah mereka.

Toh, untungnya, masing-masing dari mereka cukup dapat dikatakan cerdas–begundal cerdas–karena mereka jarang sekali mendapatkan nilai di bawah rata-rata–yah, semua nilai mereka berada pas di batas rata-rata!

Kelas menjadi riuh, sementara itu tak lama, bel jam pulang sekolah untuk jam pelajaran sore sudah berbunyi. Kelas seketika semakin beriak, namun segera sepi kembali. Semua murid tidak sabar untuk segera pulang, terutama waktu telah menunjukkan pukul tujuh sore. Semua pelajar Korea Selatan yang normal jelas akan segera pulang karena kelelahan belajar. Namun tidak untuk geng yang satu itu.

"Oi, Yoongi-ah, hari ini mau kumpul lagi?" tanya Hoseok. "Yea, sure. Hari ini si Kim–tuan muda–Namjoon mau mentraktir kita makan."

"Lagi? Dasar orang kaya." Komentar Taehyung sambil mengusap-usap rambut Hoseok. "Paling juga karena permintaan sang pacar." Balas Hoseok yang mengusap-usap tangan Taehyung manja. Taehyung kemudian tersenyum dan malah memposekan tangannya sedang mengecup-ngecup ujung jemarinya setelah mengusap-usap rambut Hoseok. "Eoh, kau sayang sekali padaku ya, Taetae?" tanya Hoseok manja.

"Bukan, my Hope. Aku sedang cari kutu rambut."

Kemudian, pasangan itu bertengkar, berebut saling mencubit pipi satu sama lain.

"Cih, pasangan bodoh." Komentar Yoongi sinis. "Iya, bodoh… tapi aku tidak peduli. Karena kita akan keluar sekarang, aku mau hubungi IU nuuna-ku dulu. Jangan terlalu dibawa stress kalau kau single sendirian, Yoongi-ah." Balas Jungkook jahil dan terkekeh, sambil menghindar tendangan Yoongi yang meleset, karena– "Yey, salah sendiri kakimu pendek." Kata Jungkook cepat, lalu sibuk dengan ponselnya.

"Oh, c'mon. Aku tidak peduli kalian sibuk berpacaran atau apa, tapi jangan pamer di depanku!"

.

.

.

"Jadi, akhir minggu mau main?" tanya Namjoon sambil mengambil kaleng sodanya. "Sudah lewat sekitar tiga minggu terakhir setelah kita pergi bersama. Ada ide mau kemana?" lanjut seorang laki-laki dengan suara lembutnya sambil membalik-balikan potongan daging di panggangan–Kim Seokjin–yang merupakan kekasih dari Namjoon. "Main game lagi di internet café?" tanya Jungkook sambil mengunyah pelan.

"M-E-M-B-O-S-A-N-K-A-N." komentar Taehyung sambil merotasi bola matanya remeh. "Lagipula kalau main, kau selalu menang! Curang!" lanjutnya.

"Eoh, itu namanya SKILL. Bukan curang. Kemampuanmu saja yang kurang." Balas Jungkook sambil menunjuk Taehyung dengan sumpitnya.

"Kau berani menyubutku payah?! Padahal kau harusnya tahu diri siapa yang bayar bill internet café itu! aku, tahu!" balas Taehyung lagi.

"Itu karena kau kalah taruhan, bodoh!"

"APA?!"

"Hentikan, kalian berdua! Liur kalian menetes di dagingnya, tahu!" potong Yoongi sebal sambil menjitak dua orang yang selalu bertengkar itu.

"Cih! Ayo kita taruhan lagi saja!" tantang Jungkook. "Oh? Bernyali juga kau, Jeon Jungkook?" balas Taehyung sombong. "Kalau kali ini kalah… kita ganti hukumannya!"

"Ahhh, lagi-lagi…" gumam Seokjin pasrah. Sementara itu, Namjoon tidak peduli, dia berusaha membuka kaleng sodanya yang entah kenapa lebih keras dari biasanya. "Errrrghhhh–"

"Kalau kalah…kau harus pakai PAKAIAN WANITA, JALAN-JALAN DI PUSAT KOTA SEOUL!"

CKLEKBYAAAASH!

