Tittle: Trouble Maker

Author: Kong Binnie

Main cast: Cha Hakyeon (N), Jung Taekwoon (Leo), Lee Hongbin (Hongbin, and other

Rated: M

Genre: Drama(tis) and Humor gagal tambah garing.

Warning: Yaoi, BoysLove, Berisi konten dewasa, bahasa gk sesuai EYD, gaje dan menyebabkan mual dan pusing (Lol)

Declaimer: Vixx bukan milik saya, jika Vixx milik saya sudah ku nikahkan LeoBin *Lol*

Yang tidak suka, jangan baca!

Happy Reading!

.

.

.

Hey... semuanyaaaaa!

Perkenalkan, namaku Cha Hakyeon. Si laki-laki sexy dengan kulit exoticnya. Khusus untuk kalian panggil saja aku 'N', mengerti sayang?

Jika kalian mengerti, tolong anggukkan kepala kalian.

Ya, begitu.

Kalian sangat pintar. Sini aku peluk, mau aku cium juga? Eh jangan deh, aku tidak mau populasi manusia berkurang karena banyak yang meninggal akibat serangan jantung setelah ku cium.

Oh... sungguh buruk.

Aku tau, aku ini menarik. Tapi sayang, segala sesuatu itu jangan berlebihan. Iya, jangan berlebihan. Termasuk dalam hal mencintai. Karena aku tidak mau kalian akan bersikap bodoh sama seperti sodaraku Lee Hongbin.

Iya, seperti Hongbin.

Apa kaitannya?

Banyak sekali.

Baiklah, biar kuceritakan sedikit tentang sodaraku yang satu ini.

Namanya Lee Hongbin, berumur 16 tahun. Dua tahun lebih muda dariku, dan juniorku di High school.

Julukanya itu banyak sekali. Aduuhhh... kepalaku pusing jika mengingatnya.

Di sekolah dia mendapat julukan Flower boy. Aku akui sodaraku yang satu ini memang tampan dan mempesona. Wajar saja jika dia mendapat julukan Flower Boy.

Tapi Ssttt... ini rahasia ya, sebenarnya aku ini lebih tampan dari Hongbin. Hanya saja semua orang tidak tahu T_T #Lol

Hongbin begitu bersinar, kulitnya putih dan jika tersenyum dia terang benderang. Jika menatapnya dalam kurun waktu yang lama, kalian akan mengalami kebutaan.

Kusarankan berhati-hati pada Hongbin. Terakhir kali seorang gadis di kelasku masuk Rumah sakit.

Begini ceritanya...

Saat itu Hongbin datang ke kelas untuk menemuiku, dengan senyumnya -yang membuat dia banyak ditawari untuk membintangi iklan pasta gigi- Hongbin menghampiriku.

Membuat aura kelas yang awalnya suram bagai kuburan menjadi terang benderang, bintang-bintang seolah turun ke bumi hanya untuk tinggal disisi Hongbin agar membuatnya tampak lebih indah.

Ughh... bikin iri saja.

Lalu, baru saja satu menit Hongbin bicara padaku. Gadis itu datang menghampiriku, saat itu wajahnya begitu pucat. Aku sempat khawatir kalau sebenarnya dia itu mayat yang baru bangkit dari kubur.

Ughh... seraaammm.

Tapi, untungnya bukan. Gadis itu minta di kenalkan dengan Hongbin. Dan sesuai permintaannya, aku memperkenalkan dia dengan sodaraku.

Tapi kau tau, sayang?

Baru saja dia berjabat tangan dengan Hongbin, gadis itu langsung jatuh pingsan.

DAN KALIAN TAU KENAPA?

Ya, kalian benar.

.

.

.

Dia keracunan makanan-,-

Ok, cerita di atas tidak ada kaitannya dengan Hongbin. Jadi mari kita lupakan.

Mengerti, sayannggg?

Bagus, anak pintar.

Apa kalian bilang? Coba katakan sekali lagi.

Ohh... sweet, I Love you too!

Mari kembali ke topik utama.

Panggilan sayang dariku untuk Hongbin adalah Binnie. Bagaimana? Cute bukan?

Aku tau, aku tau. Kalian pasti suka.

Hongbin ini adalah tipe orang yang setia, jika dia menyukai sesuatu, maka akan sulit baginya untuk berpaling.

Apa? Kalian tidak percaya? Ckckck... teganya kalian padaku T_T

Ku beri bukti, ada empat hal yang dicintai Hongbin.

Pertama, Hongbin sangat mencintai warna Navy. Dia sangat menyukai warna Navy, hingga semua underwear miliknya berwarna Navy.

Coba kalian tanyakan padanya warna underwear yang sekarang sedang dia pakai, tentu saja Jawabannya pasti Navy.

Lalu kedua, Hongbin sangat menyukai photography. Saking sukanya, dia selalu membawa kamera kemana-mana. Memotret apa saja yang menarik minatnya.

Kamera adalah nyawa kedua bagi Hongbin. Jadi jelas, tanpa kamera maka Hongbin... tetap hidup-,-

Apa sayang? Kenapa ekspresi kalian seperti itu?

Apa kalian gemas padaku?

Ahh... aku tau, aku ini memang menggemaskan. Tapi tahan diri kalian sayang, ceritaku masih belum selesai.

Bisa kulanjutkan?

Terima kasih sayang!

Untuk yang ketiga, hal yang paling Hongbin cintai jawabannya adalah Park Yoshin. Penyanyi favorite Hongbin.

Kapan-kapan datanglah ke Rumahku, coba kalian cek kamar Hongbin. Dan 90% dinding kamarnya penuh dengan poster park Yoshin.

Ingat, cuma cek kamarnya. Jangan sembunyi di dalam, lalu ketika Hongbin datang kalian akan menculiknya.

Ohohoho... jika kalian lakukan itu pada Binnie ku. Maka kalian cukup mencicipi masakanku, tenang saja. Terakhir kali seekor anjing sekarat setelah memakan masakanku, cuma sekarat kok. Gak berlebihan-kan sayang?

Jangan memasang ekspresi seperti itu sayang. Kalian juga tahukan, aku juga mencintai kalian hmm.

Ok, mari kita lanjutkan saja.

Lalu terakhirrr... terakhirrr apa sih yang paling di cintai Hongbin?

Maka Jawabannya adalah...

.

.

.

Jeng

Jeng

Jeng

.

.

.

Jung Taekwoon.

Iya, Jung Taekwoon. Atau bisa di panggil Leo.

Oh.. Hongbin sangat menggilai teman sekelasku yang satu ini. Aku tidak tau sih, apa yang di sukai Hongbin dari Leo.

Leo itu pendiam, dingin, dan berandalan. Tatapannya seakan ingin membunuhmu. Tapi kok bisa ya Hongbin suka?

Nah inilah yang ingin kuceritakan pada kalian semua, tentang perjuangan sodaraku untuk mendapatkan cinta Leo, si pria Es.

Kalian maukan mendengar ceritaku?

Oh... ayolah kalian tidak akan

menyesal. Aku jamin.

Ok? Tolong anggukkan kepala kalian.

Ya, begitu.

Ahh... I Love you too.

.

.

.

.

Saat itu pukul tujuh malam, aku sedang menonton film sambil memakan snack di ruang nonton Tv. Tiba-tiba bel pintu Rumahku berbunyi, mama segera berjalan untuk membuka pintu.

Dari caranya berjalan, mama terlihat sangat bersemangat. Mama begitu tergesa-gesa, namun senyuman tidak pernah luntur dari wajah cantiknya.

Keningku mengkerut karena bingung.

Papa berlari kecil menuruni tangga dan menyusul mama yang sedang membuka pintu. Aku menaruh snack ku, lalu berjalan untuk melihat siapa yang datang.

Dilihat dari sikap mama dan papa, sepertinya tamu yang datang adalah orang penting.

Dan disanalah aku melihat Hongbin, tersenyum pada orang tuaku dan memeluk mereka satu persatu. Aku menghampiri mereka dengan pikiran yang di penuhi berbagai pertanyaan.

Untuk apa Hongbin datang kesini?

Dilihat dari sikap Mama dan Papa sepertinya cuma aku yang tidak tau akan rencana kedatangan Hongbin.

"Binnie, apa kabar?"

Hongbin berbalik menatapku, dia tersenyum begitu terang. Dia berlari menghampiriku dengan backgrounds blink-blik yang begitu cerah dan penuh warna. Aku cengo, ini siang? Apa malam ya? Kok jadi terang benderang begini?

Dengan semangat bagai anak TK yang sedang lomba lari untuk mendapatkan Es dung-dung -Abaikan- Hongbin memelukku, begitu erat hingga membuatku sesak.

Tapi Aku segera mendorong tubuhnya menjauh dariku. Hongbin menatapku bingung, termasuk orang tuaku. Tapi aku tidak peduli, dengan tergesa aku pergi keluar Rumah lalu menengadah menatap langit.

Oh... masih malam ternyata.

Setelah puas memastikan bahwa Hongbin tidak membuat matahari terbit lebih awal, aku segera masuk kembali kedalam rumah dan memeluk Hongbin.

Hongbin menatapku dengan cengo, mulutnya terbuka, dan ekspresi wajahnya menunjukan banyak pertanyaan. Tapi masa bodo, Hongbin membalas pelukanku meski jelas dia bingung.

Kulihat Mama dan Papa saling melirik satu sama lain, sebelum akhirnya mengangkat kedua bahu mereka secara bersamaan. Acuh tak acuh.

Kulepas pelukanku dan tatapanku jatuh pada koper hitam milik Hongbin yang di pegang Papa.

"Jadi, ada apa ini?" Aku menatap semuanya penuh tanya.

Mama tersenyum, dia menarikku agar berdiri di sebelah kanannya, lalu menarik Hongbin untuk berdiri di sebelah kirinya.

"Bicaranya di dalam saja, Hongbin pasti lapar" Aku melirik Hongbin yang kembali tersenyum cerah ke arah Mama.

"Bibi, kau yang terbaik" Ujar Hongbin ceria. Mama tersenyum dan mengelus kepala Hongbin.

"Jangan panggil aku bibi, sayang. Mulai sekarang, aku adalah ibumu" Hongbin tersenyum semakin terang. Kedua lesung pipinya muncul, menambah kesan manis pada Hongbin.

Jika Hongbin adalah cake, sudah aku pastikan dia akan-ku jilat, ku emut, lalu-ku kunyah.

Rasanya pasti enak!

"Ok, Maa~~"

Hongbin berteriak girang, seperti anak kecil yang bersorak bahagia karena akan dibawa pergi melihat atraksi Lumba-lumba.

Hongbin kembali tersenyum, Hongbin selalu tersenyum. Seperti biasa, dia tersenyum begitu terang. Mama tersenyum dan mencubit pipinya gemas.

Mom... kau begitu luar biasa, bagaimana kau bisa dengan santai membalas senyum Hongbin. Sementara aku, harus menahan diri untuk tidak menutup mata saat melihatnya tersenyum.

Salau Mannn.

Akhirnya Mama menyeret kami ke Ruang makan. Sementara Papa menutup pintu, lalu mengikuti kami di belakang sambil membawa koper Hongbin.

Saat makan Mama menjelaskan bahwa mulai sekarang Hongbin akan tinggal bersama kami, aku mengangguk mengerti. Mama bilang orang tua Hongbin harus bekerja di luar Negri, Hongbin yang tidak mau ikut akhirnya dititipkan di Rumahku. Dan yang lebih penting, Hongbin juga akan sekolah di sekolahku.

OK, itu bukan masalah. Aku senang akan mendapat teman ketika di Rumah. Karena Hongbin anak yang manis, jadi kupikir aku akan menyukainya.

Ya, aku akan menyukainya.

Sungguh, walau kadang rasanya ingin sekali aku menjitak Hongbin.

Ooppss... maaf Mama, jangan marah. Aku cuma bercanda kok. Aku sayang Hongbin, sungguh.

Setelah selesai makan aku mengantar Hongbin ke kamar, kamarnya berseblahan dengan kamarku.

Aku membantu Hongbin mempersiapkan kamarnya, membantu melipat pakaian, menyiapkan seragam, dan bukunya.

Aku hyung yang baik bukan? Oh ya, aku tahu itu.

Sudah berapa tahun aku tidak bertemu Hongbin, entahlah aku lupa. Terakhir kali Hongbin datang, dia masih setinggi pundakku. Tapi sekarang, malang sekali aku. Tingginya hampir menyamaiku uuu~~

Setiapkali datang, Hongbin akan menggelantung manja padaku. Dia berat, tapi Hongbin sangat lucu. Dia manis, cuma sedikit manja dan eum... uhuk... menyebalkan.

Kata yang terakhir jangan dikasih tau Mama ya, nanti aku dipukul.

Saat ini-pun sebenarnya Hongbin masih menggemaskan, apalagi dengan kedua lesung pipinya itu. Aww... ingin ku cubit, inginku cium.

Ssttt... kata yang terakhir juga jangan di kasih tau Mama dan Papa ya. Kalau kalian bilang 'Iya', nanti aku peluk.

Ok, Hongbin tumbuh dengan tinggi dan tampan. Jujur ya... Mama bilang Hongbin juga cantik. Duhh... Mama, seneng banget muji anak orang. Padahal anakmu yang tampan ini jarang sekali kau puji uu.. T_T

Tapi yasudahlah, itu memang fakta kok. Sesuatu yang berat sekali untukku akui.

Hongbin seperti kelinci kecil. Hongbin suka sekali melompat ketika merasa malu atau senang, kupikir itu cute.

Aku suka Hongbin. Aku sayang Hongbin. Bahkan ketika dia benar-benar menyusahkanku, rasa sayangku tetap mengalir tanpa henti untuknya.

Ya!

Aku suka Hongbin. Aku sayang Hongbin. Walau jujur, kadang aku ingin membuangnya ke tengah Hutan.

Mom, Dad. Aku sayang kalian, jangan pukul aku... Ok!

Tapi siapa juga yang tidak sebal, jika punya sodara yang kelewat manja hingga membuatmu susah. Dan dia, seolah tidak menyadari kesalannya sendiri.

Ok, meski begitu aku tetap suka Hongbin, aku sayang Hongbin. Bagiku dia tetap sodaraku yang lucu. Ya, meski dia menyebalkan.

