Title : Stay

Rate : T

Main cast : Hong Jisoo / Hong Joshua

Yoon Junghan

Wen Junhui / Jun

Jeon Wonwoo

Warning : Typo dimana-mana dan bahasa tidak sesuai EYD

Yaoi

Summary : Jisoo dan Junghan pernah bersama saat mereka masih kanak-kanan, namun mereka terpisah saat Jisoo harus pergi meninggalkan desa. Kini, Jisoo kembali ke desa dan kembali bertemu dengan Junghan dalam bentuk berbeda dan dalam keadaan hilang ingatan. Jisoo x Junghan , Joshua x Jeonghan , JiHan , Seventeen

.

Menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Jangan memakai kata-kata kasar yang menyakiti hati author dan membuat mood menulis author menurun

.

Terinspirasi dari salah satu anime Jepang (lupa judulnya)

.

Happy Reading

.

"Dia terlambat." uap mengepul keluar dari celah bibir seorang lelaki yang sedang duduk di bangku kayu dekat stasiun. Hal ini pertanda bahwa cuaca kali ini semakin dingin. Tangan lelaki tadi memeluk tubuhnya sendiri, ia berharap hal ini dapat sedikit saja membuat tubuhnya menghangat, karena jaket merah tebalnya pun juga sama sekali tak membantu menghangatkan tubuhnya. Di sebelah kakinya yang berbalut celana bahan berwarna hitam, terdapat sebuah koper besar dengan label kecil di pinggirannya. Label itu bertuliskan namanya, "Jisoo" itu tulisan yang tertera.

Salju turun cukup lebat hari ini. Semua jalanan, pohon dan atap-atap rumah serta gedung-gedung tinggi tertutup salju. Semuanya serba putih.

Derap langkah kaki yang terburu-turu mendekati lelaki pemilik koper bernama Jisoo yang sedang duduk di kursi kayu tadi. Tepat di hadapan Jisoo, orang yang tadi berlari berhenti. Ia segera membungkuk memegangi lututnya. Ia terengah. Ia mencoba mengais oksigen sebanyak mungkin.

"Rambutmu penuh dengan salju." itu adalah ucapan pertama yang dikeluarkan orang yang tadi berlari.

"Tentu saja, aku sudah menunggumu lebih dari satu jam di sini." jawab Jisoo sinis.

"Apa kau kedinginan?" tanya orang yang tadi berlari sembari membersihkan salju-salju yang bersarang di rambut hitam Jisoo dan hanya deheman yang ia dapat sebagai jawaban.

"Ternyata sudah tujuh tahun lamanya ya? Apa kau masih ingat namaku?" tanya orang tadi sembari menatap Jisoo dengan mata berbinar.

"Bagaimana denganmu? Apa kau masih ingat namaku?" bukannya menjawab, Jisoo justru bertanya hal yang sama.

"Hong Jisoo." jawabnya sembari tersenyum cerah.

"Huiji." jawaban dari Jisoo sontak membuat senyum orang tadi memudar. Bibir orang itu maju beberapa milimeter- pertanda kesal-.

"Bukan!" sentak orang tadi.

"Alexa."

"Jisoo, aku laki-laki!" bentaknya sembari menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuknya yang lentik.

"Aish lama-lama aku bisa mati kedinginan kalau di sini terus." keluh Jisoo yang langsung memeluk tubuhnya sendiri lebih erat dari sebelumnya.

"Namaku..."

"Ayo cepat kita pergi dari sini." Jisoo memotong ucapan orang tadi. Jisoo segera berdiri dan berjalan mendahuluinya yang masih menunjuk wajahnya sendiri.

"Jisoo, namaku..."

"Ayo pulang." Jisoo menghentikan langkah kakinya, lalu ia berbalik menghadap orang tadi. "Wen Junhui." sambung Jisoo sembari memberikan senyum malaikatnya kepada Junhui–orang yang tadi berlari-.