"OH LORD NOT THIS SHIT AGAIN!" jerit Namjoon ketika berhasil membuka kareng sodanya, namun isinya mendadak berhamburan ke angkasa. Sialnya lagi, air soda itu –berkat gravitasi– jatuh menyiram kekasihnya sendiri, Seokjin, yang kemudian menjadi setengah kuyup. "NAM–JOON–IE!" pekik Seokjin marah. "Lagi-lagi, kau ya! Kalau tidak bisa membuka kalengnya, serahkan padaku, karena kau kocok-kocok juga sih!" protesnya sebal. "M-maafkan aku, sayang! Kalengnya mendadak pecah juga–aku terlalu semangat membukanya! Maafkan aku!"

"Maaf, maaf! Kau ikutan sana taruhan dengan Jungkookie dan Taehyungie! Biar kalau kalah kau kena hukuman!" balas Seokjin dengan nada tinggi, sambil mengelap kepalanya. Namjoon berusaha membantu kekasihnya untuk kering kembali, namun ditolak mentah-mentah. "Arrrghhh… baiklah, aku ikut, deh, guys." Sahut Namjoon pasrah.

"Kalau begitu sekalian aja kita semua ikutan!" timpal Hoseok. "Jadi agendanya, akhir minggu ini kita bakalan jalan sama ehem–perempuan–member baru di antara kita berenam. Selain crossdress, kita harus naikkan lagi levelnya!" tambahnya lagi.

"Eoh? Apa lagi itu?" tanya Taehyung.

"Perempuan itu harus bisa menggaet satu laki-laki dalam sehari!" balas Hoseok senang.

"APA?!" komentar Namjoon terkejut. "Hell no! Kalau Jin-ku mungkin bisa menggaet laki-laki saking cantiknya, tapi kalau aku–"

Namjoon tertampar daging panas di pipinya yang dilempar oleh Seokjin. Namjoon batal melanjutkan kata-katanya.

"Lalu memangnya kalau tidak bisa menggaet laki-laki, kenapa?" tanya Jungkook, terdengar sangat bersemangat. "Foto-foto ketika dia menjadi perempuan akan kita sebar di SNS! YEAH!" balas Hoseok kencang. Jungkook bertepuk tangan riuh, sementara yang lainnya hanya bisa menggulung alis, what the hell!

"Ayo kita main game-nya! Semuanya harus ikut!" ajak Hoseok bersemangat. "Habis ini kita main game online, yang kalah, siap-siap hari minggu!"

.

.

.

Oh, I hate you, online games!

"Jadi~" sahut Hoseok pelan. "Saudara perempuanku sudah mendandanimu cantik lho, jangan cemberut begitu, dong. Service salon dan bajunya saja sudah digratiskan, bersyukurlah!"

"DIAM KAU KUDA SIALAN! BERSYUKUR UNTUK KANDANG KUDA PONIMU, JUNG HOSEOK!"

"tidak menyangka, ya. Muka yang SWAG begitu bisa cocok jadi perempuan. aku terkesima, lho." Komentar Namjoon. Seketika rusuknya disikut pelan oleh Seokjin gemas. "Ampun, sayang."

"Kau beruntung kali ini, dia mendadak disconnected, jadi poin dia paling buntut, Jeon Jungkook."

"Oh, terserahlah, Kim Taehyung. Nilaiku ujungnya lebih tinggi dari kau, jadi bersyukurlah sekarang kau diselamatkan oleh keberadaan Min Yoongi." Balas Jungkook bebal, sambil menunjuk seorang laki-laki–tidak, perempuan– yang berkulit putih mulus, dengan potongan rambut hitam lembut–wig–dan bibir merah bergradasi yang sedang tren itu.

"Seorang perempuan tidak boleh duduk dengan kaki terbuka begitu, lho, Min Yoongi." Kata Namjoon. "Ah, tidak… Min Yoon Ji."

"SETAN KALIAN SEMUA! SETAN!" jerit Yoongi frustasi. "JANGAN TENDANG-TENDANG! Celana dalammu kelihatan dan itu sungguh bukan pemandangan sedap!" komentar Hoseok panik.

"INI KARENA KALIAN BERDUA, DASAR JUNGKOOK DAN TAEHYUNG IDIOT! MATI KALIAN!" berang Yoon–Ji sambil mencekek pelan kedua temannya. Sungguh pemandangan absurd jika melihat dari luar jendela salon itu, seorang perempuan melakukan jurus sejenis smackdown di leher dua laki-laki yang menjerit penuh ketakutan.