Kenapa sih aku terus bilang Hongbin menyebalkan? Begini, kan ku ceritakan semuanya dari awal hingga akhir pada kalian.

Dengarkan baik-baik, Ok.

Ini perintah, sayang!

.

.

.

.

Saat Hongbin masih kecil, aku selalu bertugas menjaganya. Bagaimanapun Hongbin lebih muda dariku, jadi terkadang tanpa sadar aku selalu mencoba jadi kakak yang baik untuknya.

Dan jika sekarang aku harus menjaga Hongbin lagi, kupikir itu bukan hal yang berat. Aku sudah terbiasa.

Ya, itu hanya pemikiran sesaat.

Karena tepat setelah Hongbin masuk Sekolah. Aku selalu berharap Hongbin menghilang dari hidupku.

Oww... Hongbin, tolong jangan memasang wajah anak anjing seperti itu padaku. Kamu tau, Bagaimana-pun aku sayang kamu.

Meski baru satu hari masuk sekolah, tapi Hongbin cepat sekali mendapatkan teman. Harus ku akui, wajah tampannya memang sangat membantu.

Dalam satu hari sudah banyak gadis-gadis yang mengelilinginya, banyak laki-laki yang ingin berteman dengannya. Bahkan ada beberapa guru muda yang menjadi fans nya.

Oh... baiklah, dunia terlalu indah untukmu Hongbin.

Atau mungkin tidak.

Saat itu adalah hari ke lima Hongbin di sekolah, setiap istiraha aku selalu mengajaknya untuk makan dikantin bersama.

Ini perintah Mama loh, jadi tidak boleh dilanggar.

Tapi saat itu aku sedang sibuk, jadi tidak ada waktu untuk istirahat makan siang. Aku ketiduran saat pelajaran Matematika, dan sebagai hadiahnya guru memberiku soal latihan lima lembar.

Coba bayangkan, lima lembar.

Oh... bunuh saja aku.

Jadi intinya, Hongbin datang menyusul ke kelasku. Kepalanya menyembul dari balik pintu, mata besarnya melirik setiap sudut kelas untuk mencariku.

Saat itu kelas cukup kacau, beberapa murid laki-laki bermain lempar bola di dalam kelas. Mereka sangat berisik, berlarian dikelas, menaiki kursi dan meja untuk menangkap bola yang di lempar.

Ketahuan guru, baru tahu rasa mereka.

Hongbin, dengan auranya yang mampu melelehkan kutub utara, berseru memanggilku.

Dia tersenyum, bunga-bunga kecil warna-warni beterbangan di sekitarnya. Angin sepoi-sepoi menyapa, mengelus, dan menerbangkan beberapa helai surai coklatnya. Dicuaca yang panas terik seperti ini, kau bisa melihat pelangi jika ada Hongbin.

"N hyung!"

Suasana kelas tiba-tiba menjadi hening, semua orang menatap Hongbin. Mereka terpaku, membeku, dan menjadi patung. Aku tau, mereka semua terpesona.

Tidak semua sih.

Karena nyatanya, di saat yang lain masih cengo melihat Hongbin -yang seperti baru melihat malaikat turun dari langit-. Ada satu orang yang bersikap biasa saja.

Iya, dia orangnya.

Jung Taekwoon, atau Leo.

Disaat yang lain sedang mengagumi Hongbin yang sedang tersenyum di depan pintu, Leo malah asik bermain dengan bola di tangannya. Mungkin sebenarnya Leo tidak sadar dengan keadaan yang sedang terjadi.

Karena dengan bodohnya, Leo melemparkan bola pada salah satu anak laki-laki yang kebetulan sedang berdiri di depan Hongbin.

"Hey... tangkap bolanya" Leo berteriak nyaring, tapi tidak ada yang mendengar. Senyum Hongbin menyihir semua orang menjadi patung batu.

Cuma dua orang yang mendengar teriakan Leo. Yaitu aku, dan Hongbin.

Dengan gerakan slow motion yang ditambah efek hembusan angin agar tampak lebih dramatis, Hongbin berpaling menatap Leo. Tiga detik kemudian kedua bola matanya membesar. Sebuah bola dengan kecepatan tinggi melayang ke arahnya. Hongbin membeku, aku terperangah.

Oh... tidak, Binnie kuuu... menyingkir dari sana sayang!

Dengan kecepatan tinggi, aku segera bangkit dari tempat duduk. Belum sempat menggerakkan kaki untuk berlari, bolanya sudah memantul mengenai kepala Hongbin.

Aku membeku, semua siswa membeku, Leo ikut membeku, dan jangkrik yang tinggal jauh di Hutan ikut membeku.

Waktu bergerak begitu lambat. Hongbin masih berdiri tegak, tapi tanpa sinarnya. Aura cerahnya yang membuat Matahari iri meredup. Kelasku terasa lebih kelam dari sebelumnya. Lalu hal yang tidak aku inginkan-pun terjadi.

Hongbin berubah menjadi Putri Aurora -Sleeping Beauty-, tertidur di sebuah ranjang berukuran king size. Menunggu seorang Pangeran tampan datang dan membangunkan-nya dengan memberi ciuman cinta sejati.

Baik, itu hanya khayalanku.

Hongbin ambruk, jatuh tidak sadarkan diri di lantai. Aku terperanjat, lalu segera berlari menghampiri-nya.

"OHH MYYYY, HONGBINNIEEEE!"

Teriakanku sepertinya memecahkan es yang membekukan Leo, dengan ekspresi terkejut dan menyesal -yang sangat sedikit- dia menghampiriku dengan tergesa-gesa.

"Apa dia baik-baik saja?" Leo bertanya dengan khawatir.

Aku mengabaikannya. Semua Siswa mulai mengelilingi kami, menatapku yang sedang menangis sambil memeluk Hongbin dengan iba.

"Huaaa Hongbin, jangan mati seperti ini. Aku belum siap kehilanganmu"

Kupeluk Hongbin erat-erat, menangis seperti seorang gadis dan terus mengguncang-guncangkan tubuh Hongbin. Berharap dia bangun. Tapi tidak.

Leo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jelas dia bingung harus berbuat apa. Melihatku yang menangis lebay jelas semakin membuatnya bingung.

Ok, aku akui bahwa saat itu aku cukup lebay. Tapi itu hanya reaksi spontan saat aku panik, jadi jangan menatapku aneh seperti itu sayang. Kalian tahu saat seseorang panik, mereka bisa mengeluarkan reaksi yang berlebihan. Dan sebagai contohnya itu adalah aku.

Jika kalian tidak percaya, jangan pernah bermimpi dapat pelukan dariku.

Mengerti, sayang?

"Huaaaa Hongbin, kumohon bangun... bangun... banguuunn. Eoh?"

Tangisku berhenti saat merasakan pergerakan Hongbin. Aku melepaskan pelukanku dan menangkup wajah Hongbin.

"Hongbinnieee... kau sudah sadar, kau baik-baik saja?" Aku bertanya dengan penuh ke khawatiran. Berharap Hongbin menjawab 'Iya' lalu dia bangun dan kembali menyinari dunia dengan senyumannya.

Tapi itu tidak terjadi.

Perlahan, sangat perlahan. Hongbin membuka mata. Dia menatapku dengan lemah, lalu bola mata besarnya menatap sekeliling. Semua orang berdesak-desakan disekelilingku, ingin melihat keadaan Hongbin yang baru tertimpa musibah besar.

Tatapan Hongbin jatuh pada Leo, sang pelaku pelempar bola. Semua orang menatap dengan ekspresi penasaran tingkat tinggi.

Apa yang akan terjadi?

Apakah Hongbin akan bangun dan memarahi Leo?

Atau apakah Hongbin akan mengeluarkan jurus seribu bunga untuk melenyapkan Leo?

Heyy.. jurus macam apa itu?

Siapa yang memberikan-ku pemikiran bodoh seperti itu?

Apa itu kalian? Ayo mengaku, jangan diam saja.

Awas saja jika aku tau.

Ditatap oleh Hongbin membuat Leo gugup, dia mengigit bibir bawahnya, raut penuh penyesalan tercetak jelas di wajahnya.

"Hyung" Hongbin kembali menatapku, dia memanggilku dengan suara yang nyaris hilang.

"Iya, sayang. Ada apa?" Hongbin memegang kepalanya yang masih berdenyut sakit.

"hyung, kepalaku... sa-kit" Setelah mengatakan keluhannya dengan suara yang lemah, akhirnya Hongbin kembali jatuh pingsan.

"Tidakkk, Hongbin bangunnn. Jangan tinggalkan aku"

Aku kembali berteriak panik, lalu menangis seperti seorang Ibu yang baru kehilangan anaknya dalam kecelakaan tragis.

Uuu~~ Hongbinnie ku yang malang.

Semua orang mendesah kecewa. Kecewa karena Hongbin malah jatuh pingsan lagi, bukannya bangun dan memukul Leo.

Ingatkan aku untuk menendang mereka semua jika Hongbin sudah sadar.

Saat aku masih menangis, meratapi nasib malang Hongbin. Tiba-tiba tubuhku di dorong menjauh dari Hongbin, aku jatuh terjerembab ke belakang dengan tidak elit. Pinggangku sakit, untung tidak patah.

Dengan susah payah, aku mencoba bangun. Kulihat Leo sudah berlari sambil membawa Hongbin menuju ruang kesehatan. Dia menggendong Hongbin ala bridal style, seperti sedang membawa mempelai wanitanya yang lumpuh kedepan altar .

Latar tiba-tiba berubah, menjadi Gereja besar yang dihiasi oleh berbagai bunga warna-warni yang cantik. Suara teriakan Leo yang menyuruh murid-murid di koridor untuk menyingkir, entah kenapa terdengar seperti bunyi lonceng pernikahan. Murid-murid di koridor berubah menjadi saksi ketika ikatan pernikahan terjadi.

Aku merasa menjadi seorang Ibu yang menyaksikan punggung anaknya ketika dia berjalan kedepan altar. Bunga-bunga bertebaran di sepanjang jalan, lagu lembut nan romantis mengiringi perjalanan mereka. Leo membawa Hongbin ke depan pendeta, lalu keduanya menghilang.

Eh?

Menghilang?

Aku mengelengkan kepalaku, berkedip beberapa kali untuk menyaksikan bahwa yang kulihat adalah kenyataan.

Yap, Leo sudah menghilang bersama Hongbin di gendongannya.

"Leo-ya, tunggu akuuuuu"

Setelah sadar dari fantasy anehku, aku segera mengejar Leo yang baru menghilang di tikungan. Dia membawa Hongbin ke ruang kesehatan, walau aku tertinggal setidaknya aku tau dimana letak ruang kesehatan.

Kalian tahu, aku ini sebenarnya mempunyai stamina yang kuat. Hanya saja saat itu aku sedang merasa tidak enak badan -Hanya alasan-. Jadi aku terengah-engah, memasuki ruang kesehatan dengan kaki gemetar. Rasanya kakiku akan patah, tidak kuat lagi untuk berdiri. Lelah sekali rasanya, tenggorokkanku kering. Rasanya aku mau pingsan saja ikut dengan Hongbin.

Leo menghampiriku, menatapku dengan aneh. Dia berdecak dan menggelengkan kepalanya prihatin.

Beb, jangan menatapku seperti itu. Sungguh, aku baik-baik saja.

"N, kau_"

Aku memegang bahu Leo, menaruh jari telunjuk di bibir. Memberi isarat agar Leo diam.

"Aku baik-baik saja, jangan khawatir" Aku tersenyum manis, menganggukan kepalaku mencoba meyakinkannya. Tapi entah kenapa Leo malah menatapku semakin aneh T_T

Leo menyingkirkan kedua tanganku dibahunya, dia menatapku sinis. Oh myyy... tatapan apa itu? Bagaimana kau menatap seperti itu pada ketua kelasmu.

Apa salahku coba? Aku kan ketua kelas yang baik. Selalu menyuruhmu membersihkan toilet jika kau telat masuk sekolah, mengadukanmu pada guru jika kau melakukan pelanggaran.

Coba katakan, apa kurangnya aku bagimu uuu~~ teganya dia menatapku seperti itu u_u

"Aku tidak akan menanyakan keadaanmu"

Oh!

Mulutku terbuka, membentuk hurup 'O' kecil.

"Aku cuma mau bilang, kau tampak menyedihkan"

Aku speechless-_- biadab, teman macam apa dia?

Leo berbalik, menghampiri Hongbin yang masih tidak sadarkan diri di atas ranjang. Aku masih kesal dengan ucapan Leo barusan. Aku menatap Leo seolah bisa melubangi punggung tegapnya. Dendam kasumat tumbuh di hatiku yang bagai malaikat.

Jadi aku pura-pura tidak sengaja mencekal pergelangan kakinya dari belakang. Dan seperti dugaanku, Leo tersandung, hilang keseimbangan.

Hatiku sangat bahagia melihat Leo yang limbung ke depan. Bintang-bintang seolah beterbangan di sekitarku, bersorak atas prestasiku yang berhasil mengugurkan Leo dan membalaskan dendamku.

Mataku berbinar-binar, berkerlap-kerlip seperti bintang. Aku menangkupkan kedua tangan di depan wajah. Berdo'a agar Leo jatuh dengan tidak elit dilantai. Tengkurap, menungging, atau posisi memalukan lainnya.

Bahagianya aku jika itu terjadi.

Waktu bergerak begitu lamban, sehelai demi sehelai surai leo beterbangan saat dia akan jatuh. Mulutnya terbuka lebar -Untung tidak ada lalat yang masuk-, kedua bola matanya membelalak detik demi detik. Lalu Leo pun jatuh.

.

.

.

Jatuh menimpa Hongbin di atas ranjang.

Aku bersorak dalam hati, menahan diri agar tidak meloncat seperti seorang gadis dan menyanyikan lagu sariosa. Dunia di sekelilingku tiba-tiba terlihat begitu indah. Rasanya seperti di Surga.

Mulut Leo yang terbuka lebar meraup bibir merah muda Hongbin dengan sekali sentakan. Seolah Leo ingin memakan dan menelan bibir Hongbin. Leo terbelalak dan aku bersorak.

Leo jatuh, menimpa Hongbin, dan menciumnya.

Betapa indah pemandangan di depanku saat ini.

Leo jatuh, menimpa Hongbin, dan menciumnya.