"Ayo!" Junhui tampak sangat bahagia begitu tahu bahwa Jisoo masih mengingat namanya. Sambil tersenyum cerah, Junhui langsung berlari menghampiri Jisoo.

.

.

7 tahun sudah Jisoo meninggalkan desa kecil ini, sudah 7 tahun juga ia tak bertemu dengan ibu tirinya-Heechul- yang sekaligus ibu dari Junhui dan Junhui juga tentunya.

Ibu dan ayah kandung Jisoo bercerai saat Jisoo berumur 5 tahun. Lalu hak asuhnya pun jatuh ke tangan sang ayah dan otomatis Jisoo harus tinggal dengan ayahnya.

Satu tahun kemudian, ayah Jisoo memutuskan untuk menikah dengan Heechul. Jisoo sangat bahagia dengan keluarga barunya. Ibu tirinya sangat baik, adik tirinya pun juga sangat menyayanginya. Namun, kebahagiaan Jisoo kembali direnggut. Ayah kandung Jisoo meninggal dalam sebuah kecelakaan diusianya yang ke 10.

Kabar duka ini sampai pada telinga ibu kandung Jisoo. Ibu kandung Jisoo yang saat itu sudah kembali berkeluarga, datang ke kediaman Heechul dan mengambil hak asuh Jisoo. Jisoo pun dipaksa tinggal dengan keluarga barunya di Los Angeles dan meninggalkan rumah ibu tirinya.

Memikirkan masa lalu hanya akan membuat Jisoo sedih. Namun, kini ia sudah berkumpul bersama dengan ibu tiri dan adik tirinya. Ia sudah bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.

Untuk apa ia bersedih lagi?

Saat ini, Jisoo, Heechul dan Junhui sedang duduk bersama di depan meja makan yang dipenuhi oleh bermacam-macam makanan kesukaan Jisoo dan Junhui sewaktu kecil. Heechul nampak telaten mengisi piring serta mangkuk kosong Jisoo dan Junhui dengan nasi dan lauk pauk. Inilah yang membuat Jisoo bahagia. Inilah sosok ibu yang diinginkan Jisoo. Kasih sayang dan perhatian dari sosok seorang ibu yang ia harapkan. Karena ibu kandungnya tidak pernah memberikan hal itu pada Jisoo.

"Jisoo, apa segini cukup?" tanya Heechul setelah ia selesai menuangkan sup di mangkuknya.

"Cukup. Terimakasih." Jisoo tersenyum setelah Heechul menaruh mangkuk tadi di depan Jisoo.

"Kau tumbuh menjadi anak yang sangat tampan." puji Heechul, memulai obrolan saat makan. "Bagaimana kabar ibumu, Jisoo." sambungnya.

"Aku tidak tahu."

"Kenapa kau tidak tahu?" Junhui sedikit heran dengan jawaban Jisoo. Bagaimana mungkin Jisoo tidak tahu? Bukannya ia tinggal bersama ibunya? Itulah yang ada dipikiran Junnhui.

"Sudah 2 bulan aku tidak bertemu dengannya. Ia selalu sibuk bekerja." Inilah yang membuat Jisoo memutuskan untuk pergi dari Los Angeles setelah ia dinyatakan lulus dari sekolah menengah atas. Ia sudah tidak tahan tinggal bersama dengan ibu kandungnya.

Jisoo kesepian.

"Apa kau sudah mengabarinya." Junhui bertanya dengan mulut penuh dengan makanan. Hal ini membuat Heechul menepuk lengan Junhui dengan cukup keras.

"Setibanya di sini, aku langsung mengiriminya pesan. Namun, ia belum membalasnya. Mungkin ia sudah tidak peduli lagi padaku."

"Jisoo, jangan begitu. Dia ibumu."

"Kau juga ibuku." bentak Jisoo pada Heechul. Seketika suasana menjadi hening. Hanya menyisakan bunyi jarum jam yang berdenting.

