Sinar yang biasa disebut rembulan mengabsen satu persatu lubang lubang yang berada pada sebuah tirai yang menggantung dengan bebasnya di jendela sebuah ruangan Seolah mencari celah untuk memasukinya lebih dalam.

Ranting pohon menari di bawahnya. Suatu hal yang tidak dapat berhenti di dunia ini. Detik, menit, serta jam menjadi bagiannya jam dinding sebagai perangkatnya tepat menunjuk angka 12.

Sprai berwarna hijau tua yang biasa terlihat lusuh akibat pulasnya salah satu makhluk tuhan paling sempurna di dunia ini tertidur. Berbeda dengan saat ini. Ia terlihat masih berkutat dengan dunianya. Buku, alat tulis, serta mesin ketik yang sekarang sudah menjadi lebih modern. Sesekali menyesap kopi hitam pekat dari mug bergambar stoberi miliknya. Wajahnya mulai terlihat lelah ditambah dengan lingkar hitam di bawah matanya semakin terlihat jelas. Sudah sekitar 2 malam ini ia tidak menyentuh ranjang empuknya.

Kertas bersih berwarna putih dengan tinta hitam menghiasi tengahnya. Deadline yang membuatnya seperti ini. Walaupun, bukan pekerja tetap ia sudah mendapatkan banyak tanggung jawab. Kontrak kerjanya hanya 3 tahun dan selama itu ia habiskan dengan kertas dan seperangkat lainnya.

-Tringg-

"Yeoboseo,"

"Jangan dipaksakan,"

"Tapi deadline Sehun," ujarku masih dengan mengetik pekerjaanku. Suara helaan nafas terdengar jelas melalui ponselku.

Beberapa saat hening. Namun, sambungan telepon masih berjalan. Dan angin yang berawal sepoi sepoi berubah menjadi angin yang sangat kencang. Ranting yang awalnya menari dengan lemah gemulai mulai mempercepat gerakkannya. Lampu di setiap ruangan pun berkedip entah apa artinya. Gelap.

"Shit,"

"Tuhan sudah memperingatkanmu kali ini," Sehun mengatakan dari sambungan telepon.

"Ne, aku selesai,"

Kali ini aku benar benar berhenti dan mengistirahatkan kedua mataku.

Rembulan sudah lelah dengan rutinitas setiap harinya. Matahari dengan berbaik hati menggantikan tugasnya. Mataku terasa berat untuk sekadar memperlihatkan bola mataku.

Suara tirai yang dibuka dan sinar matahari yang langsung menerpa wajahku membuatku tidak tahan lagi. Belum sepenuhnya aku tersadar, belum dapat aku duduk dengan tegap di ranjangku. Sebuah benda basah mengenai pipi sebelah kiriku. Aku sedikit memantul di ranjangku.

Mataku sudah terbuka dengan sempurna. Retina mataku menangkap bayangannya. Dia yang 2hari yang lalu melakukan perjalanan udara melewati atap atap rumah di berbagai kota.

"S-Sehun kaukah itu?" Aku mengatakannya dengan sangat ragu kemudian dia yang disana menganggukan kepalanya. Tapi bukankah kemarin berita korea menyatakan pesawat yang terbang dari Jeju menuju Seoul terjatuh tepat di lautan Jeju?

Pilot. Sehun seorang pilot. Kemungkinan menjadi korban dalam kecelakaan tersebut sangat besar. Aku mencoba mendekatinya. Merengkuh tubuhnya membawanya kedalam pelukan hangatku. Mengharapkan kehangantan yang sama kudapat. Tetapi bayangan itu semakin jauh. Jauh menjauh dan tidak dapat kurengkuh. Aku berteriak frustasi. Kenangan kenangan manis yang mulai kurajut diatas kain putih bersih yang kini sudah berubah menjadi rajutan setengah jadi yang kusam, usang, dan tak berbentuk.
salsashafa