Aku bahagia hingga rasanya memiliki sayap untuk terbang.

Leo jatuh, menimpa Hongbin, dan menci_

Aku tertegun.

Menci

Jantungku berpacu.

Menciu

Kakiku gemetar.

Mencium

Tubuhku lemas.

Mencium Hongbin.

Aku ingin pingsan.

Suara petir yang mengelegar menjadi latar pebalakang perasaanku. Langit cerah menjadi mendung, ruang kesehatan terasa begitu mencekam seperti Rumah Hantu. Dunia di bawahku seolah akan runtuh, menelanku kedalam lubang hitam.

Aku membelalak, menatap tidak percaya apa yang telah terjadi di depanku.

Duuhhh!

Mati aku.

"Eung!"

Hongbin menggeliat, kedua matanya terbuka secara perlahan. Aku menutup mulutku dengan tangan, mengelengkan kepalaku dramatis. ingin sekali berteriak dan menyuruh Hongbin agar kembali pingsan.

"Huh?"

Kedua mata Hongbin terbuka sepenuhnya, dalam hati aku merutuk. Ingin menjerit, dan ingin menghilang.

Hongbin tertegun, tatapannya beradu dengan Leo.

Butuh dua detik untuk Hongbin menyadari apa yang sedang terjadi. Bola matanya membesar, dan semakin membesar. Bibirnya terkunci rapat oleh bibir Leo. Leo sendiri masih membeku, terkejut... shock.

"Kyaaaaaaaa"

Hongbin berteriak seperti seorang gadis. Burung-burung terbang ketakutan seolah baru mendengar terompet kematian, Matahari di atas sana hampir jatuh, bumi bergetar hampir meluluh lantahkan setiap bangunan. Semua siswa dan Guru berlarian keluar kelas karena ketakutan.

Hongbin sekuat tenaga mendorong Leo menjauh. Leo jatuh di lantai, ia tampak linglung, tatapannya kosong. Pikirannya seolah terbang melalang buana meninggalkan tubuhnya.

Hongbin bangun, duduk di tepi ranjang sambil mengusap bibirnya, menghapus air liur Leo yang tertinggal di mulutnya. Hongbin sangat terkejut, terlihat jelas dari caranya menatap Leo.

"A-apa yang kau lakukan?" Hongbin berteriak nyaring, menunjuk wajah Leo dengan ngeri seolah baru saja melihat hantu.

Aku mengigit jariku, menatap Leo dan Hongbin bergantian. Semoga sesuatu yang buruk tidak akan terjadi. Semoga masalah ini tidak akan menimbulkan perang dunia ketiga.

Leo masih cengo, tiba-tiba otaknya bergerak begitu lamban seperti siput. Menunggu Leo bereaksi terasa seperti menungguku menjadi fosil.

Bola mata Hongbin mulai berkaca-kaca, dia menutup bibirnya yang bergetar dengan kedua tangan. Oh oh oh... bayikuuuu, jangan menangis sayang.

"Huaaaa ciuman pertamaku... hiks" Hongbin menangis tersedu-sedu, seperti seorang yang baru kehilangan keperawanan-nya di tangan laki-laki brengsek.

Aku segera berlari memeluk Hongbin, mencoba menenangkan-nya sebisaku. Hongbin memelukku erat. Bajuku basah, entah oleh air mata atau ingus Hongbin. Aku tidak tahu. Biarlah, bagaimana pun semua terjadi karena aku.

Tapi jangan bilang Mama dan Papa ya, ini menjadi rahasia kita. OK!

Jika kalian tutup mulut, nanti ku beri hadiah.

Hadiah nya apa?

Sini mendekat, aku bisikkan. Hadiah nya...

.

.

.

.

_Rahasia.

Ok, kalian mengerti?

Bagus, anak baik.

Mari kita lanjutkan ceritanya.

Seperti nya tangisan Hongbin membawa pikiran Leo kembali padanya, Leo berdiri dan menatap kami bingung.

Tapi ekspresi terganggu lebih terlihat jelas di wajahnya.

"Berlebihan sekali sih"

Hongbin berhenti menangis, menatap Leo dengan tajam. Ia mendelik, seolah ingin membunuh Leo dengan tatapannya.

Tapi Leo tidak takut.

Oh... ayolah. Hongbin menatap Leo dengan mata sembab, pipi basah oleh air mata, hidung dan bibirnya memerah karena menangis.

Jangankan Leo, aku saja rasanya ingin menculik Hongbin jika ditatap seperti itu

"Berlebihan kau bilang, ini ciuman pertamaku. Dan kau bilang berlebihan" Hongbin protes, suaranya nyaring sekali. Aku hampir terjungkal mendengar-nya. Leo mencibir, membuat Hongbin semakin marah.

"Itukan cuma ciuman" Leo berbicara dengan begitu santai. Sangat santai hingga membuatku dan Hongbin mendelik tajam.

Cuma ciuman, katanya.

Yang benar saja

Aku menahan diri untuk tidak menjitak kepala Leo. Leo sayanggg, Hongbin itu anak baik-baik. Tidak pernah pulang malam, suka mengerjakan tugas, tidak pernah menonton video porno, menurut pada orang tua, tidak suka main ketika cuaca panas terik, dan suka mandi susu.

Eum.. Hongbin sedikit -sangat- jahil sih, sombong juga, arogan, dan yang lebih berbahaya... dia manja.

Intinya, untuk ukuran anak yang begitu dijaga baik oleh orang tuanya. Hal seperti ciuman itu adalah masalah besar bagi Hongbin.

Dan sekarang, bibir sucinya telah kau nodai Leo.

Jelas Hongbin marah, dan kurasa masalah ini tidak akan berakhir begitu saja. Ku beritahu satu hal Leo, Hongbin itu anak manja yang segala keinginannya harus terpenuhi.

Hati-hatilah mulai sekarang padanya.

Ini peringatan, sayang.

"Kau pasti sengaja ya melakukannya?"

Hongbin turun dari ranjang, menghampiri Leo dengan aura kebencian. Ughh... auranya kental sekali, aku jadi merinding.

"Enak saja, aku tadi tersandung"

"Bohong, kau pasti sengaja. Jika aku tidak bangun, kau pasti akan melakukan hal lebih. Benarkan?"

Leo menatap Hongbin aneh. Hongbin, bayi kecilku yang manis. Kau terlalu berlebihan sayang, sudahku bilang berhenti menonton drama bersama tetanggaku Jaehwan. Inilah hasilnya jika kau tidak menurut.

"Jangan gila, aku tidak tertarik padamu"

Hongbin terbelalak, backsound suara gelas dan piring yang pecah menambah efek dramatis. Hongbin memegang dadanya terkejut, ia melangkah mundur dengan linglung lalu jatuh terduduk di tepi ranjang. Hongbin bersikap seolah baru terkena serangan jantung.

Aku memegang bahunga, dan mengusap punggungnya. Hongbin menatap Leo tidak percaya, sementara yang ditatap mengernyit bingung.

"Kau kenapa sih?" Leo bertanya bingung, sikap aneh Hongbin jelas mengundang banyak pertanyaan.

"Kau bohong"

Hah?

Mulut Leo terbuka, tidak mengerti maksud Hongbin.

"Bohong?"

"Tidak mungkin kau tidak tertarik padaku"

Leo memutar bola matanya jengah, kesal karena Hongbin adalah anak sombong yang menyebalkan.

"Aku tegaskan sekali lagi. Aku-tidak-tertarik-pada-mu, mengerti?"

Leo mengeja setiap katanya dengan tatapan mengejek pada Hongbin. Hongbin tersentak, dan mencengkram dadanya semakin erat.

Oh, beb. Kau terlalu berlebihan. Aku memutar bola mataku.

Hongbin selalu disukai, jelas. Dimanapun dia berada, Hongbin selalu menjadi anak kesayangan. Dia bahkan menggeser posisi pentingku di Rumah.

Semuanya, mari mengheningkan cipta sejenak untuk posisi ku yang di rebut Hongbin T_T

Mendengar Leo mengatakan tidak tertarik padanya, jelas guncangan besar bagi Hongbin. Hongbin tidak pernah di tolak, ini pertama kalinya. Dan yang menolak pesonanya adalah orang yang melemparkan bola pada kepalanya, dan membuatnya pingsan.

Bagusss.

Apalagi Leo mengatakan tidak tertarik pada Hongbin setelah melahap bibirnya.

Amazing.

Hongbin masih memegang dadanya dan menatap Leo tak percaya. Sayang, tenangkan dirimu, jangan sampai kau masuk rumah sakit karena kata-kata Leo yang menyayat hati.

"Sudahlahlah, dasar orang aneh"

Leo melangkah pergi keluar dari ruang kesehatan, tidak ingin terus berada satu ruangan dengan orang aneh seperti Hongbin.

Melihat Leo pergi, Hongbin melompat. Dia berlari mengejar Leo. Aku tersentak, lalu mengikutinya di belakang.

"Heyy... kau jangan pergi begitu saja, kau harus bertanggung jawab"

Teriakan Hongbin menggema di koridor, aku berdiri di ambang pintu Ruang Kesehatan. Menatap Hongbin iba.

Ckckck... inilah kenapa Hongbin tidak boleh terlalu dimanja.

Hongbin menarik lengan Leo, menyuruhnya untuk berhenti berjalan. Leo dengan cuek menghempaskan tangan Hongbin, lalu kembali berjalan.

Mereka terus melakukan nya, berulang-ulang.

Samar-samar aku mendengar Hongbin terus mengucapkan kata-kata yang sama, meminta Leo bertanggung jawab.

Aku berdoa Semoga Leo tidak berniat untuk menjadi psychopath, memutilasi Hongbin, dan membuang potongan tubuhnya ke Sungai Han.

Karena jelas jika aku jadi Leo, rasanya aku ingin sekali mencincang Hongbin.

Ooppss!

.

.

.

.

Sudah aku bilangkan Leo, Hongbin itu anak manja yang segala sesuatu keinginannya harus terpenuhi.

Jadi jangan terkejut jika saat ini kau sedang berada di sebuah Restoran bintang lima bersama kedua orang tuamu, hanya untuk bertemu dengan keluargaku.

Kuperingatkan sekali lagi, Hongbin selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.

Ingat itu baik-baik kucing kecilku.

Hongbin tersenyum miring, menunjukkan wajah penuh kemenangan-nya pada Leo. Leo menatapnya geram, menahan emosi yang akan meledak. Karena aku duduk di sebelah Leo, jadi aku tau bahwa kedua tangannya saat ini sedang terkepal erat dibawah meja.

"Jadi... sudah berapa lama kalian pacaran?"

Leo menatap horror pada wanita cantik yang duduk di sebelahnya. Hongbin tersenyum cerah, menanggapi pertanyaan itu dengan antusias.

Wanita yang berstatus sebagai Ibu Leo itu mengelus dadanya, ia tersenyum takjub. Melihat Hongbin tersenyum seperti melihat keajaiban. Senyum Hongbin di ibaratkan dengan musim semi, saat dimana bunga-bunga bermekaran di bawah sinar matahari. Memikat mahluk kecil untuk mencicipi madunya yang manis.

Hongbin indah seperti bunga, manis seperti madu, dan hangat seperti mentari.

Sempurna bukan.

"Oh Tuhan, kau malaikat kecil yang manis"

Mrs. Jung mengelus pipi putih Hongbin, lalu memberinya cubitan kecil. Hongbin menunduk malu, pipi pucatnya sedikit bersemu.

Hongbin begitu santai, bersikap seolah tidak ada masalah sedikitpun. Padahal saat ini aku merasa sedang mempertaruhkan nyawaku.

Aku mengerti sekarang kenapa sepulang Sekolah Hongbin pergi ke Ruang Guru untuk meminta data Leo. Tapi yang tidak ku mengerti, kenapa Guru mau memberikannya dengan begitu mudah?

Ckckck... konspirasi ini namanya.

"Jadi katakan sayang, sudah berapa lama kalian berpacaran?"

"Sudah lama/Tidak pernah"

Leo dan Hongbin beradu pandang, keduanya mengeluarkan tatapan membunuh. Mereka menjawab pertanyaan Mrs. Jung secara bersamaan, namun dengan jawaban yang berbeda.

Hongbin mendelik tajam pada Leo, menyuruh untuk mengoreksi ucapannya. Leo membalas tatapan Hongbin tidak kalah sengit, mengisaratkan Hongbin agar tidak macam-macam padanya.

Aku bersumpah seperti melihat aliran listrik yang keluar dari bola mata Leo dan Hongbin. Meteka yang berperang, kok aku yang deg-degan ya.

Ha-ha-ha... seperti nya aku keringat, rasanya panas sekali. Mungkim AC di ruangan VIP yang kami pesan tidak berpungsi dengan benar.

Iya, seperti nya begitu.

Ha-ha-ha.

Kulirik kedua orang tuaku dengan cemas, mereka sedang beradu tatapan bingung dengan keluarga Jung.

Duhh... gimana ini? _? Aku mengigit bibir bawahku. Aku bingung, hingga rasanya akan gila.

Hanya aku dan Leo yang tau kebohongan Hongbin, tapi tidak mungkin aku mengatakannya pada Mama dan Papa. Bisa-bisa Hongbin membunuhku T_T

Dan lagi sepertinya Mama dan Papa akan lebih percaya pada Hongbin hiks... hiks T_T

Lagipula insiden di Ruang Kesehatan terjadi karena salahku. Jadi anggap saja ini sebagai permintaan maafku pada Hongbin. Mrs. Jung melirik Leo dan Hongbin secara bergantian.

"Eum... jadi, jawaban siapa yang benar?"

"Aku/Aku Mom"

Leo dan Hongbin kembali menjawab secara bersamaan, keduanya kembali beradu pandangan dan saling memberikan tatapan membunuh. Suasana terasa begitu tegang.

Aku sudah menghabiskan lima gelas air putih, menelan air saja rasanya seperti menelan batu. Pelayan di sampingku menatap aneh, masa bodo, aku tidak peduli.

"Hahaha... kalian ini lucu sekali"

Kami semua berpaling ketika mendengar gelak tawa Ayahku, aku menatapnya bingung. Bukan cuma aku, kami semua menatapnya bingung.

"Apa kalian sedang bertengkar? Pertengkaran antar kekasih begitu?"