Beberapa saat kemudian, geng itu diusir dari salon karena telah memecahkan empat botol tonik rambut mahal dan satu hairdryer.

"Ayolah, Yoonji-ah, jangan galak begitu, nanti mana ada laki-laki yang mau denganmu?" bujunk Jungkook sambil mengusap-usap tengkuknya yang nyaris patah karena di-lock oleh kaki Yoonji yang sangat kuat itu. kakinya mungkin pendek, tapi sebagai salah satu pemegang sabuk hitam beladiri taekwondo dan judo, kekuatannya bisas saja membawa Taehyung dan Jungkook ke rumah sakit, jika saja Yoonji–begitu akhirnya semua sepakat memanggil Yoongi yang memakai rok dan berdandan manis itu– tidak ingat bahwa kedua laki-laki konyol itu adalah sahabatnya dari sekolah menengah pertama.

"Foto, foto!" bisik Taehyung pada Hoseok. "TAEHYUNG, KAU MAU MATI BERAPA KALI!?" desis Yoonji. "Omo, maaf, tapi kesepakatannya kan kami memotretmu sebagai salah satu bukti~ kalau kau berhasil menggaet satu laki-laki foto ini juga dihapus kok." Balas Hoseok.

"HHHHHHHHHHHHHHH! Konyol!" katanya menggigit jarinya. "Bagaimana caranya aku menunjukkan pada kalian kalau aku berhasil menggaet laki-laki?" tanya Yoonji marah. "Kalau tidak dibawa ke tempat kami… hmmm… selfie saja bagaimana?" timpal Namjoon memberi ide. "Tapi posenya juga harus sesuai… bagaimana kalau bentuk hearteu yang kompak?"

"Merepotkan!" balas Yoonji kesal. "Pokoknya, selfie, hearteu pose, SELESAI! Kalau aku berhasil mendapatkannya dalam waktu singkat, pokoknya aku ganti baju, deal!"

Yoonji menarik tas berisikan bajunya dengan kasar, sementara itu, kelima teman di belakangnya hanya terkekeh gemas. Yoonji terlihat seperti perempuan tomboy yang sangat manis. Meskipun gerakannya yang menghentak-injak bumi dengan penuh amarah terlihat cukup menakutkan. "Anggaplah mungkin di pusat kota Seoul ada laki-laki yang punya selera perempuan macho!" kata Hoseok.

Yoonji masih merasa dongkol, namun begitu memasuki pusat kota, entah kenapa dirinya secara otomatis menyesuaikan diri–dia tidak lagi membully tanah. Dia mulai berjalan anggun–mungkin–dengan rok merah di atas lututnya, blouse strip hitam-putih lengan panjang yang kemudian ditutup outer berwarna hitam. Tak perlu waktu lamauntuk manusia-manusia Seoul mulai mengalihkan pandangan mereka pada Yoonji, terutama model rambut hitamnya terlihat sangat cocok padanya. Yoonji melirik kasar, tanda apa-kalian-lihat-lihat, namun beberapa orang justru menganggap Yoonji seperti seorang gadis tsundere.

"Ayo, ayo!" bisik Jungkook. "Goda satu laki-laki!"

"Yang benar saja, Jeon–sialan–Jungkook!" balas Yoonji mendesis. Dia kembali berjalan, mencari sekiranya laki-laki yang terlihat biasa saja. Hal itu akan mempermudah dirinya untuk meminta selfie tanpa harus bersusah payah, pikirnya. Yoonji melangkahkan kakinya cepat.

"Wah, dia semangat sekali." Kata Seokjin sambil merekam jalanan dengan sebuah ponsel di tangannya. "Badannya kecil tapi ges–"

"…it…? Eh–"

Seokjin mengangkat kepalanya, dan menemukan teman-temannya juga sedang menengok kanan-kiri. "Errrrrr–kemana perginya Yoonji?!" tanya Seokjin panik. "Dia menghilang di kerumunan manusia tadi!" jawab Hoseok. "Terlalu pendek, sih!" keluh Jungkook, menambahkan. "Heh, kalian ini. teman menghilang masa masih dihina-hina juga?" balas Seokjin sinis.

"Sudahlah, sayang. Toh tidak masalah kan kita tidak mendokumentasi Yoonji? Yang penting tadi sudah foto. Sekarang sih, tinggal tunggu foto selfie-nya saja, kan?"

