Jalan Menuju Ashura

.

Fasis yang baik adalah fasis yang mati

-Homicide: Puritan

.

"Buka!"

Suara gedoran pintu terdengar, berpacu bersama degup jantung kami yang semakin cepat.

"Kami dari kepolisian Ashura! Buka pintunya atau kami dobrak!"

Semua orang di sini panik.

Bahkan Roxy dan Sylphy sudah mondar-mandir tak tentu arah. Rujeird yang biasanya tenang juga mulai menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.

"Kami ulangi lagi, kami dari kepolisian. Di mohon bagi siapapun di sini untuk bisa berkoordinasi dengan kami dan membuka pintunya!"

Semua ini akibat tulisan kami di Harian Rakyat.

Tulisan yang intinya adalah pengecaman terhadap penyerangan kerajaan ke bagian utara, sementara rakyat masih kelaparan.

Walau tingkat buta huruf di sini masih tinggi, tapi dengan bahasa yang mudah dipahami, berita ini menyebar dari mulut ke mulut lebih cepat dari wabah rajasinga.

Percikan api mulai menghangat dalam sekam dan kerajaan mau tak mau bertindak.

Dan di sinilah kami.

Di kontrakan lantai dua yang kami bayar dengan hasil pas-pasan penjualan berita.

"Bagaimana ini? Aku tak mau ada di penjara lagi."

"Tenang Sylphy, bukankah ini apa yang ingin kita capai?"

"Apa maksudmu?! Dipenjara? Jika sampai mereka menangkap kita, aku bahkan tak tahu apa yang akan terjadi!"

"Oh ayolah, ini yang kelima tahun ini, biasakan dirimu."

Yah, hanya Eris yang dari tadi masih santai. Bahkan wajahnya menampakkan kepuasan.

"KARENA INI YANG KELIMA!" Sylphy mulai emosi dan mencengkram kerah Eris. "Aku ini masih 23 tahun dan setahun harus lima kali masuk penjara, apa yang harus ayah dan ibuku pikirkan terhadap anaknya ini, Eris!"

"Wosh, santai Non! Jangan ngegas gitu dong."

Ada sepuluh orang di ruangan ini.

Dan hampir semuanya punya wajah yang menyiratkan kalau mereka ingin menampar Eris.

Tapi mengesampingkan itu semua, Eris dengan santai melepaskan diri dari Sylphy.

Dia berdiri dan menghisap kopi di meja Rujeird.

"Kita sudah lima kali ditangkap, dan baru kali ini aku lihat mereka membawa sebanyak itu polisi. Apa artinya?"

Biasanya hanya satu kereta polisi.

Sekarang mereka membawa lebih dari tiga kereta.

"Yang ngehajar kita bakalan semakin banyak?"

"Diam, Rudi!"

Hei, aku hanya menjawabmu.

"Suara kita semakin ditakuti! Semakin kita dibungkam, semakin penasaran rakyat. Mereka akan terus mencari, dan menjadi sadar bahwa perubahan bukan sesuatu yang mustahil!"

"Tapi kita tidak harus mengorbankan diri kita!"

"Jika hasilnya adalah runtuhnya sistem sialan ini, aku rela mengorbankan apapun!"

Setelah mendengar Eris, semuanya mengehela napas.

Suara kepolisian semakin mengerikan.

"Baiklah, karena kami tak mendapatkan jawaban, terpaksa kami akan buka secara paksa pintu ini!"

Brak!

Dan pintu lantai pertama jebol.

"Lagipula, apa yang bisa kita lakukan? Meminta maaf? Memang kalian mau minta maaf atas sesuatu yang benar menurut kalian?" Eris menatap seluruh penjuru ruangan dengan teliti. "Jeruji penjara lebih nyaman dari kesengsaraan yang kita terima selama ini!"

Degup jantung kami semakin menurun.

Keyakinan samar-samar terpancar dari wajah kami.

Ini bukan akhir.

Ini adalah awal.

Dan Eris kemudian membuka pintu ruangan kami lalu bilang dengan senyum.

"Badai ada di depan kita."

Kami pun tersenyum.

"Jagan sampai kau kehilangan kepala!"

Dan dengan kalimat itu, kami menyerahkan diri ke kepolisian.

.

.

Baru prolog. Dan bagi yang tau, ini mirip sken awal di The Young Karl Marx.

Btw, bagian akhir itu dari kata-kata Tan. Storm ahead, don't lose your head! Sebelum dia mati.

.

.

.

Moga Untung Luganda, out.