Mendengar ucapan Ayahku Hongbin tersenyum senang, dia menganggukkan kepalanya semangat. Sementara Leo, dia berdecak kesal.

"Benar, Paa~~" Hongbin menjawab dengan begitu riang. Leo menatapnya tajam.

Mungkin saja saat ini Leo sedang menahan diri untuk tidak mengobrak-abrik meja, melemparkan piring dan gelas, lalu membawa Hongbin pergi untuk membuangnya ditempat entah berantah.

Mungkin saja.

"Leo sayang, kenapa kamu tidak pernah cerita kalau sudah punya pacar yang begitu cantik"

Mrs. Jung mengusap kepala Leo sayang, dia tersenyum lembut pada anak tercintanya. Leo manatap datar, dia tidak menjawab pertanyaan Ibunya. Dia kesal, tapi tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semuanya.

Hongbin sangat menyebalkan bukan, Leo.

"Mama, Leo hyung begitu pemalu. Jadi dia tidak menceritakanku pada Mama"

Aku tersedak, berusaha untuk tidak menelan gelas yang sedang ku pegang. Leo mendelik tajam pada Hongbin. Cuma perasaanku saja, atau Leo saat ini memang terlihat seperti Malaikat Pencabut Nyawa ya?

Ha-ha-ha.

Ok... tenang Leo, relax, tahan dirimu. Jangan bertingkah gegabah. Santai saja. Tarik nafas, keluarkan. Tarik nafas, keluarkan.

Aigooo... kenapa jadi aku yang grogi.

"Mama?"

Mrs. Jung menatap Hongbin kaget, tapi raut senang terlihat di wajah cantiknya.

"Oh malaikatku, kau memanggilku Mama?"

Hongbin mengangguk malu. Aku berusaha untuk tidak membenturkan kepalaku ke meja. Ku lirik Leo yang seakan ingin menerkam Hongbin, dan mencabik-cabiknya.

Ayolah, seharusnya kau bicara Leo. Jangan diam saja.

"Oh... manis sekali"

Mrs. Jung berseru kegirangan, merasa senang Hongbin memanggilnya 'Mama'. Kedua orang tuaku tersenyum melihat Mrs. Jung dan Hongbin yang terlihat begitu akrab.

Leo, ku beritahu. Jika kau terus diam, kau akan mati.

"Hongbin sudah bercerita banyak hal pada kami. Kudengar kalian sudah berpacaran lama, dan ingin segera bertunangan. Makanya dia merencanakan acara makan malam ini untuk kita semua"

Hongbin, kau sudah jadi anak durhaka karena berbohong pada Ibuku.

"Kami sudah membicarakannya dengan kedua orang tua Hongbin, mereka menyerahkan semua urusan Hongbin pada kami. Jadi kalian tidak usah khawatir"

Papaaa... kau bilang jangan khawtir saat rasanya aku akan mati.

"Jadi, kapan kalian ingin kami melangsungkan pertunangan untuk kalian?"

Braakk

Oh!

Rasanya aku ingin sembunyi di bawah meja, lalu berharap sebuah lubang hitam muncul dan menelanku. Membuatku menghilang dari muka bumi secepat kilat.

Kulirik Leo yang baru saja mengebrak meja dengan takut. Leo marah setelah mendengar pertanyaan dari Papa. Semua orang memandangnya terkejut. Kulihat Hongbin yang membeku di tempat duduknya. Kakiku gemetar. Aku berdo'a semoga tidak kencing di celana.

"Aku tidak mau bertunangan dengannya"

"Leo, jaga sikapmu"

Ayah Leo berbicara tegas, mengisaratkan Leo untuk meminta maaf dan kembali duduk lewat tatapan matanya. Leo mengerang frustasi, mau tidak mau dia menuruti perintah Mr. Jung.

Kulirik Hongbin yang tersenyum sinis pada Leo, seolah mengatakan 'Aku menang'. Leo membalas tatapannya tidak kalah tajam, bibirnya terkatup rapat. Tapi aku tau, Leo pasti ingin mengumpat sepuasnya.

"Hiks... hiks"

Aku membeku. Jaehwan, sekali lagi kau menyeret Hongbin untuk menonton Drama bersamamu. Ku bunuh kau.

Hongbin menangis, lebih tepatnya berpura-pura menangis. Keduanya tangan menutupi wajahnya. Semua orang membeku, kecuali Leo yang menatapnya dingin.

Hongbin si Drama Queen beraksi.

"Hiks... kami sedang bertengkar. Leo marah padaku karena aku lupa untuk pergi kencan bersamanya satu minggu yang lalu. Jadi itu alasan Leo menolak untuk bertunangan denganku. Dia masih marah padaku... hiks"

Rahangku jatuh, mulutku terbuka lebar. Secepat kilat ku tatap Leo. Dia memasang wajah cengo, menatap Hongbin tidak percaya. Semua orang kecuali aku dan Leo menatap Hongbin iba, seolah dia adalah korban tidak bersalah.

What the hell!

"Tapi, tapi aku... hiks"

Hongbin terisak keras, makin keras. Masih menyembunyikan wajahnya dibalik kedua tangan.

"Aku sangat mencintainya"

Terkutuklah kau Jaehwan dan Drama sialanmu.

Kulirik kembali Leo dengan gerakan patah-patah. Aura membunuh menguar begitu kuat darinya. Tanpa sadar aku menelan ludahku dengan susah payah. Aku menggeser dudukku agar sedikit lebih jauh dari Leo.

Rasanya aku bisa mati hanya dengan duduk disamping Leo.

"Oh sayang, jangan menangis"

Mrs. Jung bergerak menghampiri Hongbin dan membawanya kedalam pelukan. Membelai kepalanya lembut, dan mengusap punggungnya.

Hongbin, dasar kau anak nakal. Suatu hari nanti kau harus mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu.

"Jadi itulah alasannya kau mengumpulkan kami disini, kau ingin segera bertunangan dengan Leo agar tidak kehilangannya?" Hongbin mengangguk mendengar pertanyaan Mr. Jung.

"Aku sangat mencintai Leo hyung, aku tidak ingin kehilangannya. Aku ingin segera bertunangan dengannya"

Hongbin masih terisak dalam pelukan Mrs. Jung. Membuat semua orang yang tidak tahu kebenarannya merasa prihatin.

Aku kembali menggeser tempat dudukku, pelayan yang melayani kami di ruang VIP terus memperhatikan gerak-gerik anehku. Masa bodoh, yang penting sekarang aku harus menyelamatkan hidupku terlabih dahulu. Aku melirik Leo yang dalam bayanganku wujudnya berubah menjadi Dewa Kematian.

"Leo, bagaimana kau bisa menyakiti pacarmu yang baik hati ini?" Leo mendelik tajam pada Mrs. Jung.

Huss.. Leo, dia Ibumu. Jangan menatapnya seperti itu jika tidak ingin dikutuk jadi batu.

"Dia bukan pacarku, mom"

Leo akhirnya berbicara, namun hanya dibalas dengan tatapan tajam kedua orang tuanya. Leo mengerang frustasi, dia bisa gila jika terus berada disini.

"Sayang jangan menangis, Ok. Aku sudah putuskan bahwa bulan depan kalian akan bertunangan"

Brakk

Aku terperanjat, hampir berdiri dan berlari untuk melarikan diri. Leo kembali mengebrak meja. Hanya saja kali ini dia langsung pergi, keluar dari Restoran dengan perasaan jengkel luar biasa.

Disaat kami semua masih membeku, menatap kepergian Leo dengan terkejut. Hongbin segera melesat keluar untuk mengejar Leo.

Sekarang kami semua berpandangan, tidak tahu harus berbuat apa.

"Biarkan saja mereka, mereka harus belajar menyelesaikan masalanya sendirian"

Kedua orang tuaku mengangguk mendengar ucapan Mr. Jung. Dalam hati aku tertawa. Hongbin berbohong dengan begitu sempurna, bagaimana kau akan mengatasinya Leo?

Orang tuamu bahkan lebih percaya pada Hongbin, lalu kau?

Bisakah kau mengatasi semua kekacauan ini?

Kuharap kau bisa, agar aku bisa hidup tenang hingga tua nanti.

.

.

.

.

Ini adalah bagian cerita dimana aku tidak berada didalamnya, namun memgetahui setiap kejadiannya dengan terperinci.

Tentu saja. Karena aku sudah mendapat bisikan dari Author hehehe...

Ini adalah bagian cerita setelah Leo pergi dari Restoran dengan kesal, dimana Hongbin mengejarnya di belakang.

Kan ku ceritakan sedetil-detilnya pada kalian. Ambil posisi yang nyaman sayang, sudah ambil snack?

Jangan lupa kunci pintu, agar tidak ada yang mengganggu.

Baik, kita lanjutkan ceritanya.

.

.

.

Leo menghentikan taxi, dia segera masuk dan duduk di kursi penumpang setelah sebuah taxi berhenti di depannya. Belum sempat menutup pintu, Hongbin dengan cepat masuk kedalam taxi dan duduk di sebelah Leo. Leo menatapnya terkejut, tapi kemudian berubah menjadi tatapan kesal.

Aku cukup mengerti dengan perasaan Leo. Dia keluar dari Restoran karena muak melihat Hongbin. Disaat dia hampir bernapas lega, Hongbin malah sudah duduk disampingnya dengan nyaman.

Leo hampir mengira Hongbin adalah hantu jika dia tidak ingat bagaimana tatapan sombong Hongbin.

"Apaansih? Cepat keluar dari sini?"

"Tidak mau"

Leo mendelik tajam, Hongbin benar-benar menyebalkan. Ingin sekali Leo meremasnya.

Leo tenangkan dirimu, jangan menyakiti Hongbin jika kau tidak ingin terjerat dalam masalah yang lebih rumit.

Semakin kau menolak Hongbin, semakin kau berada dalam masalah.

Ini peringatan, jangan diabaikan jika tidak ingin menyesal.

"Keluar" Leo berbicara dengan tegas, cocok dengan tatapan tajamnya.

"Tidak mau" Hongbin menolak tidak kalah tegas, dia menatap Leo dengan angkuh. Bagai nyonya muda menatap pelayannya.

Leo menahan diri untuk tidak menendang Hongbin keluar menggunakan kakinya sendiri. Dia menutup mata, mengeluarkan nafas berat secara perlahan.

"Kumohon, keluarlah Hongbin" Leo mencoba bersikap lembut, dia tersenyum meski hasilnya gagal total. Hongbin menatapnya dan cemberut.

"Kubilang, tidak mau"

Dua orang keras kepala yang mencoba saling mengalahkan. Siapa yang akan menang? Kita lihat saja.

"Keluar"

"Tidak mau"

"Keluar"

"Kenapa kau jahat padaku?"

"Kau yang jahat padaku"

"Kau menyebalkan"

"Kau lebih menyebalkan"

"Pokoknya aku ingin ikut bersamamu"

"Keluar"

"Jika kau terus menyuruhku keluar, aku akan adukan pada Orang tuamu"

"KU BILANG KELUAR"

Hongbin terperanjat ketika tiba-tiba Leo berteriak padanya. Membentaknya dengan keras. Bohong jika Hongbin tidak takut.

Kuberitahu kelinci kecilku, Leo yang marah adalah Iblis.

Percayalah Hongbin.

"Jadi bagaimana tuan? Apakah kita akan berangkat?"

Sopir Taxi yang awalnya hanya diam dan memperhatikan, akhirnya angkat bicara. Dia cukup risih juga melihat pertengkaran Leo dan Hongbin. Dia disini untuk bekerja, bukan menonton adegan sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

Leo menghembuskan nafasnya secara perlahan, mengontrol emosinya yang akan meledak dan meluluh lantahkan segelanya.

"Keluar, Hongbin. Keluar sekarang juga"

"Tidak mau, sudahku bilang... aku akan ikut bersama mu"

Leo mendesah frustasi, dia mengacak-acak surai hitamnya seperti orang gila. Hongbin tidak peduli, dia bersikap acuh dan duduk manis di samping Leo.

"Kenapa kau lakukan ini padaku?"

"Karena kau harus bertanggung jawab" Hongbin menjawab dengan begitu santai, sementara Leo menahan diri untuk tidak mencekik Hongbin.

Leo, jangan bersikap gila sayang. Walaupun Hongbin mati, belum tentu dia akan melepaskanmu. Bisa saja dia menjadi hantu gentayangan yang akan mengganggu hidupmu.

"Itu hanya sebuah ciuman" Hongbin mendelik.

"Aku sudah berjanji pada kedua orang tuaku, bahwa orang yang boleh menyentuh dan menciumku hanyalah orang yang akan menjadi pendamping hidupku. Jadi, kau harus bertanggung jawab"

Leo memutar bola matanya malas. Bisa-bisanya Hongbin bertindak begitu egois. Membuatnya susah hanya demi kepentingannya sendiri.

Yap, itulah Lee Hongbin.

"Kau keterlaluan"

"Terserah"

Leo ingin sekali membenturkan kepalanya sekuat mungkin. Berharap gegar otak agar Hongbin hilang dari hidupnya. Tapi hey... akan sangat menyedihkan jika dia melakukannya.

Bagaimana pun Leo harus menyingkirkan Hongbin, membuatnya mengakui semua kesalahannya dan memperbaiki keadaan.

Tapi bagaimana caranya?

Tiba-tiba Leo menatap Hongbin, sebuah seringaian tercetak di belahan bibirnya. Hongbin mengerjap, cukup bingung dengan perubahan mendadak ekspresi Leo.

Leo mendapatkan ide.

Oh, ide apakah itu Leo?

Kau yakin idemu akan berhasil?

"Baiklah, jika kau ingin ikut bersamaku"

Hongbin kembali mengerjap, melihat Leo yang menyeringai seram padanya membuat Hongbin sedikit merinding. Tapi ego mengalahkannya, dia memasang wajah sombong seolah tidak takut apapun.

"Tentu, aku akan ikut kemanapun kau pergi"

Mendengar ucapan Hongbin, Leo semakin menyeringai lebar. Detak jantung Hongbin berpacu, jujur... dia merasa takut. Tapi Hongbin tidak mungkin menarik kata-katanya kembali. Harga dirinya terlalu tinggi.

"Jalan pak"

"Kemana?"

Leo memandang Hongbin, dia tersenyum lalu menjawab pertanyaan supir taxi.