"Maafkan aku, ibu. Aku selesai. Terimakasih makan malamnya." Jisoo berdiri dari kursi dan segera berlari ke atas-ke dalam kamarnya-. Meninggalkan ibu tiri dan adik tiri yang memandang sedih ke arah punggungnya yang semakin menjauh.

"Dia banyak berubah." Heechul bergumam lirih, namun masih bisa Junhui dengar.

"Dia menjadi sangat dingin. Tidak seperti Jisoo yang aku kenal."

.

.

Salju masih saja turun keesokan harinya, namun hal itu tidak membuat Jisoo malas melakukan aktifitas. Kini ia sedang berada di supermarket untuk membeli barang-barang yang tak sempat ia bawa dari Los Angeles. Selesai sarapan tadi, ia memang langsung berpamitan kepada Heechul dan Junhui untuk pergi berkeliling.

Sebelum sarapan, Jisoo sedikit takut jika nanti suasana di rumah akan terasa canggung karena kejadian kemarin malam, namun dugaan Jisoo salah, Heechul dan Junhui masih tetap ceria dan cerewet, seperti tidak ada hal yang terjadi kemarin malam. Jisoo benar-benar sangat bersyukur akan hal itu.

Setelah keluar dari supermarket, Jisoo melihat poster yang sudah sedikit kumal tertempel di tembok. Poster itu bergambar pemandangan sebuah bukit. Dan yang membuat Jisoo terpaku yaitu ada seekor bayi beruang kutub sedang meringkuk di dekat sebuah batang pohon yang habis ditebang. Jisoo merasa pernah melihat bayi beruang kutub itu. Tapi..

Dimana?

Kapan?

Jisoo mencoba untuk acuh dan berencana untuk melanjutkan perjalanannya. Ia berbalik dan ia berteriak karena terkejut begitu menyadari ada seseorang yang berada sangat dekat di hadapannya.

Seorang gadis?

Atau

Lelaki?

"Akhirnya aku menemukanmu. Aku membencimu dan aku tak akan memaafkanmu." ucap orang tadi kepada Jisoo. Tatapan orang itu begitu tajam. Bibirnya yang merah bergemretak karena marah.

"Kau siapa? Aku rasa aku tak pernah mengenal gadis sepertimu." Jisoo mencoba santai dalam menghadapi orang tersebut. Jisoo benar-benar yakin bahwa ia tidak pernah mempunyai teman atau kenalan yang memiliki rambut blonde panjang seperti ini.

"AKU LELAKI! BUKAN GADIS! DASAR KAU SANGAT MENYEBALKAN! PANTAS AKU MEMBENCIMU!" bentak lelaki berambut panjang tadi.

Brugh

Belum selesai Jisoo dikejutkan oleh kedatangan lelaki yang tiba-tiba mengatakan bahwa ia membenci Jisoo, sekarang Jisoo kembali dikejutkan akan pingsannya lelaki tersebut dipelukan Jisoo.

"Hei! Hallo! Bangun! Hei!" Jisoo mengguncang-guncangkan pundak lelaki berambut panjang tadi. Mencoba untuk membangunkannya.

.

.

Jalanan yang penuh dengan salju tebal sedikit menyulitkan Jisoo untuk melangkah, apalagi ditambah beban berat yang ia bawa di punggungnya. Ya, Jisoo akhirnya membawa pulang lelaki berambut panjang yang pingsan di pelukannya tadi.

"Aku pulang." salam Jisoo begitu ia masuk ke dalam rumah.

"Selamat da.. Oh ya Tuhan. Jisoo, ini bukan di LA, kau tidak bisa sembarangan membawa anak gadis masuk ke dalam rumah." Heechul menasehati Jisoo sambil terus mengikuti Jisoo naik ke atas menuju kamarnya. "Hei Jisoo, kau dengar kata ibu kan?" sambung Heechul begitu ia tak mendapatkan respon apa pun dari Jisoo.