"Errrr–tapi, Namjoonie–"

"Ya?"

"Ponsel yang ada di tanganku ini punyanya Yoonji, lho!" balas Seokjin.

"KENAPA ADA DI KAMU?!" balas Namjoon terkaget, sementara teman-teman geng itu menjadi semakin ribut. "Habisnya dia tadi minta titip mengisikan baterainya dengan powerbank, terus kupakai untuk ngerekam karena ponselku memorinya terlalu penuh– bagaimana ini?!"

"Ugh–terpaksa kita cari Min Yoonji kita."

.

.

.

"Guys–"

Min Yoonji tersesat di pusat kota. Bagus. Dia melihat ke belakang dan ke samping, sementara itu sosok teman-teman sialan-nya itu tidak tampak satupun batang hidungnya. Hal itu jelas membuat Yoonji frustasi bukan main. "Yang benar saja! Sekarang kalau aku bisa menggoda laki-lakipun, aku tidak membawa ponselku–dan menghubungi mereka mustahil–arghhh! Mereka tinggi-tinggi tapi lemot sekali! Masa berjalan saja masih cepat aku yang–sigh–pendek ini?!" gumamnya kesal sambil menendang tembok. "Argh! Terpaksa aku harus menyusuri jalan dengan feeling saja!"

Yoonji melangkah ragu-ragu. "Ah, sepertinya toko di ujung gang ini tadi kulewati–"

Yoonji berjalan sambil mengingat-ingat.

Dia terlalu fokus di jalanan sampai-sampai tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya. Dia berjalan agak terburu-buru setelah melihat salah satu gedung yang memiliki display iklan besar di kejauhan, karena dia ingat disanalah tempat dia dan teman-temannya pertama kali berkumpul.

"DUH!" keluh seseorang.

"Ah, maaf–saya sedang buru-buru–" Yoonji tidak terlalu peduli dengan suara keluhan laki-laki yang terdengar berat itu. dia berpikir, kalian laki-laki tapi mengaduh karena ditabrak pelan oleh 'perempuan'? menyedihkan! – tapi ternyata, sifatnya yang cuek itu mengantarkannya pada masalah baru.

"Eits, mau kemana, kau?" tangan laki-laki itu menangkap lengan Yoonji dengan cukup kasar. "Buru-buru, ya? Padahal aku terluka, nih, kalau tidak ganti rugi, akan kutuntut lho?" lanjutnya. "Ya kan, teman-teman?" sahutnya pada beberapa laki-laki lain yang berjalan di depannya. "Oh, tentu!" sahut yang lain. "Masa gadis secantik dirimu tidak punya waktu sebentar saja untuk mengantarku ke rumah sakit?"

Cih, hidung belang. Gumam Yoonji. Sebenarnya bisa saja dia menghajar mereka semua–mereka berlima–dengan kemampuan bela dirinya. Namun jika dia melakukannya sekarang, di tempat yang ramai begini, mungkin penyamarannya sebagai perempuan akan terbongkar masyarakat. Dan mungkin dia akan dicap aneh–oh, bukan hanya mungkin. Itu PASTI! –dan dia bisa saja masuk koran untuk alasan konyol seperti seorang waria berhasil memukul jatuh lima pria di pusat kota Seoul disinyalir merupakan murid kelas dua belas Sekolah Mene– "ARGH!" gumam Yoonji pelan. Mau tidak mau dia akan mengikuti kemauan geng hidung belang itu. dia berencana akan menghajar mereka semua di tempat sepi, dimana tidak ada seorangpun yang bisa mengetahui dirinya adalah Yoongi yang sedang sial bercrossdressing.

"Ah, tentu. Maafkan aku, oppa." Sahut Yoonji manja.

Membuat para lelaki hidung belang itu jadi terpesona, tanpa menyadari suara Yoonji cukup maskulin untuk seorang perempuan. Tubuh Yoonji digiring oleh kelima laki-laki hidung belang itu. dan kemudian, berjalan ke tempat yang agak sepi.

"Hehehehe, bagaimana kalau bayarnya disini saja, sayang?" sahut seorang laki-laki.

Yoonji menghela napas dalam, dia perlahan mulai mengambil ancang-ancang tinju dan melaksanakan kuda-kuda, sebelum–

"OI! APA YANG KALIAN LAKUKAN?!"