"Jalan saja, nanti kuberitahu harus turun dimana"

Tanpa sadar Hongbin menelan salivanya gugup, dia mulai duduk dengan gelisah ketika taxi yang mereka tumpangi mulai melanju. Melihat kegugupan Hongbin, Leo tersenyum penuh kemenangan. Ini waktunya dia untuk balas dendam.

Tunggu saja Hongbin, kau akan menyesali perbuatanmu.

Hongbin, kau mungkin seorang manusia sombong menyebalkan sejagad raya. Tapi Leo, dia adalah Iblis.

Save your life, my honey.

.

.

.

.

Hongbin membeku, dia menatap bangunan didepannya dengan tak percaya. Perlahan-lahan, dengan slow motion, dia menatap Leo takut. Leo menyeringai seram melihat Hongbin yang ketakutan.

Nah Hongbin, kelinci kecilku. Inilah alasan kenapa kau harus bersikap lebih baik lagi terhadap orang lain.

Merasakan tanda bahaya, tanpa buang waktu Hongbin segera berbalik, mencoba berlari untuk mengejar taxi yang baru saja berlalu. Tapi gerakannya terhenti karena Leo mencengkram kerah bajunya kuat.

"Mau kemana kau?"

Sekarang Hongbin merasa begitu kecil dihadapan Leo. Pria yang lebih tua menyeringai melihat Hongbin yang ketakutan.

Ini mulai merasa menyenangkan bagi Leo.

Bagaimana Hongbin yang sombong mulai tak berdaya dalam cengkramannya.

"Bukankah tadi kau bilang ingin ikut kemanapun aku pergi, heum?"

Hongbin menelan ludahnya susah payah. Dia menatap Leo dengan wajah memelas, dan menggelengkan kepalanya.

"A-aku hanya bercanda"

Leo menatapnya dingin. Hongbin meringkuk takut dalam cengkraman Leo. Dalam hati Hongbin merutuk, kenapa situasinya berubah drastis begini?

Kemana keberanian Hongbin yang selama ini selalu dia tunjukkan?

"Tidak, sudah terlambat. Sekarang ikut aku"

Hongbin memekik kecil, dia memberontak dalam cengkraman Leo. Mencoba melarikan diri, namun perjuangannya tak berarti apapun. Tanpa kesulitan, Leo terus menyeret Hongbin untuk memasuki sebuah Hotel.

Oh my God!

Mama, Papa bagaimana ini? Haruskah ku lapor polisi?

Oh myyyy... ini bagian dimana aku tidak boleh ikut campur.

Habislah kau Hongbin.

.

.

.

Hongbin merengek. Leo mencengkram lengannya dengan begitu kuat. Hongbin ingin melarikan diri, tapi tidak bisa. Sekarang dia begitu ketakutan.

Coba kalau aku ada disana, sudah ku tendang Leo. Enak saja membawa Hongbin-ku ke Hotel murah seperti itu.

Tidak ada tempat yang lebih berkelas lagi ya?

Hotel berbintang lima misalnya.

Berbintang sepuluh juga tidak masalah, jika ada.

Leo membuka pintu kamar tanpa melepaskan cengkramannya dari tangan Hongbin. Hongbin terus merengek, dia meringis kecil ketika rengekannya di balas dengan cengkraman yang lebih kuat.

Tangan dengan kulit susu Hongbin memerah. Dia kesakitan, berpikir mungkin cengkraman Leo akan meninggalkan memar di tangannya yang mulus. Leo benar-benar kejam.

Inilah kenapa kau tidak boleh membangunkan Singa yang sedang tidur. Karena kau akan terluka, atau menjadi santapannya.

Tapi jujurya, tindakan Leo tidak ada salahnya juga bagiku. Sebagai sodara yang baik, penyayang, dan rajin menabung -Tolong abaikan omong kosong ini- Aku berharap Hongbin bisa bersikap lebih baik.

Apa yang Leo lakukan saat ini akan membuat Hongbin sadar, bahwa dia harus berhenti bersikap Sombong, apalagi menyusahkan orang lain. Itupun jika Hongbin mau sadar, terkadang dia terlalu keras kepala.

Hongbin seperti Gunung dengan puncak yang sangat tinggi, dimana tidak semua pendaki dapat menaklukannya.

Tapi Leo ya, kau membawa Hongbin ke Hotel hanya untuk mengancamnya-kan?

Aku tetap tidak setuju jika kau melakukan sesuatu yang tidak-tidak pada Binnie. Awas sana jika kau melakukannya, ku cincang milikmu.

Setelah pintu kamar terbuka, Leo membanting Hongbin ke dalam kamar. Hongbin memekik, jatuh terduduk di lantai. Dalam hati dia menolak kenyataan bahwa dia terlihat lemah. Sungguh, harga dirinya yang begitu tinggi ternodai.

Bagaimana mungkin Hongbin yang seorang Flower Boy ditolak, di seret, dan sekarang di banting ke dalam sebuah kotak kecil dimana banyak kuman bertebaran.

Iyuuuhhhh!

Leo menutup pintu, tidak lupa menguncinya. Hongbin mungkin berpikir ingin melarikan diri, Leo tidak mau kehilangan kesempatan untuk memberi pelajaran pada Hongbin hanya karena lupa mengunci pintu.

Jika tidak sekarang, maka mungkin Leo tidak akan mendapat kesempatan lagi dilain waktu.

Siapa yang tahu.

Yah, hanya memberinya pelajaran-kan, Leo. Jangan lebih jika tidak inginku mutilasi.

Hongbin meringis. Ini pertama kalinya Hongbin di perlakukan kasar, dia tidak akan pernah memaafkan Leo.

Awas saja, setelah lolos dari sini. Hongbin akan mengadukan segalanya. Melebihkan sebagian cerita seperti ide yang bagus. Leo harus di beri pelajaran.

Itulah Hongbin.

Leo menyilangkan tangannya di depan dada, menatap Hongbin dingin. Kali ini tidak ada ampun. Leo akan melepaskan Hongbin jika dia mau mengatakan kebenaran pada orang tuanya.

Tapi jika tidak, ya... lihat saja nanti. Leo tidak akan kalah dari Hongbin.

"Berdiri!"

Itu perintah, Leo mengatakannya dengan begitu tegas. Seperti majikan pada budaknya. Hongbin cemberut, tapi menurut. Dia berdiri, lalu membersihkan pakaiannya dari debu. Iris cantiknya menatap sekeliling, memindai ruangan dengan tatapan jijik.

"Jadi, seperti inikah Hotel?" Hongbin bertanya. Hinaan bercampur dengan kepolosan. Leo mengangkat sebelah halisnya.

"Maksudmu?"

"Tidak-kah ini begitu kecil, kamar mandi Hakyeon bahkan lebih besar. Apa kau membawaku ke Hotel murahan?"

Oh, Terima kasih sayang. Kamar mandiku memang yang terbaik.

Hey... tapi darimana kau tau? Kau bahkan belum pernah masuk ke kamarku.

Kita harus membicarakan ini nanti.

Leo memutar bola matanya jengah. Hell... Hongbin bukan seorang Raja, tapi tingkahnya seolah dia orang penting.

"Tempat ini juga sangat berdebu, pasti banyak kumannya. Ayo kita pergi saja dari sini, aku tidak suka tempat ini"

Hongbin menatap Leo dengan tatapan memelas, berharap Leo luluh. Tapi jelas usahanya gagal total. Leo tersenyum miring.

"Tidak mau, urusan kita belum selesai"

Hongbin mengigit bibir bawahnya. Dia gugup. Leo menatap dirinya intens, masih menyeringai. Sesuatu dalam diri Hongbin memperingatkan-nya untuk berhati-hati. Leo mungkin berbahaya.

"Me-memangnya apa yang ingin kau lakukan"

Dalam hati Hongbin mengutuk dirinya sendiri. Bodoh, suaranya terlalu bergetar. Ini memalukan. Hongbin tidak pernah takut pada siapapun. Tapi kali ini... jelas berbeda.

Seringaian di bibir Leo tidak pernah luntur. Perlahan, namun penuh ancaman. Leo bergerak menghampiri Hongbin. Gerakannga sensual, mengundang yang lebih muda untuk merasakan gairahnya.

Hongbin gugup dan gelisah, dia tidak bisa menutupinya. Alarm tanda bahaya berbunyi keras di kepalanya. Hongbin melangkah mundur, mencari jarak aman dari Leo.

"Jangan takut, kita akan bersenang-senang"

Tangan Leo bergerak, membuka kancing kemeja bagian atas, lalu turun untuk membuka kancing lainnya. Hongbin menelan salivanya gugup. Dia semakin mundur ketakutan. Tapi tempat yang begitu kecil membuatnya kesulitan untuk terus bergerak, apalagi menjauh dari Leo.

Dan benar saja, sebuah ranjang di belakang tubuh Hongbin menghentikan pergerakannya. Dia semakin panik.

"Ya-yaaa... berhenti disana, jangan mendekat lagi. Jika tidak akan ku tendang kau"

Leo menghentikan langkahnya. Dia selesai membuka kancing terakhir. Kemejanya sudah terbuka lebar. Memperlihatkan tubuh bagian atasnya yang terpahat sempurna. Hongbin segera menunduk, memejamkan mata. Dalam hati merutuk.

Apa-apaan, memalukan sekali melihat seseorang toples begitu saja di depanmu. Meski jenis kelaminnya sama, tapi tetap saja, Hongbin tidak terbiasa.

Melihat tingkah gugup Hongbin sangat menyenangkan. Seringaian masih hadir di bibir Leo. Hongbin sangat lucu ketika merasa takut.

Bermain sebentar dengan Hongbin mungkin bukan sesuatu yang buruk.

"Kau bergetar Hongbin, relax. Aku berjanji tidak akan kasar"

Hongbin merasa sesuatu mengganjal di tenggorokkan-nya, dia kesulitan untuk menelan saliva. Ucapan Leo jelas mengandung arti yang berbahaya bagi Hongbin.

Leo kembali melangkah, kali ini sembari melepaskan kemeja yang dia pakai sepenuhnya. Hongbin membelalak, segala pemikiran negative meluncur di kepalanya. Layar proyektor muncul di depan mata Hongbin, menampilkan segala kemungkinan yang bisa terjadi saat ini juga.

Hongbin melihat dirinya yang menggeliat, dan mendesah di bawah Leo. Dia menangis, meminta ampun. Tapi Leo terus membobol lubangnya tanpa ampun.

Tubuhnya menjadi tegang.

Hongbin juga melihat Leo yang meninggalkan dirinya begitu saja setelah bersenang-senang. Lalu semua orang akan mengetahui kebohongannya, dia dimarahi dan dihukum.

Tapi yang membuat Hongbin panik adalah ketika dia melihat bayangan dirinya sendiri dengan perut yang membuncit.

Hongbin membelaak.

Hongbin hamil. Leo tidak mau bertanggung jawab dan Hongbin diusir. Dia menjadi gelandangan yang menyedihkan.

Hongbin menggelengkan kepalanya kuat. Neraka, dia tidak mau berakhir mengenaskan seperti itu.

"Andweeee!"

Hongbin berlari panik, mendorong Leo kesamping dan mencoba membuka pintu. Hongbin tidak mau melakukannya, dia belum siap.

Mereka bahkan belum menikah.

Jika Mama dan Papanya tahu, Hongbin mungkin akan di asingkan memakai Roket untuk dikirim keluar Angkasa.

Hongbin, my sweetheart. Kau terlalu berlebihan.

"Seseorang tolong, selamatan aku"

Hongbin menggedor pintu dengan keras. Mencoba mencari pertolongan. Tangannya terus berusaha membuka pintu, namun hanya sia-sia. Pintunya sudah dikunci rapat.

Dan Leo yakin, ditempat kotor seperti ini tidak akan ada orang yang mau menolong Hongbin. Semua orang terlalu sibuk denga urusannya masing-masing.

Leo menyeringai di tempatnya berdiri, menyaksikan tingkah konyol Hongbin dengan geli. Dia melempar kemejanya pada Hongbin, yang dengan sukses mendarat dikepala yang lebih muda.

Hongbin tersentak, mengambil kemeja Leo dari kepalanya. Dia berbalik menatap Leo dengan takut. Bola matanya besarnya berkaca-kaca. Mengingatkan Leo pada kucing kecil di serial film animasi Shrek.

Owww... karung mana karungg

"Teriak saja sepuasmu, toh... tidak akan ada orang yang menolongmu"

Hongbin meringsut menjauh ke sebelah kanan, Leo kembali berjalan menghampiri-nya, dan itu artinya tanda bahaya dari Hongbin. Apalagi butuh bagian atas Leo terpampang jelas di hadapan Hongbin, sungguh matanya yang polos merasa ternodai.

Untuk saat ini, menjauh dari Leo adalah cara untuk mempertahankan diri yang tepat.

"Yak, jangan mendekat. Berhenti disana"

Leo menyeringai, tidak mengindahkan perintah Hongbin. Hongbin merasa semakin terancam, dia terus meringsut menjauh dengan ketakutan sambil meremas kemeja Leo di dadanya.

"Jangan terus menghindariku Hongbin, kau tau pada akhirnya aku akan mendapatkan-mu. Membutmu mendesah di bawahku hingga esok hari. Aku bisa menciummu lebih baik dari sebelumnya, lebih dalam, lebih panas. Menghisap bibirmu, dan mungulumnya seperti permen"

Tubuh Hongbin menegang mendengar ucapan vulgar Leo, punggungnya terasa panas, bulu kuduk dibelakang lehernya berdiri. Kakinya gemetar, tubuhnya terasa lemas. Rasanya Hongbin akan jatuh jika tidak mempunyai kemampuan bertahan yang baik.

Huaaa... Leooo-yaaaa, Hongbin adalah anak manja yang jauh dari hal-hal kotor. Dia hanyalal remaja berusia 16 tahun yang suka sekali bermain game, juga menyusahkan para maidnya dan diriku tentunya.

Hongbin seperti Rapunzel yang tak tersentuh dari dunia luar. Bedanya Honbin tidak dikurung oleh penyihir jahat, tapi dia dilindungi oleh kedua orang tuanya yang baik hati.

Maklumi saja, Hongbin anak satu-satunya. Jelas jika kedua orang tuanya yang kaya raya begitu protective.

Dan sekarang, apa sedang kau lakukan Leo? Mencoba mengotori otak bersih Hongbin.