"Ibu, sebaiknya kita rebahkan orang ini terlebih dahulu. Dia sangat berat seperti beruang. Setelah itu aku akan menjelaskan semuanya. Dan satu lagi. Dia laki-laki, bukan perempuan. Sekarang, bisakah ibu membukakan pintu kamar untukku?" tanpa diminta untuk kedua kalinya, Heechul segera membukakan pintu kamar Jisoo dan membantu Jisoo untuk merebahkan lelaki tadi di atas kasur empuk milik Jisoo.

.

.

Jisoo, Heechul dan Junhui duduk di pinggiran kasur milik Jisoo. Mereka memandangi seorang lelaki berambut panjang yang masih tertidur pulas. Junhui yang saat itu baru pulang sekolah segera menuju ke kamar Jisoo begitu ia mendengar keributan di sana.

"Jadi. Siapa dia?" Junhui mencoba memecah keheningan.

"Aku juga tidak tahu. Setelah aku keluar dari supermarket, tiba-tiba ia sudah ada dihadapanku, lalu ia pingsan." Jisoo mencoba menjelaskan.

"Tidak mungkin hanya seperti itu." Junhui memelototi Jisoo. Ia sama sekali tidak percaya akan penjelasan Jisoo.

"Sudah sudah. Yang paling penting, kita harus membangunkannya terlebih dahulu. Hari sudah mulai gelap, aku yakin orang tuanya pasti sangat khawatir sekarang." Heechul mencoba menengahi keduanya.

"Ibu benar juga." Jisoo pun mendekati lelaki tersebut. "Hei bangun!" Jisoo berteriak. Namun, lelaki itu masih tak merespon. Jisoo yang gemas pun mencoba untuk menekan-nekan pipi gembil lelaki tersebut. Tapi tetap saja tak ada respon. Jisoo menyeringgai. Sepertinya ia punya ide. Jisoo segera mendekatkan bibirnya ke arah telinganya.

"Hei bangun! Waktunya makan malam." mata lelaki tersebut langsung terbuka. Ia langsung berdiri.

"Makanan? Dimana? Dimana?" tanya lelaki itu dengan mata berbinar. Setelahnya ia sadar bahwa tak hanya dirinya di dalam ruangan tersebut. Ia pun menatap satu per satu orang yang ada di sekitarnya.

"Kalian siapa?" tanya lelaki tersebut dengan mata berkedip lucu.

.

.

Tiga pasang mata menatap keheranan pada seorang lelaki berambut panjang yang makan dengan sangat lahap. Benar-benar seperti orang yang tidak makan selama beberapa hari.

"Aku selesai." ucap lelaki itu setelah ia menghabiskan 2 piring makanan.

"Hei. Kau ini siapa?" Jisoo yang tak tahan akhirnya menanyakan hal yang sedari tadi ingin ia ketahui.

"Sebenarnya aku pun tidak tahu." jawabnya sembari memandang Jisoo dengan tatapan sedih.

"Hah?" Jisoo menaikkan alisnya tanda bingung.

"Aku lupa siapa aku. Mungkin itu sejenis amnesia. Bukankah itu keren?" tatapan sedihnya kini berubah menjadi cerah ceria.

Cetak

"Awww." Jisoo menyentil dahi lelaki berambut panjang tadi dengan cukup keras.

"Kenapa kau memukulku? Ini sakit." lelaki tersebut mengusap dahinya yang memerah.

"Jangan berbohong! Jawablah yang sesungguhnya." Jisoo sedikit menaikkan volume suaranya.

"Itu benar. Aku tidak berbohong."

"Jika kau amnesia, kenapa kau bisa mengingatku? Bukankah sebelum kau pingsan kau bilang kau sangat membenciku?"

"Aku juga tidak tahu. Setelah aku melihat wajahmu, aku benar-benar merasa jika aku pernah membencimu. Selain itu, tidak ada satu pun yang aku ingat."