Seorang pemuda dengan rambut cokelat muda dan kacamata itu menyahut nyaring dari kejauhan, kemudian berlari mendekati Yoonji dang eng hidung belang itu. napasnya sedikit tersengal, lalu dia mendadak mengeluarkan kuda-kuda.

Kuda-kuda yang lemah! –pikir Yoonji.

"Lepaskan perempuan itu! hidung belang!" katanya berani.

"Ohhhh laki-laki kecil, kau mau apa? Mau memukul kami? Hehehe."

"Bagaimana kalau kau ikut saja dengan kam–"

BUAGH! Satu pukulan –yang tidak terlalu keras– mendarat pada salah satu pipi hidung belang itu, hanya saja pukulan itu hanya cukup untuk menjauhkan wajah hidung belang dari sisi Yoonji, tidak cukup untuk membuatnya pingsan. "BERANINYA KAU?!" balas laki-laki hidung belang itu.

Kemudian, geng hidung belang itu melepaskan tangan mereka dari Yoonji, dan berpindah, hendak memukul laki-laki berkacamata itu. Yoonji menghela napas lega sekaligus khawatir. "Kau laki-laki lemah, tapi berani sekali menantang preman hidung belang." Gumam Yoonji sambil melirik sinis pada laki-laki yang sudah dipukuli beberapa kali di hadapannya itu. yoonji menggosok kepalanya malas, lalu menyahut lembut.

"Oppa!" katanya.

"…?"

"Kalau laki-laki, carinya lawan yang seimbang, dong!" kata Yoonji, menyesuaikan suaranya menjadi lebih imut. "Uh, sayang, memangnya kenapa?" balas para laki-laki hidung belang itu.

"Seimbang, seperti aku." Jawab Yoonji.

"Ohhhhhhhhhhh! Perempuan yang bersemangat, ayo kita main bersa–"

JDAGH!

"Ayo, kita main, oppa~"

.

.

.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Yoonji pada laki-laki berkacamata yang terduduk dengan mulut menganga lebar itu. Yoonji berhasil menjadikan para preman hidung belang itu menjadi sandwich di kotak sampah. Begitu mengesankan, sampai-sampai laki-laki itu cukup syok saat Yoonji memanggilnya. "Errr–okay. Terima kasih sudah mau mencoba menolongku." Jawab Yoonji pasrah. Wajar saja kalau laki-laki ini takut. Ada seorang perempuan yang cukup gila menghabisi lima laki-laki dengan tubuh yang lebih besar darinya–sangat feminine. Sangat cantik. Bagus sekali, Min Yoongi.

"Ah– aku–maaf, aku tidak sopan!" balas laki-laki itu. "Kau yang justru menyelamatkan aku, nuuna." Lanjutnya. "Aku hanya terpesona dengan kemampuan nuuna! Tadi itu keren sekali!" lanjutnya semakin bersemangat. "Ah, maaf aku jadi asyik sendiri–aku tadi melihatmu dari jalanan, kau berjalan kea rah sini–aku agak khawatir karena sepertinya mereka bukan teman-temanmu–jadi–yah–"

"Oh, kau perhatian sekali." Jawan Yoonji. "Ah, aku hanya tidak sengaja bertemu–dengan nuuna. Terima kasih sudah menolongku."

"Heeeem…yah, sama-sama."

Sepertinya dia laki-laki yang cocok, gumam Yoonji. Dia baru saja akan membuka suaranya, namun seketika, laki-laki itu memotongnya. "Namaku Park Jimin, nuuna. Orangtuaku membuka café di sekitar sini. Jika berkenan, maukah nuuna kutraktir makan atau tea time sejenak sebagai tanda terima kasih?"

"Eh? Sekarang?"

"Ya, sekarang. Kumohon, nuuna?"

"Errrrrrrrrrrrrrrrrr–" Yoonji mulai menimbang-nimbang apakah dia harus menerima tawaran itu atau segera meminjam ponsel Park Jimin–nama laki-laki itu– untuk memintanya selfie dengan pose hearteu lalu menghubungi teman-temannya dan menyelesaikan tantangan konyol ini? namun suasananya begitu canggung jika dia harus tiba-tiba berselfie ria dengan orang asing yang telah menolo–ditolongnya.

GRUUUUUGRUUUUUU

"Ah, sial–"

"Kebetulan, nuuna juga sepertinya sudah lapar, hehehe." Tukas Jimin. "Ayolah, ikut aku sebentar. Kue buatan kami sangat lezat, aku bisa memberimu yang mana saja."