Awad saja jika Mama dan Papa tahu. Kau pasti akan mendapat masalah besar.

Hongbin membelalak ketika punggung-nya menabrak dinding di belakang. Dia sekarang tersudut di pojok ruangan. Tubuhnya semakin bergetar hebat. Hongbin ketakutan, Merasa sudah tidak punya jalan untuk melarikan diri dari Leo.

"Su... sudah ku bilang, ber... berhenti disana" Hongbin berteriak. Campuran antara rasa takut dan putus asa.

Leo terkekeh seram, seperti om-om mesum yang sering menculik anak dibawah umur untuk memuaskan hasratnya. Hongbin pernah melihat beritanya di Tv. Sekarang dia menyesal tidak ikut orang tuanya ke luar Negeri.

"Kau benar-benar berisik, diamlah. Atau... haruskah aku membungkam mulutmu dengan bibirku. Melahapnya hingga kau tidak mampu berbicara lagi"

Hongbin tersentak, dia membelalak. Bayangan Leo melahap bibirnya dengan ganas berputar mengotori pikirannya. Hongbin menggelengkan kepalanya kuat, mengusir segala pemikiran tidak senono yang mulai bermunculan.

"Pergi, menjauh dariku"

Hongbin melemparkan kemeja Leo, membuatnya jatuh tepat di atas kepala Leo dan menutupi wajahnya. Perlahan Leo mengambil kemeja yang menutupi wajahnya.

Hongbin semakin meringsut, berharap dinding di belakang punggungnya tiba-tiba mengeluarkan lubang yang dapat menelannya.

"Kau benar-benar menyebalkan"

Leo mendesis. Membuang kemejanya kesembarang arah. Bola matanya berubah menjadi merah, terlihat jelas lonjakan emosi didalamnya. Leo marah besar, dan Hongbin berpikir mungkin inilah saat terakhirnya hidup didunia. Dalam hati Hongbin berdo'a, mengatakan wasiat terakhirnya jika dia mati.

Selamat tinggal Mama dan Papa, jika aku mati jangan lupa undang Park Yoshin untuk datang ke pemakamanku.

Euhh-_-

Oh iya, semua koleski video gameku jangan dibuang, atau disumbangkan. Mungkin saja suatu hari nanti aku ingin memainkannya kembali.

O.O

.

O.O

.

O.O

.

Mari kita lupakan wasiat aneh Hongbin.

"A... aku minta... kyaaaaaa" Hongbin menjerit dengan cara yang memalukan, seperti seorang gadis yang melihat kecoa di kamarnya.

Dengan kecepatan cahaya, Leo menyudutkan Hongbin di dinding. Memblokir setiap pergerakan yang lebih muda. Hongbin panik, dia ketakutan, dan gemetar. Sekuat tenaga dia mencoba mendorong dada Leo menjauh, namun Leo tidak bergeming. Bukannya menjauh, tubuh Leo malah semakin menyudutkan tubuh Hongbin dengan dinding.

Hongbin memejamkan matanya, memekik, dan berusaha mendorong Leo menjauh. Tapi Leo lebih kuat, dia mencengkram kedua tangan Hongbin. Menguncinya di atas kepala. Hongbin yang panik, semakin gelagapan.

"Menjau... Hmmppttt"

Hongbin terbelalak, tubuhnya membeku. Leo menciumnya, melahap bibirnya dengan bergairah. Hongbin merasa lemas, lantai dibawah tubuhnya seolah menghilang. Pikirannya berkabut, dia merasa pusing.

Oh my god. Seorang lapor polisi ku mohon, sebelum Hongbin habis tidak tersisa di 'makan' Leo.

Leo menghisap bibir Hongbin kuat, yang lebih muda merengek dan memekik dalam ciuman. Bibirnya seolah sedang di sedot Vacuun Cleaner dengan kekuatan tinggi.

Oh... Mamaaaa, Binnieku dalam bahayaaaaa. Apa yang harus ku lakukan? Author akan memotong gajiku jika aku ikut campur T_T

Setelah mendapat kesadarannya kembali, dengan berani Hongbin menendang selangkangan Leo. Yang lebih tua melepaskan ciumannya dan berteriak nyaring. Memegang kepunyaanya sambil berteriak kesakitan.

"ARRRGGGHHH... SIALAN KAU.

Bagus Hongbin, bagus. Aku bangga padamu. Jangan cuma ditendang, hancurkan saja sekalian punyanya.

Oppsss... Leo-ya, jangan bunuh aku ya. Pleasee~~

Hongbin segera berlari ke sudut lainnya. Dia menghapus saliva yang mengalir di dagunya. Bibirnya memerah dan bengkak.

"Brengsek, kau ingin membunuhku eoh?"

Leo berteriak marah, memandang Hongbin dengan kilatan membunuh. Dia masih memegang adik kecilnya yang sedang sekarat.

Aku turut berduka Leo. Semoga teman kecilmu masih bisa diselamatkan.

"Itu balasan karena sudah bersikap kurang ajar padaku" Leo mendelik, dan Hongbin menatapnya tidak kalah tajam.

"Sialan, kemari kau"

Dengan tertatih, Leo berjalan menghampiri Hongbin. Yang lebih muda panik, dengan spontan untuk mempertahankan diri, Hongbin mengangkat kakinya. Menendang Leo sekuat tenaga.

Adik kecilnya selamat, tapi kali ini ulu hatinya yang menjadi sasaran. Leo terjungkal kebelakang, jatuh terlentang dilantai dengan kepala yang mendarat terlebih dahulu.

"Arrgghhh... kepalaku"

Leo mengerang kesakitan. Setelah adik kecilnya yang menjadi korban, sekarang ulu hati dan kepalanya yang ikut menjadi sasaran Hongbin.

Sungguh rasanya Leo ingin mencincang Hongbin. Berada didekat Hongbin dalam radius satu meter selalu membuatnya tersiksa.

Ingin sekali Leo melenyapkan Hongbin.

Hongbin menutup mulutnya, menahan diri untuk tidak tertawa keras. Sungguh Leo yang malang, melihatnya tersiksa membuat Hongbin senang. Ini balasan karena telah macam-macam padanya.

"Lihat, inilah balasan karena kau tidak mendengarkan-ku"

Hongbin berbicara dengan angkuh, menapat Leo dengan remeh. Keberaniannya kembali setelah berhasil menumbangkan Leo. Sekarang dimatanya, Leo terlihat seperti lalat kecil yang akan mati meski di tepuk satu kali.

Mendengar ucapa Hongbin membuat Leo geram. Seolah semua rasa sakitnya telah menghilang, Leo segera bangkit berdiri dan menatap Hongbin bagai singa yang akan menerkam mangsanya.

Hongbin tersentak, dia membelalak takut. Sisi iblis Leo telah kembali. Hongbin merasa terancam.

"Akan aku beri pelajaran kau, kemari"

Dengen cepat Leo berjalan menghampiri Hongbin. Matanya memerah seperti Vampire, Hongbin sempat berpikir Leo juga dapat mengeluarkan taring dari giginya.

Panik. Hongbin mencoba menghindar. Tapi terlambat, Leo sudah menarik pergelangan tangan Hongbin dan melemparkannya ke tempat tidur. Belum sempat bereaksi, Leo sudah berada diatas tubuhnya. Mengunci kedua tangan Hongbin di atas kepalan menggunakan sebelah tangan.

"T-tunggu, apa yang mau kau lakukan? Menjauh dariku!" Leo tersenyum miring, dia mempererat cengkramannya pada tangan Hongbin. Yang lebih muda meringis kecil.

"Tidak mau, kenapa aku harus menyingkir? Bukankah kita akan bersenang-senang"

Hongbin memberontak, dia mencoba menendang Leo kembali. Mengetahui maksud Hongbin, Leo segera bergerak mengubah posisinya duduk di atas perut Hongbin. Hongbin terlonjak kaget, dan meringis.

Leo sangat berat, perutnya jadi terasa sakit. Benar-benar kejam.

Leo, jika Hongbin pulang nanti dalam keadaan lecet. Aku akan membunuhmu.

"Menyingkir dariku" Hongbin berteriak dan menatap tajam Leo. Leo tetap tidak bergeming, dan menatap Hongbin dingin.

"Tidak mau" Hongbin meringis kesal.

"Kenapa kau lakukan ini padaku"

Leo menatap Hongbin dengan tatapan mengejek, membuat pria dibawahnya merasa sedikit gelisah. Perlahan, Leo menurunkan wajahnya hingga sejajar dengan telinga Hongbin.

"Kau yang memulai semuanya, sayang" Leo berbisik dengan suara yang rendah dan dalam. Hongbin menahan nafas, tubuhnya menegang. Sesuatu dalam dirinya bergejolak.

"Ap-apa maksudmu?"

Leo menarik wajahnya kembali, menatap Hongbin dingin. Yang lebih muda bahkan tidak sadar apa kesalahannya. Sungguh, Leo ingin mencabik Hongbin.

Itulah Hongbin. Selalu melakukan apapun yang dia inginkan. Benar atau salah, bagi Hongbin itu tidak ada bedanya. Yang terpenting, keinginannya tercapai.

"Kau berbohong pada semua orang, mengatakan bahwa kita pacaran"

Hongbin menutup matanya dan menghela nafas berat. Dia mencoba kembali meloloskan diri, memberontak dalam kungkungan Leo. Namun gagal. Hongbin menyerah, menatap Leo putus asa.

"Dengar, kau sudah menciumku. Bahkan sudah dua kali jika di hitung dengan beberapa menit yang lalu. Bagi orang sepertiku, itu penghinaan besar" Leo mengangkat sebelah halisnya.

"Lalu?" Hongbin menghela nafas berat.

"Aku ingin kau bertanggung jawab" Leo tersenyum pahit, menatap Hongbin tidak percaya.

"Dengan menjadi pacarmu?" Hongbin mengangguk, lalu meringis pelan. Sungguh Leo sangat berat. Hongbin benar-benar tersiksa.

"Untuk saat ini kita pacaran" Leo memandang pria dibawahnya tak mengerti.

"Untuk saat ini?" Hongbin kembali mengangguk.

"Kita akan berunangan satu bulan lagi. Jika kau sudah menyelesaikan kuliahmu, dan mendapat pekerjaan yang bagus kita bisa menikah"

Rahang Leo jatuh, mulutnya terbuka lebar. Yang benar saja. Apa Hongbin sudah gila.

Hongbin tidak gila, Leo. Hanya sedikit... ya... begitulah.

"Apa kau bercanda?" Hongbin menggeleng dengan yakin.

"Tidak"

Leo tertawa hambar. Sungguh gila. Ini pertama kalinya Hongbin bertemu dengan orang aneh seperti Hongbin. Luar biasa. Rasanya Leo ingin meledak, hancur hingga berkeping-keping.

"Aku tidak mau" Ucap Leo tegas dan dingin. Hongbin cemberut.

"Kau tidak bisa melakukannya. Kau harus bertanggung jawab" Leo menatap Hongbin remeh.

"Jika aku tidak mau?" Yang lebih muda menggigit bibir bawahnya.

Membujuk Leo sangatlah susah. Hongbin tidak pernah mengira bahwa akan ada seseorang yang menolaknya seperti ini. Sungguh ini diluar perkiraannya.

"Ma-mama bilang cinta sangatlah rumit"

"Hah?"

"Mama menyuruhku untuk menjaga diri, Mama bilang seseorang bisa datang padaku bukan karena cinta"

"Maksudmu?"

"Cinta itu sulit dicari, tapi jika dia datang... maka aku tidak boleh melepaskannya"

Leo tertegun, dia mulai memahami maksud dari ucapan Hongbin yang bertele-tele.

"Jadi maksudnya, kau jatuh cinta padaku?" Hongbin memalingkan wajahnya, menolak untuk menatap Leo. Pipi pucatnya bersemu merah. Dengan enggan dia mengangguk perlahan. Leo tertawa tidak percaya.

"Bagaimana mungkin?" Saat ini wajah Hongbin sudah memerah seperti tomat matang.

"Karena kau satu-satunga orang yang menolakku"

Hongbin, aku harap bola yang Leo lemparkan padamu tidak menmbuat pikiranmu lebih koslet.

Leo berdecak kesal, dia bangkit dari atas perut Hongbin dan duduk di pinggir ranjang. Dia mengusak rambutnya frustasi.

"Kau gila. Itu bukan cinta, itu hanya obsesi"

Hongbin bangun, dia menggelengkan kepalanya dan meringsut mendekati Leo.

"Itu tidak benar, aku... aku benar-benar menyukaimu"

Pipi Hongbin kembali memerah saat mengatakan kata terakhir. Rasanya malu sekali, ini pertama nya Hongbin mengutarakan perasaan pada orang lain. Biasanya orang lain yang selalu berlomba-lomba menyatakan perasaan padanya. Saat ini keadaannya jadi berbalik.

"Ini tidak benar"

Leo berdiri, melangkah mengabil kemejanya yang tergeletak di lantai. Hongbin menatapnya bingung. Leo kembali memakai kemejanya. Dia menatap Hongbin.

"Dengar, aku tidak menyukaimu. Jadi berhentilah melakukan tindakan bodoh, atau mengejarku. Mengerti?" Hongbin cemberut.

"Aku tidak mau" Teriaknya nyaring, Leo mendesah keras. Frustasi dengan sikap Hongbin yang seenaknya.

"Aku akan mengatakan kebenarannya pada semua orang, bagaimana-pun caranya aku tidak akan membuat pertunangan kita terwujud"

Hongbin membelalak, dengan cepat dia turun dari ranjang dan menghampiri Leo.

"Kau tidak bisa melakukannya"

"Tentu aku bisa"

"Aku akan menghentikanmu, Bagaimana-pun caranya"

Leo menyeringai, menatap Hongbin dengan tatapan menantang. Jika Hongbin ingin mengajaknya bertarung, baiklah. Leo akan dengan senang hati meladeninya.

"Jika kau bisa, cantik"

Leo mendorong Hongbin keras, yang di dorong memekik dan jatuh keras di lantai. Hongbin meringis, dia akan memarahi Leo namun menjadi panik ketika Leo berlari keluar dari kamar dan menutup pintu.

"Yakks, tunggu!" Hongbin berdiri, berlari untuk mengejar Leo. Namun pintunya tidak bisa dibuka, Leo menguncinya dari luar.