"Aishh orang ini." Jisoo berdiri dari kursi dan bersiap untuk menyentil lelaki tersebut, namun Junhui segera menarik Jisoo untuk kembali duduk sebelum tangan Jisoo sempat terulur menyentuh dahi lelaki tadi.

"Jisoo tenanglah. Lihat, aku menemukan dompetnya. Bagaimana kalau kita mencoba mencari identitasnya di dalam dompet ini?" usul Junhui sambil menggoyang-goyangkan dompet di tangannya.

Jisoo pun merebut dompet itu dan mulai mengeluarkan semua yang ada di dalamnya. Namun, tidak ada satu pun petunjuk di dalamnya. Hanya ada beberapa lembar uang serta kupon diskon.

"Tidak ada satu pun petunjuk." ucap Jisoo frustasi. "Kenapa kita tidak lapor polisi saja?" sambung Jisoo.

"Polisi?" lelaki tersebut nampak ketakutan. Ia pun segera berlari dan bersembunyi di balik punggung Heechul. "Kenapa?" sambungnya.

"Bukankah salah satu tugas polisi yaitu untuk membantu orang yang hilang?" Jisoo berucap tanpa memperhatikan wajah si lelaki yang kini terlihat sangat ketakutan.

"Tapi aku tidak mau. Polisi sangat menakutkan. Aku ingin tinggal di sini sampai ingatanku kembali."

"Tapi bagaimana mungkin kau akan tinggal satu atap dengan orang yang kau benci?" tanya Jisoo.

"Tapi kau satu-satunya clue yang aku punya. Aku lupa banyak hal, tapi hanya satu yang bisa aku ingat. Aku langsung ingat saat aku melihat wajahmu, lalu aku langsung membencimu."

"Aish. Kenapa hal jahat yang kau ingat?" Jisoo mengacak rambutnya frustasi.

Duughh

Orang asing tadi tiba-tiba berlari mendekati Jisoo dan langsung memukul kepala Jisoo cukup keras. Setelah memukul Jisoo, orang tersebut kembali bersembunyi di punggung Heechul.

"APA-APAAN INI?" Jisoo berteriak cukup kencang sambil mengusap kepalanya yang berdenyut sakit.

"Melihat wajahmu benar-benar membuatku sangat marah."

"KAU..."

"Jisoo, sudahlah." Heechul mencoba menenangkan Jisoo. Heechul pun berbalik dan mengusap tangan lelaki itu dengan lembut. "Dan untukmu, kau boleh tinggal di sini sampai ingatanmu kembali." lelaki tersebut langsung tersenyum lebar dan memeluk Heechul dengan sangat erat.

"Tapi bu..."

"Jisoo, ini keputusan ibu." Jisoo pun bungkam. Jisoo tidak pernah bisa menolak apa pun keputusan yang diambil Heechul.

"Baiklah. Sekarang kau bisa tinggal di sini, tapi kita harus memanggilmu apa? Kita sama sekali tidak tahu namamu?" Junhui yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara.

"Nama? Uhh aku tidak ingat namaku." lelaki itu memegangi kepalanya untuk mencoba mengingat namanya.

.

.

"Jisoo! Jisoo! Jisoo! Heii! JISOO!" gedoran dari luar kamar Jisoo serta teriakan nyaring tersebut membuat Jisoo yang sedang tertidur terlonjak kaget. Jisoo mengerang marah. Tangannya meraba-raba meja nakas guna mengambil jam duduk di atasnya. 07.00 adalah angka yang tercantum di jam digitalnya.

"Masih jam 7 pagi. Kenapa sudah membangunkanku?" dengan malas, Jisoo melangkahkan kakinya menuju ke pintu kamar dan membukanya. Nampaklah wajah lelaki berambut panjang yang tersenyum lebar memperhatikan gigi-giginya yang rapi.