"Baiklah…–satu potong." Balas Yoonji sambil mengusap perutnya yang malang. Menghajar lima laki-laki memang membutuhkan tenaga ekstra.

Café milik keluarga Jimin itu kecil dengan naunsa klasik seperti di dongeng putrid kecil. Meja dengan warna putih kontras dengan dinding kayu yang mengelilingi café itu. Jimin segera mempersilahkan Yoonji duduk dan membawakan satu tea set besar dengan beragam camilan berukuran satu gigitan. "Kau suka teh apa, nuuna?"

"Espresso." Jawab Yoonji galak. "Selera yang tak biasa, namun segera tersaji, nuuna." Jawab Jimin terlihat senang.

"Kenapa dia terlihat senang sekali, sih?" gumam Yoonji mendesis. "Paling gara-gara pertama kali dekat sama perempuan." duganya pelan.

"Ini pertama kalinya aku mengundang seseorang ke café, nuuna." Kata Jimin, membuka obrolan, sembari menaruh kopi di atas meja. "Memang kau tidak punya teman?" tanya Yoonji. "Aku baru pindah beberapa waktu lalu. Aku kelas dua belas, dan sepertinya berdempetan dengan masa-masa ujian, jadi… aku tidak terlalu dilihat oleh teman-teman sekelasku."

"Memangnya kau sekolah dimana?" tanya Yoonji menyesap kopinya.

"Oh, si sekolah menengah blok A." jawab Jimin cepat, sementara itu, Yoonji terbelalak. "Hah?!" kau juga sekolah disana?"

"Eh? 'Juga'? nuuna sekolah disana?" tanya Jimin dengan mata berbinar. "Apa nuuna seumuran denganku? Atau justru lebih muda? Wah… semesta begitu sempit!"

"EH EH EH BUKAN–BUKAN AKU! Yang sekolah disana–itu–a-adikku!" jawab Yoonji panik. Kalau dia ketahuan salah satu murid sekolahnya itu, maka dia bisa mampus jika dia Jimin yang berhadapan dengannya ini mencarinya–sosok yang tidak pernah ada–di sekolahnya. Dia pasti akan ditertawakan oleh teman-teman satu gengnya yang terkutuk itu.

"Oh–boleh kutahu nama?"

"Dia–Min Yoongi." Jawab Yoonji sambil mengalihkan pandangannya. "Uhm–aku ingin tahu nama nuuna juga, sebenarnya." Jawab Jimin dengan nada sedih. "a-ah, tapi, siapalah saya, nuuna! Saya tidak sopan sekali menanyakan nama seorang nuuna yang cantik sepertimu, saya benar-benar tidak sopan, maafkan saya–uhm–nikmati saja makanannya, saya akan ke dapur lagi–"

Entah kenapa, Yoonji tidak bisa membiarkan wajah Jimin, laki-laki itu tertekuk. Setelah hari yang panjang dimana dia gagal menjadi pahlawan, sedikit curahan hati yang tersirat tentang bagaimana dia menjadi transparan di sekolah–bahkan Yoongi saja tidak tahu– kepada seorang perempuan asing, Min Yoonji merasa iba. "Uhhh, Park Jimin-ah," panggil Yoonji.

"Eh? Ya, nuuna?"

"Aku… Min Yoonji." Jawabnya ragu. "Errr–sebenarnya aku ini sepertinya seumuran denganmu. Aku juga–maksudku, aku kembar dengan adik laki-lakiku di sekolahmu itu, jadi kita pasti seumuran." Lanjutnya.

"Ah! Yoonji-ah, nama yang bagus." Jimin bereaksi antusias, membuat bibirnya melengkung tanda senang.

"A–ouh… tidak juga." Jawab Yoonji canggung. "Sebelum aku pulang, aku boleh meminjam ponselmu?" tanyanya.

.

.

.

"MIN YOONGI KEREN!" kata Taehyung bersemangat. "Hari pertama dia sudah bisa menghubungi kita dengan ponsel laki-laki, woohooo!"

"Tetap saja dia gagal, dia tidak dapat selfie-nya~ Tidak cukup menjadi bukti, kekeke." Lanjut Hoseok.