"Leeooo, buka pintunyaaaa!"

Hongbin berteriak, dia memukul-mukul pintu berharap Leo luluh dan mau membuka pintunya. Hey... terkunci dikamar Hotel bukanlah hal yang menyenangkan.

Tapi berteriak sekeras apapun, menggedor pintu sekuat apapun, Leo tetap tidak membuka pintu darinya. Karena nyatanya Leo sudah pergi meninggalkan Hongbin.

Masa bodoh dengan Hongbin, Leo tidak peduli. Berbaik hati pada Hongbin hanya akan membuat Hidupnya sulit.

Aww... Leo, kau benar-benar ingin ku bunuh. Bersiap-siaplah sayang, Mamaku punya banyak pisau dapur jika kau ingin tahu.

Jadi buka pintunya atau aku akan menghilangkan seluruh cafein yang ada di Korea. Aku tau kau suka kopi.

Leo keluar dari lift dengan perasaan dongkol, persetan dengan Hongbin yang dia kunci di kamar Motel, dia tidak peduli.

Saking kesalnya pada Hongbin, Leo jadi tidak fokus saat berjalan. Leo tidak sengaja menabrak dua orang laki-laki di yang sedang mabuk, dan menjatuhkan kuncinya.

"Hey, hati-hati kalau jalan. Apa kau inginku bunuh"

Tanpa peduli, Leo mengambil kuncinya kembali dan segera berjalan pergi dengan dingin. Mengabaikan dua orang pemabuk yang terus menggerutu karena sikap kurang ajar Leo.

"Sialan dia cari mati"

Salah satunya yang terlihat seperti pria berumur 30 tahun mencoba menyusul Leo, siap memberinya pukulan. Namun temannya segera menghentikan-nya sebelum dia berhasil mencapai Leo.

"Sudahlah, kita disini untuk bersenang-senang. Ayo kita pergi ke kamar kita"

Orang itu tertawa, tubuhnya sedikit linglung tapi berusaha agar tetap tegak. Dia mengambil kuncinya yang juga terjatuh dan segera menarik temanya yang berumur 20 tahun untuk masuk kedalam lift.

"Kau benar, ayo kita bersenang-senang"

Keduanya melangkah pergi dengan terhuyung-huyung. Menyanyi denga keras di dalam lift.

Dasar Hotel murahan, dua orang pemabuk saja dibiarkan masuk. Ku suruh Papa menggusur tempat kalian baru tau rasa.

"Apa maksudmu, kuncinya tertukar?" Leo menatap wanita resepsionis berusia 21 tahun di depannya dengan kesal.

"Iya tuan, seingatku seharusnya kunci ini milik dua orang laki-laki yang baru saja datang kemari. Anda mengembalikan kunci yang salah tuan"

Leo menatap jengkel, dia hanya ingin cepat pulang, dan sekarang apa lagi?

"Terserah, aku tidak peduli"

Leo segera pergi dengan dingin, tidak mengindahkan keluhan sang resepsionis. Wanita itu gelagapan, dia ingin mengejar Leo tapi ragu karena wajah dingin Leo.

Leo tidak peduli, toh mereka bisa menukarkan kembali kuncinya sendiri. Dan bagus jika mereka juga bisa membebaskan Hongbin yang dia kunci dikamar.

Samar-samar Leo mendengar pembicaraan dua resepsionis itu sebelum akhirnya dia benar-benar keluar dari Hotel.

"Biarkan saja. Dilihat dari penampilannya, seperti-nya dia tidak menggunakan kamarnya untu berhubungan sex. Meski aku sedikit bingun, kemana laki-laki tampan yang bersamanya tadi"

Leo tidak peduli pada Hongbin. Semua yang terjadi hari ini bukan karena Leo, tapi karena ulah Hongbin sendiri.

Leo menghentikan Taxi, melirik sekilas pada Hotel yang dia tinggalkan. Dia termenung sebentar, lalu segera naik kedalam Taxi. Tanpa menunggu lama, Taxi segera melaju pergi.

.

.

.

.

Hongbin merosot ke lantai, tenggorokkan-nya kering. Dia sudah berteriak sedari tadi, tapi Leo tetap tidak membuka pintunya. Hongbin putus asa, mungkin Leo sudah benar-benar meninggalkannya.

Bola mata Hongbin berkaca-kaca. Dia dikunci di sebuah Hotel sendirian. Hongbin bahkan tidak tahu dimana dia sekarang, dia juga lupa tidak membawa ponselnya.

Sekarang, apa yang harus Hongbin lakukan?

Ceklek

Hongbin tersentak ketika pintu kamarnya kembali terbuka, dia tersenyum lebar. Menyangka yang membuka kamarnya adalah Leo.

Namun senyumnya segera luntur ketika yang dia lihat adalah orang lain.

"Si-siapa kalian?"

Dua orang laki-laki di depan Hongbin saling berpandangan bingung, berpaling menatap Hongbin dari bawah kaki sampai atas kepala. Lalu sedetik kemudian keduanya menyeringai seram. Hongbin menelan salivanya gugup, dan berjalan mundur.

"Halooo... apakah kau disini hadiah untuk kami berdua?"

Kedua laki-laki itu menutup pintu, menguncinya, dan berjalan mendekati Hongbin. Jantung Hongbin berdebar, seperti ingin meledak. Hongbin ketakutan, lebih ketakutan dibandingkan saat bersama Leo.

"Bukan. Aku... aku harus pergi"

Hongbin berlari menerobos keduanya, belum sempat dia keluar dari kamar rambutnya sudah dijambak dari belakang. Hongbin berteriak kesakitan, dia meringis dan ingin menangis.

"Mau kemana sayang, eum?"

"Ah... akh"

Rambut Hongbin dijambak semakin keras, dia ditarik ke belakang tanpa perasaan. Sekarang Hongbin berdiri di atara keduanya. Hongbin memejamkan matanya menahan sakit, dia terus meringis pelan.

Hongbin sayang, jangan terus meringis. Mereka bisa semakin bernafsu padamu. Oh bayikuuuu T_T

Tanpa sadar air mata Hongbin mengalir dari pelupuk matanya, dia ketakutan.

Sangat.

"Jangan pergi begitu saja sayang, kita bahkan belum bersenang-senang"

Hongbin memejamkan matanya semakin erat, kepalanya sakit. Pria itu menjambak Hongbin tanpa perasaan. Hongbin memegang tangan orang yang menjambaknya.

"Sa-sakit" Hongbin terisak pelan.

"Sakit?" Hongbin mengangguk, lalu meringis.

"Tidak apa-apa setelah ini kau akan merasa lebih baik"

Setelah menyelesaikan ucapannya, pria yang menjambak rambut Hongbin melemparkan-nya ketempat tidur. Hongbin memekik.

Belum sempat Hongbin bangun, pria yang kelihatan lebih tua segera melayang di atas tubuhnya. Sementara pria satunya lagi duduk di samping Hongbin, mengunci kedua tangan Hongbin di atas kepala.

"Hiks... hiks... lepaskan aku, kumohon"

Hongbin menangis, tubuhnya bergetar hebat. Dia merasa seperti kijang dalam kungkungan dua srigala lapar. Hongbin takut, dia ingin pulang.

Seseorang tolong datang dan selamatkan Binnie-ku. Siapapun yang berhasil menyelamatkan Hongbin, akan mendapatkan pelukan hangat dan penuh cinta dari Mamaku.

Kumohon, pleaseee.

Dua orang pemabuk itu tidak mendengarkan tangisan Hongbin. Mereka tertawa keras. Demi apapun, Hongbin seperti harta karun berharga. Mereka akan menyesal jika hanya melepaskan Hongbin tanpa mencicipi-nya terlebih dahulu.

Pria yang berada di atas Hongbin menurunkan wajahnya, menyembunyikan-nya di leher Hongbin. Tubuh Hongbin menegang, dia merinding merasakan hembusan nafas hangat yang menyentuh kulit lehernya. Hongbin merasa jijik, dia menangis semakin keras.

"Huhuhu... lepaskan aku, kumohon lepaskan aku"

Pria yang paling tua mencium leher Hongbin pelan, menghirup aroma Hongbin yang memabukkan. Hongbin tersentak kecil, dia terengah-engah. Rasanya menggelitik, aneh, tapi rasa sedikit kenikmatan. Hongbin merasa jijik pada dirinya sendiri.

"Kau begitu manis"

Pria berusia 30 tahun itu berbisik pelan di teling Hongbin. Tubuh Hongbin bergetar, Jantungnya berpacu.

"Kau begitu menggairahkan, aku jadi tidak sabar ingin membobol lubangmu. Menyodoknya dengan keras menggunakan adik kecilku yang besar"

Hongbin merasakan gejolak aneh dalam dirinya. Tubuhnya terasa lemas hanya karena kata-kata kotor pria di atasnya. Air mata mengalir semakin deras.

Hongbin ingin pulang.

Leo, tolong kembali dan selamatkan Hongbin.

Kumohon!

"Sialan kau, aku jadi semakin terangsang"

Pria yang berusia dua puluh tahun menggerutu, sesuatu di daerah selatannya menegang. Dia sudah tidak sabar, dia tidak ingin menunggu lebih lama.

"Ayo kita lakukan bersama saja"

"Ide bagus"

Hongbin merasa begitu kecil, seperti semut yang dapat di injak kapan saja. Pria yang berada di atas Hongbin membuka sabuk celananya. Bola mata Hongbin melebar, dia menatapnya penuh takut.

"A-apa yang mau kalian lakukan, kumohon... lepaskan aku"

Hongbin menangis dan terisak. Dia menatap keduanya dengan tatapan memelas. Berharap mereka akan luluh. Tapi sekali lagi, Hongbin diabaikan.

Yang terpenting sekarang adalah hasrat mereka dapat terpenuhi.

Pria itu menggunakan sabuknya untuk mengikat tangan Hongbin di atas kepala. Hongbin mencoba memberontak, dia menggerakkan tubuhnya liar.

"Jangan, kumohon lepaskan aku"

"Jangan bergerak, brengsek"

Plakkk

Hongbin memejamkan matanya. Air mata Hongbin mengalir tanpa henti, matanya sudah sembab dan membengkak. Pipi kanannya memerah, kontras sekali dengan kulit pucatnya. Hongbin di tampar begitu keras. Rasanya sangat perih, dan sakit.

Hongbin tidak mau disini, dia ingin pergi memeluk Mama dan Papanya. Hongbin ingin pulang, Hongbin sangat ingin pulang.

Cengkraman ditangannya terlepas, kedua tangannya telah terikat oleh sabuk dengan sangat kuat. Tangannya sakit, tapi hatinya yang ketakutan lebih terasa sakit.

"Nah, sekarang waktunya bersenang-senang"

Hongbin menggelengkan kepalanya lemah, menatap dua pria yang menghimpit-nya ditempat tidur dengan air mata yang terus mengalir. Hongbin putus asa.

"Kumohon, lepaskan aku"

Ini pertama kalinya Hongbin berbicara dengan begitu lemah. Melupakan harga dirinya yang selama ini selalu di junjung tinggi. Tapi dua pria di atas tubuhnya tidak peduli. Yang penting sekarang, mereka akan bersenang-senang.

"Tenanglah manis, aku yakin kau akan menyukainya"

Pria berusia 30 tahun itu berbisik dengan suara yang dalam. Hongbin merinding, tubuhnya kembali tegang. Perlahan, pria itu memberikan ciuman-ciuman kecil disepanjang leher putih Hongbin. Hongbin terengah-engah, dia bergerak gelisah. Mencoba melepaskan tangannya yang terikat.

Pria satunya lagi ikut menjilat leher Hongbin, mencium, dan mengigitnya pelan. Hongbin merengek, tanpa sadar mendesah pelan.

"A-akh... ah... akkhh"

Desahan demi desahan keluar dari bibir cery Hongbin. Dua orang pria tidak dikenal sedang membuat tanda merah di lehernya. Tubuh Hongbin lemas, tenaganya seolah terkuras habis.

Ini pertama kalinya Hongbin merasakan hal seperti ini. Rasanya menjijikan, tapi entah kenapa tubuhnya bereaksi berbeda. Meski sedikit terasa perih, tapi rasanya juga sedikit bagus. Hongbin tanpa sadar mendongakkan kepalanya. Membiarkan dua pria asing di atas tubuhnya, untuk membuat lebih banyak tanda dilehernya.

"Kau manis, sayang. Sangat manis"

Pria yang lebih muda sepuluh tahun dari temannya menjilat telinga Hongbin, mengulumnya sensual. Sementara tangan kanannya masuk kedalam pakaian Hongbin.

Tubuh Hongbin menggelinjang, merasa geli ketika sebuah tangan mengusap perutnya dengan gerakan sensual. Ini pertama kalinya. Rasanya cukup bagus. Hongbin mulai kehilangan dirinya sendiri di tangan dua pria asing. Bibir Hongbin terbuka, mengalunkan desahan demi desahan.

"Hahh... ah... ha-ahhh"

Hongbin, sayangku. Kuhomoh, selamatkan dia. Seseorang, siapapun kumohon.

Pria yang paling tua memarik wajahnya dari leher Hongbin. Dia mencium pipi Hongbin, dan menggigit nya pelan. Menghisap bagian lesung pipit Hongbin dengan sesnsual.

"Ahh... hahh"

Kedua bola mata Hongbin sudah tidak bisa terbuka sepenuhnya, tatapannya sayu. Wajahnya memerah menahan libido, bagian selatannya terasa mengeras. Bibirnya terbuka, mendesah tanpa henti.

"Hahh.. hmm... ahmpttt"

Sebuah bibir tebal membungkam mulutnya yang terbuka. Membawa Hongbin kedalam ciuman panas. Hongbin tidak berpengalaman dalam ciuman, dia hanya bisa mendesah tertahan.

Oh my Hongbinnieeee, ini sudah terlalu jauh. Hongbinku yang malang T_T

Bibir bawah dan bibir bagian atas Hongbin dikulum secara bergantian. Disedot, dan dijilat. Hongbin mengerang dalam ciuman ketika lidah pria itu masuk dan mengaduk isi mulutnya. Mengabsen setiap giginya, dan menghisap lidahnya, kuat.