"Jisoo, aku ingat namaku." ucapnya penuh semangat. Jisoo melirik ke arah Heechul yang ternyata berada di belakang lelaki tadi.

"Dia benar Jisoo. Akhirnya dia mengingat namanya." Heechul tersenyum saat memperjelas ucapan lelaki tadi.

"Junghan. Yoon Junghan." lelaki itu membusungkan dadanya bangga. "Nama yang bagus bukan?" lelaki berambut panjang tadi menaik-turunkan alisnya, membuat Jisoo memutar kedua bola matanya malas.

"Mulai saat ini, kita akan memanggilmu Junghan. Bolehkan?" tanya Heechul dengan senyum di wajahnya dan Junghan mengangguk tanda setuju.

"Senang berkenalan denganmu, Junghan." Heechul tersenyum ke arah Junghan. "Nah Jisoo, ibu akan berbelanja, kau temani Junghan ya." pamit Heechul. Setelahnya Heechul pun langsung pergi meninggalkan Jisoo dan Junghan.

"Kau mau masuk?" tawar Jisoo pada Junghan setelah Heechul menghilang dari pandangan.

"Bolehkah?"

"Cepat masuk atau aku akan menutup pintunya kembali." Junghan pun langsung berlari masuk ke dalam kamar Jisoo sebelum pintunya benar-benar Jisoo tutup. Junghan tidak ingin sendiri. Ia takut.

Junghan memperhatikan setiap sisi kamar Jisoo hingga matanya terpusat pada kue bulat dengan aneka warna terletak di atas meja belajar Jisoo.

"Itu apa?" Junghan menunjuk kue tadi.

"Itu makaron." Jisoo berjalan menghampiri makaron. Ia pun membuka bungkus plastiknya. "Kau mau mencium baunya?" Jisoo menggerak-gerakkan makaron itu ke kanan dan ke kiri, ia berusaha memancing Junghan. Junghan pun menurut, ia mendekati Jisoo dan menciumi bau makaron. Seketika mata Junghan berbinar. Lalu tanpa sadar Junghan membuka mulutnya, mencoba untuk menggigit makaron, namun apa daya, Jisoo segera menjauhkan makaron itu dari hadapan Junghan.

"Bukankah aku menyuruhmu untuk mencium baunya? Bukan menyuruhmu untuk mencicipinya." ucapan Jisoo sungguh membuat Junghan mendengus sebal. Akhirnya mata Junghan kembali menilik setiap sisi kamar Jisoo, hingga matanya terpaku pada sebuah buku bergambar.

"Kalau itu apa?" tanyanya lagi. Jisoo pun mengambil buku yang Junghan maksud.

"Ini?" Junghan mengangguk. "Ini komik." Jisoo menyerahkan komiknya ke tangan Junghan. Junghan pun langsung membuka dan membaca komik tersebut dengan serius.

"Aku pinjam sebentar." Junghan langsung berlari keluar dari kamar Jisoo menuju kamarnya dengan komik di tangannya.

.

.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, namun Junghan belum juga keluar dari kamarnya. Ini membuat Jisoo sedikit khawatir. Jisoo pun akhirnya mencoba untuk menemui Junghan. Ia mengetuk kamar Junghan. Karena tak ada sahutan, Jisoo pun masuk ke dalam. Ia dapat melihat Junghan yang masih membaca komik yang ia pinjamkan dengan serius.

"Junghan. Bukankah kau tadi ingin mencicipi makaron?" mendengar kata makaron, Junghan langsung menutup komik Jisoo dan memandang Jisoo dengan mata berbinar.

"Ya. Ya. Aku mau." Junghan mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat.

"Baiklah. Ayo kita beli makaron." Junghan berjingkat-jingkat senang. Ia pun langsung menggenggam tangan Jisoo dan cepat-cepat menarik Jisoo keluar dari rumah. Jisoo hanya bisa tersenyum melihat tingkah kekanakan Junghan.