"KALIAN SINTING! AKU TIDAK MAU MELAKUKANNYA LAGI! Lagipula secara teknik, aku tidak menghubungi kalian, tapi menghubungi ponselku yang ada di tangan Seokjin!"

"Berarti makin gagal, dong?" Jungkook berkomentar.

"Iya, tuh, malah makin gagal!" jawab Taehyung yang sangat jarang terjadi–kompak dengan JungkookI. "Berisik, aku tidak mau melakukannya lagi! TITIK!"

"Kalau begitu foto-fotonya nanti disebar, lho?" balas Namjoon iseng, kemudian disentil manis oleh Seokjin.

"AAAAAAAAAAAAAAAAARGH!" jerit Yoongi yang telah berganti pakaian frustasi. Dia sudah pulang setelah menghubungi ponselnya sendiri dengan ponsel pinjaman dari Jimin. Seharusnya dia merasa lega dia bisa pulang–dia jarang sekali main ke kota karena lebih suka tidur siang–namun sekarang teman-temannya masih tidak berkompromi sebagaimanapun dia telah menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berhasil menggaet lima laki-laki hidung belang.

Setelah berpisah dengan teman-temannya dan sampai di rumahnya, Yoongi terlentang dan banyak menghirup napas dalam-dalam. "Argh, semoga tidak bertemu dengannya lagi."

RIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

Mendadak ponselnya berdering cukup keras, pertanda sebuah panggilan masuk. Yoongi dengan malas membaca tulisan di layar ponselnya, namun yang dapat dia ketahui adalah itu nomor telepon asing. Dia mengangkat teleponnya ogah-ogahan dengan suaranya yang bergetar maskulin.

"Halo?"

"…Yoonji-ah?" tanya suara itu.

OH SHIT SHIT SHIT INI PARK JIMIN!I

"Eh–EHEM–Iya, ini aku, Yoonji," jawabnya berusaha terdengar natural. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Sampai di rumah dengan selamat, ini nomorku, Park Jimin. Mungkin belum tersimpan, tapi ini nomorku yang kupakai untuk menghubungi ponselmu tadi siang." Katanya menjelaskan.

"Oh. Ya. Aku baik. Baik. Saja. Terima–ehem–kasih, ya."

"Ah, Yoonji-ah. Apakah kau bersedia datang lagi–mungkin–lain waktu?"

Yoongi teringatdengan janjinya pada teman-temannya yang masih memintanya untuk melakukan selfie dengan pose hearteu, dan mungkin–yah–kali ini akan berhasil. Gumamnya dia mengiyakan dan terdengar sekali riuh di belakang suara Jimin–sepertinya itu orangtuanya– yang mungkin senang sekali akhirnya putra mereka mendapatkan teman.

Setelahnya, Yoongi mendengus pasrah. "Yah, apa salahnya? Cuman satu kali saja. Sungguh."

.

.

.

"Park Jimin." Sahut seorang guru di pelajaran pertama, pelajaran guru wali, alias jam bebas. Yoongi yang terkantuk-kantuk di pagi hari senin, mendadak menjadi tegak. Kepalanya menengok ke kanan dan kiri, mencari sosok dengan nama Park Jimin itu.

"Hadir." Sahut sebuah suara di pojok kelas.

Dan dia, benar, Park Jimin.

"AS–TA–GAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" jerit Yoongi dalam hati.

Apa dia melihatku?!

Apa dia sadar ini aku?!

ASTAGAAAAAAAAAAA KENAPA AKU TIDAK SADAR SAMA SEKALIDIA ADA DI POJOK SANA SELAMA INI?!

.

.

.

.

.

TBC./

A/n:halo semuanya, niat hati sih pengen hiatus, tapi sekarang malah posting serial baru fandom BTS, YoonMin orz. Oh, aslinya ini submit-an buat giveaway akun yoonmin babies, apa daya setelah dibikin seminggu, plot ini ga cocok buat dijadiin oneshot doang. Sementara itu di kepala ga kepikiran apa-apa lagi. jadi… aku menyerah buat ikutan giveaway-nya, dan bikin serial baru aja. Aslinya tulisan ini sudah nyampe sekitar 30 halaman lebih. Terlanjur kepanjangan… wkwkwk.

Jadi buat YoonMin shipper, please enjoy this one.

Hutang lanjutin serial jadi makin banyak wakaka.

Cuman online sebentar, so still, see you in March.

TT w TT)/