"Hmmpttt"

Hongbin mengerang keras dalam ciuman, suara desahan yang tertahan mengisi setiap sudut ruangan. Entah saliva milik siapa mengalir melewati dagunya.

"Sialan, mau sangat enak. Bibirmu luar biasa"

Ciuman itu terlepas. Hongbin terengah keras, dadanya naik turun tidak beraturan. Dia mencoba menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Tapi baru sebentar, bibirnya sudah kembali di lahap pria tadi. Kembali mencium Hongbin dengan panas.

"Hammpp... hahhmpptt"

Pria yang lebih muda kesal karena dia tidak mendapat bagian untuk mencium Hongbin. Dengan dongkol, dia menarik pakaian Hongbin hingga atas leher. Menampilkan dua puting coklat Hongbin yang menggoda. Pria itu menjitat bibirnya, lalu dengan tidak sabar meraup nipple Hongbin kedalam mulutnya.

Hongbin terbelalak, ini terlalu banyak. Tubuhnya bergetar hebat. Dia tidak bisa menangani semua kenikmatan ini. Rasanya Hongbin bisa pingsan.

"Ahh... hahh... hahh"

Hongbin mendesah keras ketika ciuman itu terlepas. Tanpa sadar mencondongkan dadanya ke atas, meminta lebih.

Pria 20 tahun itu mengulum nipple Hongbin dengan rakus, menjilatnya sensual, dan menggigitnya pelan. Dia melakukannya bergantian dengan nipple yang satunya.

Sesekali nipple Hongbin digigit lalu ditarik mengunakan gigi. Hongbin mengerang antara sakit dan nikmat. Nipple nya basah oleh saliva, bengkak, dan memerah. Tangannya yang bebas tidak henti membelai tubuh mulus Hongbin.

"Akkhh... hahh" Rasanya benar-benar bagus. Hongbin mendesah tanpa henti.

Pria 30 tahunan itu sebal melihat temannya dapat membuat Hongbin mendesah keenakan. Tanpa pikir panjang dia segera membuka celana Hongbin beserta underwear miliknya, celananya di lempar entah kemana. Memperlihatkan kesejatian Hongbin yang sudah mengacung tegang, dan mengeluarkan sedikit percum.

Pria itu menyeringai, menjilat bibirnya. Menurunkan wajahnya, perlahan dia mencium kesejatian Hongbin. Hongbin tersentak, dia terengah dan mendesah semakin keras.

"Hahh... ah ah.. hahh"

Penis milik Hongbin dikulum, sesekali dijilat, dan di bergetar Hongbin menggelinjang nikmat.

Pria itu menggoda lubang penis Hongbin dengan lidah nya, menyedotnya kuat, lalu kembali mengulumnya sensual. Kedua tangannya yang bebas mengusap paha Hongbin dan bermain dengan twin Ball nya.

Sementara Pria satunya lagi menurunkan wajahnya, menjilat perut Hongbin hingga pusar. Meninggalkan jejak saliva di setiap jalan yang dilalui lidahnya. Mengigitnya, dan meninggalkan tanda kemerahan di perut Hongbin.

Hongbin membanting kepalanya, menguburnya lebih dalam pada bantal. Peluh membanjiri tubuhnya. Dia memejamkan kedua matanya, bibirnya terbuka mendesah keras tanpa henti. Tubuhnya bergetar. Ini terlalu banyak, sangat nikmat. Kaki dan tangannya melengkung diatas ranjang.

"Akuhh... hentiakhh... hah ahh"

Seuatu dalam diri Hongbin ingin keluar. Penisnya berkedut dalam mulut pria 30 tahun itu. Hongbin menggelinjang, dan mendesah semakin keras. Dia tidak tahan lagi.

Air mata Hongbin kembali mengalir, dia mengelengkan kepalanya kekanan dan kekiri.

Ini terlalu banyak. Hongbin tidak tahan. Kepalanya pusing, matanya berkunang-kunang.

"Akk... ahh.. AKKKHHH"

Tubuh Hongbin melengkung parabol, dia menghempaskan kepalanya keatas bantal dengan kuat, matanya terbelalak, dan mulutnya terbuka lebar. Ini adalah klimak pertamanya. Rasanya tidak bisa di jabarkan, ini terlalu luar biasa.

Hongbin klimak dimulut pria yang lebih tua, pria itu melenan seluruh sari Hongbin tanpa rasa jijik.

"Kau sangat manis"

"Hahh... ahh"

Tubuh Hongbin lemas, dia seperti ikan kehabisan air di atas ranjang. Dia lelah, dan tidak berdaya. Rambutnya lepek, tubuh dan wajah Hongbin basah oleh keringat.

Hongbin kacau.

"Ahh.. hahh"

Hongbin mendesah pelan ketika pria itu kembali menyedot penisnya pelan, menjilat sisa cum Hongbin di sepanjang penisnya. Hongbin menggelengkan kepala. Dia tidak mau lagi, dia tidak kuat. Tanpa sadar Hongbin kembali menangis, dan terisak.

Kedua pria itu menghentika aktivitasnya di tubuh Hongbin. Mereka berdiri, segera melucuti pakaian masing-masing. Ini waktunya ke bagian ini, bagian yang paling di tunggu-tunggu.

"Ini waktunya kami membobol lubang sempitmu, sayang"

Pria 30 tahun itu menarik tubuh lemas Hongbin agar duduk di pangkuannya. Hongbin tidak berdaya, dia tidak punya tenaga lagi untuk bergerak ataupun melawan. Pria yang berusia 20 tahun menempatkan diri di depan Hongbin. Dia memisahkan paha Hongbin, melebarkannya seluas mungkin.

Hongbin merengek pelan, tubuhnya benar-benar lemas. Dia menangis, mendesah pelan merasakan sesuatu yang keras menggoda lubangnya.

Pria di depannya mengocok penisnya sendiri, dia menyeringai nakal, dan meringsut mendekati Hongbin dengan penis yang mengacung sempurna. Dia melepaskan ikatan tangan Hongbin, tau bahwa Hongbin tidak mungkin dapat meloloskan diri lagi. Pria itu berbisik sensual di telinga Hongbin.

"Kau ingin kita bermain seperti apa? Keras, cepat, dalam, tanpa ampun. Begitu, eum?"

Hongbin menggelengkan kepalanya lemah. Dia masih menangis, dan terisak tidak berdaya.

"Kau bisa menanmpung dua penis sekaligus-kan sayang. Karena kami sudah tidak sabar lagi untuk mengaduk lubangmu dengan keras. Lebih kasar lebih nikmat bukan"

"Jangan, hiks... hiks... jangan"

Hongbin terus menangis, isakannya semakin keras. Dia menggelenkan kepalanya tidak berdaya di pangkuan pria 30 tahun.

Hongbi tidak mau.

Dia tidak mau.

Mama, Papaaa... tolong Hongbin.

"Akkhhh"

Tubuh Hongbin menegang, dia terbelalak. Tanpa sadar Hongbin memeluk tubuh pria di depannya, menyembunyikan wajannya di celeruk leher, dan memejamkan mata erat.

"Sa... sakit.. akhh... sakittt"

Air mata Hongbin mengalir semakin deras. Lubang nya sakit, perih. Dua benda yang keras mencoba membobolnya. Hongbin terengah keras, mencakar punggung pria di depannya, dan mengigit bahunya keras.

"Hahh... hahhh" Hongbin bernafas lega ketika mereka menarik penisnya kembali sebelum sempat memasuki lubang Hongbin.

"Hey, biarkan aku dulu yang masuk. Susah jika harus masuk bersamaan seperti ini"

Hongbin menangis lemah. Bagaimana-pun Hongbin tahu dia tidak akan selamat. Dia menyesal, Hongbin ingin kembali pada Mama dan Papanya di Jepang.

"Tidak bisa, biarkan aku dulu yang masuk. Dia mengigit bahuku begitu keras, rasanya sangat sakit bodoh"

"Baiklah, baiklah. Kau duluan"

Setelah keduanya sepakat siapa yang akan masuk duluan. Keduanya kembali bersiap. Hongbin masih menangis. Dia membenci dirinya sendiri yang malah tidak bisa melakukan apapun di saat seperti ini.

"Bersiaplah manis, aku akan masuk"

"Akkhh... akhh"

Tubuh Hongbin kembali menegang, lubangnya sekali lagi mencoba di bobol paksa. Hongbin terus menangis dan terengah-engah. Mencakar punggung pria di depannya lebih dalam.

.

.

.

.

.

.

Brraakkk

.

.

.

Eh?

Pria di depan Hongbin hanya baru berhasil memasukkan kepala kemaluannya di lubang sempit Hongbin, dia tertegun ketika pintu kamar mereka di buka paksa oleh orang tak dikenal.

Keduanya, kecuali Hongbin menoleh ke arah pintu.

Disanalah Leo betdiri, menatap dua orang pria yang menghimpit tubuh Hongbin dengan nyalang. Dia mengepalkan kedua tangannya erat. Giginya bergemeletuk menahan emosi.

Oh myy goddd... Leo-yaaaa, aku padamuuuuu

"Hey, apa yang kau lakukan disini? Cepat tutup pintunya, dan pergi dari sini!"

Pria yang berumur 20 tahun berteriak kesal pada Leo. Kemaluannya tersiksa, ingin segera membobol lubang sempit Hongbin. Tapi sekarang apa? Dasar pengganggu.

"Hey... kau dengar dia, cepat pergi dari sini"

Pria yang lebih tua ikut berteriak pada Leo. Tapi Leo tetap tidak bergeming. Tatapannya yang tajam jatuh pada tubuh bergetar Hongbin yang terlihat tidak berdaya. Isikan-isakan lirih masuk ke telinga Leo. Dia menggeram marah.

"SIALAM KALIAN BERDUA"

Leo murka, bergerak dengan gesit menghampiri dua pria bajingan yang melecehkan Hongbin. Sementara sang tersangka hanya menatap Leo bingung tak mengerti.

Leo menarik tubuh pria yang lebih tua, membuat tubuh Hongbin yang berada di pangkuannya oleng dan jatuh terlentang lemas di atas tempat tidur. Leo mendorong pria itu kelantai lalu menonjoknya tanpa ampun.

Merasa terhina, temannya yang lebih muda mencoba menolong. Tapi Leo yang sedang marah adalah Iblis.

Dengan ganas Leo melayangkan pukulan secara bergantian pada dua pria itu. Mereka tidak bisa melawa. Leo sangat kuat dan cepat.

Hongbin terbaring lemah, kedua mata sayunya menatap Leo yang sedang mengamuk. Air mata Hongbin kembali mengalir, tangan kecilnya mencoba menggapai Leo yang tampak jauh. Tapi tidak bisa, tangannya kembli jatuh tak berdaya di atas seprei.

Tubuh telanjang Hongbin meringkuk menjadi bola, menangis dan terisak keras. Hongbin merasa dirinya sangat kotor.

Leo berbalik menatap Hongbin, dua pria itu sudah pingsan tidak berdaya dilantai. Dia tertegun, menatap Hongbin penuh penyesalan.

"Hongbin!"

Hongbin menangis semakin keras. Leo mengigit bibir bawahnya. Perlahan berjalan menghampiri Hongbin tanpa suara.

Leo menatap Hongbin iba. Tubuh yang meringkuk di depannya sangat kacau. Celananya tergeletak di lantai, pakaiannya tersingkap, dan kusut. Rambutan berantakan dan lepek. Tubuhnya Hongbin mengkilap karena keringat, sisa-sisa semen Hongbin terlihat meluncur dari kedua pahanya.

Leo menyesal. Sangat. Bagaimana Leo harus memperbaiki segalanya?

Leo segera membungkus tubuh Hongbin dengan selimut, menggendongnya ala bridal style lalu membawanya pergi.

Hongbin menangis dalam gendongan Leo, meremas selimut erat, dan menyembunyikan wajahnya di dada Leo.

Leo berjalan keluar dari Hotel dengan dingin. Mengabaikan tatapan bingung orang-orang yang melihatnya. Beberapa pegawai Hotel ingin menghentikan Leo karena membawa properti Hotel. Tapi melihat wajah Leo yang tidak bersahabat membuat mereka takut. Akhirnya mereka membiarkan Leo pergi begitu saja.

Leo membawa Hongbin keluar dari Hotel, dia berjalan menghampiri mobil sport miliknya yang terparkir di pinggir jalan. Leo mendudukkan Hongbin di kursi penumpang dekat kemudi. Leo segera masuk ke sisi lain dan duduk di depan kemudi.

Hongbin meringkuk di samping Leo. Menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Menangis, dan terisak.

Leo mengusak rambutnya frustasi. Dia menyesal. Sangat.

Setelah sampai di Rumah Leo tidak bisa berhenti memikirkan Hongbin. Dia takut Hongbin akan terkunci disana hingga besok. Jadi Leo kembali, untuk memastikan apakah Hongbin sudah keluar atau belum.

Namun apa, ternyata kenyataannya lebih buruk dari yang dia kira. Ini salahnya. Apa yang harus Leo lakukan?

Leo menyandarkan kepalanya pada dashboard mobil. Suara isakan Hongbin mengisi telinganya. Leo memejamkan mata, dia mendesah berat dan kembali bersandar pada kursi dengan frustasi.

Harus bagaimana sekarang?

Seseorang, tolong beritahu Leo.

.

.

.

Leo-ya. Terima kasih sudah menyelamatkan Hongbin ku. Aku tau ini salahmu. Tapi menyalahkan diri sendiri juga tidak akan mengubah apapun. Sekarang berpikirlah lebih dewasa. Selesaikan masalahmu dengan kepala dingin.

Aku tau, kau tidak akan mengecewakan-ku.

Kamu mungkin brandalan, tapi aku sudah terlalu lama mengenalmu. Aku percaya pada mu.

.

.

.

.

Tobe continue!

.

.

.

Kembali lagi dengan aku, si tampan Cha Hakyeon.

Semuanya, sampai jumpa pada bagia kedua dari cerita ini. Kuharap kalian mau menunggu. Kan ku ceritakan perjalanan dari kisah cinta Hongbinnie ku yang malang pada chapter berikutnya.

Kalian mau kan, menunggu dan membaca chap selanjutnya.

Jika kalian mau, kalian akan mendapat ciuman dari Papaku.

Ok sampai jumpa semuanya.

Salam cinta dari aku, Cha Hakyeon si manusia tersexy di dunia 😘