Es lama kelamaan akan mencair bukan?

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya keduanya telah sampai pada toko kue. Jisoo membeli beberapa kue lain untuk Junhui dan Heechul. Setelah membayar, Jisoo menyeret Junghan untuk duduk-duduk di taman.

Junghan membuka bungkusan makaron dengan tidak sabaran. Setelah dapat, Junghan langsung membuka mulutnya untuk melahap makaron tadi.

Miaww

Belum sempat makaron masuk ke dalam mulut Junghan, seekor kucing dengan sigap merebut makaron tersebut dari tangan Junghan. Membuat Junghan mengerang marah.

"Itu makaronku. Kembalikan! Itu milikku." Junghan berteriak memarahi kucing tadi dan mengejar kucing tadi yang berlari mengelilingi kursi yang diduduki Jisoo.

"Junghan, sudahlah. Kucing itu hanya makan satu. Kau bisa makan yang lain kan? Punyamu masih tersisa banyak."

"Ah! Benar juga." Junghan langsung duduk kembali dan melahap makaron yang lain. Dan entah bagaimana. Kucing tadi justru terus berada di kaki Junghan. Kucing tadi tampak sangat manja pada Junghan. Bahkan saat ini, kucing tadi sudah melompat naik ke paha Junghan. Untung Junghan sudah menghabiskan makaronnya.

"Apa yang akan kau lakukan pada kucing itu? Alangkah lebih baik jika kita membawanya ke rumah, tapi Junhui sedikit alergi dengan kucing." Jisoo bertanya setelah melihat kucing tersebut tampak tertidur lelap dipangkuan Junghan.

"Aku tidak mau membawanya. Aku tidak ingin dia merebut makaronku lagi."

"Kenapa kau berkata begitu? Apa kau sama sekali tidak berfikir bahwa kucing itu lucu saat dengan jelas ia menampakan rasa sukanya padamu?" Jisoo memandang wajah Junghan yang sedari tadi menatap ke arah kucing itu.

"Semua hewan akan dibuang oleh majikannya saat ia sudah tak diinginkan. Apa kau tak berfikir begitu?" Jisoo tertegun atas pernyataan yang dilontarkan Junghan.

"Tidak semua orang begitu."

"Kita seharusnya mengembalikannya ke habitatnya." Junghan berdiri sambil menggendong kucing tadi. Dan dengan tak berperasaan, ia pun melempar kucing tadi sejauh mungkin dari hadapnnya. Jisoo melebarkan matanya melihat perbuatan Junghan.

"APA YANG KAU LAKUKAN." Jisoo berdiri dari duduknya. Ia menatap nyalang ke arah Junghan.

"Kenapa kau marah?" Junghan bertanya dengan polosnya. Tangan Jisoo terangkat untuk memukul Junghan. Namun, aksinya terhenti begitu melihat wajah Junghan yang ketakutan.

"Kenapa kau begitu tenang setelah melakukan hal kejam pada seekor kucing? Kucing itu bisa mati." Jisoo benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Junghan. Mata Junghan kini mulai berembun. Ia takut sekali melihat Jisoo marah.

"Percuma saja kau menangis." suara Jisoo mulai melemah. Lama-lama ia kasihan juga melihat Junghan.

"Jisoo, bodoh." Junghan pun berlari meninggalkan Jisoo.

"Junghan! Junghan! Hey!" Junghan terus berlari dan menulikan telinganya akan panggilan-panggilan Jisoo.

Tanpa mereka berdua sadari. Ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan keduanya dari jauh.

.

.

Jisoo makan dengan tenang, tidak seperti Junhui dan Heechul yang menatap ke arah kursi tempat Junghan biasa makan. Kursi itu kosong.

"Jangan khawatir. Dia pasti akan kembali." Heechul mencoba menenangkan Junhui yang terus menerus menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Ibu, dia pasti kelaparan saat ini." Junhui memandang ibunya dengan tatapan khawatir. "Bagaimana jika dia tidak kembali?" sambungnya.

"Jangan khawatir, Junhui. Ini adalah satu-satunya rumah yang Junghan milikki saat ini. Jika ingatannya kembali dan dia pulang ke rumahnya, bukankah itu lebih baik?" Heechul tersenyum menatap wajah khawatir Junhui.

"Aku selesai, terimakasih untuk makan malamnya." Jisoo berdiri dan segera melangkah menuju keluar rumah. Walau bagaimana pun, Jisoo juga menghawatirkan Junghan. Di luar sangat dingin, ia takut Junghan kedinginan.

Jisoo melangkah menuju ke taman tempat terakhir ia bersama Junghan. Ia berharap bisa menemukan Junghan di sana. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan Junghan di sana.

"Apakah kau mencari seorang lelaki berambut panjang?" tiba-tiba ada lelaki lain di belakang Jisoo. Jisoo pun berbalik dan menaikkan satu alisnya begitu melihat wajah asing di hadapannya.

"Namaku Jeon Wonwoo. Kau bisa memanggilku Wonwoo." Wonwoo memperkenalkan dirinya terlebih dahulu pada Jisoo. "Saat ini lelaki tersebut sedang berada di bukit yang tidak jauh dari sini. Maaf sebelumnya, tadi aku sempat melihat kalian berdua bertengkar di sini." sambungnya. Jisoo memicing menatap wajah Wonwoo.

"Siapa nama lelaki berambut panjang itu?" tanya Wonwoo lagi.

"Namanya Junghan. Yoon Junghan."

Junghan. Yoon Junghan

Deg

Tiba-tiba sebuah ingatan masa kecilnya datang memasukki otaknya. Membuat kepala Jisoo pening.

.

.

Flashback on

Cuaca hari itu sangat panas. Jisoo kecil tampak merebahkan diri di teras rumahnya dengan berbantalkan kedua tangannya.

"Hei. Mulai saat ini, aku akan memberikanmu nama. Junghan. Yoon Junghan. Bagaimana? Kau suka?" Jisoo berbicara dengan logat khas anak kecil dengan lawan bicarannya.

Flashback off

TBC

.

Next chap

"Tidak. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Jika kau bertanya, siapakah orang yang mengenalnya sedari kecil, jawabannya adalah kau, Jisoo."

"Aku seperti pernah berada di sini dalam waktu yang sangat lama."

"Aku.. Aku hanya ingin terus berada di sisimu. Jangan tinggalkan aku sendirian lagi."

"Kau mencegahnya untuk mengingat siapa dirinya atau membiarkan ia ingat siapa dirinya dan ia akan hilang untuk selamanya."

"Jisoo, aku ingin menikah denganmu."

"JANGAN MENGINGATNYA!"

"Junghan, aku mencintaimu."

...

Yuhuuuu. Saya kembali bawa ff JiHan lagi. Sedikit sedih sih karena saya bikin sifatnya Jisoo berlawanan banget sama sifat asli Jisoo yang adem gitu. Semua main cast yang ada di cerita ini OOC banget pokoknya. Tuntutan cerita. Maafkan dakuh yaa akang Jisoo.

Oh ya, sebelumnya mau minta maaf karena FF "Sorry" chapter 2 belum bisa di update. Karena eh karena, lupa naroh filenya. Udah ubek-ubek masih belum ketemu, padahal udah hampir selesai ngetiknya.

Pokoknya terimakasih banyak buat yang udah dukung FF "Sorry" saya. Target yang review 7 orang, ternyata yang review 23 orang. Lebih dari yang saya harapkan. Terharu banget. Love love love deh pokoknya.

Buat FF "Stay" ini, saya bakal update cepet kalau banyak yang tertarik. Setelah tanggal 15 pasti saya update kalau responnya bagus.

Terimakasih semua.

See you